• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Lahan DAS Batang Arau Bagian Hulu

Analisis perubahan penggunaan lahan pada penelitian ini dikaji dengan membandingkan data penggunaan lahan pada tahun 2000 dan 2006. Sub DAS Batang Arau Hulu dengan luas wilayah 6.108,11 ha ini memiliki jenis penggunaan lahan yaitu hutan, ladang/tegalan, sawah, lahan terlantar, pemukiman serta pertambangan (Tabel 1).

Perubahan penggunaan lahan di DAS Batang Arau Hulu mengakibatkan sering terjadi banjir di bagian Hilir DAS. Menurut Bappeda Kota Padang (2004), banjir yang terjadi di Kota Padang diindikasikan oleh kerusakan badan sungai di wilayah tengah ke hulu serta adanya pertumbuhan pembangunan pada wilayah yang berpotensi sebagai daerah resapan. Perkembangan jumlah konsumen air bersih (pelanggan PDAM Kota Padang) meningkat setiap tahunnya. Perkembangan penduduk juga menuntut adanya ketersediaan air bersih yang juga digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, lahan pertanian, industri, wisata, pembangkit listrik dan fasilitas lainnya.

Tabel 1. Penggunaan Lahan DAS Batang Arau Hulu

Penggunaan Lahan

Tahun 2000 Tahun 2006 Perubahan

ha % ha % ha % Hutan Ladang/Tegalan Sawah Lahan Terlantar Pemukiman Pertambangan 5.161,9 345,9 304,7 83,3 41,5 170,6 84,5 5,7 5,0 1,4 0,7 2,8 4.698,5 724,2 266,3 191,4 85,9 181,8 76,9 11,9 3,7 3,1 1,4 3,0 -463,5 378,3 -78,4 108,1 44,4 11,2 -7,6 6,2 -1,3 1,8 0,7 0,2 Luas 6.108,1 100 6.108,11 100

Pada sub DAS Batang Arau Hulu ini, terjadi penurunan luasan kawasan hutan sebesar 7,6 % yaitu seluas 463,5 ha dan kawasan sawah sebesar 1,3 % yaitu seluas 78,4 ha dari luas total yaitu 6.108,1 ha. Peningkatan luas penggunaan lahan pada ladang/tegalan mencapai 6,2 % seluas 378,3 ha, lahan terlantar mencapai 1,8% seluas 108,1 ha, kawasan pemukiman 0,7% seluas 44,4 ha, dan pertambangan sebanyak 0,2 % seluas 11,2 ha dari luas total. Kawasan dominan

pada sub DAS Batang Arau Hulu ini adalah hutan seluas 4.698,5 ha, diikuti dengan ladang/tegalan seluas 724,2 ha, sawah 266,3 ha, semak 191,4 ha, pertambangan 181,8 ha dan pemukiman seluas 85,9 ha.

Gambar 4. Peta Penggunaan Lahan DAS Batang Arau Hulu tahun 2000

1.

Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan DAS Batang Arau Hulu tahun 2006

Sungai Lahan Terlantar Sawah Pertambangan Pemukiman Ladang/Tegalan Hutan Outlet Sungai Lahan Terlantar Sawah Pertambangan Pemukiman Ladang/Tegalan Hutan Outlet

23

Hutan pada kawasan sub DAS Batang Arau Hulu terdiri dari hutan lindung dan hutan suaka alam wisata yaitu Hutan Taman Raya Bung Hatta. Penurunan luas lahan hutan diiringi dengan peningkatan luas lahan ladang/tegalan. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan luasan lahan pertanian untuk ubi kayu dan bengkuang serta pembukaan lahan untuk tanaman palawija lainnya. Pada DAS ini terdapat lahan pertambangan batu kapur dan tanah liat yang digunakan sebagai bahan dasar industri PT. Semen Padang. Pada tahun 2006, luas lahan tambang meningkat dari tahun sebelumnya dikarenakan perkembangan industri semen yang pesat sehingga permintaan akan bahan baku industri semakin tinggi.

Menurut RTRW Kota Padang (2008), pemakaian bahan baku berupa batu kapur oleh PT. Semen Padang mencapai 6,43 juta ton, batu silika lebih dari 838 ribu ton, dan tanah liat lebih dari 233 ribu ton. Pada DAS ini, terjadi peningkatan lahan terlantar akibat banyaknya lahan kosong yang ditinggalkan (tidak dimanfaatkan), diantaranya karena kebakaran hutan, ladang berpindah, dan lahan bekas tambang, sehingga lahan tersebut ditumbuhi oleh semak belukar dan ilalang.

Tren perubahan penggunaan lahan yang didapatkan adalah berupa penurunan luas lahan hutan dan diiringi dengan peningkatan lahan ladang/tegalan. Tren perubahan penggunaan lahan ini digunakan untuk menganalisis data curah hujan dan debit aliran sungai yang digunakan pada penelitian ini, yaitu pada periode 1994-2000 dan 2001-2004.

Curah Hujan DAS Batang Arau Bagian Hulu

Besarnya jumlah curah hujan yang masuk ke dalam daerah tangkapan (DAS) akan menentukan besar debit aliran di DAS, baik aliran permukaan, bawah permukaan, base flow serta aliran sungai (Bappeda Kota Padang, 2004). Curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini adalah curah hujan tahun 1990-2006. Penulis tidak mendapatkan data curah hujan pada tahun 2007-2009 karena alat penakar curah hujan pada stasiun setempat rusak. Curah hujan rata-rata bulanan periode 1990-2006 adalah sebesar 357,2 mm. Selanjutnya curah hujan diteliti dalam rentang waktu 1994-2000 dan 2001-2004.

Menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson, tipe hujan pada DAS Batang Arau adalah tipe hujan A, dimana semua curah hujan yang jatuh tiap bulannya > 100 mm (nilai Q = 0). Sedangkan menurut klasifikasi Oldemen, tipe curah hujan yang terdapat pada sub DAS Batang Arau Hulu ini adalah tipe A, dimana memiliki Bulan Basah > 9 bulan berturut – turut (Lampiran 14 dan 15).

Gambar 6. Curah Hujan Rata-Rata Wilayah Tahun 1990-2006

Pada Gambar 6, terlihat bahwa DAS Batang Arau bagian hulu memiliki curah hujan yang tinggi. Curah hujan tertinggi terdapat pada bulan September- Desember yang merupakan musim penghujan, sedangkan curah hujan terendah berkisar antara bulan Januari-Februari dan bulan Juni-Agustus yang merupakan musim kemarau. Pada musim penghujan, curah hujan rata-rata bulanan adalah sebesar 447,6 mm dan curah hujan rata-rata wilayah pada musim kemarau adalah sebesar 296,4 mm.

Menurut Bappeda Kota Padang (2004), pada musim hujan aliran permukaan yang belum mencapai badan sungai akan menggenangi bagian datar terlebih dahulu di daerah pemukiman dan areal persawahan di daerah hilir. Hal ini menjadi pemicu terjadinya banjir di kawasan hilir DAS jika daerah resapan berkurang dan terjadi hujan dalam waktu yang lama. Sedangkan pada musim kemarau, di DAS

0 100 200 300 400 500 600

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des

C u ra h H u ja n ( m m )

25

Batang Arau ini sering terjadi kekurangan air, terutama dalam mencukupi kebutuhan air untuk irigasi dan air bersih. Dengan kondisi pengelolaan sumberdaya air yang ada, areal persawahan dari hulu ke hilir DAS hanya mampu berproduksi dua kali setahun, dengan waktu tunggu menjelang tanam di musim hujan sekitar dua sampai tiga bulan. Demikian juga dengan masalah kekurangan air bersih, pasokan air bersih terganggu akibat rendahnya aliran pada musim kemarau.

Gambar 7. Curah hujan bulanan rata-rata wilayah periode 1994-2000 (a)

Curah hujan bulanan rata-rata wilayah periode 2001-2004 (b)

Pada penelitian ini, data curah hujan yang digunakan adalah periode 1994- 2000 dan 2001-2004. Pada periode 1994–2000, curah hujan tertinggi terdapat pada bulan November sebesar 535,3 mm dan curah hujan terendah terdapat pada bulan Februari sebesar 234,2 mm. Pada periode 2001-2004, curah hujan tertinggi terdapat pada bulan Oktober sebesar 667,9 mm dan curah hujan terendah terdapat pada bulan Juni sebesar 268,9 mm.

Menurut Bappeda Kota Padang (2004), pada DAS Batang Arau pola curah hujan dipengaruhi oleh partikel abu dari pabrik semen Indarung yang kemudian akan mempercepat terjadinya inti dari kondensasi dan hujan cepat terjadi, proses demikian terus terjadi sehingga curah hujan yang besar sering terjadi dan sering menimbulkan debit sungai yang besar (ekstrim).

Debit Aliran Sungai Batang Arau Bagian Hulu

Data debit aliran DAS Batang Arau bagian hulu diperoleh dari PSDA Kota Padang. Data debit yang digunakan adalah debit rata-rata bulanan dari tahun

0 100 200 300 400 500 600 700

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des

C ur ah H uj an ( m m ) a 0 100 200 300 400 500 600 700

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des

C ur ah H uj an ( m m ) b a b

1994-2004, yang diolah pada periode 1994-2000 dan 2001-2004. Pada tahun 2005 dan 2006 tidak terdapat data debit aliran karena alat yang digunakan dalam menghitung debit rusak akibat gempa.

Dari analisis debit aliran pada periode 1994-2000 menunjukan bahwa debit tertinggi adalah pada bulan November yaitu sebesar 4,51 m3/det dan debit terendah terdapat pada bulan Juli sebesar 1,7 m3/det. Pada periode 2001-2004, debit tertinggi terdapat pada bulan April sebesar 6,1 m3/det dan debit terendah pada bulan Januari sebesar 2,3 m3/det.

Gambar 8. Debit Rata-Rata Bulanan Periode 1994-2000 (a) dan Debit Rata- Rata Bulanan Periode 2001-2004 (b)

Peningkatan debit aliran dari periode 1994-2000 ke 2001-2004 (Gambar 8) memperlihatkan adanya peningkatan debit bulanan rata-rata maksimum dan rata- rata minimum. Pada periode 2001-2004, debit rata-rata meningkat dari bulan Maret sampai Mei dan meningkat kembali pada bulan September sampai Desember. Hal ini terjadi karena penurunan kapasitas infiltrasi tanah akibat perubahan penggunaan lahan berupa pertambahan luasan ladang/tegalan serta lahan tambang.

Koefisien Aliran Permukaan

Aliran permukaan (runoff) terjadi karena kapasitas infiltrasi tanah lebih rendah daripada intensitas hujan. Pada kondisi ini, sebagian hujan yang sampai ke permukaan tanah akan menjadi aliran permukaan karena tidak sepenuhnya dapat diserap oleh tanah. Pada penelitian ini dilihat pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap aliran permukaan yang diindikasikan dengan nilai koefisien aliran

0 1 2 3 4 5 6 7

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des

D ebi t ( m 3/ de t) a 0 1 2 3 4 5 6 7

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des

D ebi t ( m 3/ de t) b a b

27

permukaan. Nilai koefisien aliran permukaan (c) merupakan jumlah aliran (runoff) dibanding dengan jumlah curah hujan disatuan waktu tertentu.

Gambar 9. Grafik Debit dan Curah Hujan Bulanan Rata-Rata

Nilai koefisien aliran permukaan berkisar antara 0-1, memperlihatkan berapa persen curah hujan yang mengalir sebagai aliran permukaan. Menurut Schwab, Frevert, Edminster, and Barnes (1981), nilai koefisien aliran permukaan untuk kawasan hutan adalah sebesar 0-0,2 dan untuk areal ladang/tegalan dengan pengolahan lahan yang intensif nilai koefisien aliran permukaan adalah lebih dari 0,7 bahkan lebih, sedangkan untuk areal ladang/tegalan yang sudah dilakukan tindakan konservasi yang sesuai, nilai koefisien runoff adalah sekitar 0,4-0,7.

Koefisien aliran permukaan pada periode 1994-2000 adalah sebesar 0,3 yang menunjukan bahwa 30% dari total curah hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Koefisien aliran permukaan pada periode 2000-2001 adalah sebesar 0,4 yang menunjukan 40% air hujan yang turun tidak terinfiltrasi ke tanah dan menjadi aliran permukaan. Peningkatan koefisien aliran permukaan ini diperkirakan karena berkurangnya luas lahan hutan sebesar 7,6 % dari 5.161,9 ha menjadi 4.698,5 ha. Penurunan luas hutan ini diiringi dengan peningkatan luas penggunaan lahan untuk ladang dan tegalan seluas 345,6 ha menjadi 724,2 ha.

0 1 2 3 4 5 6 7 0 100 200 300 400 500 600 700

Jan Feb mar apr mai jun jul ags sep oct nov des

D e b it ( m 3/d e t) C u ra h H u ja n ( m m ) CH 1994-2000 CH 2000-2006 Debit 1994-2000 Debit 2001-2006

Tabel 2. Koefisien RunOff (C)

Periode 1994-2000 Periode 2001-2004

Bulan Curah Hujan

(mm) RO (mm) Curah Hujan (mm) RO (mm) Januari 398,5 123,7 343,0 100,2 Februari 234,2 72,2 372,0 110,0 Maret 309,6 76,4 470,1 130,7 April 369,8 89,1 618,2 259,6 Mei 365,6 87,8 409,5 180,1 Juni 332,2 91,7 269,0 113,9 Juli 302,1 74,5 353,6 123,5 Agustus 328,5 100,2 306,8 101,1 September 313,4 114,4 523,2 175,1 Oktober 423,7 166,2 667,9 185,5 Nopember 535,3 191,2 524,9 222,0 Desember 498,5 162,7 396,4 189,0 Total 4.411,3 1.350,2 5.254,5 1.890,7 Koefisien Runoff 0,3 0,4

Peningkatan nilai koefisien aliran permukaan memperlihatkan adanya penurunan fungsi hidrologis DAS. Semakin tinggi nilai koefisien aliran maka akan semakin banyak curah hujan yang hilang. Hal ini mengakibatkan cadangan air tanah menurun karena kurangnya air yang terinfiltrasi ke dalam tanah. Peningkatan nilai koefisien aliran permukaan dari periode 1994-2000 sebesar 30% menjadi 40% pada periode 2001-2004 memperlihatkan adanya kerusakan pada sub DAS Batang Arau Hulu. Selain perubahan penggunaan lahan, peningkatan nilai koefiesien aliran permukaan dipengaruhi juga oleh jumlah curah hujan yang jatuh di DAS tersebut. Curah hujan dengan intensitas yang tinggi dan dalam jangka waktu yang panjang akan meningkatkan aliran permukaan.

Untuk mengkaji pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap aliran permukaan yang lebih jelas, dilakukan analisis koefisien aliran permukaan pada musim penghujan saja pada tahun 2000 dan 2004. Analisis ini menunjukan bahwa pada musim penghujan di tahun 2000 nilai koefisian aliran permukaan adalah sebesar 0,3 (Tabel 3) dan pada periode 2000-2004 adalah sebesar 0,4 (Tabel 4). Akibat tren perubahan penggunaan lahan dari tahun 2000-2006 (Tabel 1) terjadi

29

peningkatan koefisien aliran permukaan yang sangat drastis dari 0,3-0,4 menjadi 0,7 (Tabel 5) pada tahun 2004.

Peningkatan koefisien aliran ini memperlihatkan bahwa aliran permukaan pada musim penghujan meningkat dengan drastis. Total runoff yang mengalir pada musim penghujan di tahun 2000, yakni bulan September - Desember adalah sebesar 688,1 mm, sedangkan pada tahun 2004 total runoff adalah sebesar 1.246,7 mm. Hal ini menandakan telah terjadi kerusakan pada fungsi hidrologis DAS Batang Arau Hulu, yaitu berupa penurunan ketersediaan cadangan air tanah karena banyak hujan yang terbuang percuma selama musim penghujan.

Tabel 3. Koefisien Runoff pada musim penghujan tahun 2000

Bulan Jumlah Hari Luas Sub DAS (ha) Curah Hujan (mm) Debit (m3/det) RO (mm) C September 30 6.108,1 345,8 2,7 115,8 Oktober 31 567,4 3,4 150,0 Nopember 30 707,0 5,3 223,6 Desember 31 631,1 4,5 198,6 Total 2.251,3 688,1 0,3

Tabel 4. Koefisien Runoff pada musim penghujan periode 2001-2004

Bulan Jumlah Hari Luas DAS (ha) Curah Hujan (mm) Debit (m3/det) RO (mm) C September 30 6.108,1 523,2 4,1 175,1 Oktober 31 667,9 4,2 185,5 November 30 524,9 5,2 222,0 Desember 31 396,4 4,3 189,0 Total 2.112,3 771,7 0,4

Tabel 5. Koefisien Runoff musim penghujan tahun 2004

Bulan Jumlah Hari Luas Sub DAS (ha) Curah Hujan (mm) Debit (m3/det) RO (mm) C September 30 6.108,1 384,6 7,0 296,1 Oktober 31 682,6 5,7 251,6 Nopember 30 373,9 8,2 345,8 Desember 31 367,6 8,1 353,2 Total 1.808,7 1.246,7 0,7

Peningkatan koefisien aliran permukaan pada musim penghujan memperlihatkan adanya peningkatan debit aliran sungai Batang Arau di bagian hulu. Hal ini memicu terjadinya banjir di kawasan DAS bagian tengah dan hilir. Tingginya koefisien aliran permukaan pada musim penghujan menandakan telah terjadi kerusakan pada fungsi hidrologis DAS. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pada bulan tertentu (musim penghujan), air hujan hilang lebih dari 50% dari total presipitasi yang jatuh di permukaan tanah (koefisien aliran permukaan 0,7). Walaupun penggunaan lahan pada DAS bagian hulu dominan adalah hutan (4.698,45 ha), akan tetapi pada puncak musim hujan terjadi aliran permukaan yang tinggi. Hal ini mengakibatkan terjadinya banjir di kawasan hilir DAS Batang Arau. Aliran permukaan yang terjadi pada musim penghujan secara otomatis akan menurunkan cadangan air tanah. Menurunnya cadangan air tanah mengakibatkan ketersediaan air pada musim kemarau menjadi menurun (Lampiran 14). Hal ini mengakibatkan pada musim kemarau kebutuhan air untuk irigasi menjadi berkurang sehingga dapat menurunkan produksi lahan pertanian.

Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Fungsi Hidrologis DAS

Perubahan penggunaan lahan pada DAS Batang Arau terjadi sangat cepat. Perubahan penggunaan lahan tersebut mulai terjadi pada tahun 2004 setelah kejadian gempa di Sumatera Barat yang diawali oleh tsunami di Aceh. Penduduk yang tinggal di Hilir Batang Arau dan di daerah sepanjang pantai mengalihkan pandangan untuk bertempat tinggal di daerah yang lebih tinggi, yakni daerah Indarung yang berada di sub DAS Batang Arau Tengah. Daerah DAS bagian tengah ini dijadikan sebagai pusat evakuasi penduduk, sehingga lahan pemukimannya berkembang pesat.

Hal ini juga berkaitan dengan adanya industri Semen Padang dan Universitas Andalas di DAS bagian tengah ini sehingga mempercepat terjadinya alih fungsi lahan. Pembangunan lahan pemukiman besar-besaran di kawasan DAS bagian tengah mendesak sub DAS bagian hulu, sehingga penggunaan lahan di kawasan hulu menjadi terganggu. Hal ini dibuktikan dengan pertambahan luas areal pemukiman pada sub DAS bagian hulu ini sebesar 0,7% di tahun 2006. Perkembangan industri semen yang semakin pesat menyebabkan aktifitas di

31

daerah tambang batu kapur di DAS bagian hulu semakin meningkat, yaitu sebesar 0,2%. Hal ini akan berpengaruh secara langsung terhadap aliran permukaan di DAS.

Tren Perubahan penggunaan lahan yang didapatkan pada daerah penelitian yaitu berupa penurunan luas lahan hutan dan peningkatan luas ladang/tegalan. Menurunnya luas lahan hutan seluas 463,5 ha dan diikuti dengan bertambahnya luas ladang/tegalan seluas 378,3 ha, luas lahan tambang seluas 11,2 ha dan lahan terlantar seluas 108,1 ha diperkirakan menjadi penyebab peningkatan aliran permukaan yang diwakili data periode 1994-2000 dan 2001-2004.

Hutan merupakan sebidang tanah yang diatasnya terdapat tumbuh-tumbuhan dan pepohonan dari berbagai jenis dan ukuran yang mempunyai daya untuk menghasilkan kayu dan hasil-hasil hutan lainnya yang dapat mempengaruhi iklim dan tata air setempat. Hutan berperan penting dalam pengaturan dan pengendalian tata air yang meliputi kuantitas, kualitas dan waktu penyediaan air. Hutan juga berperan sebagai penutup tanah dan pengawet tata air tanah sehingga air hujan yang turun pada musim penghujan akan tertampung dan tersimpan dalam tanah. Sebaliknya bila musim kemarau tiba, air tersebut dapat dijadikan cadangan sehingga resiko kekurangan air menjadi lebih kecil. Menurut Lee (1988), penebangan hutan dan manipulasi jenis penutupan lahan digunakan untuk meningkatkan debit sungai, khususnya selama musim kemarau. Jadi pengurangan areal hutan akan menambah debit aliran sungai.

Keberadaan hutan dapat mengurangi terjadinya aliran permukaan (runoff). Rapatnya pepohonan di hutan mengakibatkan air hujan tertahan di tajuk pohon sebelum mencapai permukaan tanah. Sebagian hujan yang tertahan di tajuk pohon akan terintersepsi kembali ke atmosfer dan sebagian akan jatuh ke permukaan tanah dalam bentuk through fall (lolosan tajuk) dan stem flow (aliran batang). Banyaknya jumlah serasah di permukaan tanah hutan meningkatkan suhu tanah. Suhu tanah yang tinggi mengakibatkan aktifitas mikroorganisme berjalan dengan baik sehingga tanah menjadi gembur. Semakin tinggi aktifitas organisme tanah maka pori tanah akan semakin baik untuk mengalirkan air ke dalam tanah sehingga laju infiltrasi meningkat. Demikian juga dengan tanaman rumput-

rumputan yang berada di bawah tajuk tanaman juga dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah sehingga kejadian runoff berkurang.

Berkurangnya luas lahan hutan dikarenakan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan lahan non hutan seperti lahan pemukiman, pertanian dan sebagainya. Berkurangnya luas lahan hutan juga dikarenakan fenomena alam seperti longsor, kebakaran hutan, dan hal lainnya. Kebakaran hutan yang terjadi di kawasan Taman Raya Bung Hatta pada tahun 2004 dan 2009 dikarenakan kurangnya minat serta keinginan masyarakat dalam menjaga hutan. Masyarakat sekitar membuang dan membakar sampah di kawasan hutan sehingga memicu terjadinya kebakaran hutan. Kebakaran hutan mengakibatkan aliran permukaan meningkat. Semakin besar aliran permukaan maka semakin besar peluang terjadinya erosi. Erosi terjadi akibat pengikisan tanah oleh aliran permukaan yang semakin lama akan mengakibatkan terjadinya longsor pada sub DAS Batang Arau Hulu pada tahun 2004 dan 2009.

Ladang/tegalan merupakan areal pertanian lahan kering yang ditanami tanaman semusim dan tanaman berumur pendek. Areal ladang/tegalan pada lokasi ini ditanami ubi kayu, bengkuang, cabai, bawang, dan umbi-umbian serta diselingi dengan kelapa. Pada ladang/tegalan sering dilakukan pengolahan tanah yang intensif seperti pencangkulan dengan membolak balik tanah dan pembersihan permukaan tanah, sehingga pori dan agregat tanah menjadi terganggu. Adanya penyiangan tanaman dan penanaman dengan jarak tertentu (tanaman tidak rapat) mengakibatkan kemampuan infiltrasi tanah berkurang. Hujan langsung jatuh ke permukaan tanah karena tidak ada tanaman penahan yang mengakibatkan terjadinya detachment (pemecahan bongkah atau agregat tanah, dimana partikel tanah terlepas dari massanya). Detachment dapat mengakibatkan permukaan tanah menjadi pecah dan merupakan awal timbulnya erosi (splash). Pecahan partikel tanah tersebut nantinya menutup pori tanah dan menghambat infiltrasi.

Untuk mengurangi aliran permukaan yang terjadi di lahan ladang/tegalan dapat dilakukan berbagai jenis teknis konservasi tanah dan air, yaitu pembuatan bangunan konservasi seperti teras gulud dan teras kredit, pemberian mulsa, menanam tanaman penutup tanah (berupa leguminosae guna menahan aliran permukaan dan menjaga tanah dari kerusakan akibat tumbuhan air hujan) dan

33

dengan pergiliran tanaman.Teras gulud merupakan guludan yang dibuat di bidang olah, sejajar kontur dan dilengkapi dengan tanaman rumput dan saluran air pada bagian lereng atasnya. Teras gulud difungsikan sebagai pengendali erosi dan penangkap aliran permukaan pada bidang olah, dimana aliran permukaan diserap dan diinfiltrasikan ke dalam tanah. Sedangkan teras kredit merupakan bangunan konservasi dengan memperpendek dan mengurangi kemiringan lereng. Teras kredit dibuat dengan menggali saluran menurut kontur dimana hasil galian tersebut dibuat menjadi guludan dibagian atas saluran yang digunakan untuk menahan aliran permukaan.

Sawah merupakan areal pertanian jenuh air yang ditanami dengan padi. Sawah adalah lahan usahatani yang secara fisik permukaan tanahnya rata, dibatasi oleh pematang, dapat ditanami padi dan palawija serta tanaman pangan lainnya (Deptan, 2010). Lahan sawah banyak terdapat di bagian hilir sub DAS Batang Arau Hulu. Sawah di kawasan ini merupakan sawah tua yang telah digunakan semenjak bertahun-tahun lamanya dan kepemilikannya diturunkan dari generasi ke generasi.

Adanya lapisan tapak bajak yang terdapat di lahan sawah mengakibatkan infiltrasi tanah menurun, sehingga air terbuang percuma sebagai aliran permukaan. Oleh karena itu, untuk mengurangi aliran permukaan yang terjadi pada lahan sawah, digunakan teknik konservasi tanah dan air yang dapat mengurangi terjadinya aliran permukaan, seperti pembangunan teras bangku. Teras bangku merupakan bangunan konservasi yang dibuat pada tanah yang bersolum dalam, stabil dan tidak mudah longsor. Teras bangku dibuat dengan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah membentuk susunan seperti tangga. Bangunan ini dibuat sedikit miring ke dalam agar air lebih banyak meresap, dimana bibir teras ditanami dengan rumput. Teras ini berfungsi untuk mengurangi erosi dan meningkatkan infiltrasi tanah.

Lahan terlantar atau lahan semak belukar merupakan lahan terbuka yang ditumbuhi oleh alang-alang, dimana tanaman tersebut memiliki akar yang dangkal dan rapat sehingga dapat menahan aliran permukaan. Kapasitas infiltrasi lahan semak umumnya lebih rendah daripada lahan yang ditumbuhi tanaman hutan. Pada permukaan tanah hutan terdapat serasah dan akar- akar besar yang menonjol

ke permukaan tanah. Tanah hutan dapat menahan air hujan lebih lama dibandingkan tanah semak yang memiliki akar yang dangkal dan rapat. Hal ini mengakibatkan aliran permukaan pada lahan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan lahan hutan.

Kapasitas infiltrasi pada lahan semak belukar tergantung kepada jenis tanah yang terdapat pada lahan tersebut. Jika jenis tanahnya mengandung bahan organik yang tinggi, maka kapasitas infiltrasi akan lebih tinggi daripada lahan semak pada tanah yang sedikit mengandung bahan organik. Jenis tanah pada di sub DAS Batang Arau Hulu adalah podsolik yang memiliki kadar bahan organik rendah,

Dokumen terkait