• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Deskripsi Profil Tanah

Sifat tanah yang diamati di lapangan meliputi warna tanah, tekstur tanah, ketahanan struktur, struktur tanah, konsistensi tanah, dan kedalaman efektif adalah sebagai berikut :

Lokasi : Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Koordinat : 98032’20,7’’ LU dan 03012’23,2’’

Ketinggian Tempat : 1447 m dpl Bahan Induk : Andesit Jenis Tanah : Andisol Kemiringan Lereng : 5% Topografi : Landai Drainase : Baik Kedalaman Efektif : 56 cm

Vegetasi : Pinus (Pinus merkusii), Rumput-rumputan (Graminae), Jeruk (Citrus maxima), Ubi jalar (Ipomea batatas), Ketimun ( Cucumis sativus).

Morfologi Profil Tanah

Horison Kedalaman (cm) Uraian

A 0-16/18 Hitam gelap kecoklatan (10 YR 2/2), pasir berlempung, sedang, remah, gembur, terdapat batuan, perakaran banyak, beralih nyata berombak ke….

Bw1 16/18-28/40 Coklat kekuningan (10 YR 5/6), lempung, sedang, gumpal, teguh, terdapat batuan, sedikit perakaran, beralih nyata berombak ke…

Bw2 28/40-40/68 Kuning kecoklatan (10 YR 6/6), lempung berpasir, sedang, gumpal bersudut, teguh, tidak terdapat batuan, terdapat sedikit perakaran, terdapat sedikit karatan, beralih nyata berombak ke…

C 40/68 - < 150 Coklat kuning keabu-abuan (10 YR 4/8), lempung berpasir, sedang, gumpal bersudut, teguh, tidak terdapat batuan, tidak ada perakaran, terdapat bercak berwarna kuning merah kecoklatan pada kedalaman 55 cm, beralih nyata berombak ke…

II R 150- > 264 Berwarna kelam dan gelap, pelitik, padat keras

Analisis Laboratorium Kajian Pelapukan Geokimia Analisis Kerapatan Jenis

Hasil analisis kerapatan jenis (bulk desity) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Analisa Kerapatan Jenis

Profil Horison Kedalaman (cm) Kerapatan Jenis (g/cm3)

P

C 40/68 - < 150 0.89

R 150- > 264 2.68

Analisis Total Senyawa Penyusun R dan C

Hasil analisis total senyawa-senyawa kimia terdapat pada Tabel 3. Senyawa TiO2 tidak dianalisis, karena TiO2 tidak ditemukan pada sampel (Black, 1965).

Tabel 3. Kadar dan bobot senyawa-senyawa pada profil tanah Horison R BD = 2.68 g/cm3 Horison C BD = 0.89 g/cm3 +/- Gain/Loss Senyawa % g Senyawa % g g % SiO2 62.1 278.4839 SiO2 55.9 83.2483 -195.2356 -70.1 Al2O3 0.57 2.5561 Al2O3 17.8 26.5084 +25.9522 +937.05 Fe2O3 2.12 9.5070 Fe2O3 0.69 1.0275 -8.4794 -89.19 P2O5 0.08 0.3587 P2O5 0.03 0.0446 -0.3140 -87.54 Mn2O3 0.0929 0.4166 Mn2O3 0.004 0.00059 -0.4106 -98.57 MgO 18.5 82.9622 MgO 14.7 21.8917 -61.0704 -73.61 K2O 0.000019 0.000085 K2O 0.00001 0.0000148 -0.0000702 -82.58 CaO 15.2 68.1635 CaO 5.70 8.4886 -59.6748 -97.54 Na2O 0.05337 0.2393 Na2O 0.01644 0.0244 -0.2148 -89.77 Total 442.6876 141.2398 -301.4478 -68.09

Perhitungan total Loss atau gain berdasarkan rumus berikut :

Bobot senyawa di horison R – Bobot senyawa di horison C

Total Loss/Gain = x100%

Pembahasan Deskripsi Profil Tanah

Dari hasil pengamatan diperoleh solum yang dalam. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya horison C pada kedalaman 40 sampai di bawah 150 cm yang dapat dipengaruhi oleh keadaan topografinya, mengingat letak solum berada pada daerah yang lebih rendah daripada daerah sekitarnya. Seperti yang kita ketahui daerah yang lebih rendah umumnya merupakan daerah endapan. Lahan ini juga berada pada lereng dengan kemiringan 5% atau termasuk kelas landai.

Penentuan warna tanah dilakukan berdasarkan buku pedoman penciri warna yaitu buku Munsell Soil Color Chart. Warna tanah disusun atas tiga variable yaitu value, chorma, dan hue. Value menunjukkan warna gelap terangnya warna sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum . Hue menunjukkan warna spektrum yang dominan, sesuai dengan panjang gelombang.

Warna tanah pada setiap horison berbeda-beda dari atas hingga ke bawah. Dilihat dari morfologi profil tanahnya bahwa warna tanah semakin ke bawah semakin terang. Hal ini menunjukkan bahwa tanah yang semakin terang menunjukkan kandungan bahan organik yang semakin sedikit dan warna tanah yang semakin gelap menunjukkan kandungan bahan organik yang tinggi. Pada tanah yang terbentuk dari batuan andesit umumnya memiliki kuarsa yang tinggi sehingga menimbulkan warna terang pada tanah hal ini sesuai dengan pernyataan (Sitanggang dan Kemala, 2005) bahwa kuarsa (SiO2) adalah mineral yang sangat umum dan merupakan kedua terbanyak sesudah feldspar, tidak berwarna

dan tembus pandang, kadang-kadang berwarna coklat, kuning, ungu merah, hijau, biru atau hitam, hal ini disebabkan adanya pengotoran zat-zat lain.

Struktur tanah dari profil yang diamati pada horison C adalah gumpal bersudut dan ukuran struktur sedang, sementara pada horison R merupakan batuan yang padat dan keras. Penentuan ketahanan bentuk dan struktur tanah dilakuka n berdasarkan kemantapan dan ketahanan bentuk struktur tanah tersebut. Ketahanan berbeda-beda dari mudah hancur (tingkat perkembangan awal), sedang (tingkat perkembangan sedang) sampai yang sulit hancur (tingkat pelapukan lanjut).

Pada morfologi profil tanah kita lihat bahwa tekstur tanah berbeda pada tiap horison. Pada horison C tanah bertekstur lempung berpasir. Tekstur tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan pasir, debu dan liat dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Foth (1991) yang menyatakan bahwa tekstur merupakan perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat.

Pada profil yang diamati diperoleh konsistensi tanah teguh. Terbentuknya konsistensi teguh disebabkan karena meningkatnya kandungan liat pada horison tersebut.

Kerapatan jenis atau Bulk Density (BD) profil yang diamati pada horison bawah ke atas semakin rendah. Ini menunjukkan jumlah pori di dalam tanah dari bawah sampai permukaan tanah semakin bertambah. Dari hasil yang diperoleh bahwa kerapatan jenis (BD) pada horison R sebesar 2,68 g/cm3. Hal ini disebabkan karena pada horison R merupakan batuan yang padat dan keras sehingga memiliki ruang pori yang sangat kecil. Sedangkan pada horison C kerapatan jenis yang diperoleh sebesar 0.89 g/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pertambahan ruang pori yang disebabkan oleh pelapukan. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Hardjowigeno (1993) yang menyatakan bahwa bulk density menunjukkan tingkat pelapukan batuan. Bulk density turun dengan meningkatnya pelapukan karena terbentuknya pori-pori tanah.

Pada profil penelitian sebenarnya ditemukan adanya lithologi diskontinuitas pada kedalaman di atas 150 cm, hal ini dapat terlihat pada gambar lampiran 7. Namun dapat diasumsikan bahwa bahan induk pada Pedon I sama dengan Pedon II maka penulis menggunakan horison C pada Pedon I dan horison R pada pedon II disebabkan profil sudah tergenang oleh air. Adanya lithologi diskontinuitas dapat saja terjadi terutama pada daerah di sekitar pegunungan, hal ini mungkin saja disebabkan adanya erupsi (letusan gunung berapi) di daerah tersebut pada waktu yang berbeda sehingga terjadi penimbunan bahan volkan pada tanah yang sudah ada, hal ini sesuai dengan peryataan Hardjowigeno (1993) yang menyatakan bahwa penyebab terjadinya lithologi diskontinuitas antara lain penimbunan bahan endapan pada tanah yang sudah ada, penimbunan bahan volkanik dari letusan yang berbeda, dan sebagainya.

Kajian Pelapukan Geokimia

Pada penelitian ini yang dikaji adalah pelapukan geokimia dari horison R ke C. Berdasarkan hasil analisis kimia di laboratorium, pada Tabel 3 terdapat perbedaan kuantitas senyawa-senyawa pada horison R ke C. Pada horison R bobot senyawa tertinggi adalah pada senyawa SiO2 yaitu 62.1% atau sebesar 278.4839 g dan yang terendah pada senyawa K2O yaitu 0.000019% atau sebesar 0.000085 g. Pada horison C bobot tertinggi juga senyawa SiO2 yaitu 55.9% atau sebesar 83.2483 g dan terendah juga pada senyawa K2O yaitu 0.00001% atau sebesar 0.0000148 g. Dari horison R ke C semua mengalami perubahan kuantitas, ada

yang berkurang dan ada yang bertambah. Senyawa-senyawa yang mengalami penurunan bobot adalah senyawa SiO2, P2O5, CaO, Mn2O3, MgO, Fe2O3, Na2O, K2O sementara senyawa yang mengalami petambahan bobot hanya senyawa Al2O3, adanya pengurangan dan peningkatan senyawa-senyawa tersebut disebabkan karena pelapukan dan reaksi-reaksi kimia selama pelapukan terjadi.

Dari hasil pengurangan bobot SiO2 tidak begitu drastis perubahannya. Hal ini dapat terlihat pada hasil di horison R yang memiliki bobot 62,1% atau sebesar 278.4839 g dan di horison C menjadi 55,9% atau sebesar 83.2483 g. Hal ini disebabkan karena SiO2 merupakan senyawa yang sukar mengalami pelapukan. Hal tersebut sesuai dengan bagan yang terdapat pada literatur Krauskopf (1975) yang memperlihatkan bahwa kuarsa (SiO2) memiliki urutan terakhir pada tingkat pelapukan.

Al2O3 mengalami peningkatan yang drastis, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis laboratorium dimana nilai Al2O3 pada horison R yaitu 0,57% atau sebesar 2.5561 g menjadi 17,8% atau 26.5084 g di horison C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmawijaya (1990) yang menyatakan bahwa selama proses pelapukan kimia berlangsung Al2O3 relatif naik kadarnya. Kenaikan senyawa ini juga disebabkan karena bahan induk yang dimiliki yaitu bahan induk andesit yang berasal dari bahan vulkan yang kaya akan Si dan Al. Tanah andisol merupakan salah satu jenis tanah yang terbentuk dari bahan induk vulkan.

Pada hasil nilai Fe2O3 mengalami pengurangan sebesar 89,19% atau sebesar 8.4794 g. Pada horison R (batuan induk) nilai Fe2O3 sekitar 2,12% atau sebesar 9.5070 g dan pada horison C menjadi 0,69% atau sebesar 1.0275 g. Pengurangan bobot juga terjadi pada senyawa Mn2O3 dimana pada horison R

memiliki bobot 0,0929% atau sebesar 0.4166 g mengalami pengurangan di horison C menjadi 0,004% atau sebesar 0,00059 g. Penurunan bobot ini disebabkan karena adanya reaksi oksidasi-reduksi, hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) yang menyatakan proses oksidasi terhadap bebatuan umumnya terjadi lewat oksidasi senyawa-senyawa besi (Fe) dan mangan (Mn) yang dikandung mineral penyusunnya, karena kedua logam ini mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk tereduksi dan bentuk teroksidasi. Akibat adanya transformasi bentuk reduksi-oksidasi ini maka memicu terjadinya pelapukan bebatuan secara kimia.

P2O5 merupakan senyawa yang penting dan mutlak dibutuhkan tanaman, tanaman-tanaman mengambil senyawa ini dengan akar-akarnya dari sebagian atau seluruh profil. Dari hasil terlihat pada komposisi kimia P2O5 yaitu 0,08% atau sebesar 0.3587 g di horison R, setelah mengalami pelapukan di horison C berubah menjadi 0,03% atau sebesar 0.04466 g di horison C (bahan induk) yang tergolong sangat rendah oleh karena P merupakan salah satu unsur yang sulit larut.

Garam-garam (Ca, Mg, K, Na) umumnya mudah larut. Hal ini didukung dari hasil analisis laboratorium yang menunjukkan bahwa semua garam mengalami pelapukan terbukti garam-garam tersebut mengalami pengurangan bobot walau terlihat sangat kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmawijaya (1992) yang menyatakan bahwa garam sulfat dari logam Mg dan K umumnya mudah larut, dengan daya larut 00C dalam 100 cc air. Dan yang paling sukar adalah Na2O hal ini kemungkinan disebabkan bentuk garam Na yang dianalisis dalam bentuk oksida, sementara Na yang mudah larut bila berada dalam bentuk karbonat.

Pelarutan basa-basa (CaO, MgO, K2O, dan Na2O) mengalami pengurangan bobot dari batuan induk (R) ke bahan induk tanah (C), hal ini dapat terlihat dari hasilnya berikut dimana pada horison R bobot dari CaO yaitu 15,2% atau sebesar 68.1635 g mengalami penurunan di horison C menjadi yaitu 5,70% atau sebesar 8.4886 g, MgO pada horison R memiliki bobot 18,5% atau sebesar 82.9622 g mengalami penurunan di horison C menjadi 14,7% atau sebesar 21.8917 g, K2O pada horison R memiliki bobot 0,000019% atau sebesar 0,000085 g mengalami penurunan di horison C menjadi 0,00001% atau sebesar 0,0000148 g, sedangkan Na2O memiliki bobot di horison R yaitu 0,05337% atau sebesar 0.2393 g mengalami pengurangan bobot di horison C menjadi 0,01644% atau sebesar 0.0244 g.

TiO2 tidak dikaji pada hasil penelitian karena pada saat analisis di laboratorium tidak ditemukan senyawa TiO2. Menurut Black (1965) persentase total bobot Titanium di dalam tanah sangat kecil yaitu 1%. Namun pada tanah-tanah tropis yang berada pada perkembangan tanah-tanah tua seperti pada tanah-tanah Oksisol, Ultisol, senyawa Ti dijumpai dalam jumlah yang banyak.

Secara keseluruhan data analisa senyawa-senyawa kimia pada horison R dan C menunjukkan telah terjadi pelapukan. Pengurangan dan pertambahan bobot tiap-tiap senyawa mencerminkan reaksi-reaksi yang terjadi pada pelapukan. Total loss, pelapukan geokimia dari horison R ke horison C berkurang menjadi 68,09% atau sebesar 301.4478 g. Bobot total senyawa di horison R yaitu sebesar 442.6876 g dan setelah di horison C menjadi 141.2398 g.

Berdasarkan data total Loss/Gain, kebanyakan senyawa mengalami pengurangan bobot seperti yang terjadi pada senyawa SiO2, P2O5, Fe2O3, K2O,

CaO, MgO, Mn2O3, Na2O. Pengurangan bobot terjadi karena proses pelapukan yang berlangsung selama pembentukan tanah yang dapat disebabkan oleh pencucian atau erosi. Hal ini sesuai dengan literatur Hardjowigeno (1993) yang menyatakan mineral- mineral melapuk dan melepaskan unsur-unsur yang dikandungnya yang sebagian merupakan unsur hara tanaman, sebagian tercuci dari tanah bersama air perkolasi atau erosi, sedangkan sebagian lagi saling bereaksi membentuk mineral sekunder.

Adanya peristiwa lithologi diskontinitas juga dapat mempengaruhi peningkatan kadar senyawa pada horison, dimana adanya lithologi liskontinitas dapat terjadi akibat adanya peristiwa erupsi (letusan gunung berapi) pada waktu yang berbeda sehingga terjadi penimbunan bahan vulkan yang kaya Al, hal ini sesuai dengan peryataan Hardjowigeno (1993) yang menyatakan bahwa penyebab terjadinya lithologi diskontinuitas antara lain penimbunan bahan endapan pada tanah yang sudah ada, penimbunan bahan volkanik dari letusan yang berbeda, dan sebagainya, sehingga adanya peningkatan Al2O3 bisa saja terjadi.

Dokumen terkait