• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan lahan di Kecamatan Leuwiliang dibagi menjadi sembilan penutupan/penggunaan lahan. Kesembilan kelas penggunaan lahan itu adalah: badan air, hutan, kebun campuran, lahan terbuka, perkebunan, permukiman, sawah, semak belukar dan tegalan. Penggunaan lahan di Kecamatan Leuwiliang didominasi oleh kebun campuran, dengan luasan mencapai 31,68 % (2.860,9 ha). Posisi kedua ditempati oleh hutan dengan luasan mencapai 27,89 % (2.518,5 ha) dan sawah pada posisi ketiga dengan luasan 16,52 % (1.491,9 ha). Data Luas dan Persentase Penggunaan Lahan Kecamatan Leuwiliang disajikan pada Tabel 10.

15

Distribusi sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Leuwiliang disajikan pada Gambar 3.

Tabel 10. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan Kecamatan Leuwiliang

Penggunaan Lahan Luas (ha) Luas (%)

Badan Air 27,7 0,31 Hutan 2.518,5 27,89 Kebun Campuran 2.860,9 31,68 Lahan Terbuka 40,8 0,45 Perkebunan 470,7 5,21 Permukiman 549,3 6,08 Sawah 1.491,9 16,52 Semak Belukar 598,1 6,62 Tegalan 472,0 5,23 Jumlah 9.029,9 100,00

Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Leuwiliang Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Komoditas Unggulan Analisis ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas unggulan dengan tujuan melihat status suatu lahan yang sesuai di Kecamatan Leuwiliang apakah tersedia atau tidak untuk arahan pengembangan komoditas unggulan. Lahan yang tersedia merupakan faktor penting dalam menetapkan arahan pengembangan komoditas karena menyangkut ketersediaan suatu sumberdaya, khususnya sumberdaya lahan. Ketersediaan lahan yang dimaksudkan merupakan jumlah status lahan yang tersedia berdasarkan peruntukan yang sudah ditetapkan menurut pola ruang, peta RTRW yang dikaitkan dengan peta status kawasan hutan

16

serta penggunaan lahan yang ada di wilayah penelitian. RTRW menjadi penting karena semua perencanaan penggunaan lahan harus didasarkan pada RTRW yang berlaku. Penggunaan lahan eksisting memberikan gambaran tentang jenis penggunaan lahan saat ini dan kemungkinan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian, maka ditetapkan penggunaan lahan yang belum produktif sebagai lahan yang tersedia untuk pengembangan pertanian.

Secara spasial persebaran lahan tersedia untuk pengembangan komoditas unggulan disajikan pada Gambar 4. Hasil analisis ketersediaan lahan ini selanjutnya dijadikan acuan untuk mengetahui kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan di Kecamatan Leuwiliang.

Gambar 4. Peta Ketersediaan Lahan Pengembangan Komoditas Unggulan Hasil analisis lahan yang tersedia di Kecamatan Leuwiliang untuk pengembangan komoditas unggulan pertanian seluas 122,55 ha, hasil ini merupakan lahan yang tersedia secara penetapan pola ruang dan jenis penggunaan lahan seperti tanah terbuka, semak belukar dan tegalan. Informasi luas lahan yang tersedia untuk pengembangan per desa disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan informasi yang terdapat pada Tabel 10 desa yang mempunyai ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas unggulan paling besar terdapat di Desa Cibeber II dengan luas 42,38 ha (34,58 %).

Tabel 4. Luas Lahan Pengembangan Komoditas Unggulan

No. Desa Luas (ha) Persentase (%)

1 Karehkel 26,78 21,79

2 Cibeber II 42,38 34,58

17

Tabel 11. (Lanjutan)

4 Karyasari 6,96 5,68

5 Pabangbon 26,70 21,79

Jumlah 122,55 100,00

Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Unggulan

Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk mengetahui lahan yang berpotensi untuk pengembangan komoditas unggulan (padi sawah, mentimun, manggis) di Kecamatan Leuwiliang. Evaluasi kesesuaian lahan merupakan kesesuaian lahan aktual yang didasarkan pada karakteristik lahan eksisting. Evaluasi kesesuaian lahan dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan peta satuan lahan untuk wilayah Kecamatan Leuwiliang yang disesuaikan dengan kriteria kesesuaian lahan untuk ketiga jenis komoditas (padi sawah, mentimun dan manggis). Peta satuan lahan di Kecamatan Leuwiliang disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Satuan Lahan Wilayah Kecamatan Leuwiliang

Evaluasi kesesuaian lahan hanya dilakukan pada satuan lahan yang memiliki lahan tersedia untuk pengembangan pertanian komoditas unggulan. Sifat satuan lahan (land unit) tertera pada Lampiran 6 dan 7. Satuan lahan diberi kode dengan angka 1-20. Terdapat 11 satuan lahan (2, 3, 5, 7, 9, 10, 11, 14, 16, 17, 19 dan 20) yang dievaluasi untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan berdasarkan kriteria dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pertanian (2011). Hasil analisis kesesuaian lahan yang diperoleh disajikan pada Tabel 12.

18

Tabel 5. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual pada Satuan Lahan

Kode Satuan Lahan Kelas Kesesuaian Lahan

Padi Irigasi Mentimun Manggis

2 S3 nr, na S3 nr, na S3 nr, na 5 S3 nr, na S3 nr, na S3 nr, na 7 S3 na S3 nr, na S3 na 9 N eh N eh S3 nr, na, eh 10 N eh S3 nr, na, eh S3 na 11 N eh S3 nr, na, eh S3 na 14 N eh N eh S3 na, eh 16 N eh N eh S3 eh 17 N eh N eh S3 nr, eh 19 N eh N eh S3 na, eh 20 N eh N eh S3 nr, na, eh

Berdasarkan informasi yang tertera pada Tabel 11, dapat dilihat bahwa kelas kesesuaian lahan untuk komoditas padi irigasi didominasi oleh kelas kesesuaian N (tidak sesuai) dengan faktor pembatas eh (bahaya erosi). Sebagian satuan lahan sesuai untuk mentimun dengan faktor pembatas nr (retensi unsur hara), na (ketersediaan unsur hara) dan eh (bahaya erosi) sedangkan seluruh lahan potensial pengembangan sesuai untuk manggis. Hasil evaluasi lahan untuk komoditas mentimun dan manggis memiliki tingkat kesesuaian S3 (sesuai marginal) untuk setiap satuan lahan yang sesuai dengan faktor pembatas sebagian besar adalah bahaya erosi (eh), retensi unsur hara (nr) dan ketersediaan unsur hara (na). Secara spasial penyebaran hasil evaluasi lahan untuk masing-masing komoditas unggulan disajikan pada Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8.

19

Gambar 6. Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi

20

Gambar 8. Peta Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Manggis Analisis Usahatani

Analisis usahatani dilakukan dengan analisis R/C ratio yaitu perbandingan antara jumlah pendapatan yang diperoleh dengan jumlah biaya yang dilakukan dalam kegiatan usahatani. Perhitungan yang dilakukan berdasarkan data primer yang didapatkan dari hasil wawancara terhadap petani yang melakukan usahatani untuk budidaya komoditas padi sawah, mentimun dan manggis. Responden yang dipilih dalam analisis usahatani adalah petani yang sedang atau pernah membudidayakan komoditas unggulan tersebut (padi sawah, mentimun dan manggis). Data yang dikumpulkan berupa jumlah biaya pengeluaran dan pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani. Komponen biaya yang disertakan dalam perhitungan adalah biaya dari awal proses budidaya sampai proses pemanenan, meliputi biaya pengolahan tanah, bibit, pupuk, perawatan, pestisida, irigasi/sumber air, tenaga kerja dan pascapanen. Komponen pendapatan pada usahatani merupakan perhitungan dari hasil panen dikalikan dengan harga jual (Rp) untuk persatuan beratnya (kg).

Hasil analisis R/C ratio dilakukan terhadap tiga jenis tanaman (padi, mentimun dan manggis) di Kecamatan Leuwiliang menunjukan bahwa ketiga komoditas tersebut layak diusahakan (R/C ratio >1). Hasil analisis dapat dilihat dalam Tabel 13. Nilai R/C ratio untuk tanaman padi sebesar 3.17 tanaman mentimun sebesar 2.21 dan tanaman manggis sebesar 2.45. Perhitungan R/C ratio disajikan pada Lampiran 11, 12 dan 13.

21

Tabel 6. Nilai Hasil Analisis R/C Ratio Komoditas Unggulan Pertanian Kecamatan Leuwiliang

Komoditas Jumlah Pendapatan (Rp/ha)

Jumlah Biaya

(Rp/ha) Nilai R/C ratio

Padi 17.000.000 5.365.000 3.17

Mentimun 23.000.000 10.425.000 2.21

Manggis 75.000.000 30.550.000 2.45

Perhitungan tanaman padi dan mentimun dilakukan pada setiap musim tanam dengan masa tanam 105-115 hari untuk tanaman padi dan 30-40 hari untuk tanaman mentimun. Analisis usahatani tanaman manggis dilakukan hingga umur 10 tahun saja, meskipun tanaman manggis dapat berproduksi sampai puluhan tahun.

Analisis Preferensi Masyarakat

Preferensi masyarakat untuk membudidayakan tanaman komoditas unggulan di Kecamatan Leuwiliang dianalisis berdasarkan tingkat preferensi masyarakat. Proses pengumpulan informasi dari 30 responden petani yang sedang atau pernah membudidayakan padi sawah atau mentimun atau manggis. Pertanyaan yang diberikan kepada responden merupakan pertanyaan yang bertujuan untuk melihat prioritas dan alasan ketertarikan petani untuk membudidayakan komoditas padi sawah, mentimun dan manggis.

Menurut tingkat kesukaan membudidayakan komoditas dari ketiga komoditas yang dianalisis diperoleh hasil sebesar 53 % responden memilih padi sawah, 29 % responden memilih mentimun dan 18 % memilih manggis. Alasan yang muncul secara umum pada masing-masing komoditas ketika dijadikan prioritas pertama yakni: tanaman padi dapat memberikan hasil panen berupa beras yang menjadi makanan pokok, tanaman mentimun memberikan hasil panen dalam waktu yang relatif singkat (30-40 hari) dan tanaman manggis dapat dijadikan investasi dengan teknik budidaya yang terbilang sederhana (hanya satu kali proses penanaman). Alasan umum yang menyebabkan petani tidak menyukai menanam komoditas unggulan adalah ketika tanaman terkena hama dan gagal panen untuk komoditas padi sawah, teknik budidaya yang tidak praktis untuk komoditas mentimun dan waktu panen yang cukup lama untuk komoditas manggis.

Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian

Berdasarkan analisis kesesuaian lahan yang dilakukan, tanaman manggis yang mempunyai kelas kesesuaian lahan yang sesuai (S) lebih banyak, dilanjutkan oleh tanaman mentimun dan tanaman padi. Hasil analisis usahatani menunjukan bahwa ketiga komoditas tersebut layak diusahakan karena jumlah penerimaan lebih besar dari jumlah pengeluaran. Preferensi masyarakat menunjukan tanaman padi lebih digemari untuk dibudidayakan, dilanjutkan dengan mentimun dan manggis. Pengembangan dalam penelitian ini mencakup pengembangan pada lahan baru (lahan dengan produktivitas rendah) atau lebih dikenal dengan perluasan areal.

22

Arahan pengembangan yang ditetapkan adalah komoditas padi (9,55 ha) dan manggis (17,23 ha) di Desa Karehkel, komoditas manggis di Desa Cibeber II, komoditas manggis di Desa Karacak, komoditas padi di Desa Karyasari dan komoditas manggis di Desa Pabangbon. Lahan berpotensi pengembangan dengan arahan pengembangan komoditas unggulan menurut desa disajikan pada Tabel 14. Persebaran lahan secara spasial arahan pengembangan komoditas unggulan disajikan pada Gambar 9.

Tabel 14. Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Kecamatan Leuwiliang

No. Desa Komoditas Luas (ha) Persentase (%)

1 Karehkel Manggis Padi 17,23 9,55 21,79 2 Cibeber II Manggis 42,38 34,58 3 Karacak Manggis 19,73 16,10 4 Karyasari Padi 6,96 5,68 5 Pabangbon Manggis 26,70 21,79 Jumlah 122,55 100,00

Gambar 9. Peta Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Kecamatan Leuwiliang

23

Dokumen terkait