METODE PENELITIAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Letak dan Kondisi Geografis
Provinsi Jawa Barat secara geografis, terletak di antara 5°50’ - 7°50’ LS dan 104°48’ - 108°48’ BT. Wilayah ini berbatasan dengan: Laut Jawa, Provinsi Banten, serta DKI Jakarta di sebelah utara; Provinsi Jawa Tengah di sebelah timur; Samudera Hindia di sebelah Selatan; dan Provinsi Banten di sebelah barat.
Wilayah Jawa Barat tercatat seluas 34.816,96 ha. Wilayah daratan dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di bagian selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut (dpl), wilayah lereng bukit yang landai di tengah dengan ketinggian 100-1.500 m dpl, dan wilayah dataran rendah di utara dengan ketinggian 0-10 m dpl. Provinsi Jawa Barat memiliki panjang pantai 805 km yang terbagi atas pantai utara sepanjang 428 km dan pantai selatan sepanjang 377 km. Luas wilayah laut di Provinsi Jawa Barat sekitar 16.450 km2 yang terdiri atas wilayah laut utara (Laut Jawa) 8.746 km2 dan wilayah laut selatan (Samudera Hindia) 7.704 km2.
Secara administratif, Provinsi Jawa Barat terdiri atas 17 kabupaten dan sembilan kota dengan 592 kecamatan, 5.201 desa, dan 609 kelurahan. Dari 17 kabupaten tersebut sebanyak 11 kabupaten/kota merupakan kabupaten pesisir, enam kabupaten di pantai utara dan lima kabupaten di pantai selatan. Kabupaten pesisir di pantai utara adalah: Kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang, Bekasi, dan Kota Cirebon. Sedangkan kabupaten pesisir di pantai selatan teridiri dari Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis.
Lokasi penelitian terdiri dari empat kecamatan yang berada di empat kabupaten, yaitu Kecamatan Gebang (Kabupaten Cirebon), Kecamatan Kandanghaur (Kabupaten Indramayu), Kecamatan Pelabuhanratu (Kabupaten Sukabumi), dan Kecamatan Pangandaran (Kabupaten Ciamis). Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Kondisi geografis serta batas wilayah setiap kecamatan yang menjadi lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa jarak lokasi penelitian dengan ibu kota kabupaten relatif jauh, kecuali Pelabuhanratu yang sekaligus merupakan ibu kota Kabupaten Sukabumi. Akses untuk menjangkau Kecamatan Gebang dan Kandanghaur sangat mudah, karena kedua kecamatan ini terletak di jalur utama
pantura dan dilewati jalan negara. Demikian halnya dengan dengan dua lokasi yang berada di pansela, karena kedua lokasi tersebut merupakan daerah wisata bahari yang sudah cukup terkenal.
Tabel 9 Kondisi geografis serta batas wilayah adminsitratif kecamatan lokasi penelitian
No. Uraian Kecamatan
Gebang Kandanghaur Pelabuhanratu Pangandaran 1. Letak geografis (kabupaten) 6°30’-7°00’ LS dan 108°40’ - 108°48’ BT 6°15’-6°40’ LS dan 107°51’ - 108°36’ BT 5°50’-7°50’ LS dan 104°48’ - 108°48’ BT 7°41’-7°50’ LS dan 104°48’ - 108°48’ BT 2. Luas wilayah (Ha) 3.168,0 7.933,2 10.287,9 5.329,7 3. Batas wilayah:
‐ Utara Laut Jawa Laut Jawa Kecamatan
Cikidang Kecamatan Kalipucang ‐ Selatan Kecamatan Babakan Kecamatan Gabuswetan dan Bongas Kecamatan Simpenan Samudera Hindia ‐ Barat Kecamatan
Pangenan Kecamatan Patrol Cikakak dan Kecamatan Samudera Hindia Kecamatan Sidamulih dan Teluk Parigi ‐ Timur Kecamatan Pabedilan dan Losari Kecamatan
Losarang Bantargadung Kecamatan Kecamatan Kalipucang dan Teluk Pangandaran 4. Jarak ke : ‐ Ibu kota kabupaten 36 km 31 km 0 km 89 km ‐ Ibu kota provinsi 156 km 151 km 158 km 211 km 5. Jumlah desa/
kelurahan 13 desa 13 desa
8 desa dan 1
kelurahan 15 desa
Sumber: BPS Kabupaten Cirebon (2008), BPS Kabupaten Indramayu (2008), BPS Kabupaten Sukabumi (2008), BPS Kabupaten Ciamis (2008).
Akses ke Pelabuhanratu dapat ditempuh melalui jalan darat dari Kota Sukabumi, sedangkan Pangandaran dapat ditempuh dengan menggunakan jalan darat dari Ciamis melalui Kota Banjar. Perjalanan dari Kota Ciamis dapat ditempuh dalam waktu dua jam dengan menggunakan mobil. Sesuai dengan kontur di pesisir selatan yang berupa pegunungan, maka jalan menuju kedua lokasi tersebut naik turun dan berliku-liku.
Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk
Jumlah penduduk. Penduduk Provinsi Jawa Barat berdasarkan Sensus Penduduk (SP) Tahun 2000 berjumlah 35.500.611 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.022 jiwa per km2. Laju pertumbuhan penduduk selama Tahun 1990 - 2000 mencapai angka 2,17 persen. Berdasarkan Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada Tahun 2007, jumlah penduduk Jawa Barat menjadi 41,483,729 jiwa. Dengan demikian rataan pertumbuhan penduduk selama tujuh tahun tersebut 2,25 persen per tahun.
Sementara itu penduduk Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon pada Tahun 2007 berjumlah 60.794 jiwa, penduduk Kecamatan Kandanghaur sebanyak 85.318 jiwa, Kecamatan Pelabuhanratu 93.989 jiwa, dan Kecamatan Pangandaran sebanyak 49.480 jiwa. Kecamatan yang paling banyak penduduknya adalah Kecamatan Pelabuhanratu. Sedangkan kecamatan yang paling sedikit penduduknya adalah Kecamatan Pangandaran.
Jika dikaitkan dengan luas wilayah, ternyata kecamatan di pantura terlihat lebih padat dibandingkan dengan kecamatan di pansela. Adapun kepadatan penduduk keempat kecamatan yang menjadi lokasi penelitian masing-masing adalah: Kecamatan Gebang 1.919 jiwa/km2, Kandanghaur 1.075 jiwa/km2, Pelabuhanratu 913 jiwa/km2, dan Pangandaran 944 jiwa/km2. Dengan demikian, Kecamatan Gebang merupakan wilayah yang paling padat penduduknya dan Kecamatan Pelabuhanratu merupakan kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk paling rendah.
Agama. Sebagian besar penduduk (lebih dari 99 persen) di seluruh wilayah kecamatan lokasi penelitian memeluk Agama Islam. Di Kecamatan Gebang dan Kandanghaur tidak terdapat pemeluk Agama Hindu. Sementara itu di Kecamatan Pelabuhanratu tidak tercatat adanya pemeluk Agama Katholik dan Budha. Sedangkan di Kecamatan Pangandaran, penduduknya memeluk beragam agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katholik, Budha, dan Hindu.
Keberagaman agama yang dipeluk oleh penduduk di Kecamatan Pangandaran terkait dengan keberadaan wilayah ini sebagai daerah tujuan wisata yang cukup terkenal baik di kalangan wisatawan domestik maupun internasional. Dengan kondisi ini maka Pangandaran merupakan daerah yang sangat terbuka terhadap pengaruh dari pihak luar.
Mata pencaharian. Masyarakat di kecamatan lokasi penelitian memiliki mata pencaharian yang beragam. Tabel 10 memperlihatkan bahwa di dua
kecamatan pantura (Gebang dan Kandanghaur) proporsi penduduk terbesar adalah buruh tani, kemudian diikuti oleh nelayan. Di Gebang, penduduk yang memiliki profesi sebagai nelayan cukup banyak, yaitu 34,26 persen. Sedangkan di Kandanghaur, nelayan hampir 20 persen.
Tabel 10 Persentase penduduk berdasarkan agama, mata pencaharian, dan tingkat pendidikan di lokasi penelitian menurut kecamatan, Tahun 2007
Uraian Kecamatan
Gebang Kandanghaur Pelabuhanratu Pangandaran 1. Agama (%) a. Islam 99,5 99.61 99,42 99,53 b. Katolik 0,3 0.04 - 0,15 c. Protestan 0,2 0.34 0,33 0,24 d. Hindu - - 0,25 0,02 e. Budha 0,02 0.01 - 0,06 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 2. Mata pencaharian (%) a. Petani 7,2 13,38 17,8 21,19 b. Nelayan 34,3 19,76 6,7 2,18 c. Pedagang 5,5 5,92 13,2 52,02 d. Pengusaha 1,3 0,62 1,2 2,12 e. Pengrajin 0,9 - - 0,95 f. Buruh 49,1 26,29 11,9 - g. PNS 1,2 0,93 5,2 0,39 h. ABRI 0,2 0,22 - 0,07 i. Pensiunan 0,2 0,30 1,7 0,50 j. Peternak 0,3 n.a 41,8 13,98 k. Lain-lain - 24,80 - - Jumlah 100,0 100,00 100,00 100,00 3. Tingkat pendidikan (%)
a. Buta huruf arab 8,04 t.a.d t.a.d t.a.d
b. Buta huruf latin 8,15 t.a.d 0,72 t.a.d
c. Belum sekolah 16,60 t.a.d 21,65 55,81
d. Tidak tamat SD 15,71 t.a.d 9,90 16,95
e. Tamat SD/sederajat 27,88 t.a.d 45,37 0,04
f. Tamat SLTP 11,40 t.a.d 14,34 6,29
g. Tamat SLTA 9,03 t.a.d 7,57 19.67
h. Perguruan tinggi 2,55 t.a.d 0,45 1,24
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Keterangan: t.a.d = tidak ada data
Sumber: Monografi Kecamatan Gebang (2008), Kandanghaur (2008), Pelabuhanratu (2008), dan Pangandaran (2008)
Berbeda dengan Kecamatan Gebang dan Kandanghaur, meskipun Pelabuhanratu dan Pangandaran juga memiliki aktivitas perikanan laut cukup besar, namun secara keseluruhan persentase penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan tidak sampai 10 persen. Berdasarkan data
monografi kecamatan, sebagian besar penduduk Kecamatan Pelabuhanratu memiliki mata pencaharian sebagai peternak. Sementara itu di Kecamatan Pangandaran sebagian besar bermata pencaharian sebagai pedagang.
Pendidikan. Tingkat pendidikan masyarakat merupakan salah indikator keberhasilan pembangunan di suatu daerah atau negara. Dilihat dari proporsi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, terlihat bahwa pendidikan masyarakat di kecamatan-kecamatan yang menjadi lokasi penelitian masih rendah. Bahkan masih ada penduduk yang buta huruf atau tidak mengenyam pendidikan formal sama sekali.
Sebagian besar penduduk masih berpendidikan sampai tingkat sekolah dasar (SD). Data tersebut juga menunjukkan bahwa program wajib belajar 9 tahun belum sepenuhnya berhasil. Hal ini terlihat dari masih banyak terdapat siswa putus sekolah sebelum menamatkan jenjang pendidikan SLTP. Kondisi ini juga akan mempengarui indeks pendidikan, terutama dalam hal lama sekolah.
Prasarana dan Sarana
Salah satu faktor yang mempengaruhi kelancaran pembangunan di berbagai bidang adalah ketersediaan prasaran dan sarana. Namun demikian, ketersediaan tanpa adanya pemanfaatan prasarana dan sarana tersebut belum dapat menjamin keberhasilan pembangunan. Menurut Adisasmito (2007) dan Widaningrum (2003) tingkat pemanfaatan (aksesibilitas) masyarakat terhadap prasarana dan sarana kesehatan sangat berpengaruh terhadap status kesehatan masyarakat.
Prasarana dan sarana yang disampaikan dalam penelitian ini terdiri dari prasaran pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan ekonomi. Dari keempat kecamatan lokasi penelitian, Kecamatan Pelabuhanratu memiliki prasarana pendidikan yang paling lengkap (Tabel 11). Hal ini tentunya sangat wajar mengingat Pelabuhanratu merupakan ibu kota Kabupaten Sukabumi.
Berbeda dengan Pelabuhanratu, Kecamatan Gebang merupakan daerah yang pailing sedikit memiliki prasarana pendidikan. Sekolah menengah tingkat atas yang ada di Kecamatan Gebang hanya ada satu sekolah yaitu sekolah menengah kejuruan (SMK).
Ketersediaan prasarana pendidikan di suatu wilayah tentunya akan memudahkan masyarakatnya untuk mengakses pendidikan. Dengan demikian diharapakn tingkat pendidikan masyarakat akan dapat meningkat. Sebaliknya
ketidaktersediaan prasarana pendidikan di suatu wilayah akan menyulitkan masyarakat untuk mengakses pendidikan, terutama bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah, karena untuk mengakses pendidikan memerlukan biaya transportasi.
Tabel 11 Jumlah prasarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan perekonomian di lokasi penelitian menurut kecamatan, Tahun 2007
Jenis sarana prasarana Gebang Kandanghaur Pelabuhanratu Pangandaran Kecamatan 1. Prasarana Pendidikan a. TK 4 11 26 13 b. SD 44 38 50 36 c. SLTP 5 6 25 6 d. SLTA 0 5 11 5 e. Akademi/PT 3 -
2. Prasarana dan sarana Kesehatan: a. Rumah sakit - - 1 - b. Puskesmas 1 2 2 1 c. Puskesmas Pembantu 3 2 4 2 d. Balai pengobatan 1 1 1 1 e. Poliklinik 1
f. Apotek /toko obat 2 3 5 11
g. Posyandu 68 91 t.a.d 47
h. Dokter 2 3 5 6
i. Bidan 14 15 10 14
j. Mantri Kesehatan t.a.d t.a.d 17 7
k. Dukun sunat 1 t.a.d t.a.d 11
l. Dukun bayi terlatih 28 t.a.d 50 67
3. Prasarana Peribadatan: a. Mesjid 23 26 156 83 b. Mushola 105 157 265 123 c. Gereja Kristen - 3 4 2 d. Gereja Katholik - 1 1 1 e. Vihara 1 - - - 4. Prasarana Perekonomian: a. Pasar Kabupaten 0 1 1 0 b. Pasar Desa 1 2 1 1 c. Bank t.a.d 3 5 7
d. LKM/BPR t.a.d 2 t.a.d t.a.d
e. Koperasi 16 1 4 18
f. KUD 2 4 1 3
g. Pasar ikan 1 - 1 1
h. Toko/kios/warung 1.727 t.a.d 262 t.a.d
Sumber: Monografi Kecamatan Gebang (2008), Kandanghaur, Pelabuhanratu (2008), dan Pangandaran (2008)
Prasarana kesehatan yang paling lengkap juga terdapat di Kecamatan Pelabuhanratu. Di Pelabuhanratu telah terdapat rumah sakit umum, sedangkan di kecamatan lain belum ada. Hal ini dapat dimengerti mengingat Pelabuhanratu merupakan ibu kota Kabupaten Sukabumi yang tentunya menjadi rujukan bagi para penduduk di kabupaten tersebut.
Prasarana peribadatan yang terdapat di lokasi penelitian sesuai dengan agama yang banyak dianut oleh penduduknya. Oleh karena sebagian besar penduduk beragama Islam, maka prasarana peribadatan yang terbanyak juga untuk pemeluk Islam, yaitu masjid dan musholla (langgar). Meskipun demikian, selain masjid dan musholla, di lokasi penelitian juga terdapat prasarana peribadatan untuk agama lain (Kristen Protestan dan Katholik), yaitu gereja. Khusus untuk Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, tidak terdapat gereja di sana, namun terdapat vihara yang merupakan satu-satunya vihara di Kabupaten Cirebon.
Program Peningkatan Kesejahteraan
Berbagai program peningkatan kesejahteraan atau penanggulangan kemiskinan telah diluncurkan di Provinsi Jawa Barat termasuk untuk wilayah pesisir. Beberapa program merupakan program nasional dan sebagian yang lain merupakan program yang khusus dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, bahkan terdapat program yang dibiayai dari anggaran belanja pemerintah kabupaten/kota.
Menurut Bapeda Provinsi Jawa Barat (2007), program-program penanggulangan kemiskinan bersifat nasional yang telah diluncurkan di Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut: 1) Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), 2) Program Jaring Pengaman Sosial (JPS), 3) Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS), 4) Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK), 5) Dana Operasional dan Pemeliharaan Puskesmas (DOP-Puskesmas), 6) Program Beasiswa dan Dana Bantuan Operasional Pendidikan Dasar dan Menengah (BS dan DBO DIKDASMEN), 7) Dana Operasional dan Pemeliharaan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (DOP-SD/MI), 8) Jaring Pengaman Sosial Bidang Sosial (JPS-BS), 9) Prakarsa Khusus untuk Penganggur Perempuan atau Special Initiative for Women’s Unemployment (PKPP/SIWU), 10) Padat karya Perkotaan (PKP), dan 11) Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE).
Khusus untuk wilayah pesisir, Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak Tahun 2001 telah mengembangkan program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang juga melibatkan Provinsi Jawa Barat sebagai sasaran program. Kabupaten Cirebon merupakan satu-satunya kabupaten yang telah menerima program PEMP sebanyak lima kali. Sementara itu Kabupaten Sukabumi dan Indramayu masing-masing telah menerima Program PEMP
sebanyak empat kali. Sedangkan Kabupaten Ciamis baru memperoleh sebanyak tiga kali (Direktorat PMP, 2006).
Sementara itu, program yang dikembangkan khusus oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut: 1) DAKALABAREA, 2) Gerakan Rereongan Sarupi, 3) Gerakan Jumat Bersih, 4) Gerakan SARASA, 5) Program RAKSA DESA, dan 6) Program Pendanaan Kompetensi IPM (PPK-IPM). Program DAKABALAREA diluncurkan berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kebijaksanaan Reformasi Pembangunan Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 1999/2000. DAKABALAREA merupakan program pemberian kredit dengan pola bagi hasil kepada pengusaha mikro dan usaha kecil. Pelaksanaan perguliran dana DAKABALAREA hingga Tahun 2005 telah bergulir sebesar Rp 93.657.109.350 dari target Rp 66.770.000.000 untuk 3.065 kelompok dengan jumlah anggota sebanyak 26.886 orang.
Program Pendanaan Kompetisi Akselerasi Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM) dilaksanakan berdasarkan Keputusan Gubernur No. 34 Tahun 2005 tentang Program Pendanaan Kompetisi Akselerasi Peningkatan IPM Jawa Barat. Program ini merupakan program terobosan terbaru dari Pemerintah Provinsi untuk meningkatkan IPM. Melalui PPK – IPM Pemprov Jabar memberikan stimulus kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk dapat menggalang potensi stakeholders pembangunannya guna merumuskan langkah dan strategi dalam peningkatan IPM di daerah masing-masing. Pada Tahun 2006 telah terpilih sembilan kabupaten/kota dan dikuncurkan dana sebesar Rp 190 milyar. Tahun 2007 telah terpilih enam kabupaten/kota lainnya yang berhak mendapat dana PPK – IPM sehingga total menjadi 15 kabupaten/ kota dengan jumlah dana yang akan digulirkan sebesar 315 milyar. Komposisi penggunaan dana adalah 30 persen untuk bidang pendidikan, 25 persen untuk bidang kesehatan, dan 45 persen untuk bidang ekonomi peningkatan daya beli.
PPK-IPM dan pogram-program lainnnya dinilai telah berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat meskipun masih lambat. Hal ini terlihat dari peningkatan beberapa indikator makro pembangunan selama tiga tahun terakhir (Tahun 2006-2008). IPM Jawa Barat telah mengalami peningkatan dari 70,31 pada Tahun 2006 menjadi 71,16 pada Tahun 2008 atau meningkat rataan 0,42 poin per tahun. Sementara itu jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 5,7 juta orang atau 14,49 persen pada Tahun 2006 menjadi 5,3 juta orang atau 13,01 persen pada tahun 2008. Meskipun demikian,
jika dikaitkan dengan target IPM 80 pada tahun 2010, capaian tersebut masih jauh dari harapan. Oleh karena itu perlu kerja keras tidak hanya dari pemerintah tetapi juga masyarakat dan pihak lain untuk mengefektifkan program peningkatan kesejahteraan.
Karakteristik Keluarga Contoh Tipe dan Besar Keluarga
Tipe Keluarga. Keluarga berdasarkan tipenya dibedakan menjadi keluarga inti dan keluarga luas. Keluarga inti atau keluarga batih (nuclear family) menurut Soekanto (2004) merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri dari ayah/suami, ibu/istri, dan anak-anak yang belum menikah. Sementara itu keluarga luas (extended family) dalam penelitian ini diartikan sebagai sekelompok sosial yang tinggal dalam satu rumah yang terdiri dari keluarga inti dan anggota keluarga yang lain seperti: kakek, nenek, menantu, keponakan, cucu, dan lain sebagainya.
Hampir empat per lima contoh (79,29 persen) merupakan keluarga inti. Adapun sisanya yaitu lebih kurang seperlima dari contoh (20,71 persen) merupakan keluarga luas. Tabel 12 memperlihatkan sebaran keluarga contoh berdasarkan tipe keluarga pada keluarga nelayan dan bukan nelayan di pantura dan pansela.
Jika dibandingkan antara keluarga nelayan dan bukan nelayan, proporsi keluarga luas pada keluarga nelayan terlihat lebih banyak yaitu hampir seperempatnya. Sedangkan pada keluarga bukan nelayan, keluarga luas hanya kurang dari seperlima seluruh keluarga contoh (17,1 persen). Namun demikian, berdasarkan hasil uji Mann-Whitney memperlihatkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara tipe keluarga pada keluarga nelayan dan bukan nelayan, dengan p-value=0,184 atau lebih besar dari α=0,05.
Dilihat dari wilayah tempat tinggal, persentase keluarga luas yang ada di pantura lebih besar daripada persentase keluarga luas di pansela. Di pantura hampir sepertiga keluarga contoh merupakan keluarga luas, sedangkan di pansela keluarga luas hanya kurang dari sepuluh persennya. Uji Mann-Whitney memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan antara tipe keluarga di pantura dan pansela dengan nilai p=0,000 atau kurang dari α=0,05.
Analisis antar kelompok, yaitu kelompok keluarga nelayan pantura, bukan nelayan pantura, nelayan pansela, dan bukan nelayan pansela, ternyata dengan Uji Kruskal-Wallis menghasilkan nilai p=0,000 yang menunjukkan adanya
perbedaan tipe keluarga pada keempat kelompok keluarga tersebut. Proporsi keluarga luas terbanyak terdapat pada kelompok keluarga nelayan pantura (39,0 persen), sementara yang paling sedikit adalah keluarga nelayan pansela (8,8 persen).
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tipe keluarga, mata pencaharian utama, dan wilayah tempat tinggal
Tipe Keluarga n % n % n % Nelayan Bukan Nelayan Total Pantura: 1. Keluarga inti 47 61,0 48 76,2 95 67,9 2. Keluarga luas 30 39,0 15 23,8 45 32,1 Sub total 77 100,0 63 100,0 140 100,0 Pansela: 1. Keluarga inti 73 91,3 54 90,0 127 90,7 2. Keluarga luas 7 8,8 6 10,0 13 9,3 Sub total 80 100,0 60 100,0 140 100,0
Pantura dan pansela
1. Keluarga inti 120 76,4 102 82,9 222 79,3
2. Keluarga luas 37 23,6 21 17,1 58 20,7
Total 157 100,0 123 100,0 280 100,0
Keterangan:
1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tipe keluarga antara keluarga nelayan dan bukan nelayan dengan nilai p-value > α=0,05.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan pada tipe keluarga antara keluarga di pantura dan pansela dengan nilai p-value < α=0,05.
3. Terdapat perbedaan yang signifikan pada tipe keluarga antara keluarga nelayan pantura, bukan nelayan pantura, nelayan pansela, dan bukan nelayan pansela dengan nilai p-value <
α=0,05.
Banyaknya keluarga luas menunjukkan bahwa di pantura kekerabatan masih lebih erat atau masih bersifat tradisional. Sementara itu keluarga di pansela lebih banyak yang merupakan keluarga inti, artinya jika anak sudah menikah pada umumnya akan tinggal sendiri memisahkan diri dari orangtuanya. Fenomena ini lebih banyak terjadi pada masyarakat yang lebih modern. Dengan kata lain, masyarakat pesisir di pansela dari sisi keluarga lebih modern daripada masyarakat pesisir di pantura. Hal ini kemungkinan karena pesisir selatan (Pelabuhanratu dan Pangandaran) merupakan daerah wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Banyaknya orang luar yang masuk ke wilayah ini tentunya akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat.
Besar Keluarga. Besar atau ukuran keluarga (family size) merupakan jumlah seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Oleh karena keluarga luas terdiri dari keluarga inti dan anggota keluarga lain, maka pada umumnya keluarga luas memiliki jumlah anggota keluarga lebih banyak, atau dengan kata lain memiliki ukuran keluarga yang lebih besar. Hal ini juga terjadi pada lokasi penelitian yang terbukti dari hasil korelasi antara tipe dan besar keluarga memberikan hasil adanya korelasi yang signifikan antara tipe keluarga dan besar keluarga dengan koefisien korelasi sebesar 0,411.
Berdasarkan besar atau ukuran keluarga, keluarga contoh dibedakan atas keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Menurut BKKBN, keluarga kecil adalah keluarga yang jumlah seluruh anggota keluarganya tidak lebih dari empat orang. Keluarga sedang memiliki anggota keluarga berjumlah lima dan enam sedangkan keluarga yang anggota keluarganya berjumlah lebih besar dari enam orang disebut dengan keluarga besar. Tabel 13 memperlihatkan sebaran keluarga contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga (besar keluarga) dan mata pencaharian utama (keluarga nelayan dan bukan nelayan).
Dari Tabel 13 terlihat bahwa lebih dari setengah keluarga contoh termasuk pada keluarga kecil. Rataan jumlah anggota keluarga contoh secara keseluruhan adalah 4,65 orang. Jumlah anggota keluarga tersedikit adalah dua orang sedangkan paling banyak berjumlah 12 orang.
Secara umum, keluarga contoh di pantura memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih banyak dibandingkan dengan keluarga di Pansela (p=0,014). Rataan jumlah anggota keluarga contoh di pantura sebanyak lima orang dan di Pansela empat orang.
Jika dibandingkan antara kelompok keluarga nelayan dan bukan nelayan, rataan jumlah anggota keluarga nelayan lima orang dengan standar deviasi sebesar dua orang dan pada kelompok keluarga bukan nelayan empat orang dengan standar deviasi satu orang. Dengan demikian jumlah anggota keluarga pada keluarga nelayan lebih bervariasi dari jumlah anggota keluarga pada keluarga bukan nelayan. Hasil analisis statistik mengindikasikan bahwa jumlah anggota keluarga nelayan secara signifikan lebih besar daripada jumlah anggota bukan nelayan dengan nilai signifikansi sebesar 0,014 atau kurang dari α=0,05.
Berdasarkan uji Anova terdapat perbedaan rataan besar keluarga antara keluarga nelayan dan bukan nelayan di pantura dan pansela dengan nilai
p=0,000. Keluarga nelayan pantura memilliki rataan besar keluarga yang paling tinggi di antara kelompok keluarga yang lain. Sementara itu keluarga bukan nelayan di pantura memilliki rataan besar keluarga yang paling sedikit (4,33). Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga, mata pencaharian
utama, dan wilayah tempat tinggal
Besar Keluarga n % n % n % Nelayan Bukan nelayan Total
Pantura:
1. Keluarga kecil (≤ 4 orang) 25 32,5 39 61,9 64 45,7
2. Keluarga sedang (5-6 orang) 35 45,5 20 31,7 55 39,3
3. Keluarga besar (≥ 7 orang) 17 22,1 4 6,3 21 15,0
Sub Total 77 100,0 63 100,0 140 100,0
Min-max (orang) 2 - 11 2 - 8 2 - 11
Rataan ± std. (orang) 5,38 ± 2,013 4,33 ± 1,332 4,91 ± 1,811
Pansela:
1. Keluarga kecil (≤ 4 orang) 50 62,5 37 61,7 87 62,1
2. Keluarga sedang (5-6 orang) 24 30,0 16 26,7 40 28,6
3. Keluarga besar (≥ 7 orang) 6 7,5 7 11,7 13 93
Sub Total 80 100,0 60 100,0 140 100,0
Min-max (orang) 2 - 12 2 - 9 2 - 12
Rataan ± std. (orang) 4,39 ± 1,695 4,38 ± 1,606 4,39 ± 1,652 Pantura dan Pansela:
1. Keluarga kecil (≤ 4 orang) 75 47,8 76 61,8 151 53,9
2. Keluarga sedang (5-6 orang) 59 37,6 36 29,3 95 33,9
3. Keluarga besar (≥ 7 orang) 23 14,6 11 8,9 34 12,1
Total 157 100,0 123 100,0 280 100,0
Min-max (orang) 2 - 12 2 - 9 2 - 12
Rataan ± std. (orang) 4,87 ± 1,917 4,36 ± 1,466 4,65 ±1,750 Keterangan:
1. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rataan besar keluarga antara keluarga nelayan dan bukan nelayan dengan nilai p-value < α=0,05.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rataan besar keluarga antara keluarga di pantura dan pansela dengan nilai p-value < α=0,05.
3. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rataan besar keluarga antara keluarga nelayan pantura, bukan nelayan pantura, nelayan pansela, dan bukan nelayan pansela dengan nilai p-value < α=0,05.
Umur Suami dan Istri
Umur suami. Umur suami dari keseluruhan keluarga contoh berkisar antara 20 sampai dengan 80 tahun dengan rataan 43,81 tahun. Data ini memperlihatkan masih adanya pernikahan muda pada kalangan laki-laki. Umur termuda untuk menikah bagi laki-laki seharusnya 21 tahun. Terdapat 14 keluarga yang tidak memiliki suami karena sudah meninggal atau karena perceraian. Oleh karena itu pada pada umur suami jumlah contoh hanya 266 keluarga. Sedangkan keluarga contoh yang tidak memiliki istri sebanyak tiga keluarga, sehingga data pada umur istri jumlah contoh sebanyak 277 keluarga.
Berdasarkan umurnya, orang dewasa menurut Hurlock (1978) dapat dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu dewasa muda (usia 18 – 40 tahun), dewasa madya (41 – 65 tahun), dan dewasa lanjut (usia lebih dari 65 tahun). Tabel 14 menunjukkan bahwa lebih dari setengah keluarga contoh memiliki suami termasuk kategori dewasa madya (usia antara 41-65 tahun) dan hanya kurang dari lima persen yang berusia dewasa lanjut. Dengan kata lain hampir seluruh suami dari keluarga contoh masih berada pada usia produktif.