• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Predasi Kepik C. lividipennis pada Pemangsaan Telur WBC

Kemampuan kepik predator C. lividipennis dalam penurunan pemangsaan telur WBC berbanding terbalik dengan peningkatan jumlah predator yang dilepas (Tabel 1, Lampiran 1, 2, dan 3). Pada suhu rata-rata harian 25,21 °C dan kelembaban nisbi 62,94% (Lampiran 4), tingkat konsumsi telur tertinggi sangat nyata dicapai pada pelepasan jumlah kepik terendah (1 pasang), yaitu rata-rata 29,4%. Kondisi lingkungan percobaan ini mendekati suhu optimum pemeliharaan kepik (26 °C) pada umumnya (CAB International 2005). Semakin tinggi jumlah kepik predator dilepaskan dengan sediaan telur yang tetap sama antar perlakuan semakin nyata menunjukkan penurunan jumlah telur yang dikonsumsi. Tingkat konsumsi terendah ditunjukkan pada pelepasan 4 dan 5 pasang kepik predator yaitu 8,8% dan 7,5% yang keduanya tidak berbeda nyata.

Hasil analisis regresi antara kepadatan kepik predator dengan persentase konsumsi telur WBC per individu menghasilkan persamaan y = 31,28 - 2,627x (Gambar 5). Dari persamaan tersebut dapat diartikan bahwa, saat kepadatan kepik predator nol, persentase telur WBC yang gagal karena faktor di luar kepik sebesar 31,28% dan setiap kenaikan jumlah kepik predator per individu, telur WBC yang dimangsa akan berkurang sebesar 2,627%. Persamaan nilai R2 = 0,895

Tabel 1 Tingkat predasi telur WBC oleh seekor kepik predator C. lividipennis

Perlakuan pelepasan kepik predator (pasang) Telur WBC dikonsumsi (%)a Kontrol 0 1 29.42 a 2 17.43 b 3 14.49 c 4 8.77 d 5 7.48 d a

Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap lajur menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji nilai tengah Duncan pada taraf nyata 0.05.

20

pada grafik tersebut diartikan bahwa, sebesar 89,5% keragaman telur WBC yang dimangsa mampu dijelaskan oleh kepadatan kepik predator. Pola tersebut dapat menggambarkan kondisi sebenarnya sebesar 89,5%. Hubungan antara kepadatan kepik predator dengan telur WBC yang dimangsa memiliki hubungan linear negatif, artinya apabila kepadatan kepik predator berkurang maka telur WBC yang dimangsa akan meningkat, dan sebaliknya apabila kepadatan kepik predator bertambah maka telur WBC yang dimangsa akan menurun. Hal ini disebabkan adanya penurunan tingkat predasi yang menggambarkan pengaruh ruang kompetisi untuk mendapatkan mangsa diantara predator itu, semakin banyak kepik predator maka ruang kompetisi semakin sempit. Berdasarkan hasil analisis keragaman, pelepasan kepik predator berpengaruh nyata terhadap persentase konsumsi telur WBC per individu pada taraf α = 5% (Lampiran 5). Gambar 5

menunjukkan bahwa tanggap fungsional predator C. lividipennis menurun bersamaan dengan peningkatan pelepasan predator. Beberapa peneliti menguraikan bahwa tipe tanggap fungsional ini ditemukan pada percobaan individu serangga dengan jumlah predator dan mangsanya berbeda dan dilakukan di dalam kurungan untuk periode waktu yang telah ditentukan (Alphen & Jervis 1996). y =31,28 -2,627x R² = 0,895 0 5 10 15 20 25 30 35 0 2 4 6 8 10 12 K o n su m si t e lu r W B C ( % )

Kepadatan kepik predator (ekor)

% telur yang dimangsa Linear (% telur yang dimangsa)

Gambar 5. Grafik hasil analisis regresi linier antara kepadatan kepik predator dengan persentase telur WBC yang dikonsumsi.

21

Tingginya jumlah telur yang dipredasi pada pelepasan satu pasang kepik predator pada percobaan ini diduga merupakan cerminan tanggap fungsional kepik predator yang paling efisien dalam pemangsaan pada ruang yang terbatas. Keterbatasan perbandingan jumlah mangsa yang dipredasi dengan jumlah predator yang dilepas diduga menyebabkan perilaku kanibalisme, yaitu perilaku kepik memakan telurnya sendiri. Kanibalisme terjadi pada percobaan ini dan tercatat berkisar antara 4%-11% (Lampiran 6). Perilaku kanibal predator secara umum timbul ketika jumlah mangsa sedikit, sehingga memungkinkan spesies ini bertahan pada saat ketiadaan mangsa (O’Connor 1952, Hinckley 1963, Matsumoto & Nishida 1966, Dobel & Denno 1994 dalam Wheeler 2001). Kanibalisme untuk memakan telurnya sendiri juga terjadi pada larva Chrysopid yang dipelihara pada perbanyakan predator di laboratorium (Principi & Canard 1984 dalam Jervis & Copland 1996). Selain itu, rendahnya jumlah telur yang dikonsumsi pada kerapatan populasi yang tinggi juga diduga dipengaruhi oleh keterbatasan ruang gerak kepik predator itu sendiri di dalam tabung perlakuan. Di dalam percobaan ini keterbatasan ruang diduga berpengaruh terhadap kompetisi peletakkan telur predator dengan mangsanya. Pada kerapatan jumlah kepik predator yang bertambah memberikan kemungkinan terjadi perubahan fisiologi kepik yaitu penurunan keperidian dan keterbatasan perilaku peletakkan telur karena ada kompetisi ruang/media peletakkan telur pada tanaman. Jervis & Kidd (1996) menyatakan bahwa distribusi spatial merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tanggap fungsional predator. Kedua faktor tersebut di atas diduga dapat menurunkan kemampuan penekanan populasi WBC dalam kondisi perbandingan jumlah predator dan mangsa kurang memadai.

Penekanan Populasi WBC oleh Kepik Predator C. lividipennis

Secara umum pertumbuhan populasi WBC meningkat perlahan-lahan pada seluruh perlakuan pelepasan kepik predator C. lividipennis (Gambar 6). Pada pelepasan 2 pasang imago WBC ke dalam kurungan tanpa perlakuan kepik predator (perlakuan kontrol), puncak populasi awal terjadi pada pengamatan ke-12 atau 24 hari setelah perlakuan (HSP) yaitu rata-rata 123,9 ekor dan puncak populasi kedua terjadi pada pengamatan ke-20 atau 40 HSP, yaitu rata-rata

22

mencapai 136 ekor. Pertumbuhan populasi WBC tersebut dipelihara pada suhu rata-rata di dalam kurungan 26,58 °C dan kelembaban nisbi 73,98% (Lampiran 7). Pelepasan kepik predator ke dalam kurungan perlakuan nyata menunjukkan penghambatan laju pertumbuhan populasi WBC (Gambar 7, Lampiran 8 dan 9). Laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 8,8% per hari. Penurunan laju pertumbuhan nyata mencapai kisaran 3,3-4,6% per hari terjadi pada tiga perlakuan pelepasan kepik predator 1, 2 dan 3 pasang, sedangkan penurunan tersebut tidak berbeda nyata pada perlakuan 4 dan 5 pasang kepik predator. Apabila ditinjau dari nilai laju pertumbuhan tersebut, maka perlakuan pelepasan 1-3 pasang kepik predator C. lividipennis pada infestasi 2 pasang imago WBC cukup efektif menekan pertumbuhan populasi WBC.

Pengaruh pemangsaan kepik predator terhadap penurunan laju pertumbuhan populasi mangsa ditunjukkan lebih jelas lagi melalui tingkat penekanan populasi WBC (Tabel 2, Lampiran 10). Pada umumnya perlakuan pemangsaan kepik predator menghasilkan tingkat penekanan populasi yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 82,46%-99,52%. Tingkat penekanan populasi WBC (97%) nyata berbeda terjadi pada awal pengamatan ke-7, yaitu pada perlakuan pelepasan tiga pasang kepik predator dibandingkan dengan tingkat penekanan populasi terendah pada perlakuan pelepasan satu pasang kepik predator dan tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan dua pasang kepik predator. Tingkat penekanan populasi WBC pada perlakuan pelepasan dua pasang kepik predator bertambah pada periode pengamatan berikutnya (pengamatan ke-10) sebesar 93,97% hingga akhir pengamatan ke-22 sebesar 98,84%. Tingkat penekanan populasi tersebut tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan pelepasan tiga hingga lima kepik predator pada seluruh waktu pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa dua pasang kepik predator C. lividipennis merupakan jumlah pelepasan yang paling efisien menekan pertumbuhan populasi WBC yang berkembang dari infestasi 2 pasang imago.

23

Gambar 6. Grafik pertumbuhan penekanan populasi WBC N. lugens oleh kepik predator C. lividipennis.

24 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1 0 1 2 3 4 5 L a ju p e rt u m b u h a n p o p u la s i W B C (/ h a ri )

kepadatan kepik predator (ekor)

Gambar 7. Laju pertumbuhan populasi WBC N. lugens pada berbagai kepadatan kepik predator C. lividipennis.

Peningkatan pertumbuhan populasi WBC N. lugens dalam kurungan tertutup telah dilaporkan oleh Kenmore et al. (1985 dalam Kidd & Jervis 1996). Pada awal perlakuan yaitu 30 HST setiap tanaman ditempati oleh 25 nimfa instar pertama. Setelah 45 HST, jumlah nimfa tersisa menurun hingga mencapai 1 ekor/tanaman, hal ini diasumsikan nimfa telah berkembang semua menjadi imago. Perkembangan turunan generasi pertama, yaitu pada 60 HST tercatat jumlah nimfa meningkat 30 kali, yaitu mencapai 750 ekor/tanaman. Peningkatan populasi WBC perlakuan kontrol pada percobaan ini juga meningkat ± 60 kali dari infestasi awal yang berjumlah 2 pasang imago WBC. Apabila dibandingkan dengan hasil pernyataan di atas, tingginya kelipatan populasi yang berkembang pada percobaan ini, diduga karena jumlah infestasi awal WBC yang rendah. Dalam hal ini, kompetisi pakan maupun ruang berkurang yang memberikan konsekwensi pertumbuhan dan perkembangan serangga menjadi lebih baik. Populasi serangga terdiri dari kumpulan individu sehingga perubahan kualitas dari individu-individu dalam sebuah populasi dapat mempengaruhi dinamika populasi serangga tersebut (Lomnicki 1988 dalam Leather & Awmack 1998). Faktor yang mempengaruhi dinamika populasi adalah faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik dapat berpengaruh pada fisiologi serangga atau secara tidak langsung berpengaruh pada kualitas atau kuantitas makanan serangga. Misalnya faktor suhu, jika suhu berada diatas atau di bawah angka optimum bagi perkembangan suatu serangga, maka.kemampuan serangga tersebut untuk berkembang menjadi menurun. Faktor

a b ab ab ab b

25

Tabel 2 Tingkat penekanan populasi mangsa WBC oleh kepik predator

C. lividipennis

Perlakuan kepik predator

(pasang)

Tingkat penekanan populasi mangsa (%)a

Y1b Y2b Y3b Y4b Y5b Y6b kontrol - - - - 1 82.93 b 88.04 b 88.54 b 82.46 b 87.94 a 89.07 a 2 88.78 ab 93.97 ab 93.81 ab 97.16 a 97.54 a 98.84 a 3 97.04 a 96.15 ab 96.92 ab 97.83 a 98.98 a 99.52 a 4 95.81 a 95.98 ab 96.77 ab 97.37 a 97.72 a 98.26 a 5 99.16 a 98.69 a 98.12 a 98.34 a 98.56 a 97.24 a a

Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama pada setiap lajur menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji nilai tengah Duncan pada taraf nyata 0.05

b

Y1 = pengamatan ke-7 Y2 = pengamatan ke-10 Y3 = pengamatan ke-13 Y4= pengamatan ke-16 Y5 = pengamatan ke-19 Y6 = pengamatan ke-22

biotik, misalnya faktor nutrisi berupa kualitas dan kuantitas makanan atau inang, dan adanya kompetisi dengan individu serangga lain seperti kepadatan populasi intraspesies maupun interspesies serta keberadaan musuh alami (Leather & Awmack 1998).

Peningkatan laju pertumbuhan populasi mangsa terjadi pada perlakuan empat dan lima pasang kepik predator diduga karena perubahan aktivitas pemangsaan oleh predator yang dapat mempengaruhi kerapatan populasi mangsa kemungkinan timbul pada percobaan perlakuan di dalam kurungan. Jervis & Kidd (1996) menyatakan bahwa perlakuan predasi pada tanaman di dalam kurungan dapat mempengaruhi hasil percobaan dalam mengukur kerapatan mangsa. Pertama, mangsa di dalam kurungan terhindar dari faktor mortalitas seperti hujan dan angin. Kedua, penggunaan kurungan yang terbuat dari kain nylon dapat merubah mikroklimat seperti intensitas cahaya, kelembaban mikro, suhu dan kecepatan angin di sekitar tanaman yang berpengaruh kuat secara langsung

26

distribusi ruang dan fisiologi mangsa berkaitan dengan kecepatan pertumbuhan, lama hidup dan keperidian imago. Dennis & Wratten (1991 dalam Jervis & Kidd 1996) menyatakan bahwa pemencaran predator dan mangsa yang terbatas menyebabkan perilaku pencarian mangsa terganggu akibat respon kairomon karena tidak ada keluar masuknya predator dan terjadinya guild predator yaitu kelompok spesies yang sama menyerang stadium mangsa yang sama. Ketiga, ketiadaan imigrasi dan emigrasi predator maupun mangsa mempengaruhi pertumbuhan populasi normal pada perlakuan kontrol yang dapat merubah pola populasi mangsa seperti misalnya pada percobaan ini adalah pembentukan wereng brakhiptera dan makroptera yang hasilnya akan berbeda dengan pertumbuhan populasi mangsa pada perlakuan pemangsaan.

Walaupun telah disebutkan di atas terdapat berbagai kendala yang dapat mempengaruhi hasil percobaan pemangsaan, Jervis & Kidd (1996) menyatakan bahwa penggunaan kurungan pada percobaan pemangsaan relevan digunakan untuk mempelajari tanggap fungsional pemangsaan, karena memberikan keuntungan yaitu dalam hal jumlah predator dan mangsa dapat dihitung dengan seksama, sehingga kerapatan populasi dapat dihitung dengan tepat, kecepatan predasi dapat dikalkulasi dan laju pertumbuhan atau percepatan populasi dapat diukur. Di dalam percobaan ini, pelepasan kepik predator C. lividipennis lebih dari 3 pasang pada dua pasang mangsa WBC menurunkan efektifitas pemangsaan yang mengakibatkan laju pertumbuhan mangsa meningkat kembali dan pengendalian hama menjadi tidak efektif lagi.

Dokumen terkait