• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB Program Magister

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB program magister berjumlah kurang lebih 700 orang tiap angkatan. Pada setiap angkatan masih terdapat mahasiswa drop out, mahasiswa drop out di SPs IPB adalah mahasiswa ber-IPK kurang dari 3.00 pada tahun pertama perkuliahan dan mahasiswa dengan masa perkuliahan lebih dari 48 bulan. Gambaran umum tentang mahasiswa drop out SPs IPB program magiter dapat dilihat dari Tabel 3.

Tabel 3. Persentase mahasiswa drop out Sekolah Pascasarjana IPB Angk atan (tahun ) Jumlah Mahasiswa Drop Out Pers entase 2008 700 60 7.89 2009 727 77 9.57 2010 689 73 9.58 Total 2326 210 9.03

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa dari 2326 mahasiswa SPs IPB program magister, sebanyak 210 (9.03%) mahasiswa yang terkena drop out. Persentase mahasiswa drop out pada setiap angkatannya terus meningkat. Pada mahasiswa angkatan 2008, 2009, dan 2010 terdapat mahasiswa drop out dengan persentase sebesar 7.89%, 9.57%, dan 9.58%.

Gambaran data mahasiswa SPs IPB program magister secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Berikut ini akan dijelaskan mahasiswa drop out SPs IPB program magisterberdasarkan karakteristiknya:

1) Peubah Jenis Kelamin. Mahasiswa berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswa berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar 53.87%. Namun mahasiswa berjenis kelamin laki-laki memiliki persentase drop out lebih besar dari mahasiswa berjenis kelamin perempuan. Hal ini dikarenakan perempuan cenderung lebih rajin dan ulet dibandingkan laki-laki, sedangkan mahasiswa laki-laki cenderung aktif pada kegiatan diluar perkuliahan seperti: olahraga, organisasi, dan lain sebagainya. Rasio odd dari mahasiswa drop out antara laki-laki dan perempuan sebesar 1.14, artinya risiko terjadinya drop out pada mahasiswa laki-laki 1.14 kali risiko terjadinya drop out pada mahasiswa perempuan.

2) Peubah Status Perkawinan. Mahasiswa belum menikah sebesar 50.56%, sedangkan mahasiswa menikah sebesar 44.56% dan sisanya 4.88% berstatus janda/duda. Persentase drop out mahasiswa berstatus menikah lebih kecil dibandingkan mahasiswa belum menikah serta mahasiswa janda/duda. Hal ini karena seseorang yang berstatus menikah memiliki tanggung-jawab dan disiplin yang tinggi pada dirinya sendiri maupun keluarga.

3) Peubah Status Pekerjaan. 70.51% dari mahasiswa SPs IPB tahun angkatan 2008-2010 berstatus bekerja. Mahasiswa berstatus bekerja memiliki persentase drop out lebih kecil dibandingkan mahasiswa berstatus tidak

14

bekerja. Hal ini dikarenakan sebahagian besar mahasiswa dengan status bekerja merupakan mahasiswa yang mendapatkan tugas belajar dari instansi terkait, sehingga memiliki tanggungjawab lebih dibandingkan mahasiswa tidak bekerja. Rasio odd dari mahasiswa drop out antara mahasiswa tidak bekerja dan bekerja sebesar 2.42, artinya risiko terjadinya drop out pada mahasiswa tidak bekerja 2.42 kali risiko terjadinya drop out pada mahasiswa berstatus bekerja.

4) Peubah Sumber Biaya Pendidikan. Persentase drop out mahasiswa biaya mandiri lebih besar dari mahasiswa beasiswa. Mahasiswa biaya mandiri memiliki peluang risiko terjadinya drop out 3.90 kali peluang risiko terjadinya drop out pada mahasiswa penerima beasiswa. Hal ini dikarenakan beasiswa mampu mendorong dan mempertahankan semangat belajar mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan tepat waktu, sedangkan mahasiswa biaya mandiri mempunyai beban lebih yaitu biaya kuliah

5) Peubah Status Perguruan Tinggi asal. SPs IPB didominasi oleh mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi negeri (83.83%), kemudian dari perguruan tinggi swasta (14.62%), dan hanya 1.55% berasal dari perguruan tinggi kedinasan. Persentase drop out mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi swasta lebih besar dibandingkan mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi kedinasan. Hal ini dikarenakan IPB merupakan perguruan tinggi negeri sehingga terdapat perbedaan lingkungan dan sistem pengajaran bagi mahasiswa dari perguruan tinggi swasta, selain itu kualitas dan kuantitas mahasiswa antar perguruan tinggi negeri dengan swasta tentu berbeda.

6) Peubah Daerah Perguruan Tinggi asal. Mahasiswa sebahagian besar (61.32%) berasal dari perguruan tinggi di Pulau Jawa, dan sisanya (32.68%) berasal dari perguruan tinggi di luar Pulau Jawa. Persentase drop out mahasiswa asal perguruan tinggi Pulau Jawa lebih besar dari mahasiswa asal luar Pulau Jawa. Mahasiswa asal perguruan tinggi Pulau Jawa memiliki risiko drop out 1.268 kali risiko drop out mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi luar Pulau Jawa.

7) Peubah Akreditasi Perguruan Tinggi asal. Mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi berakreditasi C memiliki persentase drop out lebih besar dibandingkan mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi berakreditasi A dan B. Hal ini dikarenakan kualitas dan kuantitas suatu perguruan tinggi dapat ditunjukkan dari nilai akreditasi perguruan tinggi tersebut, semakin baik nilai akreditasi artinya kualitas dan kuantitas perguruan tinggi tersebut lebih baik. Oleh karena itu, lulusan perguruan tinggi dengan akreditasi yang lebih baik tentunya lebih baik dan mampu bersaing.

8) Peubah Usia. Rata-rata mahasiswa masuk pada usia 30 tahun, dengan usia paling muda 20 tahun dan paling tua 61 tahun.

9) Peubah Indeks Pretasi Kumulatif (IPK) S1. Mahasiswa memiliki rata-rata IPK S1 sebesar 3.15, nilai IPK tertinggi 4.00 dan IPK terendah 2.06. Persentase drop out pada mahasiswa ber-IPK S1 kurang dari 2.75 lebih besar dibandingkan mahasiswa ber-IPK S1 lebih dari 2.75. Risiko drop out pada mahasiswa ber-IPK S1 kurang dari 2.75 sebesar 1.56 kali risiko drop out pada mahasiswa ber-IPK S1 lebih dari 2.75.

Model Klasifikasi Mahasiswa IPB

Pohon Klasifikasi Klasik

Pohon klasifikasi dibangkitkan dari data latih yang berjumlah 1860 mahasiswa dengan batas pemberhentian sekat β = 0.004. Peubah yang paling mempengaruhi pemodelan adalah peubah status sumber biaya, usia, dan status pekerjaan. Model klasifikasi yang dihasilkan berbentuk pohon dengan enam simpul yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Pohon klasifikasi yang diperoleh dapat digunakan untuk memprediksi status mahasiswa SPs IPB program magister, masuk ke dalam kelas lulus atau kelas drop out.

Prediksi menggunakan pohon klasifikasi, mahasiswa dengan status sumber biaya mandiri, status perguruan tinggi asal swasta dan kedinasan, belum menikah, akreditasi PT asal A dan B, usia lebih dari 24 tahun, dan IPK kurang dari 3.4 diprediksi ke dalam kelas mahasiswa drop out. Hasil prediksi pada data latih dan uji dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Tabel klasifikasi hasil prediksi pohon klasifikasi klasik pada data latih dan uji

Aktual

Prediksi

Data Latih Data Uji

Drop Out Lulu s Drop Out Lulu s Drop Out 6 165 0 39 Lulus 1 168 8 2 425

Berdasarkan Tabel 4, sebanyak 166 dari 1860 amatan pada gugus data latih salah dalam pengklasifikasian. Pada gugus data uji, 41 dari 466 amatan salah dalam pengklasifikasian. Untuk melihat kebaikan kinerja dari hasil model klasifikasi dihitung nilai akurasi, sensitivity, dan specificity. Penerapan metode pohon klasifikasi klasik pada mahasiswa SPs IPB program magister, diperoleh kebaikan kinerja yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Kinerja klasifikasi model pohon klasifikasi klasik (%) Data Latih Data Uji

Akurasi 91.08 91.20

Sensitivity 03.59 00.00

Specificity 99.94 99.53

AUC 51.77 49.77

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 5, tingkat akurasi model klasifikasi pada data latih dan data uji sangat baik, yaitu 91.80% dan 91.20%, kesalahan klasifikasi yang diberikan kurang dari 10%. Akan tetapi nilai sensitivity dari kedua gugus data tersebut sangat kecil. Hal ini menyebabkan prediksi model akan lebih condong kepada kelas mayoritas (kategori mahasiswa lulus). Nilai

16

AUC pada data latih sebesar 51.77 dan pada data uji sebesar 49.77%, menunjukkan bahwa model tidak cukup baik.

RUSBoost (Random Under Sampling dan Boosting)

Sebelumnya telah diketahui bahwa pembangkitan model dengan pohon klasifikasi klasik memberikan model dengan kinerja yang tidak cukup baik. Masalah terjadi karena peubah respon pada gugus data yang digunakan memiliki kelas tidak seimbang, yaitu amatan pada kategori kelas lulus jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan amatan pada kategori kelas drop out. Random Under Sampling Boosting merupakan salah satu metode untuk menangani masalah kelas tidak seimbang. Model klasifikasi dibangun dari gugus data yang dibangkitkan dengan penarikan contoh acak undersampling. Gugus data akan dibangkitkan dengan lima proporsi yang berbeda antara lulus dan drop out, yaitu [0.5:0.5], [0.55:0.45], [0.6:0.4], [0.65:0.35], dan [0.7:0.3]. Peubah yang paling mempengaruhi pemodelan adalah peubah IPK S1 dan sumber biaya pendidikan, lihat Lampiran 5. Kinerja model klasifikasi yang dibangun dari gugus data dengan tingkat ketidakseimbangan yang berbeda-beda ditunjukkan oleh Tabel 6:

Tabel 6 Kinerja model klasifikasi dari beberapa tingkat ketidakseimbangan RUSBoost (%)

Nama

Proporsi lulus dan drop

out

Data Latih Data Uji A UC Ak urasi AU C A kurasi RUSBo ost-1 RUSBo ost-2 RUSBo ost-3 RUSBo ost-4 RUSBo ost-5 0.50:0.50 0.55:0.45 0.60:0.40 0.65:0.35 0.70:0.30 7 6.88 7 6.59 7 5.38 7 1.48 7 1.26 67. 15 66. 45 74. 84 79. 78 83. 82 67.4 1 65.7 7 66.9 2 65.1 0 64.2 9 6 5.45 6 3.73 7 2.10 7 5.97 8 0.90

(a) (b)

Gambar 5 Kurva ROC dari beberapa tingkat ketidakseimbangan pada data latih (a) dan data uji (b)

Dari Tabel 6 telihat bahwa nilai AUC meningkat ketika jumlah amatan pada kelas mayoritas yang dieliminasi mendekati jumlah amatan pada kelas minoritas. Pada nilai akurasi terjadi sebaliknya, ketika jumlah amatan pada kelas mayoritas yang dieliminasi mendekati jumlah amatan pada kelas minoritas maka nilai akurasi akan semakin menurun. Kurva ROC pada Gambar 5 menunjukkan bahwa skala horizontal merupakan nilai false positive rate (1-specificity) dan skala vertikal merupakan nilai true positive rate (sensitivity). Berdasarkan kurva tersebut RUSBoost dengan proporsi [0.5:0.5], [0.55:0.45], dan [0.6:0.4] memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan proporsi [0.65:0.35], dan [0.7:0.3].

UnderBagging (Random Under-Sampling dan Bagging)

Sebelumnya telah ditampilkan hasil dari algoritme RUSBoost, diketahui bahwa algoritme RUSBoost dapat menangani masalah kelas tidak seimbang. Selain menggunakan algoritme RUSBoost, Random UnderSampling dan Bagging juga dapat digunakan untuk menangani masalah kelas tidak seimbang. Tahap Boostrap pada penelitian ini dilakukan dengan dan tanpa pengembalian sebanyak 11 gugus data. Dari kesebelas gugus data tersebut dibagun model klasifikasi.

Membangun model klasifikasi status mahasiswa SPs IPB program magister dengan algoritme UnderBagging, peubah yang muncul sebagai peubah yang memberikan konstribusi terbesar adalah peubah sumber biaya pendidikan, 37% pada UnderBagging dengan pengembalian dan 30% pada UnderBagging tanpa pengembalian. Sebaliknya, peubah status, akreditasi, dan wilayah perguruan tinggi asal dan jenis kelamin tidak memberikan konstribusi terhadap pemodelan. Untuk mengetahui lebih jelas konstribusi dari masing-masing peubah, dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil kinerja dari model klasifikasi yang dibangun oleh algoritme UnderBagging ditunjukkan pada Tabel 7:

Tabel 7 Kinerja model klasifikasi algoritme UnderBagging (%) Dengan Pengembalian Tanpa Pengembalian Data

Latih

Data Uji Data Latih Data Uji Akura si 60.75 56.65 59.73 57.73 Sensiti vity 83.33 71.43 82.14 76.19 Specifi city 58.51 55.19 57.51 55.90 AUC 77.46 63.66 76.78 67.78

Tabel 7 menunjukkan bahwa algoritma UnderBagging juga dapat menangani masalah kelas tidak seimbang. Nilai akurasi, sensitivity, specificity,

18

dan AUC dari UnderBagging dengan pengembalian terhadap data latih lebih baik dibandingkan UnderBagging tanpa pengembalian. Sebaliknya, pada uji validasi UnderBagging tanpa pengembalian lebih baik.

(a) (b)

Gambar 6 Kurva ROC dari model klasifikasi UnderBagging dengan pengembalian (a) tanpa pengembalian (b)

Dokumen terkait