Kandungan Lemak, Protein dan Asam Lemak dari Tubuh, Telur, dan Larva
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kandungan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 pada pakan induk berperan dalam penyusunan kandungan asam lemak, lemak, dan protein tubuh, telur, dan larva ikan zebra. Pemeliharaan induk ikan yang diberi pakan perlakuan selama 4 minggu menghasilkan data berupa kadar lemak, protein dan asam lemak dari tubuh ikan, telur, serta larva. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Kandungan lemak, protein dan asam lemak pada tubuh induk, telur, dan larva ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda
Perlakuan Komposisi Induk Telur Larva
Lemak (%) 14,65 15,43 14,95
A (0,66% n-3; 1,05% n-6) Protein (%) 55,94 56,92 57,32
Asam Lemak n-3 (% Area) 11,46 13,52 12,04
Asam Lemak n-6 (% Area) 4,83 5,86 5,31
Lemak (%) 16,81 21,25 19,28
B (1,03% n-3; 1,04% n-6) Protein (%) 57,36 60,42 58,21
Asam Lemak n-3 (% Area) 12,82 14,43 14,18
Asam Lemak n-6 (% Area) 7,63 9,26 8,96
Lemak (%) 14,82 22,07 20,42
C (2,04% n-3; 1,03% n-6) Protein (%) 56,84 61,65 59,05
Asam Lemak n-3 (% Area) 10,23 14,34 10,13 Asam Lemak n-6 (% Area) 7,83 11,31 8,79
Lemak (%) 16,70 16,08 14,75
D (0,66% n-3; 2,04% n-6) Protein (%) 56,32 56,54 56,22
Asam Lemak n-3 (% Area) 10,47 14,21 12,78
Asam Lemak n-6 (% Area) 7,06 8,86 7,39
Lemak (%) 19,73 29,68 25,47
E (1,03% n-3; 2,04% n-6) Protein (%) 59,13 66,81 63,43
Asam Lemak n-3 (% Area) 11,58 17,07 12,81 Asam Lemak n-6 (% Area) 8,46 10,45 8,02
Lemak (%) 15,03 29,74 21,68
F (1,50% n-3; 1,98% n-6) Protein (%) 56,84 61,21 59,57
Asam Lemak n-3 (% Area) 9,85 15,12 11,29 Asam Lemak n-6 (% Area) 8,17 11,79 9,07
36 Kadar lemak dan asam lemak dari tubuh induk, telur dan larva pada penelitian ini paralel dengan kandungan asam lemak dalam pakan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Watanabe et al. (1984ab), Leray et al. (1985), Meinelt et al. (1999), Mokoginta et al. (2000), serta Maack & Segner (2004). Secara umum pemberian pakan perlakuan dengan kadar asam lemak n-3 yang rendah yaitu 0,66% pada pakan A dan pakan D akan menghasilkan kandungan asam lemak esensial yang rendah pula pada dari tubuh induk, telur dan larva (Tabel 5). Kandungan asam lemak esensial pada tubuh induk, telur dan larva akan naik sejalan dengan kenaikan kandungan asam lemak pakan, kemudian akan menurun kembali setelah nilai maksimal kandungan asam lemak tercapai. Pakan perlakuan C dan F dengan kandungan asam lemak n-3 yang tinggi (2,04% dan 1,5%) menghasilkan kandungan asam lemak esensial yang lebih rendah dibandingkan perlakuan B dan perlakuan E yang mengandung asam lemak n-3 sebesar 1,03%.
Pakan perlakuan dengan kadar asam lemak n-6 yang rendah yaitu 1,03% pada perlakuan A, B, dan perlakuan C akan menghasilkan induk, telur, dan larva dengan kandungan asam lemak esensial yang lebih rendah dibandingkan induk ikan yang diberi pakan perlakuan dengan mengandung asam lemak n-6 yang lebih tinggi yaitu 2,04% seperti pada perlakuan D, E, dan perlakuan F. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk ikan zebra kebutuhan asam lemak n-6 lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan asam lemak n-3. Pakan perlakuan A, D, E, F dengan asam lemak n-6 pada pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak n-3 ternyata menghasilkan induk, telur, dan larva dengan kandungan asam lemak n-3 yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak n-6. Hal ini sejalan dengan penelitian Meinelt et al. (1999), Mokoginta et al. (2000), serta Maack & Segner (2004) yang menunjukkan bahwa afinitas asam lemak n-3 lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak n-6.
Data pada Tabel 5 menginformasikan bahwa pakan dengan 1,03 % asam lemak n-3 dan 2,04 % n-6 menghasilkan kadar lemak dan protein tubuh yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Menurut Takeuchi (1996), ikan-ikan
37 yang mengalami kekurangan asam lemak esensial memperlihatkan gejala kadar protein tubuh yang rendah. Gejala yang sama juga dapat terjadi pada pakan yang terlalu tinggi asam lemaknya. Kondisi ini terdapat pada tubuh ikan yang mendapat pakan perlakuan A (0,66% asam lemak n-3 dan 2,04% n-6) dan perlakuan F (1,5% asam lemak n-3 dan 1,98% n-6). Tingginya kadar air bebas pada kadar protein tubuh yang rendah dimungkinkan karena sifat molekul air yang dapat diikat oleh molekul polar seperti protein dan tidak dapat diikat oleh molekul non polar seperti lemak, sehingga molekul air yang terikat menjadi rendah. Setaiap seri asam lemak diketahui berkompetisi untuk sistem enzim yang sama dan afinitas menurun dari seri asam lemak n-3 ke n-6 hingga n-9 (Mayes, 2003).
Penyimpanan asam lemak pada telur merupakan merupakan akumulasi vitelogenin dari hasil vitelogenesis. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa selama proses vitelogenesis, asam lemak yang disimpan disesuaikan dengan kebutuhan embrio ikan zebra. Asam lemak esensial yang disimpan dibatasi sampai jumlah tertentu, yang ditunjukkan oleh menurunnya kandungan asam lemak meskipun kadar asam lemak pakan bertambah. Kadar asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan induk juga mempengaruhi besarnya kadar lemak telur dan larva. Tabel 5 di atas memperlihatkan bahwa kadar lemak tertinggi telur diperoleh pada perlakuan E (1,03 % asam lemak n-3 dan 2,04 % n-6) dan terendah adalah pada perlakuan A (0,66 % asam lemak n-3 dan 1,05 % n-6). Kamler (1992) mengatakan bahwa bahan penyusun struktur butiran lemak dan butiran kuning telur adalah lemak. Selain itu lemak juga merupakan bahan yang menyusun fosfolipid yang ditimbun dalam sitoplasma dan kutub anima telur. Tingginya kadar lipid dapat meningkatkan fosofolipid dalam sitoplasma yang pada akhirnya dapat meningkatkan kandungan energi telur sebagaimana tergambar pada hasil penelitian ini (Tabel 5). Keberadaan lemak dan asam lemak yang cukup di dalam telur dan larva ikan penting untuk digunakan dalam proses perkembangan selanjutnya.
38
Gonado Somatik Indeks, Gonado Somatik Indeks Salin dan Lama Pematangan Telur
Hasil pengaruh perbedaan konsentrasi asam lemak n-3 maupun asam lemak n-6 pada pakan perlakuan yang diberikan kepada ikan zebra terhadap nilai GSI, GSIS dan lama pematangan telur disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai gonado somatik indeks (GSI), gonado somatik indeks salin (GSIS) dan lama pematangan telur (LPT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda
Perlakuan GSI (%) GSI Salin (%) LPT (hari)
A (0,66% n-3; 1,05% n-6) 15,97±8,98 a 13,31±2,72 a 53,0±0,0 a B (1,03% n-3; 1,04% n-6) 12,43±5,37 a 18,11±1,41 b 53,0±0,0 a C (2,04% n-3; 1,03% n-6) 13,02±7,79 a 16,31±0,58 b 53,0±0,0 a D (0,66% n-3; 2,04% n-6) 23,64±4,54 b 10,00±0,86 a 53,0±0,0 a E (1,03% n-3; 2,04% n-6) 25,43±1,96 b 16,90±0,38 b 53,0±0,0 a F (1,50% n-3; 1,98% n-6) 34,79±4,90 b 13,95±0,13 b 53,0±0,0 a Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan
tidak ada perbedaan (P>0,05)
Nilai gonado somatik indeks (GSI) rata-rata induk ikan uji tidak berbeda pada pakan yang diberi penambahan asam lemak n-3 pada kandungan asam lemak n-6 konsentrasi 1,03%-1,05% (perlakuan A, B, dan perlakuan C); tetapi nilai GSI lebih tinggi pada kandungan asam lemak n-6 sebesar 1,98%-2,04% (perlakuan D, E, dan perlakuan F). Pakan uji dengan kandungan asam lemak n-3 yang rendah pada pakan uji A dan pakan uji D memiliki nilai GSI Salin yang rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa perbedaan kandungan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 tidak berpengaruh terhadap lama pematangan telur pada semua perlakuan.
Pengamatan terhadap kondisi perkembangan gonad secara histologis dilakukan seminggu sekali. Tahap-tahap perkembangan gonad ikan zebra setiap minggunya dapat dilihat pada Gambar 3. Pada usia 25 hari oosit belum terbentuk, didominasi oogonium (Og), sedangkan warna masih transparan. Setelah umur 32 hari, oosit (Os) telah terbentuk, ukuran sel telur terlihat tidak seragam, inti sel/nukleus (N) masih di tengah.
39 Pada usia 39 hari, ukuran sel telur (Os) membesar, tidak seragam, beberapa inti (N) mulai terlihat menepi. Kemudian pada saat umur ikan telah mencapai 46 hari, beberapa ootid (Ot) membentuk sel telur/ovum (Ov),sementara yang lain masih dalam bentuk oosit. Ikan uji mulai matang gonad dan siap dipijahkan pada umur 53 hari, yang dalam hal ini sel telur (Ov) telah matang dan siap dikeluarkan. Ikan yang telah mengalami tahap matang gonad tetapi tidak dipijahkan akan mengakibatkan jumlah sel (Ov) telur berkurang sebagaimana terlihat pada ikan umur 60 hari.
S
Os
Og N
Umur 25 Hari Umur 32 Hari
Oot
Oo OVt
Umur 39 Hari Umur 46 Hari
OV OV
Umur 53 Hari Umur 60 Hari Gambar 3 Histologi gonad. Pewarnaan HE
40 Pada penelitian ini nilai gonado somatik indeks semakin tinggi sejalan dengan tingginya kadar asam lemak n-6 di dalam pakan. Nilai GSI ini berbeda dengan nilai GSIs, dimana pada induk yang telah mengalami masa salin dan mendapat pakan dengan kadar asam lemak n-3 kurang (0,66%) yaitu pada perlakuan A dan D memiliki nilai GSIs yang rendah. Adanya perbedaan ini dimungkinkan karena kondisi induk yang berbeda. Induk yang digunakan untuk pengukuran GSI adalah induk yang memijah pertama kali, sedangkan nilai GSIs diperoleh dari induk yang sama tetapi telah mengalami masa salin. Hal yang sama terlihat dari pernyataan Tang dan Affandi (2000) serta Maack & hasil penelitian Segner (2004), bahwa pengaruh asam lemak esensial terhadap GSI berbeda pada ikan yang dipijahkan pertama kali dengan ikan yang sudah mengalami pemijahan lebih dari sekali.
Umumnya semakin besar nilai gonado somatik indeks ikan, semakin tinggi tingkat kematangan gonadnya dan mencapai nilai tertinggi pada saat akan terjadi pemijahan. Hasil penelitian ini sebagaimana terlihat pada Tabel 6 membuktikan bahwa kandungan asam lemak esensial yang rendah pakan perlakuan A dan D yaitu n-3 sebesar 0,66% pada ikan yang sudah pernah memijah akan menghambat proses pematangan gonad. Asam lemak esensial pada gonad dapat digunakan untuk proses vitelogenesis, dan selanjutnya akan menentukan apakah gonad tersebut akan berkembang atau tidak.
Lama pematangan telur pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh pakan perlakuan sebagaimana ditunjukkan Tabel 6 dan Gambar 3. Lama pematangan telur dihitung dari umur ikan pada saat mencapai kematangan gonad atau ikan sudah siap untuk dipijahkan. Kesamaan hasil yang diperoleh untuk parameter lama pematangan telur sejalan dengan Tang dan Affandi (2000) serta Maack & Segner (2004), yaitu karena ikan uji yang dipergunakan adalah induk muda yang baru pertama kali memijah. Selain hal tersebut, lama pematangan gonad menurut Kamler (1992) sangat dipengaruhi pula oleh ketersediaan protein dan nutrien lain. Induk muda memanfaatkan nutrien esensial seperti asam lemak tidak hanya untuk proses pematangan gonad saja, tetapi juga untuk proses pertumbuhan sel-sel somatik.
41
Fekunditas, Volume Telur, dan Laju Penyerapan Kuning Telur
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perbedaan kandungan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 pada pakan uji berpengaruh terhadap nilai fekunditas dan volume telur, tetapi tidak berpengaruh terhadap nilai laju penyerapan kuning telur sebagaimana disajikan pada Tabel 7. Nilai fekunditas tertinggi dicapai pada perlakuan B (1% n-3; 1% n-6)dan perlakuan E (1% n-3; 2% n-6), sedangkan volume telur terbaik diperoleh pada pakan uji B (1% n-3; 1% n-6) , C (2% n-3; 1% n-6), perlakuan E (1% n-3; 2% n-6) dan F (2% n-3; 2% n-6). Pakan uji yang mengandung asam lemak n-3 paling rendah yaitu pada pakan perlakuan A (0% n-3; 1% n-6) dan pakan D (0% n-3; 2% n-6)mempunyai nilai fekunditas yang rendah dan volume telur yang paling kecil.
Tabel 7 Fekunditas, volume telur dan laju penyerapan kuning telur (LPKT) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda
Perlakuan Fekunditas (butir/g) Volume Telur (mm3) LPKT(mm3/jam)
A (0,66% n-3; 1,05% n-6) 201,33±44,37 b 0,047±0,003 a 0,07±0,04 a B (1,03% n-3; 1,04% n-6) 598,33±176,98 d 0,091±0,004 b 0,08±0,03 a C (2,04% n-3; 1,03% n-6) 129,67±62,08b 0,089±0,003 b 0,05±0,01 a D (0,66% n-3; 2,04% n-6) 84,28±4,60 a 0,052±0,002 a 0,09±0,02 a E (1,03% n-3; 2,04% n-6) 616,53±261,14 d 0,085±0,002 b 0,04±0,02 a F (1,50% n-3; 1,98% n-6) 377,54±57,14c 0,094±0,004 b 0,11±0,05 a
Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)
Fekunditas yang tinggi pada perlakuan B (1% n-3; 1% n-6) dan perlakuan E (1% n-3; 2% n-6) diduga terkait dengan aktivitas prostaglandin dalam pembentukan butir-butir telur. Menurut Lehninger (2003) asam lemak esensial berperan dalam pembentukan prostaglandin dan prostaglandin berperan sebagai hormon yang membantu pada ovulasi yaitu saat pecahnya sel folikel. Asam-asam lemak 3 dan n-6 diketahui sebagai asam lemak esensial yang dapat mempengaruhi sifat fluiditas membran sel. Sifat fluiditas akan mempengaruhi aktivitas enzim pada membran (Bell et al., 1986). Adanya perubahan aktivitas enzim dapat merubah proses metabolisme sel secara keseluruhan.
42 Rasio asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 yang sesuai dengan kebutuhan ikan zebra akan membuat proses metabolisme berlangsung dengan baik. Begitu juga dengan proses vitellogenesis yang terjadi pada hati dan proses pembentukan butir telur akan berlangsung dengan optimal sehingga fekunditas yang dihasilkan tinggi. Kekurangan asam lemak esensial seperti pada pakan perlakuan A (0% n-3; 1% n-6) dan pakan D (0% n-3; 2% n-6) serta kelebihan asam lemak esensial seperti pada perlakuan C (2% n-3; 1% n-6) dan F (2% n-3; 2% n-6) membuat pengaruh yang negatif terhadap nilai fekunditas.
Kekurangan asam lemak esensial akan mengakibatkan terganggunya proses pembentukan telur antara lain karena nutrien yang diperlukan jumlahnya tidak mencukupi, sedangkan kandungan asam lemak esensial yang berlebihan pada pakan induk akan mengakibatkan gangguan aksi hormonal karena kelebihan EPA maupun DHA akan mempengaruhi aksi pembentukan steroid dari gonadotropin pada ovary. Komposisi asam lemak penyusun akan mempengaruhi sifat fluiditas dari membran sel. Kelebihan asam lemak juga dapat berakibat pada ketidakseimbangan proporsi antara asam lemak n-3 dengan n-6 karena adanya perbedaan afinitas dari kedua asam lemak tersebut.
Ketersediaan lemak yang tinggi, akan berpengaruh pada nilai diameter dan volume kuning telur sebagaimana terlihat pada induk ikan zebra yang diberi pakan perlakuan B (1% n-3; 1% n-6), pakan perlakuan C (2% n-3; 1% n-6), pakan perlakuan E (1% n-3; 2% n-6), serta pakan perlakuan F (2% n-3; 2% n-6). Diameter dan volume kuning telur ini dipengaruhi oleh proses vitelogenesis, dimana lipid berfungsi secara langsung. Proses vitelogenesis antara lain dicirikan oleh bertambah banyaknya volume sitoplasma yang berasal dari luar sel, yakni kuning telur atau disebut juga vitelogenin. Vitelogenin disintesis oleh hati dalam bentuk lipophosphoprotein-calsium komplek dan hasil mobilisasi lipid dari lemak visceral. Hal ini yang menyebabkan kecilnya diameter dan volume telur ikan zebra yang diberi pakan perlakuan dengan kandungan asam lemak esensial rendah yaitu pakan perlakuan A (0,66% n-3; 1% n-6) dan pakan perlakuan D (0,66% n-3; 2% n-6).
43 Laju penyerapan kuning telur pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh kadar asam lemak n-3 maupun n-6 yang ditambahkan pada pakan (Tabel 7). Pada saat proses embriogenesis sebagai sumber energi utama adalah lemak, sedangkan protein walaupun memiliki kadar terbesar dalam telur tapi lebih berperan dalam pembentukan jaringan. Namun yang mempengaruhi laju penyerapan kuning telur pada saat embriogenesis adalah sebagian besar asam lemak jenuh sehingga mengakibatkan laju penyerapan telur pada semua perlakuan menjadi sama.
Derajat Pembuahan Telur, Derajat Tetas Telur, dan Kecepatan Waktu Embriogenesis
Perbedaan kandungan asam lemak n-3 dan asam lemak n-6 pada pakan uji berpengaruh terhadap nilai derajat pembuahan telur (FR) dan derajat tetas telur (HR) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 8. Pakan perlakuan B (1,03% n-3; 1,04% n-6) dan pakan perlakuan E (1,03% n-3; 2,04% n-6) memberikan hasil yang terbaik untuk parameter derajat pembuahan telur (FR) dan derajat tetas telur (HR). Sedangkan semua perlakuan mempunyai pengaruh yang sama terhadap kecepatan waktu embriogenesis (KWE). Tahapan embriogenesis selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 8 Derajat pembuahan telur (FR), derajat tetas telur (HR), dan kecepatan waktu embriogenesis (KWE) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda
Perlakuan FR (%) HR (%) KWE (Jam)
A (0,66% n-3; 1,05% n-6) 52,45±22,90 a 61,62±17,75 a 32,0±0,0 a B (1,03% n-3; 1,04% n-6) 95,82± 3,07 c 98,18± 0,39 b 32,0±0,0 a C (2,04% n-3; 1,03% n-6) 75,06± 9,49 b 74,75± 5,81 a 32,0±0,0 a D (0,66% n-3; 2,04% n-6) 52,78± 3,65 a 49,45± 2,31 a 32,0±0,0 a E (1,03% n-3; 2,04% n-6) 94,59± 5,12 c 93,97± 2,40 b 32,0±0,0 a F (1,50% n-3; 1,98% n-6) 75,71± 2,75 b 61,89± 0,11 a 32,0±0,0 a
Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)
Asam lemak esensial diketahui sebagai prekursor prostaglandin. Sedangkan pada ikan prostaglandin telah jelas berfungsi nyata dalam mempercepat ovulasi dan mengatur sinkronisasi tingkah laku memijah (Shilo dan Sarig, 1989). Jadi dapat
44 dikatakan bahwa keberadaan prostaglandin yang terbentuk dari asam lemak esensial menentukan keberhasilan pematangan oosit yang berhubungan dengan derajat pembuahan telur. Rendahnya derajat pembuahan telur dan derajat tetas telur disebabkan rendahnya asam lemak n-3 yang diberikan pada pakan perlakuan A (0,66% n-3; 1% n-6) dan pakan perlakuan D (0,66% n-3; 2% n-6) sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam pembelahan sel.
Keberhasilan proses embriogenesis juga dapat memperlihatkan kualitas telur. Penambahan kadar asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan sampai batas tertentu akan mempengaruhi keberhasilan proses embriogenesis yang diperlihatkan dengan nilai derajat pembuahan telur dan derajat tetas telur yang tinggi. Pada penelitian ini kegagalan proses embriogenesis hanya ditemukan pada telur dari induk yang mendapat pakan yang kekurangan asam lemak esensial yaitu pakan perlakuan A (0,66% n-3; 1% n-6) dan pakan perlakuan D (0,66% n-3; 2% n-6).
Pakan perlakuan B (1,03% 3; 1,04% 6) dan pakan perlakuan E (1,03% n-3; 2,04% n-6) memberikan hasil yang terbaik untuk parameter derajat pembuahan telur (FR) dan derajat tetas telur (HR). Proses pengenalan antar sel dalam telur dipengaruhi oleh keberadaan prostaglandin. Telur yang defisien akan asam lemak esensial akan mengalami kegagalan dalam pembelahan yaitu pada pembelahan ke-16, 32 dan organogenesis. Pada akhirnya akan menghasilkan telur dengan derajat penetasan yang rendah (Leray et al., 1985). Parameter penelitian ini yang dapat secara langsung membuktikan hal tersebut adalah tingkat kematangan gonad, fekunditas, serta kandungan nutrien telur. Sedangkan parameter tidak langsung karena sudah ada pengaruh dari mutu sperma pejantan diantaranya adalah hatching rate dan embriogenesis.
45
Telur dibuahi 1 sel 2 sel
4 sel 8 sel 16 sel
32 sel Blastula Gastrula
Perisai embrio Embrio Embrio
Organogenesis Awal Organogenesis Ahir Larva menetas
46
Tingkat Kelangsungan Hidup Larva dan Persentase Larva Abnormal
Tingkat kelangsungan hidup larva dan persentase larva abnormal pada penelitian ini disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Tingkat kelangsungan hidup larva (SR3 ) dan persentase larva abnormal (PLA) ikan zebra yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak yang berbeda Perlakuan SR3 (%) PLA (%) A (0,66% n-3; 1,05% n-6) 86,67±11,55 a 28,89±0,60 a B (1,03% n-3; 1,04% n-6) 93,33±11,55 a 14,45±0,49 b C (2,04% n-3; 1,03% n-6) 86,67±11,55 a 13,82±1,26 b D (0,66% n-3; 2,04% n-6) 66,67±11,55 a 21,64±0,97 a E (1,03% n-3; 2,04% n-6) 80,00±20,00 a 4,45±0,39 d F (1,50% n-3; 1,98% n-6) 73,33±11,55 a 7,88±1,83 c
Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh superscript yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)
Induk ikan yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak rendah, yaitu pakan A (0,66% n-3; 1,05% n-6) dan pakan D (0,66% n-3; 2,04% n-6); pada penelitian ini menyebabkan tingkat abnormalitas larva yang tinggi. Kekurangan asam lemak tidak jenuh esensial tersebut akan mengakibatkan terganggunya proses penyusunan membran sel yang selanjutnya akan menyebabkan abnormalitas pada larva. Abnormalitas larva juga dipengaruhi antara lain oleh ketersediaan sumber energi dan materi selama proses embriogenesis. Jumlah energi yang dikonsumsi dari kuning telur oleh embrio dan larva berkorelasi positif dengan ukuran telur, dimana diketahui bahwa cadangan nutrisi dalam telur pun akan berpengaruh pada persentase larva abnormal ikan zebra.
Pemberian kadar asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan perlakuan ternyata tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup larva. Proses perkembangan awal larva menggunakan kuning telur sebagai sumber energi, karena belum ada tambahan pakan dari luar. Pada penelitian ini kandungan asam lemak n-3 dan n-6 tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup, karena sebagai sumber energi yang digunakan adalah asam lemak jenuh. Sedangkan asam lemak tidak jenuh lebih banyak berperan sebagai penyusun membran.
47