• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hidrokarbon alifatik (n-alkana)

Karakteristik hidrokarbon alifatik (n-alkana) pada sampel sedimen dideteksi berdasarkan intensitas dari spektra utama (base peak) m/z 57, selanjutnya diidentifikasi spektra massanya (spektra massa dapat dilihat pada Lampiran 3). Nomor karbon n-alkana berkisar antara nC15 sampai nC33 terdeteksi pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Teluk Jakarta (Lampiran 4). Nilai Carbon Preference Index (CPI15-21 dan CPI21-31) pada sedimen Estuari Muara Angke yaitu 1.39 dan 1.63 (Lampiran 5). Nilai Carbon Preference Index (CPI15-21 dan CPI21-31) >1 yang menunjukkan adanya dominasi nomor karbon ganjil, sedangkan nilai CPI pada n-alkana mendekati 1 atau kurang dari 1 menunjukkan tidak adanya dominasi nomor karbon ganjil (Gogou et al. 1998). Rendahnya nilai CPI atau tidak adanya nomor karbon ganjil yang mendominasi baik pada rantai karbon pendek maupun panjang dari nilai CPI sekitar atau mendekati 1 ataupun <2 secara umum menunjukkan adanya masukan dari antropogenik atau petrogenik yaitu petroleum baik lighter petroleum seperti bensin (fuel oil) dan heavier petroleum seperti minyak mentah (crude oil) dan minyak pelumas (lubricating oil) (Colombo et al. 1997; Gomes & Azevedo 2003; Wang & Fingas 2003; Medeiros et al. 2005; Seki et al. 2006; Silva et al. 2008). Alkana selain bersumber dari biota (alami), alkana merupakan kelas hidrokarbon yang utama atau dominan pada minyak mentah baik yang berupa rantai lurus, bercabang dan siklik atau cycloalkana (Yunker 2005; Wang et al. 2006). Adanya kontaminasi petroleum di perairan Teluk Jakarta diduga sebagai akibat perairan Teluk Jakarta digunakan sebagai jalur lalu lintas kapal–kapal tanker oleh perusahaan pertambangan minyak lepas pantai di Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) Pertamina Kepulauan Seribu (Salim 2000). Selain itu, aktivitas masyarakat di darat, industri, transportasi dan penangkapan ikan oleh nelayan yang menggunakan bahan bakar bensin ataupun solar dan pelumas dalam menjalankan mesin diduga menjadi sebab adanya kontaminasi minyak.

Pola distribusi n-alkana nC15–nC33 pada sedimen Estuari Muara Angke menunjukkan pola distribusi bimodal dengan kelimpahan tertinggi (Cmax) pada nC17 dan nC31 yang berada pada kisaran rantai pendek (≤C20) dan panjang (>C20)

(Gambar 22). Pola distribusi bimodal (nC15–nC33) pada sedimen Estuari Muara Angke dengan kelimpahan tertinggi (Cmax) pada nC17 dan nC31 mengindikasikan besarnya kontribusi relatif bahan organik dari organisme tingkat rendah dan tumbuhan tingkat tinggi (Millero & Sohn 1992; Killops & Killops 1993; Ho & Meyers 1994). Karakteristik biomarker n-alkana homolog nC15–nC20 yang merupakan nomor karbon pendek (≤C20) mengindikasikan adanya masukan bahan organik secara alami dari organisme tingkat rendah (akuatik) yaitu alga (pelagis dan bentik), bakteri serta zooplankton di Estuari Muara Angke (Millero & Sohn 1992; Killops & Killops 1993). Kontribusi relatif n-alkana pada rantai pendek (≤C20) paling melimpah pada komponen nC17 yang merupakan karakteristik dari alga (Killops & Killops 1993; Ho & Meyers 1994). Medeiros et al. (2005) dalam penelitiannya di Estuari Patos Lagoon, Brazil memperoleh juga komponen homolog nC17 melimpah atau dominan yang merupakan indikasi masukan dari plankton. Melimpahnya komponen nC17 di Estuari Muara Angke diduga karena tingginya konsentrasi nutrien (nitrat dan ortofosfat) sehingga menyebabkan ledakan populasi fitoplankton (Suharsono 2004). Berdasarkan indikasi rendahnya nilai CPI (<2), selain dari sumber alami (alga), homolog dari nC17 juga diduga bersumber dari petroleum, dimana kisaran karbonnya yaitu nC17–nC21 (Yunker et al. 2005).

Gambar 22 Karakteristik sebaran n-alkana pada sedimen Estuari Muara Angke.

Nomor karbon berkisar antara nC21 sampai nC33 atau >nC20 yang merupakan rantai panjang homolog, umumnya bahan organik bersumber dari komponen lilin (waxes) tumbuhan tingkat tinggi (alotonus) dengan nomor karbon maksimal (Cmax) bervariasi, tergantung jenis masukan bahan organik (Killops &

0 1 2 3 4 5 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Int ensit as ( x1 0 6) Nomor karbon CPI15-21 = 1.39 CPI21-31 = 1.63 TAR HC = 7.13

Killops 1993; Prartono 1995; Madureira & Piccinini 1999; Yuanita et al. 2007). Komponen n-C31 yang paling melimpah pada kisaran rantai panjang (>20) mengindikasikan besarnya kontribusi relatif bahan organik dari rumput (Ho & Meyers 1994). Kehadiran komponen nC27 dan nC29 yang terlihat dominan berasal dari pohon (Ho & Meyers 1994). Proporsi relatif yang besar pada komponen alkana nC27, nC29 dan nC31 ditemukan juga pada sedimen permukaan Laut Cretan, bagian timur Laut Mediterania dan Teluk Daya, bagian Utara Laut Cina Selatan (Gogou et al. 2000; Gao & Chen 2008). Materi terestrial tersebut dapat terkirim menuju estuari maupun sedimen pantai melalui jalur sungai serta atmosfir (Chester 1990). Berdasarkan indikasi adanya kontaminasi minyak pada rantai karbon panjang (CPI <2), diduga sumber dari antropogenik memberikan kontribusi di Estuari Muara Angke. Yunker et al. (2005) dalam penelitiannya pada sedimen Samudera Arktik memperoleh sumber bahan organik dari tumbuhan tingkat tinggi (alami) dan petroleum (antropogenik) dengan kisaran karbon ganjil dan genap n-alkana nC22–nC31. Tingginya kontribusi relatif bahan organik (dilihat dari sumber alami) pada kisaran rantai karbon panjang di Estuari Muara Angke diduga karena tingginya aktivitas penebangan tumbuhan tingkat tinggi di lahan atas dan sekitar estuari oleh masyarakat. Jadi, karakteristik biomarker n-alkana homolog nC15–nC33 yang ditemukan pada lapisan sedimen permukaan Estuari Muara Angke merupakan campuran dari sumber alami maupun antropogenik.

Diagnosa rasio biomarker sering digunakan dalam studi forensik lingkungan. Diagnosa rasio dapat dihitung secara kuantitatif (konsentrasi senyawa) atau data semi kuantitatif (peak area/ luas area atau tinggi puncak) (Wang & Christensen 2006). Adanya dominasi sumber dari tumbuhan terestrial atau organisme akuatik dapat digunakan diagnosa TAR (Terrestrial to Aquatic Ratio) (Meyers 1997). Rasio dari rantai panjang lipid terhadap rantai pendek dapat digunakan untuk menduga kontribusi relatif dari komponen alotonus versus autotonus (Muri et al. 2004). Nilai TARHc n-alkana pada sedimen Estuari Muara Angke >1 yaitu 7.13 (Lampiran 5) menunjukkan sumber dari terestrial (alotonus) lebih dominan atau memiliki kontribusi relatif lebih besar daripada sumber dari akuatik (autotonus) sedangkan nilai TARHC <1 mengindikasikan sumber dari akuatik lebih dominan (Meyers 1997). Jeng dan Huh (2006) menemukan juga tingginya nilai TARHC pada lapisan sedimen permukaan Okinawa Trough (OT), timur laut Taiwan yaitu 4.60–18.52.

Kehadiran petrogenik hidrokarbon dapat diindikasikan dengan terdeteksinya Unresolved Complex Mixture (UCM) pada kromatogram yang terlihat seperti punggung bukit atau meningginya garis datar (hump) (Wang & Fingas 2003). UCM merupakan fitur umum kromatogram yang berasal dari minyak mentah dan produk penyulingan seperti minyak pelumas dan khususnya dari proses perubahan di lingkungan seperti degradasi n-alkana oleh bakteri atau biodegradasi residu petroleum (Gogou et al. 2000; Wang & Fingas 2003; Seki et al. 2006). UCM sendiri telah terdeteksi pada lapisan sedimen permukaan Estuari Muara Angke (Lampiran 4). Kondisi tersebut ditemukan juga pada lapisan sedimen permukaan pantai Sfax, Laut Mediterania dan Laut Okhotsk (Zaghdan et al. 2005; Seki et al. 2006). Ventura et al. (2008) dalam penelitiannya menemukan komposisi UCM terdiri atas senyawa siklik alkana (mono sampai dengan heksasiklik alkana), asiklik (biphytane) dan siklik terpenoid dengan 1–5 ring.

Sterol

Biomarker sterol (steroid alkohol) dideteksi berdasarkan intensitas dari spektra utama (base peak), selanjutnya diidentifikasi spektra massanya (spektra massa dan kromatogram dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7). Karakteristik biomarker sterol yang terdeteksi pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang dapat dilihat pada Lampiran 8.

Biomarker sterol yang terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke dikarakterisasi oleh sterol C27 dan C29 baik saturasi (stanol) maupun unsaturasi (stenol). Sterol pada sedimen Estuari Muara Angke terlihat didominasi oleh coprostanol (C27Δ0) dengan kelimpahan tertinggi, kemudian diikuti oleh cholestanol (C27Δ0) dan cholesterol (C27Δ5) (Gambar 23). Pada sterol C29 terlihat sitosterol (C29Δ5) mendominasi dengan kelimpahan tertinggi (Gambar 23). Sterol C27 lainya yang terdeteksi adalah 5α-cholestan-3α-ol (C27Δ0), epicoprostanol/ 5β- cholestan-3β-ol (C27 Δ0), cholesta-5,22-dien-3β-ol (C27 Δ5,22) dan 5α-cholest-7-en- 3β-ol (C27Δ7).

Gambar 23 Karakteristik sebaran sterol pada sedimen Estuari Muara Angke (1 = Coprostanol; 2 = 5α-cholestan-3α-ol; 3 = Epicoprostanol; 4 = Cholesta-5,22-dien-3β-ol; 5 = Cholesterol; 6 = Cholestanol; 7 = 5α-cholest-7-en-3β-ol; 10 = Stigmasterol; 11 = 24-etil-5α-cholest- 22-en-3β-ol; 12 = Sitosterol; 13 = Stigmastanol).

Coprostanol atau 5β-cholest-3β-ol (C27Δ0) dan epicoprostanol atau 5β- cholestan-3α-ol (C27Δ0) telah terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke dengan kelimpahan tertinggi pada coprostanol. Faecal sterol seperti coprostanol dan epicoprostanol dapat hadir pada feses manusia yang dapat digunakan sebagai marker limbah manusia (Martins et al. 2007). Coprostanol telah digunakan secara luas sebagai indikator limbah buangan manusia (human sewage) di laut dan air tawar (Mudge & Ball 2006). Coprostanol digunakan sebagai marker kontaminasi faecal karena coprostanol diproduksi dalam saluran pencernaan makanan pada manusia dan vertebrata oleh bakteri melalui proses reduksi cholesterol (Martins et al. 2007). Coprostanol berjumlah sekitar 60% dari total faecal sterol yang diekresikan pada limbah manusia (Leeming et al. 1996; Mudge & Ball 2006; Martins et al. 2007) sedangkan pada hewan tingkat tinggi, coprostanol yang diproduksi dalam konsentrasi rendah (Mudge & Ball 2006). Coprostanol pada perairan air tawar atau laut yang alami, kontaminasi oleh pencemaran faecal tidak terjadi. Hanya bakteri anaerobik yang mampu melakukan proses biohidrogenasi cholesterol menjadi coprostanol dan bakteri tersebut sebagian besar tidak ada pada perairan aerobik (Leeming et al. 1996). Organisme laut, seperti cyanobakteri, mikrooalga, fitoplankton (diatom, dinoflagellata) dan zooplankton terdistribusi secara luas pada sistem biologi dan tidak memproduksi coprostanol dan epicoprostanol (Martins et al. 2007).

Untuk kasus pada sedimen Estuari Muara Angke coprostanol diduga cenderung berasal dari limbah manusia. Grimalt dan Albaiges (1990) dalam

0 5 10 15 20 1 2 3 4 5 6 7 10 11 12 13 Int e nsitas (x1 0 7) Senyawa sterol

Mudge dan Ball (2006) mengusulkan nilai rasio coprostanol/ cholesterol lebih besar dari 0.2 mengindikasikan adanya kontaminasi faecal. Hasil perhitungan rasio coprostanol/ cholesterol pada sedimen Estuari Muara Angke 2.99 (Lampiran 8), berdasarkan nilai tersebut Estuari Muara Angke diduga telah terkontaminasi faecal yang berasal dari lahan atas maupun pesisir. Penentuan tingkat treatment limbah domestik menggunakan isomer coprostanol yaitu epicoprostanol. Di lingkungan atau selama limbah di treatment, beberapa coprostanol dikonversi menjadi epicoprostanol oleh bakteri. Rasio epicoprostanol/ coprostanol dapat mengukur adanya treatment pada limbah domestik (Mudge & Ball 2006). Rasio epicoprostanol/ coprostanol pada sedimen Muara Angke 0.09 (Lampiran 8), nilai rasio tersebut <0.2 yang menunjukkan limbah domestik tidak di treatment atau tidak sepenuhnya limbah domestik yang diterima di treatment oleh bakteri (Martins et al. 2007). Hal ini dapat diduga bakteri yang mendegradasi limbah domestik tidak dapat berperan dengan baik pada sedimen Muara Angke. Terganggunya aktivitas bakteri kemungkinan besar sebagai akibat masuknya bahan pencemar yang bersifat toksik, seperti logam berat maupun bahan organik yang persisten. Penelitian ini memperkuat penelitian Bachtiar (2002) di perairan Pantai Semarang, Indonesia yang menyatakan bahwa coprostanol dapat berperan baik sebagai indikator dan perunut alamiah limbah domestik. Meningkatnya volume limbah industri yang bersifat toksik dan bersuhu tinggi, meningkatnya salinitas dan rendahnya kandungan oksigen terlarut. Kondisi tersebut berpotensi mempengaruhi laju pertumbuhan bakteri pada umumnya, termasuk bakteri fecal coliform yang telah sejak lama digunakan sebagai indikator biologi limbah domestik dan menyebabkan tidak merepresentasikan pencemaran limbah domestik di perairan pantai perkotaan (Bachtiar 2002).

Plankton umumnya didominasi oleh sterol C27 dan C28, tetapi juga hadir pada tumbuhan tingkat tinggi (Killops & Killops 1993; Yunker et al. 2005). Cholesterol merupakan sterol utama pada plankton laut (Martins et al. 2007). Sterol C28 umumnya melimpah pada fitoplankton sedangkan sterol C27, khususnya cholesterol (cholest-5-en-3β-ol) umumnya merupakan karakter dari zooplankton dan terdistribusi juga pada fitoplankton dan fauna laut (Killops & Killops 1993; Gogou et al. 1998; Martins et al. 2007). Dominannya cholesterol menunjukkan tingginya produktivitas primer pada perairan Estuari Muara Angke yang diduga sebagai akibat tingginya masukan nutrien yang berasal dari lahan

atas maupun pesisir. Zooplankton sendiri berperan dalam dinamika populasi fitoplankton karena mengontrol produktivitas primer dengan aktivitasnya sebagai predator (Sangiorgi et al. 2005). Komponen 5α-cholest-7-en-3β-ol (C27 Δ7) yang terdeteksi bersumber dari alga (fitoplankton-diatom) dan cyanobacteria (Yunker et al. 2005). Sedimen yang terkontaminasi limbah domestik (terlihat dari tingginya kelimpahan coprostanol pada sedimen), dapat membentuk cholestanol atau 5α-cholestan-3β-ol (C27Δ0) melalui transformasi diagenetik dari coprostanol atau 5β-cholest-3β-ol (C27Δ0) (5β berubah menjadi 5α) (Martins et al. 2007). Dominannya cholestanol pada sedimen Muara Angke diduga karena tingginya masukan coprostanol pada sedimen, dimana coprostanol akan mengalami transformasi menjadi cholestanol.

Stigmasterol (C29Δ5,22), 24-etil-5α-cholest-22-en-3β-ol (C29Δ22), 24- etilcholest-5-en-3β-ol (C29Δ5) dan Stigmastanol (C29Δ0) terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke. Sterol utama pada tanaman tingkat tinggi atau marker bahan organik terrigenus adalah senyawa C29 seperti β-sitosterol (24α- ethylcholest-5-en-3β-ol) dan stigmasterol (24α-ethylcholesta-5,22E-dien-3β-ol) (Killops & Killops 1993; Martins et al. 2007; Volkman et al. 2008). Nilai rasio cholesterol (C27Δ5)/ sitosterol (C29Δ5) pada sedimen Estuari Muara Angke adalah 1.37 (Lampiran 8), nilai yang diperoleh >1 mengindikasikan bahwa Estuari Muara Angke lebih didominasi oleh masukan dari autotonus atau akuatik, sedangkan nilai rasio <1 menunjukkan dominasi masukan dari alotonus atau terestrial (Mater et al. 2004).

Asam lemak

Karakteristik asam lemak pada sampel sedimen dideteksi berdasarkan intensitas dari spektra utama (base peak) m/z 73, selanjutnya diidentifikasi spektra massanya (spektra massa dan kromatogram dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10).

Biomarker asam lemak saturasi atau n-asam alkanoat yang terdeteksi pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Teluk Jakarta dikarakterisasi oleh kisaran rantai karbon pendek (≤20) dan panjang (>20) yaitu berkisar antara nC10 sampai nC32 dengan kisaran konsentrasi 0.096–20.924 µg.g-1 berat kering sedimen (Rohjans et al. 1998; Madureira & Piccinini 1999; Duan & Ma 2001). Nilai CPI10-20 dan CPI20-30 pada sedimen Estuari Muara Angke >1 yaitu 8.18 dan 5.95 (Lampiran 11), yang menunjukkan adanya dominasi nomor karbon genap

daripada ganjil (Gogou et al. 1998; Duan & Ma 2001). Pola distribusi asam lemak saturasi menunjukkan pola monomodal dengan Cmax pada nC16 (Gambar 24). Sumber komponen nC16 terdistribusi luas, utamanya berasal dari alga, tetapi ditemukan juga pada bakteri, fungi dan tumbuhan tingkat tinggi (Meyers 1997; Volkman et al. 1998; Muri et al. 2004). Pada kasus di Estuari Muara Angke diduga sumber alga yang dominan berasal dari fitoplankton, kelas Bacillariophyceae (diatom) terutama dari genus Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. karena secara periode tertentu populasinya selalu dominan (Nontji 1984; Syam 2002).

Gambar 24 Karakteristik sebaran asam lemak saturasi (n-asam alkanoat) pada

sedimen Estuari Muara Angke.

Homolog rantai karbon pendek nC12–nC20 yang terdeteksi mengindikasikan masukan bahan organik dari plankton dan bakteri (Duan 2000). Homolog rantai karbon panjang yang terdeteksi (>20) yaitu nC21–nC32 mengindikasikan adanya masukan bahan organik dari tumbuhan tingkat tinggi (Madureira & Piccinini 1999). Rasio dari rantai panjang lipid terhadap rantai pendek dapat digunakan untuk menduga kontribusi relatif dari komponen alotonus versus autotonus (Muri et al. 2004). Nilai TARFA yang diperoleh <1 yaitu 0.11 (Lampiran 11), nilai rasio tersebut mengindikasikan sedimen Estuari Muara Angke lebih didominasi atau kontribusi relatif terbesar masukan bahan organik dari akuatik (Meyers 1997).

Asam lemak unsaturasi telah terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke, Teluk Jakarta. Asam lemak monounsaturasi (nC10:1-nC20:1) dengan kisaran konsentrasi 0.018-11.469 µg.g-1 berat kering sedimen yang didominasi oleh nC18:1 (Gambar 25). Komponen nC16:1 dan nC18:1 yang terdeteksi pada sedimen berasal dari fitoplankton dan bakteri (Duan 2000; Muri et al. 2004). Kehadiran asam lemak unsaturasi, utamanya nC18:1 dengan beberapa nC16:1 dan

0 4 8 12 16 20 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 28 30 32 K o n sen trasi g /g ) Nomor karbon CPI10-20 = 8.18 CPI20-30 = 5.95 TAR FA = 0.11

nC20:1 merupakan indikator biogenesis muda (recent biogenesis) (Azevedo 2003). Homolog unsaturasi yang terdeteksi relatif mudah didegradasi oleh bakteri daripada homolog saturasi (Gogou et al. 1998; Muri et al. 2004). Oleh karena itu, kehadirannya diduga relatif baru (Azevedo 2003). Duan (2000) juga menyatakan berdasarkan pengamatannya pada sedimen bahwa asam lemak rantai karbon pendek dan asam lemak unsaturasi kurang stabil dibandingkan dengan asam lemak rantai karbon panjang dan asam lemak saturasi. Asam lemak poliunsaturasi yang terdeteksi yaitu nC16:2 dan nC18:2 dengan konsentrasi 0.876 µg.g-1 berat kering sedimen dan 1.763 µg.g-1 berat kering sedimen. Komponen tersebut terdistribusi secara luas baik itu berasal dari cyanobakteri, alga (fitoplankton) dan zooplankton (Yunker et al. 2005; Bechtel & Schubert 2009).

Biomarker asam lemak bercabang iso- dan anteiso- (C10–C19) dengan kisaran konsentrasi 0.019–5.557 µg.g-1 berat kering sedimen yang didominasi oleh Iso-C15 (Gambar 25). Umumnya, kehadiran iso- dan anteiso-, khususnya dipermukaan sedimen adalah karakteristik dari masukan bakteri (Azevedo 2003). Anteiso-C15 memiliki konsentrasi tertinggi kedua setelah Iso-C15. Iso- dan anteiso-C17 juga terdeteksi pada sedimen. Biomarker iso- dan anteiso-C15 dan C17 merupakan sumber dari bakteri yang eksklusif karena dominan pada mikroorganisme, khususnya bakteri yang mereduksi sulfat (Lu & Meyers 2009).

Gambar 25 Karakteristik sebaran asam lemak unsaturasi (mono- dan poliunsaturasi) dan bercabang (i = iso- dan a = anteiso-) pada sedimen Estuari Muara Angke.

0 2 4 6 8 10 12 i C10 a C10 C10 : 1 i / a C11 C11 : 1 i / a C1 2 i / a C13 i C14 C14 : 1 i C15 a C15 C15: 1 i / a C16 C16 : 2 C16 : 1 C16 : 1 C16 : 1 i C17 a C17 C17 : 1 C17 : 1 C18 : 2 C18 : 1 C18 : 1 i C19 C19 : 1 C20: 1 K o n sen tr asi ( µ g /g ) Nomor karbon

Hopana

Karakteristik biomarker hopana pada sampel sedimen dideteksi berdasarkan intensitas dari spektra utama (base peak) m/z 191, selanjutnya diidentifikasi spektra massanya (spektra massa dapat dilihat pada Lampiran 12). Senyawa hopana yang terdeteksi pada kromatogram dapat dilihat pada Lampiran 13.

Hopana yang ditemukan pada sedimen Estuari Muara Angke, Teluk Jakarta berkisar antara C27 sampai C35 (Lampiran 14) yaitu Ts = 18α(H),21β(H)- 22,29,30-trisnorhopane, Tm = 17α(H),21β(H)-22,29,30-trisnorhopane, H29 = 17α(H),21β(H)-30-norhopane, C29Ts = 18α(H),21β(H)-30-norneohopane, H30 =

17α(H),21β(H)-hopane, M30 = 17β(H),21α(H)-hopane (moretane), H31S =

17α(H),21β(H)-30-homohopane (22S), H31R = 17α(H),21β(H)-30-homohopane (22R), H32S = 17α(H),21β(H)-30,31-bishomohopane (22S), H32R = 17α(H),21β(H)-30,31-bishomohopane (22R), H33S = 17α(H),21β(H)-30,31,32- trishomohopane (22S), H33R = 17α(H),21β(H)-30,31,32-trishomohopane (22R), H34S = 17α(H),21β(H)-30,31,32,33-tetrakishomohopane (22S), H34R = 17α(H),21β(H)-30,31,32,33-tetrakishomohopane (22R), H35S = 17α(H),21β(H)- 30,31,32,33,34-pentakishomohopane (22S) dan H35R = 17α(H),21β(H)- 30,31,32,33,34-pentakishomohopane (22R).

Kehadiran hopana pada penelitian ini semakin menguatkan adanya indikasi kontaminasi petroleum yang sebelumnya ditunjukkan oleh kehadiran UCM. Hopana yang ditemukan pada sedimen Estuari Muara Angke berkisar antara C27 sampai C35 dengan dominasi konfigurasi 17α(H),21β(H)atau αβ yang merupakan karakteristik petroleum karena besarnya kestabilan thermodinamika dibandingkan seri epimer yang lain (ββ dan βα) (Peters & Moldowan 1993). Konfigurasi αβ yang merupakan karakteristik petroleum ditemukan juga pada lapisan permukaan sedimen pantai Sfax, Laut Mediterania dan Estuari Sungai Pearl, Laut Cina Selatan (Zaghdan et al. 2005; Gao et al. 2007). Komponen hopana dengan kelimpahan tertinggi pada sedimen Estuari Muara Angke yaitu 17α(H),21β(H)-hopana (C30H52) (Gambar 26). Tingginya komponen tersebut ditemukan juga pada sedimen permukaan Estuari Sungai Pearl, Laut Cina Selatan (Gao et al. 2007).

Gambar 26 Karakteristik sebaran hopana pada sedimen Estuari Muara Angke.

Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH)

Karakteristik PAH pada sampel sedimen dideteksi berdasarkan intensitas dari spektra utama (base peak), selanjutnya diidentifikasi spektra massanya (spektra massa dapat dilihat pada Lampiran 15). Senyawa PAH yang terdeteksi pada kromatogram dapat dilihat pada Lampiran 16.

PAH yang terdeteksi dikarakterisasi dengan jumlah ring benzene 2 dan 3. Hal ini menunjukkan bahwa pada sedimen Estuari Muara Angke utamanya telah terkontaminasi oleh petroleum (Zhang et al. 2004; Boehm 2006; Bouloubassi et al. 2006). Konsentrasi PAH yang diperoleh pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke berkisar antara 1.36–26.15 ng.g-1

berat kering sedimen dengan konsentrasi total PAH yaitu 104.33 ng.g-1 berat kering sedimen (Lampiran 17). Karakteristik PAH yang terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke terdiri atas PAH bercabang atau alkil dan tidak bercabang atau non-alkil.

Karakteristik PAH (Polisiklik Aromatik Hidrokarbon) yang terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke didominasi oleh PAH bercabang (alkil) yaitu metilnaphthalene, dimetilnaphthalene, trimetilnapthalene, 2,6- diisopropilnaphtalene dan metilphenantrene (Gambar 27). Relatif melimpahnya PAH alkil atau bercabang daripada PAH induk atau tidak bercabang pada sedimen Estuari Muara Angke merupakan ciri dari dominannya PAH yang berasal petroleum atau petrogenik (Neff 1979; Medeiros et al. 2005; Boehm 2006). Selanjutnya, komponen naphthalene dan fluorene yang terdeteksi juga berasal dari sumber petrogenik (Shimoyama et al. 2000; Boehm 2006).

0 2 4 6 8 10 Int ensit as ( x1 0 6) senyawa hopana

Komponen phenanthrene yang terdeteksi pada sedimen Muara Angke dapat berasal dari hasil pembakaran bahan bakar fosil atau pyrogenik dan petrogenik (Gogou et al. 1998; Boehm 2006). Nilai rasio ∑metilphenantrene terhadap phenanthrene yang diperoleh <1 yaitu 0.38 (Lampiran 17) menunjukkan dominannya senyawa induk phenanthrene. Hal tersebut dapat diduga sumber phenanthrene pada sedimen Estuari Muara Angke utamanya berasal dari pyrogenik atau hasil pembakaran bahan bakar fosil, sedangkan nilai rasio > 1 menunjukkan dominannya kontribusi dari petrogenik (Gogou et al. 1998; Kavouras et al. 1999). Jadi, komponen PAH yang terdeteksi pada Estuari Muara Angke secara keseluruhan berasal dari sumber petrogenik dan pyrogenik, dimana sumber PAH yang utama berasal dari petrogenik.

Gambar 27 Karakteristik sebaran PAH pada sedimen Estuari Muara Angke (N0 = Naphtalene; N1 = C1-Napthalene; N2 = C2-Naphtalene; N3 = C3- Naphthalene; F0 = Fluorene; ND = 2,6-Diisopropilnaphtalene; P0 = Phenantrene; P1 = C1-Phenantrene).

n-Alkanol

Karakteristik biomarker n-alkanol pada sampel sedimen dideteksi berdasarkan intensitas dari spektra utama (base peak) m/z 75, selanjutnya diidentifikasi spektra massanya (spektra massa dapat dilihat pada Lampiran 18).

Karakteristik biomarker n-alkanol pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Teluk Jakarta dikarakterisasi oleh homolog nC10-nC32 (Lampiran 19) dengan didominasi oleh nomor karbon genap daripada ganjil baik pada rantai karbon pendek (≤20) dan panjang (>20) (Madureira & Piccinini 1999; Lu & Meyers 2009). Hal tersebut berdasarkan nilai CPI10-20 dan CPI20-30 yang diperoleh yaitu 6.29 dan 6.03 (Lampiran 20), dimana nilai CPI >1 menunjukkan adanya dominasi nomor karbon genap (Gogou et al. 1998). Dominasi nomor

0 10 20 30 40 50 60 70 N0 N1 N2 N3 F0 ND P0 P1 K o n sen tr asi (n g /g ) Senyawa PAH

karbon genap biomarker n-alkanol, umum ditemukan pada sedimen perairan danau, sungai, estuari maupun laut (Prartono 1995; Duan 2000; Muri et al. 2004; Lu & Zhai 2006; Medeiros & Simoneit 2008).

Pola distribusi nC10-nC32 yang terdeteksi menunjukkan pola distribusi trimodal dengan Cmax pada nC16, nC22 dan nC30 (Gambar 28). Rantai karbon pendek (≤20) umumnya berasal dari organisme akuatik (Duan 2000). Rantai karbon pendek (≤20) n-alkanol yang terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke menunjukkan besarnya proporsi komponen nC14, nC16 dan nC18, terutama komponen nC16 (Gambar 28). Nomor karbon nC14, nC16 dan nC18 dapat bersumber dari alga dan zooplankton (Yunker et al. 2005; Tolosa et al. 2008). Komponen nC16 dapat juga berasal dari bakteri (Muri et al. 2004). Tingginya kelimpahan komponen n-C16 diduga sebagai akibat tingginya masukan nutrien di Estuari Muara Angke yang berasal dari aktivitas masyarakat di darat dan sekitar estuari. Besarnya komponen nC14, nC16 dan nC18 juga terdeteksi di Laut Nansha, Cina (Duan 2000).

Gambar 28 Karakteristik sebaran n-alkanol pada sedimen Estuari Muara Angke.

Rantai karbon panjang homolog n-alkanol nC21–nC32 yang terdeteksi atau >nC20 umumnya mengindikasikan adanya masukan bahan organik dari komponen lilin (waxes) tumbuhan tingkat tinggi dari terestrial, namun ada juga yang berasal dari akuatik (Madureira & Piccinini 1999; Duan 2000; Yunker et al. 2005; Bechtel & Schubert 2009). Besarnya proporsi komponen nC22 dan nC30 yang terdeteksi mengindikasikan bahwa masukan bahan organik dari tumbuhan tingkat tinggi relatif besar. Sumber nC22 yang terdeteksi dapat berasal dari tumbuhan terestrial ataupun bakteri (Ho & Meyers 1994). Komponen nC22 atau

0 1 2 3 4 5 6 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Intens it as ( x1 0 7) Nomor karbon CPI10-20 = 6.29 CPI20-30 = 6.03 TAR OH = 2.72

nC24 juga dapat berasal dari biota akuatik makrophyta (Lu & Zhai 2006; Bechtel & Schubert 2009). Komponen nC26 dan nC28 utamanya berasal dari tumbuhan terestrial (Muri et al. 2004; Lu & Zhai 2006). Dominannya komponen nC22 yang diperoleh juga ditemukan pada sedimen Estuari Changjiang (Sungai Yangtze), Cina (Lu & Zhai 2006). Pada Estuari Muara Angke diduga mangrove yang berada di wilayah pesisir Teluk Jakarta juga memberikan kontribusi bahan organik selain tumbuhan tinggi yang berasal dari lahan atas.

Nilai TAROH yang diperoleh >1 yaitu 2.72 (Lampiran 20), hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan biomarker n-alkanol sedimen Estuari Muara Angke lebih didominasi masukan atau kontribusi relatif lebih besar dari terestrial daripada sumber dari akuatik (Meyers 1997). Tingginya kontribusi relatif bahan organik terestrial di Estuari Muara Angke diduga berasal dari tumbuhan tingkat tinggi pada lahan atas dan sekitar estuari.

Isoprenoid

Biomarker isoprenoid phytol dideteksi berdasarkan intensitas dari spektra utama (base peak) m/z 143, selanjutnya pristana dengan m/z 57, phytana dengan m/z 57, dihidrophytol dengan m/z 57 dan 355 dan asam phytanoat dengan m/z 73 dan 159 (spektra massa dapat dilihat pada Lampiran 21). Kromatogram pristana dan phytana dapat dilihat pada Lampiran 4. Kromatogram phytol dan dihidrophytol dapat dilihat pada Lampiran 19. Kromatogram asam phytanoat dapat dilihat pada Lampiran 10.

Biomarker isoprenoid yang terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke, Teluk Jakarta dikarakterisasi oleh phytol, dihidrophytol, asam phytanoat, pristana

Dokumen terkait