• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Spesies Rayap di Lapangan

Berdasarkan hasil idetifikasi rayap yang ditemukan dari lapangan diperoleh 6 spesies rayap dari kawasan permukiman maupun perkebunan yaitu 4 spesies dari famili Termitidae yaitu M. gilvus, M. insperatus, C. mohri, dan O. javanicus;

dan 2 spesies dari famili Rhinotermitidae yaitu S. javanicus dan C. curvignathus

(Gambar 4 dan 5)

Gambar 4 Rayap yang ditemukan dari famili Termitidae (a) M. gilvus (mayor), (b) M. gilvus (minor), (c) M. insperatus, (d) C. mohri, dan (e) O. javanicus (perbesaran 100 kali)

Gambar 5 Rayap yang ditemukan dari famili Rhinotermitidae (a) S. javanicus (mayor), (b) S. javanicus (minor), dan (c) C.curvignathus

(perbesaran 100 kali)

Spesies rayap dari famili Termitidae lebih mendominasi jika dibandingkan dengan jenis rayap dari famili Rhinotermitidae yaitu 4 spesies berbanding 2 spesies. Rayap yang diperoleh dari lapangan dari famili Termitidae lebih banyak yaitu berjumlah 46 (kumulatif 4 spesies) atau 79.31% sedangkan rayap dari famili Rhinotermitidae memiliki jumlah yang lebih sedikit saat ditemukan di lapang yaitu 12 (kumulatif dari 2 spesies) atau 20.69% (Tabel 2). Famili Termitidae merupakan kelompok rayap tingkat tinggi yang mempunyai jumlah 3/4 dari jumlah seluruh rayap (Nandika et al. 2003). Sedangkan pada rayap tingkat rendah

a b c

d e

memiliki famili lebih banyak (Rhinotermitidae, Serritermitidae, Kalotermtidae, Archotermopsidae, Hodotermtidae, Stolotermitidae, Kalotermitidae, dan Mastotermitidae) namun jumlahnya di lapangan lebih sedikit jika dibandingkan dengan kelompok rayap tingkat tinggi.

Tarumingkeng (1971) mendeskripsikan jenis rayap berdasarkan lokasi bersarangnya, famili Termitidae merupakan jenis rayap yang bersarang di dalam tanah terutama berdekatan dengan bahan organik yang mengandung selulosa. Contoh rayap dari famili Termitidae yang umum menyerang bangunan adalah M. gilvus, M. insperatus, dan O. javanicus. Jenis-jenis rayap ini mampu menyerang objek yang berjarak hingga 200 m dari sarangnya. Famili Rhinotermitidae merupakan jenis rayap subteranean yang umumnya hidup di dalam tanah yang banyak mengandung bahan organik yang telah mati atau membusuk, kayu yang telah mati maupun yang masih hidup. Jenis rayap subteranean yang banyak merusak bangunan adalah jenis C. curvignathus dan S. javanicus. Perilaku rayap ini hampir mirip dengan rayap tanah M. gilvus, tetapi berbeda dalam kemampuan untuk bersarang di dalam kayu yang diserangnya.

Tabel 2 Jenis dan jumlah rayap yang ditemukan dari lapangan

Famili Jumlah Termitidae M. gilvus 12 M. insperatus 15 C. mohri 5 O. javanicus 14 Rhinotermtidae S. javanicus 7 C. curvignathus 5 total 58

Jenis rayap yang ditemukan di lapangan merupakan jenis-jenis rayap yang berpotensi merusak bangunan kecuali rayap jenis C. mohri yang merupakan rayap tanah yang potensi merusaknya kecil. Rayap tanah C. mohri merupakan rayap pemakan tanah yang sangat berpengaruh terhadap habitat. Tingkat gangguan dan kekayaan spesies rayap berkorelasi negatif terhadap kelimpahan dan kekayaan spesies rayap. Hasil penelitian Pribadi et al. (2011) tidak menemukan rayap pemakan tanah pada kawasan permukiman di lereng gunung Selamet, Jawa Tengah. Tidak ditemukan rayap pemakan tanah di area tersebut disebabkan oleh tingkat dispersal rayap yang rendah, sehingga kemampuannya untuk mengkolonisasi habitat sekitarnya tidak luas. Rayap pemakan tanah sangat sensitif dengan kawasan yang terganggu. Kondisi habitat yang ideal untuk jenis rayap pemakan tanah adalah hutan tropis yang rapat penutupan tajuknya (Eggleton et al.

2002).

Berbeda dengan spesies C. mohri, rayap spesies M. gilvus mempunyai potensi merusak bangunan yang tinggi. Menurut Tarumingkeng (1971) M. gilvus

adalah spesies yang banyak ditemukan di permukiman. M. gilvus mempunyai potensi merusak yang tinggi. Spesies rayap M. gilvus juga banyak ditemukan di

permukiman dengan tingkat gangguan yang tinggi dan termasuk ke dalam kawasan yang terbuka.

Hubungan Antara Spesies Rayap yang Ditemukan di Beberapa Tipe Habitat Setiap spesies rayap mempunyai perilaku yang berbeda-beda. Aktivitas rayap sangat tergantung pada habitat yang ditempatinya karena perilaku dasar rayap dalam mencari makan untuk koloninya. Selain itu, keberadaan rayap juga dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu tipe tanah, tipe vegetasi, dan persentase tajuk pohon sebagai naungan.

Tabel 3 Hubungan antara spesies rayap yang ditemukan dengan karakteristik habitatnya

Jenis rayap pH tanah Jenis Tanah Vegetasi penutup Persentase naungan Termitidae M. gilvus 4, 5, 6 1 1, 3, 4, 5 1, 2, 3, 4 M. insperatus 4, 5, 6 1 1, 2, 3, 4, 5, 6 1, 2, 3, 4 O. javanicus 4, 5, 6 1, 2 1, 2, 3, 4, 5, 7 1, 2, 3, 4 C. mohri 4, 5 1 1, 4, 5 2, 3, 4 Rhinotermitidae S. javanicus 5 1 1, 4, 5 1, 2, 3, 4 C. curvignathus 5 1 1, 4, 5 1, 3, 4

Keterangan: Jenis tanah (1: Latosol, 2: Regosol), vegetasi penutup tanah (1: A. compressus, 2: A. gangetica, 3: S. plicata, 4: C. lappacea, 5: C. aridus, 6: D. adscendens, 7: Pannicum sp.), dan persentase naungan (1: 0-25%, 2: 25-50%, 3: 51-75%, dan 4: 76-100%)

Hasil Pengamatan Tanah

Kampus IPB Dramaga dengan luas + 270 ha mempunyai jenis tanah latosol dan regosol (Gambar 6). Tanah latosol dicirikan dengan tanah yang banyak mengandung zat besi dan aluminium. Tanah ini berwarna merah hingga kuning, sehingga sering disebut tanah merah. Tumbuhan yang dapat hidup di tanah latosol antara lain seperti padi, palawija, sayuran, buah-buahan, karet, cengkih, cokelat, kopi, dan kelapa sawit. Sedangkan tanah regosol adalah tanah berbutir kasar dan berasal dari material gunung api. Tanah regosol berupa tanah aluvial yang baru diendapkan. Material jenis tanah ini berupa abu vulkan dan pasir vulkan. Tanah regosol sangat cocok ditanami padi, tebu, palawija, tembakau, dan sayuran. Tanah yang dijadikan tempat pengambilan contoh diuji tingkat keasamannya, rata-rata pH tanahnya di bawah 7 (Tabel 4).

Hubungan spesies rayap dengan pengamatan parameter tanah yaitu pada semua jenis rayap ditemukan pada pH 5 dan tipe tanah latosol (Tabel 3). Famili Termitidae sebagian besar ditemukan pada tingkat keasaman tanah 4, 5, dan 6. Hanya pada jenis C. mohri yang tidak ditemukan pada pH tanah 6. Famili Rhinotermitidae hanya ditemukan pada tingkat keasaman 5 dengan jenis tanah latosol. Pada tanah regosol hanya ditemukan jenis rayap O. javanicus sedangkan jenis rayap yang lain tidak ditemukan pada jenis tanah tersebut.

Tanah bagi rayap merupakan tempat hidup dan dapat melindungi rayap dari suhu dan kelembaban yang sangat ekstrim (Nandika et al. 2003). Keberadaan dari rayap tersebut dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah karena kemampuan dalam mencerna bahan organik menjadi hara yang dibutuhkan oleh makluk hidup lain seperti tumbuhan. Umumnya rayap menyukai tipe tanah yang mengandung liat seperti tanah latosol karena memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Kawasan IPB yang menjadi lokasi pengambilan contoh sebagian besar bertipe tanah latosol dengan tingkat keasaman 4 sampai 6. Hanya dua lokasi yang bertipe tanah regosol yaitu Agrimart dan Masjid Al-Hurriyyah dengan tingkat keasaman mencapai 6 (Tabel 4).

Tabel 4 Lokasi, pH, dan jenis tanah di lapangan

No Lokasi Tanah

pH Jenis tanah 1 Agrimart, Kebun Masjid Al-Hurriyyah 6 Regosol

(hitam) 2 Perumahan Dosen, halaman kandang FAPET,

Halaman belakang FKH

4 Latosol (coklat merah) 3 Kebun kakao Cikabayan, kebun kelapa sawit

Cikabayan, kebun karet Rektorat, kebun karet FPIK, arboretrum ARL

5 Latosol (coklat merah) 4 Kebun sengon Rektorat, gladiator, halaman

parkiran FEMA, halaman perpustakaan LSI

6 Latosol (coklat merah)

Gambar 6 Jenis tanah (a) regosol (hitam) (b) latosol (coklat)

Hasil Pengamatan Vegetasi Penutup Tanah

Vegetasi penutup tanah berpengaruh terhadap tipe tanah sehingga keanekaragaman jenis rayap yang ada juga akan berpengaruh. Semakin banyak vegetasi penutup tanah menjadi indikator bahwa tanah tersebut subur dan kaya akan bahan organik. Rayap tanah dan subterranean lebih menyukai kondisi habitat yang ideal dengan suhu dan kelembaban stabil jika dibandingkan dengan kondisi lahan terbuka dengan iklim mikro ekstrim yang akan mempengaruhi mikrohabitat

di sekitarnya. Vegetasi penutup tanah mempengaruhi perilaku rayap. Adanya vegetasi penutup tanah akan membuat iklim mikro yang lebih stabil di atas tanah sehingga kelembaban akan terjaga. Sistem penutupan tanah akan menguntungkan terhadap perilaku rayap, yaitu akan meningkatkan siklus kelembaban dan stabilitas fisik tanah. Vegetasi penutup tanah juga menjadi penghalang (barier) agar tekstur tanah tidak tereduksi menjadi homogen dan mengurangi aliran permukaan tanah akibat hujan (Lamaourex et al. 2012).

Dominansi vegetasi penutup tanah yang diamati banyak ditemukan dari jenis gulma (Tabel 5). Gulma merupakan tanaman yang tumbuh sendiri tanpa bantuan manusia yang secara langsung maupun tidak langsung bersaing untuk mendapatkan unsur hara dengan tanaman budidaya sehingga keberadaannya mengganggu dan merugikan bagi tanaman budidaya. Jenis gulma yang ditemukan yaitu Axonopus compressus, Asystasia gangetica, Setaria plicata, Centhotheca lappacea, Cyslosorus aridus, Digitaria ascendens, dan Panicum sp.

Tabel 5 Jenis-jenis vegetasi penutup tanah di lapangan No Vegetasi

penutup tanah Lokasi pengamatan

1 A. compressusa Kebun Masjid Al-Hurriyyah, kebun kakao Cikabayan, kebun kelapa sawit Cikabayan, halaman belakang FKH, kebun karet Rektorat, arboretrum ARL, gladiator, halaman parkiran FEMA

2 A. gangetica Agrimart, perumahan dosen, kebun sengon Rektorat

3 S. plicata Kebun kelapa sawit Cikabayan, halaman

perpustakaan LSI

4 C. lappacea Kebun kelapa sawit Cikabayan, kebun karet FPIK, 5 C. aridusa Kebun karet Rektorat, kebun karet FPIK

6 D. adscendensa Kebun sengon Rektorat 7 Pannicum sp. Agrimart 2

Keterangan: apopulasinya mendominasi pada kawasan tersebut

Hubungan antara Jenis rayap yang ditemukan dengan vegetasi penutup tanah, sebagian besar didominasi oleh gulma A. compressus, C. lappacea,dan C. aridus. Sebagian besar jenis rayap ditemukan pada lokasi yang mempunyai dominansi vegetasi penutup tanahnya dari ketiga gulma tersebut. Jenis rayap M. insperatus dan O. javanicus ditemukan pada vegetasi yang hampir sama, bedanya hanya pada satu jenis gulma saja yaitu M. insperatus ditemukan pada gulma D. adscendens sedangkan O. javanicus tidak ditemukan pada gulma tersebut tetapi ditemukan pada dominansi gulma Pannicum sp. (Tabel 4).

Vegetasi penutup tanah yang didominasi oleh gulma tersebut banyak tersebar di seluruh kawasan IPB. Gulma mempunyai kemampuan dispersi yang tinggi, selain itu mempunyai kemampuan mengkolonisasi kawasan yang cukup luas. Hal tersebut membuat gulma mampu tumbuh pada beberapa kawasan. Jenis gulma A. compressus merupakan gulma yang memiliki ciri dengan daya dispersi dan kolonisasi yang tinggi. Gulma ini banyak ditemukan di beberapa kawasan karena kemampuan adaptasinya yang tinggi terhadap cekaman lingkungan. Gulma

yang mampu bertahan pada cekaman lingkungan yang tinggi merupakan gulma yang berbahaya untuk tanaman budidaya karena akan sangat merugikan dalam persaingan unsur hara. Jenis gulma C. aridus merupakan gulma jenis paku-pakuan yang hidup di hutan belantara. Kemampuan hidupnya bergantung pada kondisi iklim mikro di sekitarnya. Iklim mikro yang cocok seperti kelembaban tinggi dan suhu rendah akan mendukung kehidupannya. Gulma jenis paku-pakuan ini banyak ditemukan di kawasan perkebunan karet karena pohon karet mempunyai tajuk yang tinggi sehingga akan membuat iklim mikro di bawahnya menjadi stabil. Karakterisitik gulma ini adalah bentuk daun yang lebar, daun berwarna hijau muda sampai tua dan tingginya dari 20-70 cm (Gambar 7). Kemudian jenis gulma

D. ascendens merupakan jenis gulma jenis rumput-rumputan yang banyak tumbuh di perkebunan sengon Rektorat. Dominansinya meluas pada kawasan perkebunan tersebut. Gulma lain yang ditemukan antara lain A. gangetica, S. plicata, C. lappacea, dan Pannicum sp.. Gulma-gulma tersebut mempunyai dominansi yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis D. adscendens.

Gulma merupakan tanaman yang sering merugikan tanaman budidaya, tetapi di sisi lain gulma yang menjadi tanaman penutup tanah yang mempunyai peranan penting dalam mengurangi aliran permukaan pada saat hujan. Hujan yang turun dan jatuh ke tanah akan menyebabkan erosi tanah, tetapi dengan adanya pengikatan tanah oleh gulma menyebabkan aliran permukaan yang membawa tanah tidak akan terjadi. Selain itu pengikatan tanah oleh gulma akan membuat iklim mikro di dalam tanah menjadi stabil karena tanah tidak langsung tersinari oleh matahari secara langsung. Iklim mikro tanah yang stabil akan meningkatkan mikrofauna, sehingga akan mendukung kehidupan rayap dengan ketersediaan makanan dan kondisi habitat yang stabil.

Gambar 7 Gulma yang ditemukan di lapangan (a) A. compressus , (b) C. aridus

Hasil Pengamatan Persentase Naungan

Rayap tanah banyak ditemukan di lapangan karena kawasan IPB masih terdapat banyak kawasan yang belum terbuka atau terganggu habitatnya. Keberadaan rayap di lapangan sangat berpengaruh terhadap habitat sekitar. Hutan primer, perkebunan, dan permukiman secara berurutan merupakan daerah yang tidak terganggu hingga yang paling terganggu. Tingkat gangguan habitat didasarkan pada intensitas aktivitas manusia terhadap habitat tersebut. Semakin intensif penggunaan lahan oleh manusia maka habitat tersebut akan semakin terganggu. Kawasan dengan celah (gap) penutup tanah, semakin lahan itu terbuka maka lahan tersebut akan semakin terganggu. Jenis rayap yang ditemukan

sebagian besar pada lokasi dengan tingkat persentase naungan 51-100% (Tabel 4) atau tingkat naungan yang tinggi (Gambar 8).

Semakin tinggi persentase naungan maka akan semakin banyak jumlah rayap yang ditemukan (Gambar 9). Persentase naungan rendah (0-25%) rata-rata jumlah rayap yang ditemukan sedikit dan didominasi oleh rayap O. javanicus. Rayap jenis O. javanicus ditemukan sebanyak 6 ekor pada kondisi naungan yang rendah. Hal ini dikarenakan rayap dari spesies O. javanicus. mempunyai kemampuan mengkolonisasi habitat yang tinggi pada tingkat gangguan yang tinggi. Berbeda dengan jenis rayap lain yang ditemukan yang relatif sedikit ditemukan pada naungan yang rendah.

Rata-rata semakin tinggi naungan semakin banyak jenis rayap yang ditemukan. Persentase naungan sedang (26-50%) hanya ditemukan 4 jenis rayap dan mempunyai jumlah yang berbeda pada setiap spesies rayap. Persen naungan tinggi (51-75%) dan naungan yang sangat tinggi (76-100%) ditemukan 6 jenis rayap. Pada naungan tinggi rayap yang ditemukan relatif sama yaitu pada kisaran 2, 3, dan 4. Berbeda pada naungan yang sangat tinggi, jenis rayap yang ditemukan ada 6 ekor tetapi jumlah rayap yang ditemukan berbeda-beda. Jenis rayap yang mendominasi pada naungan sangat tinggi yaitu oleh rayap jenis M. gilvus dan M. insperatus.

Persentase naungan sangat berpengaruh terhadap jumlah individu dan jumlah jenis rayap yang ditemukan. Semakin tinggi naungan semakin banyak jenis rayap yang ditemukan, tetapi jumlah individu rayap yang ditemukan relatif stabil pada naungan yang tinggi (51-75%) dibandingkan naungan yang sangat tinggi (76-100%). Hal ini disebabkan oleh kondisi naungan yang mempunyai iklim mikro relatif stabil sehingga lebih disukai oleh rayap. Iklim mikro yang relatif stabil akan meningkatkan mikrofauna tanah yang akan mendukung kehidupan rayap.

Lokasi yang menjadi tempat pengamatan mempunyai persentase naungan yang berbeda-beda. Lokasi dengan naungan 0-25% (naungan rendah) yaitu halaman parkiran FEMA, halaman parkiran FEM, halaman perpustakaan LSI, masjid Al-Hurriyyah, perumahan Dosen, dan halaman kandang FAPET; lokasi dengan persentase naungan 26-50% (naungan sedang) yaitu kebun sengon Rektorat dan Belakang FKH; persentase naungan 51-75% (naungan tinggi) yaitu kebun karet Rektorat dan Arboretrum ARL; sedangkan persentase naungan 76- 100% (naungan sangat tinggi) yaitu kebun karet FPIK, kebun kakao Cikabayan, dan kebun sawit Cikabayan. Semakin besar persentase naungan berkorelasi positif dengan jumlah rayap yang ditemukan (Tabel 6). Kawasan dengan gap atau celah yang kecil sangat berpengaruh terhadap ketersediaan mikrohabitat yang sangat mendukung kehidupan rayap (Jones et al. 2003).

Kawasan dengan naungan yang lebih kecil akan menyebabkan sinar matahari akan langsung mengenai tanah. Hal ini akan meningkatkan iklim mikro yang ekstrim dalam tanah, sehingga suhu dan kelembaban tanah akan meningkat. Suhu dan kelembaban tanah yang tidak stabil menyebabkan mikrofauna tanah akan menjauh dan mencari lokasi dengan kondisi suhu dan kelembaban yang lebih stabil. Mikrohabitat yang terganggu akan berpengaruh juga terhadap aktivitas makan rayap. Tanah yang menjadi tempat hidup berbagai mikrofauna menjadi tidak sesuai untuk ditempati lagi. Rayap tanah akan semakin menghindari

kawasan yang terbuka dan akan mencari kawasan dengan kondisi habitat yang lebih stabil.

Gambar 8 Hubungan persentase naungan dengan jumlah rayap yang ditemukan

Penurunan keanekaragaman spesies rayap selain disebabkan oleh naungan yang lebih kecil, juga disebabkan oleh adanya sistem budidaya monokultur. Di utara Australia, keanekaragaman jenis semut di savana lebih sedikit jika dibandingkan di daerah hutan hujan, hal ini karena hutan hujan mempunyai komposisi penyusun pepohonan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan savana (Andersen et al. 2008). Sistem budidaya monokultur akan menurunkan komunitas rayap di dalamnya karena mikrohabitat pendukung rayap kurang beragam. Semakin kompleks penyusun suatu ekosistem maka akan semakin beragam jenis organisme yang akan ditemui. Pada sistem monokultur, ketersedian sumber makanan melimpah untuk komunitas rayap tetapi mempunyai keragaman jenis makanan yang lebih sedikit dibandingkan dengan di kawasan hutan yang mempunyai beragam jenis pohon.

Kebun karet, kebun sawit, kebun sengon, dan kebun kakao merupakan suatu kawasan dengan sistem budidaya yang monokultur. Pada sistem budidaya monokultur rayap yang ditemukan tidak terlalu beragam jika dibandingkan dengan jenis rayap yang ditemukan di kawasan hutan dengan tingkat gangguan dan komposisi penyusun yang beragam (Jones et al. 2003). Kawasan IPB yang dulunya masih banyak pohon-pohon hutan sekarang lebih banyak permukiman dan perkebunan, sehingga jenis yang monokultur akan berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis rayap yang ditemukan.

0 1 2 3 4 5 6 7 0-25 26-50 51-75 76-100 Ju m la h ra y ap (e kor) Persentase naungan (%) Macrotermes gilvus Odontotermes javanicus Microtermes insperatus Capritermes mohri Coptotermes curvignathus Schedorhinotermes javanicus

Tabel 6 Kawasan dengan berbagai naungan

Lokasi Jumlah rayap (ekor) Persentase naungan (%)

Halaman parkiran FEMA 2 15 a

Halaman parkiran FEM 1 15 a

Agrimart 1 20 a

Halaman perpustakaan LSI 1 20 a

Masjid Al Huriyyah 1 25 a

Perumahan Dosen 1 15 a

Halaman kandang FAPET 3 10 a

Kebun karet Rektorat 9 70 c

Kebun sengon Rektorat 2 50 b

Gladiator 1 60 c

Kebun kakao Cikabayan 4 85 d

Kebun sawit Cikabayan 6 80 d

Kebun karet FPIK 7 80 d

Belakang FKH 7 45 b

Arboretrum ARL 6 60 c

Keterangan: persentase naungan a = 0-25%, b =26-50%, c = 51-75%, dan d = 76-100%

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Simbion dari Saluran Pencernaan Rayap

Isolasi Bakteri Simbion dari Saluran Pencernaan Rayap

Rayap yang diperoleh dari lapangan kemudian diektraksi untuk mendapatkan bakteri simbionnya. Bakteri simbion diisolasi dari saluran pencernaan rayap bagian belakang (proktodeum) dan diperoleh jenis-jenis koloni yang ditemukan (Gambar 9). Jenis-jenis koloni yang ditemukan kemudian dipisahkan untuk mendapatkan koloni tunggalnya. Hal ini untuk memudahkan dalam karakterisasi.

Gambar 9 Hasil isolasi bakteri simbion dari proktodeum (a) koloni sebelum dimurnikan (b) koloni setelah dimurnikan

Karakterisasi Bakteri Simbion dari Saluran Pencernaan Rayap

Menurut Bignell (2006) semua rayap mempunyai pencernaan belakang (proktodeum) yang berisi sebagian besar oleh mikroorganisme dalam sistem pencernaannya. Bentuk, ukuran, dan perbedaan tingkat pada proktodeum semua

bervariasi tergantung taksanya. Proktodeum merupakan bagian dari pencernaan yang paling belakang yang menjadi saluran terakhir. Proktodeum ini menjadi tempat akumulasi semua sari-sari makanan yang diproses dengan bantuan enzim selulase. Enzim selulase membantu menghancurkan selulosa yang dimakan oleh rayap. Enzim ini dikeluarkan oleh mikrob simbion yang ada di dalam proktodeum untuk mendegradasi selulosa dari kayu yang dimakan oleh rayap. Proporsi mikroorganisme di dalam proktodeum lebih besar dibandingkan dinding kutikula atau duri-duri (spines) yang menonjol pada lumen (Bignell 2000).

Pengamatan karakter pertama yaitu melihat hasil pengujian Gram dari pewarnaan Gram dan KOH 3%. Bakteri hasil pewarnaan termasuk dalam kelompok Gram positif ditunjukkan dengan perubahan sel bakteri menjadi ungu dan termasuk Gram negatif dengan perubahan warna sel menjadi merah. Hal ini didasarkan pada tebal atau tipisnya dinding sel penyusun dari bakteri. Dinding sel bakteri Gram positif lebih tebal dibandingkan dengan dinding sel bakteri Gram negatif. Pada pewarnaan crystal violet, pewarna primer tersebut akan masuk ke dalam dinding-dinding sel bakteri Gram positif hingga proses pewarnaan yang terakhir. Berbeda dengan bakteri Gram negatif, dinding selnya lebih tipis sehingga akan tercuci pada tahap degradasi warna oleh etanol 95% dan proses pewarnaan safranin (pewarna tandingan) dinding sel Gram negatif akan terwarnai menjadi merah. Sedangkan pada pengujian menggunakan metode KOH, indikatornya sama yaitu berdasarkan dinding sel. Kelompok bakteri Gram positif mempunyai dinding sel yang tersusun atas lapisan peptidoglikan yang tebal (lebih dari 50%), sedangkan pada dinding sel bakteri Gram negatif hanya berdinding tipis (sepasang membran, lapisan sitoplasma dan lapisan luar). Dinding sel penyusun bakteri Gram negatif yang tipis akan memudahkan dalam pelisisan dinding selnya.

Ditemukan dua jenis Gram pada kedua famili rayap yang diujikan yaitu Gram positif dan negatif. Dari total isolat yang diamati, jenis Gram positif lebih banyak ditemukan pada famili Termitidae, sedangkan famili pada Rhinotermitidae ditemukan lebih banyak jenis bakteri Gram negatif dari total isolat yang diamati. Rata-rata dari koloni semua spesies rayap dari Famili Termitidae, ditemukan jenis bakteri Gram positif yang lebih mendominasi dibandingkan bakteri Gram negatif. Sebaliknya dengan isolat dari spesies rayap dari Famili Rhinotermitidae yang lebih didominasi oleh bakteri Gram negatif dibandingkan dengan bakteri Gram positif (Tabel 7). Meskipun ada perbedaan pada kedua jenis bakteri, tetapi bakteri jenis Gram positif dan negatif mempunyai peranan yang hampir sama yaitu membantu dalam proses pendegradasian selulosa.

Pengujian Gram pada bakteri merupakan langkah awal sebelum proses idenfikasi bakteri selanjutnya. Sebanyak 37 isolat bakteri Gram positif dan 16 isolat Gram negatif dari isolat total kedua famili. Famili Termitidae mempunyai 34 isolat (24 isolat Gram positif dan 10 isolat Gram negatif) sedangkan famili Rhinotermitidae sebanyak 9 isolat (3 isolat Gram positif dan 6 isolat Gram negatif).

Pengamatan selanjutnya yaitu karakter bentuk dan pinggiran pada hasil isolasi bakteri simbion menunjukkan bahwa semua koloni yang ditemukan mempunyai bentuk bulat dengan pinggiran halus (Gambar 10). Proktodeum yang sudah diektraksi dari masing-masing spesies rayap tidak ditemukan bentuk dan pinggiran yang berbeda antara spesies rayap satu dengan yang lainnya. Pengamatan karakter selanjutnya adalah bentuk elevasi dari koloni bakteri

simbion. Bentuk elevasi dapat diamati jika dilihat dari permukaan samping (lateral). Hasil isolasi bakteri simbion diperoleh dua jenis elevasi yaitu berbentuk cembung dan kawah (Gambar 11).

Gambar 10 Morfologi koloni bakteri yang berbentuk bulat

Bentuk elevasi cembung umumnya terdapat pada semua koloni dari semua spesies rayap. sedangkan bentuk elevasi kawah hanya ditemukan pada spesies rayap M. gilvus, C. curvignathus, dan S. javanicus. Spesies M. gilvus hanya ditemukan satu koloni yang berbentuk kawah, sedangkan koloni lainnya berbentuk cembung. Spesies C. curvignathus ditemukan dua koloni yang mempunyai elevasi berbentuk kawah, sedangkan tiga koloni lainnya berbentuk cembung. Ditemukan satu koloni berbentuk elevasi kawah pada spesies S. javanicus, sedangkan tiga koloni lainnya berbentuk cembung (Tabel 7).

Gambar 11 Elevasi koloni bakteri hasil ekstraksi proktodeum (a) bentuk cembung

Dokumen terkait