• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Taman Kanak-kanak

Taman kanak-kanak yang menjadi tempat penelitian ini adalah TK Mexindo dan Aliya. TK Mexindo yang terletak di Jalan Malabar No 4, Kelurahan Tegal Mangga, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat. Sementara itu, TK Aliya terletak di Jalan Gardu Raya RT 03 RW 11 Bubulak, Bogor Barat.

TK Mexindo yang berdiri pada tahun 1965 dan juga beroperasi pada tahun yang sama ini merupakan satu-satunya TK yang berstatus negeri di kota Bogor. Posisi TK Mexindo ini cukup strategis, karena sebelah utara berbatasan dengan Rumah sakit PMI Bogor, sebelah selatan dan barat berbatasan dengan perkampungan penduduk, dan sebelah timur berbatasan dengan Kampus Pasca Sarjana IPB. Jumlah murid yang terdaftar di TK ini yaitu 250 orang, yang terdiri atas kelompok A sebanyak 75 orang, dan kelompok B sebanyak 125 orang. TK ini dikepalai oleh Siti Sofiah. Jumlah tenaga kependidikan di TK Mexindo adalah sebanyak 9 orang guru PNS, 2 orang guru honor, dan 4 orang tenaga non guru. TK Mexindo memiliki fasilitas yang cukup lengkap, antara lain 8 ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru, perpustakaan, UKS, aula, area berkebun, arena bermain, kolam renang, dan toilet.

TK Aliya merupakan bagian unit pendidikan Sekolah Islam Terpadu (SIT) Aliya dari Yayasan Aliya yang didirikan pada akhir tahun 2001. Bagian unit pendidikan yayasan Aliya ini selain TKIT Aliya, juga terdapat PGIT Aliya dan SDIT Aliya yang terletak dalam satu lokasi dengan luas bangunan 1.205,75 m2 dan luas tanah 10.000 m2. Adapun visi dari TK Aliya adalah mencetak generasi Qur’ani yang cerdas dan beriman sehingga mampu menjadi aset unggulan bangsa di bidang pendidikan islam. Taman kanak-kanak islam terpadu yang dikepalai oleh Ir. Ani Anggraeni M.Pd ini memiliki lingkungan pembelajaran yang baik dan mencetak banyak prestasi, antara lain juara 1 Gugus TK tingkat Provinsi Jawa Barat dan 10 besar Gugus TK tingkat nasional. Jumlah keseluruhan murid di sekolah ini yaitu 150 orang dan jumlah guru yang dimiliki yaitu 17 guru termasuk guru PGIT. Fasilitas sekolah ini cukup lengkap, antara lain memiliki ruang kelas dengan luas 7m x 8 m, ruang perpustakaan, ruang role play, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang Tata Usaha, Kamar mandi/WC, pos satpam, area bermain, area olahraga, area berkebun dan beternak (kandang dan kolam ikan), area parkir, dan kantin.

Karakteristik Anak dan Keluarga

Sebesar 47.8% anak berjenis kelamin perempuan, dan sebesar 52.2% anak berjenis kelamin laki-laki. Rata-rata umur anak adalah 5.6±0.5 tahun. Sebagian besar anak berstatus gizi normal berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) (97.0%), namun terdapat anak yang memiliki status pendek (3.0%) (Tabel 2). Prevalensi stunting ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi nasional dan DKI Jakarta. Data Riskesdas menunjukkan bahwa prevalensi stunting

nasional adalah 35.6%, sedangkan prevalensi stunting di Jakarta adalah 28.6% (Kemenkes 2010).

Rata-rata tinggi badan anak adalah 113.0±5.0 cm. Tinggi badan minimum anak secara keseluruhan adalah 97.5 cm, sedangkan tinggi badan maksimum adalah 130.0 cm. Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Tinggi badan menurut umur atau panjang menurut umur (TB/U atau PB/U) adalah capaian ukuran pertumbuhan linear yang dapat digunakan sebagai indeks status gizi atau kesehatan masa lalu (Gibson 2005).

Pendidikan ayah sebagian besar menamatkan perguruan tinggi (80.1%) dan SMA (17.6%). Begitu pula dengan pendidikan ibu, sebagian besar adalah perguruan tinggi (75.0%) dan SMA (22.8%) (Tabel 2). Tingkat pendidikan ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan keadaan gizi anak. Ada dua sisi kemungkinan hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan keadaan gizi anak yaitu, tingkat pendidikan ayah secara langsung atau tidak langsung menentukan keadaan ekonomi keluarga, dan pendidikan ibu disamping modal utama dalam perekonomian rumah tangga juga berperanan dalam menyusun pola makanan untuk rumah tangga (Tarwotjo et al. 1988;Sunandar 2002).

Sebagian besar anak tergolong dalam keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang (73.5%) (Tabel 2). Menurut BKKBN (1998) besar rumah tangga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Banyak sedikitnya anggota keluarga berhubungan dengan distribusi makanan dalam suatu keluarga (Suhardjo 1989).

Sebagian besar pekerjaan ayah adalah pegawai swasta (44.1%), sedangkan pekerjan ibu sebagian besar adalah sebagai ibu rumah tangga (48.5%) (Tabel 2). Pekerjaan dalam arti luas adalah aktifitas utama yang dilakukan oleh manusia, dalam arti sempit istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang (Wales 2009). Pekerjaan yang baik tentu akan memberikan penghasilan atau pendapatan yang baik pula sehingga keluarga dapat mencukupi kebutuhan akan pangan dan kesehatan anggota keluarganya. Pekerjaan seseorang akan berkaitan dengan tingkat pendapatan yang diperolehnya (Suranadi & Chandradewi 2008).

Sebagian besar keluarga mempunyai pendapatan dengan golongan > Rp 5.000.000,- (56.6%). Menurut Martianto dan Ariani (2004) tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya. Sesuai dengan Hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan maka

kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik yang tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik.

Tabel 3 Sebaran anak berdasarkan karakteristik anak dan keluarga

Variabel n % Jenis Kelamin Laki-laki 71 52.2 Perempuan 65 47.8 Total 136 100.0 Umur (tahun) Rata-rata±SD 5.6±0.5 min;max 4.3;7.0

Status gizi berdasarkan TB/U

Normal 132 97.0

Pendek 4 3.0

Total 136 100.0

Tinggi badan rata-rata±SD (cm) 113.0±5.0

Min;maks (cm) 75.5;130.0 Pendidikan Ayah Tidak sekolah 0 0.0 SD/Sederajat 1 0.7 SMP/Sederajat 2 1.5 SMA/Sederajat 24 17.6 Perguruan Tinggi 109 80.1 Total 136 100.0 Pendidikan Ibu Tidak sekolah 0 0.0 SD/Sederajat 0 0.0 SMP/Sederajat 3 2.2 SMA/Sederajat 31 22.8 Perguruan Tinggi 102 75.0 Total 136 100.0 Besar Keluarga

Keluarga kecil (≤4 orang) 100 73.5

Keluarga sedang (5-7 orang) 33 24.3

Keluarga Besar (>7 orang) 3 2.2

Total 136 100.0 Pekerjaan Ayah PNS 29 21.3 Wiraswasta 30 22.1 TNI/Polri 4 2.9 Pegawai swasta 60 44.1 Buruh 3 2.2 Lainnya 10 7.4 Total 136 100.0 Pekerjaan Ibu PNS 23 16.9 Wiraswasta 8 5.9 IRT 66 48.5 Pegawai swasta 30 22.1 Buruh 0 0 Lainnya 9 6.6 Total 136 100.0 Pendapatan (Rupiah/bulan) < 2.000.000 1 0.7 2.000.000-3.000.000 18 13.2 3.000.000-5.000.000 40 29.4 >5.00.000 77 56.6 Total 136 100.0

Kebiasaan Konsumsi Susu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak (83.1%) terbiasa minum susu setiap hari dan 16.9% anak yang tidak terbiasa minum susu setiap hari. Sebagian besar anak yang mempunyai kebiasaan minum susu setiap hari berstatus gizi normal berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) (84.1%). Sementara itu, setengah dari anak yang berstatus pendek mempunyai kebiasaan minum susu setiap hari dan setengahnya tidak terbiasa minum susu setiap hari (Tabel 4).

Susu merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi. Susu mengandung sejumlah asam amino yang sangat diperlukan. Susu menyediakan dalam jumlah yang besar dari berbagai vitamin, khususnya vitamin B12, riboflavin, folat dan vitamin A. Selain itu, susu juga mengandung vitamin D. Susu dan produk-produknya umumnya kaya sumber kalsium karena memiliki kandungan kalsium tinggi per porsi dan bioavailabilitasnya tinggi (Lawrence 2007). Menghindari susu dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tulang (Hardinsyah et al. 2008).

Tabel 4 Sebaran kebiasaan minum susu setiap hari berdasarkan TB/U

TB/U Ya Tidak Total

n % n % n %

Normal 111 84.1 21 15.9 132 100.0 Pendek 2 50.0 2 50.0 4 100.0 Total 113 83.1 23 16.9 136 100.0

Rata-rata frekuensi konsumsi susu anak yang minum susu setiap hari adalah 21.41±9.73 kali/minggu, sedangkan anak yang tidak setiap hari minum susu rata-rata mengonsumsi susu 2.73±1.77 kali/minggu. Frekuensi konsumsi susu minimal pada anak secara keseluruhan adalah 0.25 kali/minggu dan maksimal 49 kali/minggu. Sementara itu, rata-rata jumlah konsumsi susu anak yang setiap hari minum susu adalah 595.23±295.41 mL/hari, sedangkan yang tidak setiap hari minum susu adalah 63.87±42.79 mL/hari, dan minimal susu yang dikonsumsi sebesar 4.17 mL/hari dan maksimal 1400 mL/hari (Tabel 5). Anak sebaiknya mengonsumsi susu 1-2 gelas per hari. Konsumsi susu berlebih dapat mengakibatkan nafsu makan menurun.

Tabel 5 Sebaran rata-rata frekuensi dan jumlah konsumsi susu berdasarkan kebiasaan minum susu setiap hari

Kebiasaan minum susu setiap hari

Rata-rata±SD Frekuensi konsumsi susu

(kali/minggu)

Jumlah konsumsi susu (mL/hari)

Ya 21.41±9.73 595.23±295.41

Tidak 2.73±1.77 63.87±42.79

Tabel 6 Sebaran kebiasaan minum susu setiap hari berdasarkan karakteristik keluarga

Karakteristik keluarga

Kebiasaan minum susu setiap hari Total Ya Tidak n % n % n % Pendidikan Ayah SD/Sederajat 1 0.9 0 0.0 1 0.7 SMP/Sederajat 2 1.8 0 0.0 2 1.5 SMA/Sederajat 21 18.6 3 13.1 24 17.6 Perguruan Tinggi 89 78.7 20 86.9 109 80.2 Total 113 100.0 23 100.0 136 100.0 Pendidikan Ibu SMP/Sederajat 3 2.7 0 0.0 3 2.2 SMA/Sederajat 25 22.1 6 26.1 31 22.8 Perguruan Tinggi 85 75.2 17 73.9 102 75.0 Total 113 100.0 23 100.0 136 100.0 Besar Keluarga

Keluarga kecil (≤4 orang) 83 73.4 17 73.9 100 73.5 Keluarga sedang (5-7

orang)

28 24.8 5 21.7 33 24.3 Keluarga Besar (>7 orang) 2 1.8 1 4.4 3 2.2 Total 113 100.0 23 100.0 136 100.0 Pekerjaan Ayah PNS 25 22.1 4 17.4 29 21.3 Wiraswasta 24 21.2 6 26.1 30 22.1 TNI/Polri 4 3.5 0 0.0 4 3.0 Pegawai swasta 50 44.3 10 43.5 60 44.1 Buruh 3 2.7 0 0.0 3 2.2 Lainnya 7 6.2 3 13.0 10 7.3 Total 113 100.0 23 100.0 136 100.0 Pekerjaan Ibu PNS 17 15.1 6 26.1 23 16.9 Wiraswasta 8 7.1 0 0.0 8 5.9 IRT 57 50.4 9 39.1 66 48.5 Pegawai swasta 24 21.2 6 26.1 30 22.1 Buruh 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Lainnya 7 6.2 2 8.7 9 6.6 Total 113 100.0 23 100.0 136 100.0 Pendapatan (Rupiah/bulan) < 2.000.000 1 0.9 0 0.0 1 0.7 2.000.000-3.000.000 13 11.5 5 21.7 18 13.3 3.000.000-5.000.000 32 28.3 8 34.8 40 29.4 >5.000.000 67 59.3 10 43.5 77 56.6 Total 113 100.0 23 100.0 136 100.0

Berdasarkan Tabel 5 di atas, tingkat pendidikan ayah dan ibu pada anak yang mempunyai kebiasaan minum susu setiap hari maupun yang tidak, sebagian besar adalah perguruan tinggi, namun dapat dilihat bahwa ada kecenderungan pendidikan ibu yang tamat perguruan tinggi sedikit lebih banyak pada kelompok anak yang setiap hari minum susu (75.2%) dibandingkan dengan kelompok anak yang tidak setiap hari minum susu (73.9%). Menurut Ariningsih (2005), semakin

tinggi tingkat pendidikan orangtua maka konsumsi susu dan produk-produk olahan susu semakin meningkat dan hasil penelitian Fitriani (2011) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi susu di Jawa Timur menemukan bahwa pendidikan kepala rumah tangga mempengaruhi pengeluaran rumah tangga dalam konsumsi susu. Sebagian besar anak yang mempunyai kebiasaan minum susu setiap hari maupun yang tidak, berasal dari keluarga kecil (73.4% dan 73.9%), pekerjaan ayah sebagai pegawai swasta (44.3% dan 43.5%), pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga (50.4% dan 39.1%).

Sebanyak 59.3% kelompok anak yang setiap hari minum susu mempunyai pendapatan keluarga >Rp 5.000.000,- per bulan, hal yang sama ditemui pada kelompok anak yang tidak setiap hari minum susu (45.3%). Dapat dilihat bahwa ada kecenderungan besar pendapatan keluarga >Rp 5.000.000,- per bulan sedikit lebih banyak pada kelompok anak yang setiap hari minum susu daripada anak yang tidak setiap hari minum susu. Sesuai dengan hasil penelitian Ibrahim (2013), bahwa terdapat hubungan positif yang siginifikan antara pendapatan dengan sikap gizi ibu dan jumlah susu yang dikonsumsi setiap hari. Menurut Destriana (2005), tingginya pendapatan yang diperoleh seseorang memiliki hubungan yang nyata dengan perilaku konsumsi susu.

Rata-rata frekuensi minum susu anak sebesar 18.74±12.35 kali/minggu. Sebanyak 37 anak (28.0%) yang berstatus gizi normal berdasarkan TB/U mempunyai frekuensi minum susu lebih dari 21 kali/minggu, namun terdapat anak yang berstatus normal (4.5%) mempunyai frekuensi minum susu yang kurang dari satu kali/minggu. Sementara itu, separuh dari anak yang berstatus pendek mempunyai frekuensi minum susu 1-7 kali/minggu (Tabel 7). Susu merupakan bahan pangan dengan kandungan kalsium tinggi yang diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itu mengonsumsi susu secara rutin sangat disarankan agar kebutuhan kalsium terpenuhi (Lawrence 2007).

Tabel 7 Sebaran frekuensi konsumsi susu/minggu berdasarkan TB/U

TB/U <1 1-7 8-14 15-21 >21 Total n % n % n % n % n % n % Normal 6 4.5 25 18.9 35 26.5 29 22.0 37 28.0 132 100.0 Pendek 0 0.0 2 50.0 1 25.0 0 0.0 1 25.0 4 100.0 Total 6 4.4 27 19.9 36 26.5 29 21.3 38 27.9 136 100.0 Rata-rata ± SD 18.74 ± 12.35

Sebagian besar anak mulai terbiasa minum susu lebih dari 2 tahun terakhir (95.6%) dan hanya 4.4% anak yang baru terbiasa minum susu 1 tahun terakhir. Hampir semua anak (96.2%) yang berstatus gizi normal berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) terbiasa minum susu lebih dari dua tahun terakhir. Begitu pula anak yang berstatus pendek, tiga perempatnya mulai terbiasa minum susu lebih dari dua tahun terakhir (Tabel 8). Khomsan et al. (2012) menyatakan bahwa kebiasaan minum susu sebaiknya ditanamkan sejak balita. Penelitian yang dilakukan Zulianti (2007) tentang hubungan konsumsi pangan sumber kalsium dengan tinggi badan dan densitas tulang remaja menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang nyata antara lamanya kebiasaan minum susu dengan tinggi badan. Konsumsi susu pada saat anak-anak berhubungan positif dengan tinggi badan pada saat remaja dan dewasa (Wiley 2005).

Tabel 8 Sebaran mulai terbiasa minum susu berdasarkan TB/U

TB/U Baru-baru ini 1 tahun terakhir >2 tahun terakhir Total

n % n % n % n %

Normal 0 0.0 5 3.8 127 96.2 132 100.0 Pendek 0 0.0 1 25.0 3 75.0 4 100.0 Total 0 0.0 6 4.4 130 95.6 136 100.0

Sebagian besar anak (55.5%) mengonsumsi susu bubuk (Tabel 9). Berdasarkan bentuk fisiknya, susu terdiri dari beberapa jenis, yaitu susu segar, susu kental manis, dan susu bubuk. Setiap jenis susu memiliki kandungan kalsium yang berbeda-beda setiap gramnya, sehingga jenis susu dapat mempengaruhi jumlah kalsium yang masuk ke dalam tubuh.

Tabel 9 Sebaran anak berdasarkan jenis susu yang dikonsumsi

Jenis susu n %

Susu Bubuk 101 55.5

Susu Cair 65 35.7

Susu Kental manis 15 8.2

Susu bubuk kedelai 1 0.5

Keterangan: Responden dapat memilih lebih dari satu jenis susu

Konsumsi Pangan Sumber Protein dan Kalsium

Konsumsi Pangan Sumber Protein

Rata-rata susu yang dikonsumsi anak sebesar 497.31±340.65 ml/hari dan memberikan kontribusi protein sebesar 18.68±13.66 g. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang paling besar dibandingkan dengan kelompok pangan lain, sedangkan konsumsi kelompok pangan hewani (non susu) sebesar 108.11±42.13

g/hari dan memberikan sumbangan protein sebesar 13.77±5.80 g (Tabel 10). Soehardi (2004) menyatakan bahwa susu kaya akan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan garam mineral serta air. Lawrence (2007) juga menambahkan bahwa susu merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi.

Rata-rata konsumsi kacang-kacangan dan olahan serta serealia masing-masing sebesar 57.20±41.47 g/hari dan 307.32±47.66 g/hari. Kedua kelompok pangan ini memberikan sumbangan protein yang hampir sama, yaitu masing 7.42±6.87 g dan 7.07±1.22 g (Tabel 10). Rata-rata konsumsi dari masing-masing jenis pangan disajikan dilampiran 2. Serealia mengandung protein yang relatif rendah, tetapi karena dimakan dalam jumlah yang banyak maka memberikan kontribusi terhadap asupan protein sehari yang cukup besar (Almatsier 2004).

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Groff dan Gropper (1999) juga menambahkan bahwa pentingnya protein dalam gizi dan kesehatan tidak

diragukan lagi. Protein termasuk salah satu zat gizi yang esensial karena terdiri dari asam amino yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh dan harus dikonsumsi dari luar.

Klasifikasi protein berdasarkan sumbernya dapat dibedakan menjadi protein hewani dan protein nabati. Sumber protein hewani dapat berbentuk daging dan alat-alat dalam seperti hati, pankreas, ginjal, paru, jantung , jeroan. Susu dan telur termasuk pula sumber protein hewani yang berkualitas tinggi. Ikan, kerang-kerangan dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang baik (Sediaoetama 1991). Sumber protein nabati meliputi kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang koro, kelapa dan lain-lain.

Konsumsi Pangan Sumber Kalsium

Rata-rata asupan kalsium anak yang merupakan kontribusi dari susu adalah sebesar 715.63±514.80 mg (Tabel 10). Jumlah tersebut merupakan jumlah kontribusi kalsium yang paling besar dibandingkan dengan kelompok pangan lain. Minum susu sangat baik dilakukan sebagai upaya memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari. Susu adalah sumber protein yang juga kaya akan mineral khususnya kalsium (Khomsan et al. 2012).

Rata-rata konsumsi pangan hewani non susu anak lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi kacang-kacangan dan olahan. Meskipun demikian, kontribusi kalsium dari kacang-kacangan dan olahan lebih tinggi (71.68±52.41 mg/hari) daripada pangan hewani non susu (51.39±36.32 mg/hari) (Tabel 10). Menurut Almatsier (2004), kacang-kacangan dan olahannya memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi.

Tabel 10 juga menunjukkan rata-rata konsumsi produk olahan susu (15.90±17.10 g/hari) dan sayuran (20.80±17.55 g/hari). Produk olahan susu (keju, yoghurt, es krim) memberikan kontribusi kalsium yang lebih tinggi dibandingkan sayuran walaupun dikonsumsi dalam jumlah yang kecil. Hal ini karena susu dan olahan susu merupakan pangan yang memiliki kalsium tinggi (Lawrence 2007). Almatsier (2004) juga menambahkan bahwa sumber utama kalsium dalam makanan terdapat pada susu dan hasil olahnya, seperti keju dan yogurt.

Total asupan kalsium anak sebesar 894.60±457.59mg (Tabel 10). Jumlah ini sudah mencukupi kebutuhan kalsium pada anak. Institute of medicine (IOM) menyatakan bahwa rata-rata kebutuhan kalsium adalah sebesar 800 mg untuk anak kelompok umur 4-8 tahun. Sedangkan menurut WNPG (2004) angka kecukupan kalsium yang dianjurkan adalah sebesar 500 mg/hari untuk kelompok umur 4-6 tahun. Almatsier et al. (2011) menyatakan bahwa anak memerlukan kalsium dua sampai empat kali lebih besar per unit berat badan dibandingkan orang dewasa. Asupan kalsium rendah memperlambat laju pertumbuhan dan mineralisasi tulang dan gigi. Berikut disajikan Tabel rata-rata konsumsi pangan sumber kalsium.

Tabel 10 Rata-rata konsumsi pangan sumber protein dan kalsium

Kelompok pangan sumber kalsium Konsumsi pangan (g/hari) Asupan protein (g) Asupan kalsium (mg) Susu 497.31±340.65* 18.68±13.66 715.63±514.80 Produk olahan susu 15.90±17.10 0.75±0.98 35.39±33.89 Pangan hewani non susu 108.11±42.13 13.50±5.80 51.39±36.32 Kacang-kacangan dan olahan 57.20±41.47 7.42±6.87 71.68±52.41 Sayuran 20.80±17.55 0.35±0.32 23.06±24.45 Serealia 307.32±47.66 7.07±1.22 20.60±4.80 Total 46.40±13.72 894.60±457.59

*mL/hari

Hubungan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan

Uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara frekuensi dan jumlah konsumsi susu dengan tinggi badan (p<0.05) (Tabel 11). Susu merupakan salah satu jenis minuman yang menyehatkan karena kandungan gizinya yang lengkap dan mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup (Winarno 1993). Banyak komponen susu yang dapat berpotensi mempengaruhi pertumbuhan linier pada anak-anak, diantaranya protein, kalsium susu dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1). IGF-1 terlibat dalam metabolisme kalsium dan fosfat, dan memberikan kontribusi untuk proliferasi osteoblas, diferensiasi, dan pembentukan matriks (Kelly et al. 2003). Playford et al. (2000) menambahkan bahwa IGF-1 berperan dalam sintesis protein di dalam jaringan tulang. IGF-1 terdapat di dalam ASI dan susu sapi, dan keberadaannya lebih tinggi pada susu sapi dibandingkan ASI. IGF-1 juga relatif stabil terhadap panas dan kondisi asam. Studi yang dilakukan Clemens et al. (2010) menunjukkan bahwa asupan susu pada anak-anak dan dewasa secara positif berkaitan dengan tingkat sirkulasi IGF-1 yang lebih tinggi. Menurut Hoppe et al. (2004) konsumsi susu berhubungan positif dengan konsentrasi IGF-1dan tinggi badan. Peningkatan konsumsi susu dari 200 ml menjadi 600 ml/hari berkaitan dengan peningkatan 30% sirkulasi IGF-1, sehingga susu memiliki efek merangsang konsentrasi IGF-1 dan pertumbuhan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Zulianti (2007) tentang hubungan konsumsi pangan sumber kalsium dengan tinggi badan yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara frekuensi minum susu dan jumlah susu yang dikonsumsi dengan tinggi badan. Susu dan produk olahannya mengandung cukup banyak kalsium yang diperlukan oleh tubuh. Susu dan produk olahannya mengandung cukup banyak kalsium yang diperlukan oleh tubuh. Mengkonsumsi susu secara rutin sangat disarankan agar kebutuhan kalsium terpenuhi (Lawrence 2007).

Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan Wiley (2009) pada anak-anak usia pra sekolah di Amerika Serikat yang menunjukkan adanya hubungan positif antara konsumsi susu dan tinggi badan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Wiley tentang sejarah konsumsi susu sapi menunjukkan adanya hubungan yang positif antara konsumsi susu dengan pertumbuhan linier pada anak-anak dan dewasa (Wiley 2011). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Do et al. (2009) pada anak sekolah di pedesaan Vietnam dengan melakukan

intervensi susu regular dan fortifikasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan berat dan tinggi badan, serta penurunan kejadian underweight dan stunting hingga 10 persen.

Uji beda independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tinggi badan yang signifikan antara anak yang setiap hari minum susu dan yang tidak setiap hari minum susu (p<0.05). Rata-rata tinggi badan anak yang setiap hari minum susu adalah 114.02±4.84 cm, sedangkan anak yang tidak setiap hari minum susu memiliki rata-rata tinggi badan 109.81 ± 4.46 cm. Artinya anak yang setiap hari minum susu memiliki ± 4.21 cm lebih tinggi daripada anak yang tidak minum susu setiap hari. Penelitian longitudinal tentang efek konsumsi susu terhadap tinggi dan berat badan anak menunjukkan bahwa anak yang mengonsumsi susu >500 ml perhari secara signifikan lebih tinggi dibandingkan anak yang mengonsumsi susu <500 ml perhari (Okada 2004).

Hubungan Asupan Kalsium Susu dan Non Susu dengan Tinggi Badan

Uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara asupan kalsium susu dengan tinggi badan (p<0.05), namun asupan kalsium non susu tidak berhubungan dengan tinggi badan (p>0.05) (Tabel 11). Asupan kalsium susu yang dimaksud ini adalah kalsium yang terdapat dalam susu dan produk olahan susu yang dikonsumsi anak. Kalsium mempunyai peranan yang penting dalam tubuh, yaitu dalam pembentukan tulang dan gigi, serta pengaturan fungsi sel pada cairan ekstraseluler dan intraseluler, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, dan menjaga permeabilitas membran sel. Selain itu, kalsium juga mengatur kerja hormon dan merupakan faktor pertumbuhan (Almatsier 2004).

Tidak adanya hubungan antara kalsium non susu dengan tinggi badan disebabkan karena asupan kalsium dari non susu hanya bagian dari total asupan kalsium. Pangan sumber kalsium yang berasal dari nabati, seperti serealia, kacang-kacangan dan hasil olahan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat (Almatsier 2004).

Hubungan Asupan Protein dengan Tinggi Badan

Uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara total asupan protein dan protein hewani dengan tinggi badan (p<0.05) (Tabel 11). Pertumbuhan anak tidak menurut potensialnya, atau dengan kata lain mengalami kependekan disebabkan kurangnya protein yang dikonsumsi. Protein digunakan sebagai zat energi, sehingga anak-anak yang kekurangan protein otot-ototnya menjadi lembek dan rambut menjadi mudah rontok. Anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke atas rata-rata lebih tinggi daripada yang berasal dari keadaan ekonomi rendah (Almatsier 2004), dikarenakan konsumsi protein anak sosial ekonomi menengah ke atas lebih terpenuhi nilai gizinya. Pertumbuhan atau penambahan otot hanya mungkin bila tersedia asam amino yang sesuai termasuk untuk pemeliharaan dan pertumbuhan.

Dokumen terkait