• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. 1. Kondisi Lahan

4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan

Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut termasuk ke dalam Inceptisol. Berdasarkan analisis tanah sebelum penelitian (Tabel 3) dan kriteria penilain tanah pada PPT (1983) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) (Lampiran 3) diketahui bahwa nilai pH tanah adalah 6.30 atau termasuk agak masam, kandungan C-organik tergolong rendah yaitu 1.67%, N-total tergolong rendah yaitu 0.17%, kandungan P-tersedia (P-bray) tergolong sangat rendah yaitu 9.0 ppm, K-tersedia tergolong sedang yaitu 0.35 me/100g, Ca tergolong sedang yaitu 4.40 me/100g, Mg tergolong tinggi yaitu 2.46 me/100g, Na tergolong sedang yaitu 0.46 me/100g, KTK tergolong rendah yaitu 13.33 me/100g, dan kejenuhan basa tergolong sedang yaitu 57.54% .

Tabel 3. Sifat-sifat Tanah Sawah Desa Cihideung Udik Sebelum Percobaan.

Sifat Tanah Metode Ekstraksi Nilai Hasil penilaian

pH H2O 6.30 Agak masam

pH KCl 5.20

C-org (%) W & B 1.67 Rendah

N-total (%) Kjeldahl 0.17 Rendah

P2O5 (ppm) Bray 1 9.00 Sangat rendah

KTK (me/100g) N NH4OAc pH 7.0 13.33 Rendah

K (me/100g) N NH4OAc pH 7.0 0.35 Sedang

Ca (me/100g) N NH4OAc pH 7.0 4.40 Rendah

Mg (me/100g) N NH4OAc pH 7.0 2.46 Tinggi

Na (me/100g) N NH4OAc pH 7.0 0.46 Sedang

KB (%) 57.54 Tinggi

Al N KCl tr

H N KCl 0.04

Fe 0.05 N HCl 19.20

Tekstur Liat berdebu

(%)

Pasir 8.41

Debu 42.87

4. 2. Pengaruh Penggunaan POP terhadap Pertumbuhan Tanaman 4. 2. 1. Tinggi Tanaman

Tabel 4 menunjukkan hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap rata-rata tinggi tanaman dari umur 3 MST sampai 10 MST. Pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman mulai terlihat pada saat 3 MST. Pengaruh nyata perlakuan terhadap tinggi tanaman juga terjadi pada 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 MST (Lampiran 11). Perbedaan nyata dengan kontrol pada tinggi tanaman umur 3 MST hanya terlihat pada perlakuan N,P,K + POP dan 2/3 N,P,K + ½ POP.

Tabel 4. Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik (POP) dan Anorganik terhadap Tinggi, Anakan Maksimum dan Anakan Produktif Tanaman Padi.

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 0.05 berdasarkan uji Duncan.

Pada umur 10 MST (minggu terjadinya tinggi tanaman maksimum), POP tidak berbeda nyata dengan kontrol. Penambahan dosis POP pada perlakuan yang menggunakan 1/3 N,P,K dan 2/3 N,P,K tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman tertinggi ditemukan pada perlakuan N,P,K (standar) dan terendah pada perlakuan POP (Tabel 4). Tinggi

Perlakuan Tinggi tanaman (10 MST) jumlah anakan Anakan maksimum Anakan produktif (cm) ……….….(batang/rumpun)...……... Kontrol 74.95a 15ab 8a N,P,K (standar) 96.51e 21cd 12 c POP 75.32a 15a 8 a 1/3 N,P,K + POP 86.53bc 20bcd 9ab 2/3 N,P,K + POP 91.20cd 22d 11 bc N,P,K + POP 94.62de 22d 11 bc 1/3 N,P,K+ ½ POP 82.76b 19abcd 9 ab 1/3 N,P,K+ ¾ POP 84.00b 16abc 8a 1/3 N,P,K+1 ¼ POP 83.59b 18abcd 9 ab 2/3 N,P,K+ ½ POP 94.52de 20cd 10 ab

19

tanaman maksimum perlakuan POP tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan nyata lebih rendah dibandingkan tinggi tanaman perlakuan N,P,K (standar).

4. 2. 2. Jumlah Anakan

Tabel 4 menyajikan hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap jumlah anakan. Pengaruh nyata perlakuan terhadap jumlah anakan mulai terlihat pada saat 4 MST. Pengaruh nyata perlakuan terhadap jumlah anakan juga terjadi pada saat 5, 6, 7, 8 dan 9 MST (Lampiran 12). Sedangkan pada saat 10 MST, pengaruh perlakuan terhadap jumlah anakan tidak berpengaruh nyata.

Anakan maksimum dicapai pada saat 7 MST (Lampiran 7). Pada saat anakan maksimum terjadi, perlakuan POP tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol maupun perlakuan 1/3 N,P,K yang dipadukan dengan ½ POP, ¾ POP, 1 POP, dan 5/4 POP (Tabel 4); dan nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan N,P,K (standar) dan perlakuan 2/3 N,P,K yang dikombinasikan dengan ½ POP dan 1 POP. Jumlah anakan maksimum tertinggi terjadi pada perlakuan N,P,K + POP, sedangkan terendah pada perlakuan POP (Tabel 4).

Tanaman padi mulai mengeluarkan malai ketika berumur 10 MST. Anakan produktif diukur pada saat anakan tanaman telah mengeluarkan malai seluruhnya atau pada saat 12 MST. Jumlah anakan produktif yang tertinggi ditemukan pada perlakuan N,P,K (standar) yaitu sebesar 12 batang. Anakan produktif perlakuan N,P,K (standar) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan POP, perlakuan yang menggunakan 1/3 N,P,K, perlakuan 2/3 N,P,K + ½ POP dan perlakuan kontrol. Jumlah anakan produktif pada perlakuan POP, dengan 1/3 N,P,K, 2/3 N,P,K + ½ POP, tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol.

Berdasarkan BBPADI (2010) potensi jumlah anakan produktif padi varietas Ciherang yaitu 14-17 batang, sedangkan jumlah anakan produktif tertinggi pada perlakuan yang dikombinasikan dengan pupuk POP hanya mencapai 11 batang. Jumlah anakan produktif antara perlakuan POP dengan kontrol relatif sama. Dengan demikian, perlakuan POP dan perlakuan yang dikombinasikan dengan POP tidak berpengaruh besar pada jumlah anakan produktif padi.

Anakan produktif perlakuan POP dan perlakuan lainnya yang dikombinasikan dengan POP lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan N,P,K (standar); begitupun tinggi tanamannya lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan N,P,K (standar). Jumlah anakan yang mati pada perlakuan POP dan perlakuan lainnya yang dikombinasikan dengan POP lebih besar dari perlakuan N,P,K (standar). Hal ini menunjukkan tanaman tak terpenuhi kebutuhan haranya melalui pupuk POP.

Karakteristik umum yang dimiliki pupuk organik, ialah : (i) kandungan unsur hara rendah dan sangat bervariasi, (ii) penyediaan hara terjadi secara lambat, (iii) menyediakan hara dalam jumlah terbatas (Sutanto, 2002). Jika dilihat dari hasil analisis komposisi kimia pupuk POP (Lampiran 4), hara yang diberikan dari pupuk POP per kilogramnya sebanyak 3.17% N (19.02 kg N/ha), 0.5% P (3 kg P/ha), dan 1.2% K (7.2 kg K/ha). Sedangkan hara yang diberikan pada pupuk N, P, dan K yaitu 115 kg N/ha, 23.57 kg P/ha, 74.68 kg K/ha. Unsur hara nitrogen, fosfor dan kalium yang diberikan POP relatif kecil, sehingga tanaman pada POP dan perlakuan lainnya yang dikombinasikan dengan POP tidak terpenuhi kebutuhan unsur haranya, kecuali perlakuan N,P,K + POP.

Tanaman yang kurang memperoleh N tumbuh kerdil dan daun menjadi kuning atau hijau kekuningan (Soepardi, 1983). Pertumbuhan tanaman padi pada perlakuan POP tumbuh kerdil dan warna daunnya agak kuning, berbeda dengan pertumbuhan tanaman padi pada perlakuan N,P,K (standar) yang lebih tinggi dan warna daunnya lebih hijau (Lampiran 16). Hal ini diduga tanaman mengalami kekurangan unsur hara N. Menurut Lingga (2006), peranan utama N bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan. Selain itu, N pun berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis.

Kekurangan kalium akan menyebabkan pertumbuhan yang kerdil pada tanaman (Rauf, Syamsuddin, dan Sihombing, 2000). Akibat defisiensi K pada perlakuan POP, tanaman pada perlakuan POP mengalami pertumbuhan yang kerdil. Pada perlakuan yang menggunakan 1/3 N,P,K dan 2/3 N,P,K, pertumbuhan tanaman tidak mengalami kekerdilan seperti pada perlakuan POP, namun tinggi

21

tanamannya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan N,P,K + POP (Lampiran 6).

4. 3. Pengaruh Penggunaan POP terhadap Bobot Gabah Panen

Tabel 5 menunjukkan hasil bobot gabah dari setiap perlakuan dalam ton per hektar (ton/ha). Bobot gabah kering panen (GKP) dan bobot gabah kering giling (GKG) perlakuan POP dan perlakuan yang menggunakan 1/3 N,P,K dan 2/3 N,P,K, nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan pupuk N,P,K (standar). Penambahan POP pada perlakuan yang menggunakan 1/3 N,P,K (1/3 N,P,K + ½ POP, 1/3 N,P,K + ¾ POP, dan 1/3 N,P,K + 5/4 POP) tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan bobot GKP dan GKG. Sama halnya dengan perlakuan yang menggunakan 2/3 N,P,K yang ditambahkan 1 POP dan ½ POP, tidak berpengaruh nyata meningkatkan bobot GKP dan GKG tanaman padi, dan nyata lebih rendah dibanding bobot GKP dan GKG N,P,K (standar). Bobot GKP dan GKG perlakuan POP tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, dan nyata lebih rendah dibanding perlakuan N,P,K (standar) (Lampiran 14).

Tabel 5. Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik (POP) dan Pupuk Anorganik terhadap Bobot Gabah Panen.

Perlakuan (ton/ha) % Bernas % Hampa (ton/ha) % hasil GKP GKG BKGB BKGH Kontrol 3.38a 3.05a 93.77 6.23 2.85a 0.19a 100.00a N,P,K (Standar) 6.66e 6.20e 91.36 8.64 5.66d 0.54e 203.53e POP 3.55a 3.35a 94.82 5.18 3.18a 0.17a 109.86a 1/3 N,P,K + POP 5.32c 4.95c 92.48 7.52 4.58c 0.37bcd 162.56c 2/3 N,P,K + POP 5.96d 5.39d 91.37 8.63 4.93c 0.46de 177.02d N,P,K + POP 6.39de 6.03e 91.40 8.60 5.52d 0.52e 197.97e 1/3 N,P,K + ½ POP 4.53b 4.11b 92.91 7.09 3.82b 0.29ab 134.83b 1/3 N,P,K + ¾ POP 4.68b 4.14b 92.61 7.39 3.84b 0.31abc 135.98b 1/3 N,P,K + 5/4 POP 4.68b 4.08b 92.72 7.28 4.09b 0.29ab 133.88b 2/3 N,P,K + ½ POP 5.97d 5.43d 91.78 8.22 4.95c 0.45cde 177.10d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α 0.05 berdasarkan uji Duncan.

GKG : Gabah Kering Giling

BKGB : Bobot Kering Gabah Bernas BKGH : Bobot Kering Gabah Hampa

Perlakuan yang menggunakan pupuk POP dan perlakuan N,P,K (standar) tidak berpengaruh nyata terhadap persentase gabah bernas dan gabah hampa dan berpengaruh nyata terhadap persen hasil (Tabel 5). Persen hasil adalah persentase yang didapat dari membandingkan petak percobaan dengan petak kontrol. Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa bobot gabah perlakuan N,P,K (standar) lebih tinggi 103.53% (203.53-100 / persen hasil percobaan dikurangi persen hasil kontrol) dari bobot gabah perlakuan kontrol dan perlakuan N,P,K + POP memiliki persen hasil lebih tinggi 97.97% dari bobot gabah kontrol; sedangkan bobot gabah perlakuan POP hanya lebih tinggi 9.86 % dari bobot gabah perlakuan kontrol. Perlakuan yang menggunakan 1/3 N,P,K, persen hasilnya lebih tinggi 33.88-62.56 % dari bobot gabah perlakuan kontrol; perlakuan yang menggunakan 2/3 N,P,K, persen hasilnya lebih tinggi 77.02-77.10 % dari bobot gabah perlakuan kontrol.

Lampiran 13 menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap Bobot Kering Gabah Bernas (BKGB). Berdasarkan Tabel 5, nilai tertinggi BKGB terdapat pada perlakuan N,P,K (standar) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan N,P,K + POP. Sedangkan perlakuan kontrol memiliki nilai BKGB terendah dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan POP. Perlakuan kontrol dan POP nyata lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan dengan menggunakan 1/3 N,P,K dengan penambahan POP berapapun relatif tidak berbeda nyata satu dengan lainnya, namun nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan N,P,K (standar), perlakuan N,P,K + POP, dan perlakuan yang menggunakan 2/3 N,P,K. Demikian juga terjadi pada perlakuan yang menggunakan 2/3 N,P,K.

Pengaruh nyata perlakuan terjadi pula terhadap Bobot Kering Gabah Hampa (BKGH) (Lampiran 13). Nilai tertinggi BKGH terdapat pada perlakuan N,P,K yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan N,P,K + POP. Sedangkan nilai terendah BKGH terdapat pada perlakuan POP, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, 1/3 N,P,K + ½ POP, 1/3 N,P,K + ¾ POP, 1/3 N,P,K + 5/4 POP dan nyata lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan 1/3 N,P,K + POP, 2/3 N,P,K + POP, 2/3 N,P,K + ½ POP, N,P,K + POP, dan N,P,K (standar).

Potensi produksi dari padi varietas Ciherang mencapai 5-8.5 ton/ha GKG (BBPADI, 2007). Selisih produksi padi antara perlakuan POP dengan perlakuan

23

N,P,K (standar), maupun dengan potensi produksi padi varietas Ciherang cukup tinggi (berkisar antara 2-3 ton dan 4-5 ton). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kekurangan hara pada padi yang menggunakan pupuk POP seperti telah dipaparkan sebelumnya (halaman 20). Menurut Brady dan Weil (2002) nitrogen penting untuk pembentukan karbohidrat dalam tanaman, sehingga produksi padi yang menggunakan POP lebih rendah dibanding perlakuan N,P,K (standar). Proses metabolisme yang berkaitan dengan pembentukan dan pengisian gabah padi dapat berjalan dengan baik, apabila kebutuhan akan N, P, dan K terpenuhi. Bobot GKG pada perlakuan yang menggunakan pupuk POP relatif rendah, menunjukkan padi mengalami defisiensi hara N dan K. Menurut Leiwakabessy dan sutandi (2004) semakin tinggi tingkat produksi, maka semakin tinggi hara yang dibutuhkan. Dengan kata lain, rendahnya produksi padi pada perlakuan yang menggunakan pupuk POP menunjukkan rendahnya jumlah hara POP dari kadar dan dosis yang diberikan melalui pupuk tersebut.

4. 4. Pengaruh Dosis Pupuk Terhadap Sifat Kimia Tanah dan Tanaman Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah (PPT, (1983)) status hara Nitrogen total tanah pasca panen (Tabel 6) berstatus rendah yaitu antara 0.1 %-0.2 %. Perlakuan pupuk standar dan POP tidak berpengaruh nyata terhadap Nitrogen total pasca panen, dengan kisaran jumlahnya 0.11 %- 0.16 % (Lampiran 14).

Tabel 6. Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik (POP) dan Pupuk Anorganik terhadap Kadar N-total, P & K-tersedia Pasca Panen dalam Tanah. Perlakuan N-total (%) P-Tersedia (ppm) K-tersedia (me/100 g) Kontrol 0.15 8.45 0.03 N,P,K (Standar) 0.13 6.78 0.03 POP 0.12 12.99 0.05 1/3 N,P,K + POP 0.15 4.01 0.06 2/3 N,P,K + POP 0.14 9.91 0.04 N,P,K + POP 0.13 9.13 0.03 1/3 N,P,K + ½ POP 0.14 13.55 0.03 1/3 N,P,K + ¾ POP 0.11 6.30 0.03 1/3 N,P,K + 5/4 POP 0.15 8.11 0.06 2/3 N,P,K + ½ POP 0.16 9.12 0.04

Perlakuan pupuk standar dan POP tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah P-tersedia dalam tanah pasca panen. Status hara P-tersedia dalam tanah pasca panen menunjukan status yang sedang-tinggi yaitu antara 8 ppm-10 ppm (kisaran P2O5 = 16 ppm-25 ppm dan 26 ppm-35 ppm). Kisaran jumlah P-tersedia dalam tanah pasca panen yaitu berkisar antara 8.45 ppm-13.55 ppm (P2O5 = 15.5 ppm-31.2 ppm). Status hara P-tersedia yang menunjukan status yang tinggi hanya pada perlakuan POP dan 1/3 N,P,K + ½ POP. Perlakuan dosis pupuk standar dengan POP juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah K-tersedia dalam tanah pasca panen dimana jumlahnya berkisar antara 0.03 me/100 gram-0.06 me/100 gram.

Tabel 7. Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik (POP) dan Pupuk Anorganik terhadap Kadar N, P dan K Tanaman.

Perlakuan Kadar N Kadar P Kadar K

(%) Kontrol 1.29 0.17 1.34 NPK (Standar) 1.88 0.12 1.80 POP 1.38 0.12 1.44 1/3 NPK + POP 1.51 0.10 1.50 2/3 NPK + POP 1.55 0.12 1.48 NPK + POP 1.55 0.11 1.54 1/3 NPK + ½ POP 1.41 0.13 1.51 1/3 NPK + ¾ POP 1.44 0.18 1.36 1/3 NPK + 5/4 POP 1.51 0.12 1.61 2/3 NPK + ½ POP 1.67 0.11 1.65

Kadar nitrogen dalam tanaman (Tabel 7), perlakuan pupuk N,P,K (standar) dan perlakuan POP menunjukkan berpengaruh tidak nyata. Kadar Nitrogen dalam tanaman berkisar antara 1.29 %-1.88 %. Perlakuan pupuk N,P,K (standar) dan POP juga menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar P dan K tanaman. Kadar P dalam tanaman berkisar antara 0.10 %-0.18 %, sedangkan kadar K dalam tanaman berkisar antara 1.34 %- 1.80 %.

Perlakuan N,P,K (standar) merupakan perlakauan yang paling signifikan terhadap variabel pertumbuhan tanaman dan variabel produksi tanaman dibandingkan perlakuan yang lainnya. Jika dilihat pada Tabel 7, perlakuan N,P,K

25

(standar) merupakan perlakuan yang memiliki kadar N dan K tanaman tertinggi dan cukup, karena kecukupan hara tanaman padi untuk nitrogen sekitar 1.59 % dan kalium 1.26 % (Anonimous, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan N dan K tanaman pada perlakuan N,P,K (standar) terpenuhi, sedangkan pada perlakuan yang menggunakan POP hampir semuanya mengalami kekurangan unsur N dan K.

Dokumen terkait