• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daging dan produk olahan daging merupakan medium sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Pemotongan dan perusakan tenunan-tenunan daging akan menghilangkan mekanisme pertahanan tenunan terhadap serangan mikroorganisme. Penanganan dan pengolahan selanjutnya juga dapat menambah kontaminasi oleh mikroorganisme pembusuk dan patogen, contohnya bakteri

Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella. Oleh karena itu daya simpan produk-produk daging sangat dipengaruhi oleh cara penanganan dan pengawetan yang dilakukan (Fardiaz,1990).

Kuantitatif Mikrobiologi Daging Segar Total Plate Count (TPC), E.coli dan S.aureus pada Daging Segar

Daging mengandung kadar air dan gizi yang tinggi, sehingga mudah sekali mengalami kerusakan secara mikrobiologis, karena menjadi tempat yang disukai untuk pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji mikrobiologi terlebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut karena untuk mengurangi kontaminasi awal. Berikut ini merupakan tabel dari uji mikrobiologi yang dilakukan pada daging segar.

Tabel 4. Kualitas Mikrobiologi pada Daging Segar (Log cfu/g)

Peubah Nilai

TPC 6,90

E.coli 4,59

S.aureus 5,69

Salmonella spp. negatif

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah total mikroba pada daging segar sudah melebihi batas maksimum cemaran. Menurut SNI No. 01-6366-2000 batas cemaran maksimum untuk total bakteri adalah 1 X 104 koloni/g . Kebanyakan bakteri tumbuh di permukaan, namun tidak tertutup kemungkinan ditemukan bakteri di dalam daging. Bakteri dapat mencapai jaringan dalam karkas dengan berbagai

cara, diantaranya melalui mekanisme berikut : (1) jaringan ternak sehat dapat mengandung sebuah populasi kecil bakteri namun dinamis bila bakteri secara terus-menerus memperoleh akses ke dalam jaringan ternak hidup, dengan penetrasi membran mukosa saluran respirasi dan percernaan, untuk mengganti yang telah dibasmi oleh mekanisme ketahanan tubuh ternak, (2) bakteri dari usus dapat menyerang jaringan karkas, baik selama pemotongan (agonal invasion) maupun setelah pemotongan ( postmortem invasion), (3) bakteri dapat terbawa ke jaringan oleh luka sebelum pemotongan dan (4) bakteri yang mengkontaminasi permukaan karkas dapat menetrasi ke lapisan jaringan otot yang lebih dalam ( Gill, 1982).

Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada dan didalam daging termasuk temperatur, kadar air/kelembaban, oksigen, tingkat keasaman dan kebasaan (pH) dan kandungan gizi daging. Daging sangat memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme tersebut, termasuk mikroorganisme perusak atau pembusuk, karena : (1) mempunyai kadar air yang tinggi (kira-kira 68-75%), (2) kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitasnya yang berbeda, (3) mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, (4) kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme, (5) mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (5,3-6,5) (Soeparno,1994).

Jumlah bakteri E.coli dan S.aureus pada daging segar juga sudah melebihi batas cemaran mikroba. Menurut SNI No. 01-6366-2000 untuk E.coli 5 X 101 koloni/g, dan untuk S.aureus 1X101 koloni/g. Hal ini disebabkan daging sudah mengalami kontaminasi awal. Kontaminasi awal pada daging berasal dari mikroorganisme yang memasuki peredaran darah pada saat penyembelihan, jika alat-alat yang dipergunakan untuk pengeluaran darah tidak steril. Darah masih bersirkulasi selama beberapa saat setelah penyembelihan. Kontaminasi selanjutnya dapat terjadi melalui permukaan daging selama operasi persiapan daging, yaitu proses pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pemotongan karkas atau daging, penyimpanan, dan distribusi. Jadi segala sesuatu yang dapat kontak dengan daging baik secara langsung maupun tidak langsung, bisa merupakan sumber kontaminasi mikrobial. Besarnya kontaminasi mikrobial pada daging akan menentukan kualitas dan masa simpan daging dan daging proses

(Soeparno,1994). Hasil analisis Salmonella spp. menunjukkan hasil negatif. Hal ini sesuai dengan SNI No. 01-6366-2000 bahwa pada daging segar tidak boleh ada

Salmonella spp.

Kualitas Mikrobiologi pada Sosis Perlakuan

Nilai pH

Nilai pH merupakan nilai yang sangat menunjang kualitas mikrobiologi. Mikroorganisme tumbuh baik pada pH sekitar 7.0 (6.6-7.5) dan hanya beberapa yang dapat tumbuh dibawah pH 4.0 (Fardiaz,1992). Bakteri mempunyai kisaran pH pertumbuhan yang lebih sempit dibanding dengan kapang dan khamir. Oleh karena itu, makanan yang mempunyai pH lebih rendah akan semakin awet karena semakin sedikit jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh.

Tabel 5. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama simpan terhadap pH perlakuan (%) Lama Simpan (Hari)

0 5 10 kontrol 5,93±0,12 6,23±0.14 6,11±0,11 penambahan antimikroba 5,59±0,12 5,86±0.10 5,69±0,07 Rataan 5,76±0,24a 6,04±0.27b 5,90±0,30ab Keterangan : Huruf superskript yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang

nyata (p<0,05)

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa pemberian antimikroba berpengaruh terhadap nilai pH sosis, sedangkan lama penyimpanan pada sosis hari ke 0, 5, dan 10 juga mempengaruhi nilai pH. Nilai pH naik pada lama simpan 5 hari sebesar 0,28 sedangkan nilai pH turun sebesar 0,14 pada lama simpan 10 hari. Nilai pH turun disebabkan adanya antimikroba. Antimikroba mengandung hidrogen peroksida, asam-asam organik, dan bakteriosin (Schved et al, 1993). Asam organik ini menyebabkan penurunan pH. Asam organik merupakan salah satu hasil metabolit bakteri asam laktat yang bersifat antimikroba. Pembentukan asam organik terjadi melalui proses fermentasi glukosa yang terdiri dari dua tahap yaitu (1) pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang karbon atom hidrogen, menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi dibandingkan glukosa. Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang dilepaskan dalam tahap pertama sehingga membentuk asam piruvat; (2) tahap

dua, asam piruvat bertin direduksi oleh NADH2 asetat, CO2 dan etanol (

plantarum 1A5 sebesar 4

Gambar 5. Nilai Gambar 5 menunj nilai pH yang lebih penyimpanan mempenga reaksi perubahan glikoge glikolisis anaerob (Soep ( Buckle et al, 1987). alkalin sehingga mengha

Total Plate Count (TPC

Jumlah dan jenis tingkat pengendalian higi mikroorganisme berhubu mikroorganisme pembus daging.

tindak sebagai penerima hidrogen, sehingga asa 2 menghasilkan asam laktat dan senyawa la nol (Fardiaz,1992). Nilai pH substrat antimikroba

r 4,14.

pHpada Sosis selama penyimpanan

nunjukkan bahwa sosis yang direndam antimikr h rendah dibandingkan dengan sosis kont

garuhi nilai pH. Penurunan pH juga dapat dis kogen otot pada daging sapi menjadi asam lakt oeparno,1994) serta hasil metabolisme bakteri p 1987). Kenaikan pH disebabkan karena bakteri

hasilkan basa (Takasari, 2008).

PC) pada Sosis Perlakuan

nis mikroorganisme yang mencemari daging higienis yang dilaksanakan selama penangana hubungan erat dengan kualitas daging segar. Peni

busuk berpengaruh terhadap daya tahan atau

asam piruvat yang lain seperti asam oba Lactobacillus

ikroba mempunyai kontrol. Lamanya disebabkan karena laktat pada proses i pembentuk asam ri memetabolisme

ng ditentukan oleh nan. Pertumbuhan eningkatan jumlah tau masa simpan

Tabel 6. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Jumlah Total Bakteri ( log cfu/g)

Perlakuan (%)

Lama simpan (hari)

0 5 10 kontrol 5,89 ± 0,37a 9,01 ± 0,75c 8,70 ± 0,24c penambahan antimikroba 5,35 ± 0,31 a 7,14 ± 0,18b 8,70 ± 0,24c

Keterangan : Huruf superskript yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang nyata (p<0,05)

Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara lama simpan dengan pemberian substrat antimikroba. Pada penyimpanan hari ke-5 total mikroba sudah lebih dari batas maksimum cemaran mikroba, sehingga sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Menurut SNI 01-3818-1995 batas maksimum cemaran mikroba adalah 1 X 105 koloni/g. Pemberian substrat antimikroba mampu menurunkan jumlah mikroba pada hari ke-0 sebesar 0,54 log cfu/g, sedangkan pada hari ke-5 jumlah mikroba berkurang sebesar 1,87 log cfu/g. Substrat antimikroba Lactobacillus

plantarum 1A5 menghasilkan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri. Menurut Savadogo (2006) menyatakan bahwa bakteri asam laktat mengandung asam organik, hidrogen peroksida, antifungi seperti asam lemak, dan bakteriosin. Bakteriosin adalah protein yang diproduksi oleh bakteri yang dapat menghambat bakteri lainnya yang merugikan. Disamping bakteriosin ada juga senyawa litic, enzim, dan produk metabolisme seperti hydrogen peroksida. Bakteriosin disintesis oleh bakteri asam laktat yang berhubungan dengan asam organik. Bakteriosin sering dihubungkan dengan senyawa antimikroa berupa protein yang mudah didegradasi oleh enzim proteolitik dan mampu menghambat pertumbuhan mikroba spesies lain yang biasanya berkerabat dekat dengan spesies penghasil ( Jack et al., 1995). Substansi ini, diproduksi oleh beberapa strain bakteri, termasuk dalam hal ini bakteri asam laktat (Gorris dan Bennik, 1994). Bakteri mempunyai sifat bakterisidal yaitu mampu menghambat bakteri lainnya seperti

Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum. Bakteriosin bersifat irreversible, mudah dicerna, berpengaruh positif terhadap kesehatan, aktif pada konsentrasi rendah dan pada bakteri asam laktat biasanya digunakan sebagai

Gambar 6. Total M Berdasarkan G mempunyai jumlah tota kontrol. Pemberian subs sampai hari kelima. Sosi bakteri sebanyak 9,01 ± menjadi 8,70 ± 0,24.Hal hari ke-10 sehingga juml Pertumbuhan juml bertambah ukurannya sa (Forrest et al,1975), te mengalami fase lag, fase eksponensial. Di fase ini pada interval waktu terte juga disebut pertumbuha fase ini terjadi penumpuka mati sedangkan yang la tetap. Fase terakhir dari lebih cepat dari pada mengalami percepatan m

al Mikroba pada Sosis selama penyimpanan Gambar 6 sosis yang direndam substr otal bakteri yang lebih rendah dibandingka ubstrat antimikroba dapat menghambat juml osis kontrol pada hari kelima menunjukkan bahw 9,01 ± 0,75, sedangkan pada hari ke-10 jumlah tot

al ini disebabkan bakteri sudah mengalami fas umlah bakterinya turun.

umlah mikroorganisme terjadi dalam beberapa f sampai fase lag Pada kondisi yang baik untuk

tetapi tidak ada pertumbuhan populasi, ke se pertumbuhan bakteri selanjutnya adalah fas ini, populasi bertambah secara teratur, menjadi

tentu (waktu generasi) selama inkubasi, fase pe buham seimbang. Fase selanjutnya adalah fase

pukan produk beracun dan kehabisan nutrie lain tumbuh dan membelah, sehingga jumla

ri pertumbuhan bakteri yaitu fase kematian. S da terbentuknya sel-sel baru pada fase ini, n menjadi eksponensial (Pelezar et al,1986).

ubstrat antimikroba kan dengan sosis lah total bakteri bahwa jumlah total total bakteri turun ase kematian pada pa fase. Sel bakteri untuk pertumbuhan emudian setelah ase logaritma atau njadi dua kali lipat e pertumbuhan ini se stasioner, pada ien. Beberapa sel lah sel hidupnya Sel menjadi mati ni, laju kematian

Escherichia coli pada Sosis Perlakuan

E. coli adalah suatu bakteri gram negatif berbentuk batang, bersifat anaerobik fakultatif, dan mempunyai flagela peritrikat (Fardiaz,1989). E.coli dapat ditemukan difeses. Habitat utama bakteri ini ada pada sistem pencernaan (khususnya di usus) manusia dan dapat ditemukan dalam tanah, air, dan tempat lainnya yang menjadi habitat asli bakteri ini (Jay, 1978).

Tabel 7. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama Simpan terhadap Jumlah bakteri E. coli ( log cfu/g)

Perlakuan lama simpan (hari) Rataan

0 5 10 kontrol 3±0 4,00 ± 0,86 4,41 ± 0,57 3,8±0,73a penambahan substrat antimikroba 3±0 3±0 3,71 ± 0,77 3,24± 0,41 b Rataan 3±0a 3,5 ± 0,70ab 4,06 ±0,49b

Keterangan : Huruf superskript yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang nyata (p<0,05)

Tabel 7 menunjukkan bahwa lama penyimpanan dan pemberian antimikroba tidak terdapat interaksi. Lama penyimpanan berpengaruh terhadap populasi bakteri

E. coli (p<0,05) sampai lama penyimpanan 5 hari. Populasi bakteri E.coli masih dalam batas cemaran sampai hari kelima penyimpanan. Batas cemaran maksimum menurut SNI 01-3818-1995 untuk bakteri E. coli sebesar 1 X 103 koloni/g. Lama penyimpanan hari ke-10 telah mengalami kenaikan sebesar 1,06 log cfu/g jika dibandingkan dengan jumlah E.coli hari ke-0. Pemberian antimikroba Lactobacillus plantarum 1A5 dapat menyebabkan penurunan jumlah populasi E.coli sebesar 0,56 log cfu/g. Sosis dengan penambahan antimikroba ini hanya dapat bertahan hingga lama simpan 5 hari karena jumlah populasi E.colinya masih dalam batas cemaran menurut SNI 01-3818-1995.

Gambar 7. E.coli pa Berdasarkan Gamba lebih rendah dibanding de

Salmonella typhimurium

dibandingkan dengan ba dinding sel bakteri. Sus lebih sederhana dibandi lebih mudah ditembus se

E.coli termasuk ke 0,5-1,5 mm dan berwarn EMBA (eosine methyle mengandung laktosa da laktosa seperti E. coli de

S. aureus, P. aeruginos

menghasilkan koloni de mikroba lain yang dap

methylene blue memban untuk mengkonfirmasi ba

Staphylococcus aureus

Bakteri S.aureus

bentuk tunggal atau be pigmen berwarna kunin

pada Sosis selama penyimpanan

mbar 7 jumlah E.coli pada sosis yang direnda dengan sosis kontrol. Bakteri Gram negatif se

um pada umumnya lebih tahan terhadap aktivi bakteri Gram positif. Hali ini disebabkan per usunan komponen dinding sel bakteri Gram pos ndingkan dengan dinding sel bakteri Gram ne

senyawa antimikroba (Rahayu, 2000).

uk ke dalam koloni koliform fekal yang mempun arna gelap dengan sinar hijau metalik (keemas ylen blue agar ). Media EMBA mempunya dan berfungsi untuk memilah mikroba yang dengan mikroba yang tidak memfermentasikan

nosa dan Salmonella. Mikroba yang memfer dengan inti berwarna gelap dengan kilap log apat tumbuh koloninya tidak berwarna. Ada bantu mempertajam perbedaan tersebut. Media

i bahwa kontaminan tersebut adalah E. coli (Suw

pada Sosis Perlakuan

us merupakan bakteri berbentuk bulat yang berkelompok seperti buah anggur. Bakteri ini kuning sampai orange dan untuk pertumbuhanny

ndam antimikroba seperti E. coli dan ivitas antimikroba perbedaan struktur positif umumnya negatif sehingga mpunyai diameter asan) pada media yai keistimewaan g memfermentasi kan laktosa seperti fermentasi laktosa logam, sedangkan danya eosin dan dia ini sangat baik

uwandi, 1999).

g terdapat dalam ini memproduksi nnya membutuhkan

nitrogen organik (asam amino), dan bersifat anaerob fakultatif. S. aureus bersifat patogen dan memproduksi enterotoksin yang tahan panas, dimana ketahanan panasnya melebihi sel vegetatifnya (Fardiaz, 1992). S. aureus merupakan bakteri penyebab keracunan yang memproduksi enterotoksin. S. aureus merupakan patogen indikator sanitasi tangan pekerja, sehingga penting untuk mengetahui keamanan mikrobiologis dari suatu produk ( Rahmadi, 2005).

Tabel 8. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama Simpan terhadap jumlah Bakteri S. aureus ( log cfu/g)

perlakuan lama simpan (hari)

0 5 10 Kontrol 3±0a 6,37 ± 0,42c 6,73 ± 0,34c penambahan substrat antimikroba 3±0 a 4,51 ± 0,66b 6,70 ± 0,13c Keterangan : Huruf superskript yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang

nyata (p<0,05)

Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara lama simpan dengan pemberian antimikroba. Pada hari ke-0 jumlah bakteri S. aureus antara sosis kontrol dan sosis yang diberi perlakuan pemberian antimikroba jumlahnya sama. Pemberian antimikroba dapat menghambat populasi bakteri S.aureus sampai hari kesepuluh. Pemberian antimikroba dapat menurunkan populasi S. aureus sebesar 1,86 log cfu/g, tetapi karena populasi S. aureus pada awalnya sudah melebihi batas maksimum pencemaran menurut SNI-3820-1995 yaitu sebesar 1 X 102 koloni/g maka sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Hal ini disebabkan pada penanganan awal tidak memperhatikan sanitasi atau kebersihan peralatan, tempat yang digunakan ataupun peneliti sendiri yang kurang steril, sehingga sosisnya sudah terkontaminasi terlebih dahulu.

Bakteri S.aureus termasuk dalam kelompok bakteri gram positif (Fardiaz, 1992). Substrat antimikroba BAL yang diisolasi dari daging sapi dapat menghambat bakteri gram positif. Penghambatan terhadap bakteri Gram positif disebabkan oleh senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh isolat BAL. Struktur dinding sel bakteri Gram positif memiliki satu lapisan tebal peptidoglikan, sedangkan bakteri Gram negatif relatif lebih kompleks dengan tiga lapisan yaitu, lapisan luar berupa lipoprotein, lapisan tengah yang berupa liposakarida, dan lapisan dalam berupa

peptidoglikan yang le mempengaruhi pengham

Gambar 8. Popul Berdasarkan Gam penurunan jumlah popul Media yang digunakan (VJA) Medium. VJA m berperan untuk mengisol yang bersifat koagulase koloni hitam sebagai aki koloni akan berubah m

chloride sangat bermanf

coli (Suwandi, 1999).

Salmonella spp pada S

Salmonella merupa

pada produk pangan. B berada pada kelompok berbahaya. Pemanasan membunuh Salmonella.

menambahkan bahan-ba Pemanasan yang direko

lebih tipis. Perbedaan peptidoglikan te mbatan pertumbuhan bakteri (Widiasih, 2008).

opulasi S.aureus pada Sosis selama penyimpanan ambar 8 sosis yang direndam substrat antimikr populasi bakteri S.aureus dibandingkan dengan

n untuk pertumbuhan S.aureus adalah Vogel

mengandung mannitol, tellurite dan lithium

isolasi bakteri yang bersifat koagulase positif se positif akan tumbuh pada media ini. S.aur

akibat pengendapan hasil reduksi tellurite. M menjadi kuning akibat fermentasi mannitol. nfaat untuk menghambat pertumbuhan bakteri

a Sosis Perlakuan

erupakan kelompok bakteri patogen yang se n. Berdasarkan tingkat bahaya dan penyebarann pok bahaya sedang, dengan cepat dan juga ke n merupakan cara yang paling banyak di

lla. Alternatif lainnya adalah dengan bahan kimia, penyimpanan pada suhu renda komendasikan untuk membunuh Salmonella

tersebut yang h, 2008).

an

ikroba mengalami gan sosis kontrol.

ogel Johnson Agar um chloride yang

f, karena semua

S.aureus mempunyai Media di sekitar ol. Adanya lithium

ri lain termasuk E. sering ditemukan nnya, Salmonella kelompok sangat dilakukan untuk n mengatur pH, ndah dan radiasi.

dilakukan selama 12 menit pada suhu 66°C atau selama 78-83 menit pada suhu 60°C (Fardiaz,1992).

Tabel 9. Hasil Uji Salmonella spp pada Produk Sosis TSIA LIA

No Kode LB SCB BSA Hasil Atas bawah gas H2S Atas Bawah Gas H2S

1 K0 + - - Kuning Kuning + - Ungu Ungu + - Negatif 2 P0 + - - Kuning Kuning + - Ungu Ungu + - Negatif 3 K5 + + + Merah Kuning + - Ungu Ungu - - Negatif 4 P5 + + + Merah Kuning + - Ungu Ungu - - N egatif 5 K10 + + + Merah Merah + - Ungu Kuning - - Negatif 6 P10 + + + Kuning Kuning + - Ungu Kuning - - Negatif 7 DS + + + Merah Merah + - Ungu Ungu + - Negatif Keterangan :

K0 : Kontrol 0 hari LB : Lactose Broth P0 : Perlakuan 0 hari SCB : Selenite Cystine Broth

K 5 : Kontrol 5 hari TSIA: Triple Sugar Iron Agar P 5 : Perlakuan 5 hari LIA : Lysine Iron Agar

K10 : Kontrol 10 hari BSA : Bismut Sulfit Agar P10 : Perlakuan 10 hari DS : Daging segar

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa hasil pengujian bakteri Salmonella spp pada sosis yang direndam antimikroba hasilnya adalah negatif. Hal ini sesuai dengan syarat mutu pada SNI 01-3818-1995 bahwa untuk cemaran Salmonella spp

harus bernilai negatif. Bakteri Salmonella spp ini termasuk bakteri enteropatogenik yaitu bakteri penyebab infeksi gastrointestinal, oleh karena itu pada produk pangan harus negatif dari cemaran bakteri Salmonella spp ini.

Media LB pada semua sampel yang di uji menunjukkan kekeruhan (positif), hal ini disebabkan Salmonella tidak memfermentasi laktosa sedangkan bakteri lain umumnya memfermentasi laktosa menghasilkan gas dan asam. Selanjutnya, pada media Selenite Cystine Broth (SCB) yang digunakan pada tahap perbanyakan atau

enrichment yaitu tahap untuk memperbanyak bakteri yang di uji, sedangkan bakteri lainnya dihambat pertumbuhannya menunjukkan hasil negatif pada sosis kontrol dan sosis yang diberi perlakuan pada hari ke-0 saja, sedangkan menunjukkan hasil yang positif pada lama simpan lainnya.

Tahap selanjutnya adalah tahap selektif atau isolasi , media yang digunakan adalah Bismuth Sulfite Agar (BSA), tahap ini yaitu menumbuhkan pada media selektif sehingga koloni bakteri yang akan diuji mudah untuk diisolasi dari mikroba lainnya. Setelah tahap isolasi, tahap selanjutnya adalah tahap identifikasi primer dan

lengkap. Media yang digunakan pada tahap ini adalah Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dan Lysine Indole Agar (LIA). Tahap ini adalah tahap membedakan bakteri yang di uji dari bakteri lainnya yang sifatnya sangat berbeda. Pada media TSIA dapat diketahui terjadinya fermentasi glukosa, laktosa, dan sukrosa, produksi gas dari glukosa, dan produksi hidrogen sulfida (H2S). Warna merah menunjukkan reaksi basa, sedangkan warna kuning menunjukkan reaksi asam. Warna merah pada permukaan dan kuning pada bagian bawah menunjukkan terjadinya fermentasi glukosa tetapi tidak laktosa dan sukrosa. Warna kuning pada permukaan dan bawah tabung yaitu menunjukkan terjadinya fermentasi glukosa, laktosa, dan sukrosa.

Hasil pengujian bakteri Salmonella spp pada media TSIA menghasilkan gas, tetapi bukan H2S. Pembentukan H2S ditandai dengan terbentuknya warna hitam, sedangkan pembentukan gas dari glukosa ditandai dengan terbentuknya rongga-rongga dibagian bawah agar. Sedangkan pada media LIA, dapat dilihat bahwa terbentuk warna ungu yang disebabkan karena produksi lisin dekarboksilase, dan jika tidak memproduksi enzim tersebut medium berwarna kuning. Pembentukan H2S juga tidak terjadi di media ini (Fardiaz, 1989).

Antimikroba yang bekerja dalam menghambat pertumbuhan Salmonella spp

adalah asam organik. Efek antimikroba dari asam organik merupakan akibat dari penurunan nilai pH dan juga bentuk tidak terdisiosiasi dari molekul asam organik ( Widiasih,2008). Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel dengan kandungan lipid tinggi yaitu 11-22 % ( Fardiaz,1992), sehingga asam yang tidak terdisiosiasi dapat menembus dinding sel dan bersifat antimikroba untuk pertumbuhan Salmonella spp.

Hal ini membuktikan bahwa antimikroba yang dihasilkan efektif dalam menghambat bakteri gram negatif.

Dokumen terkait