• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio Poloxamer 407/kitosan dalam sistem dispersi padat ekstrak temulawak terhadap disolusi kurkumin. Kurkumin memiliki kelarutan yang rendah di dalam air dan bioavailabilitas yang rendah. Strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan pembentukan dispersi padat. Dispersi padat dalam penelitian ini merupakan dispersi padat sistem terner, yang terdiri dari obat (kurkumin), polimer (kitosan), dan surfaktan (Poloxamer 407). Menurut Singh et al., (2011) dispersi padat sistem terner dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan bioavailabilitas yang lebih tinggi dan menghindari rekristalisasi. Dispersi padat dibuat dengan metode solvent evaporation. Metode tersebut memiliki keuntungan yaitu dekomposisi termal dari obat dan pembawa dapat dihindari karena relatif rendah suhu yang dibutuhkan untuk menguapkan pelarut organik (Dixit et al., 2012). Hasil dari solvent evaporation

8

dihitung rendemennya untuk mengetahui kehilangan bahan selama proses pembuatan. Berdasarkan hasil perhitungan rendemen yang didapat sebesar 66,75-81,10%.

Verifikasi Metode Analisis

Verifikasi metode bertujuan untuk memastikan metode yang dipakai dalam penelitian ini valid. Verifikasi metode meliputi linieritas, akurasi, dan presisi. Langkah awal yang dilakukan yaitu menentukan panjang gelombang maksimum yang digunakan, dimana larutan analit memberikan serapan yang maksimal. Pada penelitian ini didapatkan panjang gelombang maksimum kurkumin yaitu 425 nm dalam metanol dan 431 nm dalam medium disolusi. Terdapat pergeseran batokromik yaitu pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih besar, hal ini dikarenakan adanya perubahan pelarut (Kumar, 2006). Setelah panjang gelombang maksimum didapatkan, kemudian dilakukan verifikasi metode meliputi:

1. Penetapan linearitas

Linearitas digunakan sebagai salah satu parameter untuk menilai kesahihan metode analisis dengan melihat nilai hubungan respon dari berbagai konsentrasi zat baku pada suatu kurva baku yang dilihat sebagai nilai koefisien korelasi (r) (Rohman, 2009). Menurut AOAC (2002) suatu metode dikatakan memiliki linearitas yang baik apabila nilai r > 0,99. Berdasarkan kurva baku yang telah dibuat, didapatkan persamaan y = 0,1307x + 0,0015 dengan nilai r sebesar 0,9981 (Gambar 1), hal tersebut memenuhi persyaratan Association of Official Analytical Chemist (AOAC). Sehingga dapat dikatakan metode spektofotometri UV-Vis ini memiliki linearitas yang baik dalam menetapkan kadar kurkumin.

9

Gambar 1. Kurva Baku Kurkumin dalam Medium Disolusi

2. Penetapan akurasi dan presisi

Penetapan akurasi dilihat berdasarkan kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai % recovery terhadap sampel yang kadarnya telah diketahui dengan pasti (Rohman, 2009). Suatu metode dikatakan memiliki akurasi yang baik apabila nilai % recovery untuk konsentrasi 1 µg/ml sebesar 80-110% (AOAC, 2016). Nilai % recovery yang didapatkan dalam penelitian ini antara 98,84-108,26% (Tabel II). Hasil tersebut masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Association of Official Analytical Chemist (AOAC).

Penetapan presisi dilihat berdasarkan kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran. Presisi biasanya dinyatakan dalam Coefficient of Variation (CV) (Rohman, 2009). Menurut AOAC (2016) nilai CV yang baik sebesar 11% untuk kadar sampel 1 µg/ml. Nilai CV yang didapatkan pada penelitian ini sebesar 0,83-2,42% (Tabel II). Hasil tersebut masih memenuhi rentang persyaratan yang ditetapkan oleh Association of Official Analytical Chemist (AOAC), maka disimpulkan metode ini akurat dan presisi sehingga metode valid untuk digunakan dalam penelitian ini.

y = 0.1307x + 0.0015 R² = 0.9963 R = 0.9981 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 0 2 4 6 8 A bsorbansi Konsentrasi (µg/mL)

Kurva Baku Kurkumin dalam Medium Disolusi

10

Tabel II. Data Akurasi dan Presisi (n=3) Konsentrasi teoritis (µg/mL) Konsentrasi yang didapat (µg/mL) Akurasi (% recovery) Presisi (SD) Presisi (CV) 0,54 0,53 98,84 0,00 0,83 0,54 100,26 0,53 98,84 3,23 3,29 102,01 0,06 1,83 3,35 103,67 3,42 105,80 5,38 5,58 103,71 0,14 2,42 5,82 108,11 5,83 108,26

Uji Drug Load

Uji drug load bertujuan untuk mengetahui kandungan zat aktif yang sebenarnya dalam rasio yang dikehendaki dan mengetahui stabilitas zat aktif selama proses pembuatan. Untuk mengetahui hasil drug load sesuai atau tidak dengan teoritis maka dihitung % recovery. Berdasarkan table III, homogenitas campuran fisik dan dispersi padat sudah sesuai yaitu dibuktikan dari nilai CV yang rendah. Hasil untuk % recovery CF secara keseluruhan sudah memenuhi yaitu mendekati 100%. Akan tetapi untuk % recovery DP ada beberapa yang tidak sesuai yaitu DP 3 (1:8), DP 4 (1:12), dan DP 5 (1:21). Ketidaksesuaian yang terjadi pada drug load DP 3 (1:8), DP 4 (1:12), dan DP 5 (1:21) karena adanya kerusakan kurkumin selama proses pembuatan. Rusaknya kurkumin bisa terjadi karena fotodegradasi dan oksidasi (Priyadarsini, 2014). Oksidasi dapat disebabkan karena adanya panas saat oven vakum. Waktu pengeringan menggunakan oven vakum untuk setiap formula DP berbeda-beda, semakin besar jumlah kitosan semakin lama pengeringannya. Selain itu, ketidaksesuaian yang terjadi DP 3, DP 4, dan DP 5 karena semakin menurunnya konsentrasi Poloxamer 407, akibatnya semakin kecil jumlah kurkumin yang dapat terdispersi ke dalam kitosan.

11

Tabel III. Hasil Uji Drug Load Campuran Fisik (CF) dan Dispersi Padat (DP) (n=3) Sampel Rata-rata Recovery ± SD (%) CV Sampel Rata-rata Recovery ± SD (%) CV CF 1 (1:4,5) 84,59 ± 1,40 1,65 DP 1 (1:4,5) 96,69 ± 1,22 1,27 CF 2 (1:6) 88,03 ± 2,30 2,61 DP 2 (1:6) 84,08 ± 1,64 1,95 CF 3 (1:8) 80,01± 2,45 3,18 DP 3 (1:8) 79,48 ± 1,13 1,42 CF 4 (1:12) 94,32 ± 1,58 1,68 DP 4 (1:12) 66,31 ± 0,97 1,47 CF 5 (1:21) 99,59 ± 0,66 0,66 DP 5 (1:21) 65,98 ± 1,14 1,73 Uji Kelarutan

Uji kelarutan bertujuan untuk mengetahui kelarutan dispersi padat dibandingkan campuran fisik. Uji kelarutan dilakukan tanpa SLS karena ingin melihat kelarutan sediaan tanpa adanya bantuan peningkatan kelarutan apapun. Gambar 2 menunjukkan bahwa kelarutan kurkumin meningkat setelah dibuat menjadi DP dibandingkan dengan CF. Peningkatan terjadi secara signifikan pada DP 1 (1:4,5), DP 2 (1:6), DP 3 (1:8), DP 4 (1:12), DP 5 (1:21) yaitu 5,8; 4,1; 4,6; 6,9; 5,0 kali CF (p<0,05). Peningkatan kelarutan DP dapat terjadi karena adanya proses pelarutan yang menyebabkan pengecilan ukuran partikel sehingga luas permukaan kontak dengan medium besar. Selain itu, peningkatan kelarutan DP juga dapat terjadi karena perubahan bentuk kristal menjadi amorf (Singh et al., 2011). Berdasarkan Gambar 2 dapat diamati bahwa perbedaan kelarutan juga terjadi pada antar formula DP. Hasil dari kelarutan antar DP dianalisis secara statistik menggunakan Kruskal Wallis. Hasil

12

analisis menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar formula DP (p<0,05). Hal ini membuktikan bahwa peningkatan rasio Poloxamer 407/kitosan dalam dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan kurkumin. Seiring bertambahnya kitosan diikuti pula dengan semakin berkurangnya Poloxamer 407, sehingga semakin kecil jumlah Poloxamer 407 maka semakin kecil proses dispersi kurkumin ke dalam kitosan.

Tabel IV. Hasil uji kelarutan Campuran Fisik (CF) dan Dispersi Padat (DP) (n=3) Sampel Rata-rata kelarutan (µg/mL) ± SD CV Sampel Rata-rata kelarutan (µg/mL) ± SD CV Peningkatan kelarutan CF 1 (1:4,5) 0,18 ± 0,00 2,42 DP 1 (1:4,5) 1,06 ± 0,06 5,91 5,8 kali CF 2 (1:6) 0,19 ± 0,01 4,65 DP 2 (1:6) 0,78 ± 0,04 5,21 4,1 kali CF 3 (1:8) 0,15 ± 0,01 5,82 DP 3 (1:8) 0,71 ± 0,01 1,66 4,6 kali CF 4 (1:12) 0,09 ± 0,02 21,27 DP 4 (1:12) 0,63 ± 0,03 3,93 6,9 kali CF 5 (1:21) 0,11 ± 0,03 24,87 DP 5 (1:21) 0,55 ± 0,01 1,40 5,0 kali

13

Gambar 2. Grafik Perbandingan Kelarutan DP dan CF (n=3), * Peningkatan kelarutan berbeda signifikan dengan nilai p sebesar 0,02.

Uji Disolusi

Uji disolusi dilakukan untuk mengetahui profil disolusi kurkumin antara dispersi padat dengan campuran fisik. Uji disolusi dilakukan menggunakan alat disolusi dengan metode dayung. Medium yang digunakan berupa 500 ml dapar fosfat pH 6,0 dan SLS 0,5%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wang et al., (1997) kurkumin paling stabil berada pada pH 6.0, sehingga pada pengujian ini digunakan dapar fosfat pH 6,0. Selain itu menurut British Pharmacopoeia (2011) untuk obat-obatan BCS kelas II direkomendasikan penambahan surfaktan ke dalam medium. Penggunaan surfaktan dalam medium disolusi obat lipofilik, secara fisiologis relevan karena didalam tubuh juga terdapat surfaktan yaitu empedu dan telah dilakukan penelitian sebelumnya. Medium disolusi yang mengandung surfaktan dapat lebih mensimulasikan lingkungan saluran pencernaan daripada media yang mengandung pelarut organik (Rahman et al., 2009). Penentuan konsentrasi SLS sebesar 0,5%, didasarkan pada konsentrasi tersebut berada diatas nilai CMC (Critical Micelle Concentration) dari SLS yaitu 0,03% (Rahman et al., 2009). Hal tersebut juga didukung oleh adanya penelitian Rahman et al., (2009) tentang peran konsentrasi SLS dalam disolusi kurkumin dari konsentrasi 0,1-3%, di mana konsentrasi 0,5% merupakan konsentrasi yang efektif untuk disolusi kurkumin.

14

Pengujian disolusi campuran fisik dan dispersi padat dilakukan selama 180 menit. Saat pengujian disolusi, pada menit ke 180 semua sampel DP dan CF belum habis terdisolusi yaitu ditandai dengan adanya sisa sampel yang masih mengendap di chamber. Hal ini dikarenakan kitosan membentuk lapisan seperti gel yang menghalangi masuknya air ke dalam serbuk sehingga proses disolusi menjadi lambat, dan membuat kitosan cocok sebagai bahan pembawa untuk obat-obatan controlled release (De, 2012). Berdasarkan Gambar 3, hasil rata-rata persen terdisolusi dispersi padat lebih tinggi dibandingkan campuran fisik, dengan hasil rata-rata persen terdisolusi pada menit ke-180 untuk DP 1 (1:4,5), DP 2 (1:6), DP 3 (1:8), DP 4 (1:12), DP 5 (1:21) yaitu 83,37%; 66,78%; 65,28%; 59,22%; 40,37%. Sedangkan hasil rata-rata persen terdisolusi pada menit ke-180 untuk CF 1, CF 2, CF 3, CF 4, CF 5 yaitu 21,91%; 19,77%; 18,73%; 22,19%; 20,24%.

Data persen terdisolusi yang telah didapatkan, digunakan untuk menghitung nilai dissolution efficiency (DE). Dissolution efficiency (DE) merupakan perbandingan luas di bawah kurva disolusi dengan luas segiempat seratus persen zat aktif larut dalam medium pada saat tertentu. Penggunaan metode ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu dapat menggambarkan semua titik pada kurva kecepatan disolusi obat (Fudholi, 2013). Nilai DE180 yang diperoleh pada DP 1 (1:4,5), DP 2 (1:6), DP 3 (1:8), DP 4 (1:12), DP 5 (1:21) yaitu 56,79%; 47,17%; 36,50%; 32,57%; 27,99%. Sedangkan nilai DE180 pada CF 1, CF 2, CF 3, CF 4, dan CF 5 yaitu 16,93%; 14,42%; 14,24%; 16,73%; 14,68%. Setelah didapatkan nilai DE180 untuk semua formula baik itu CF dan DP, diuji statistiknya menggunakan uji Mann-Whitney. Uji statistik untuk DE180 semua formula CF dan DP menghasilkan nilai p<0,05 yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan. Sehingga terbukti dispersi padat dapat meningkatkan disolusi kurkumin dibanding campuran fisik. Menurut Singh et al., (2011) peningkatan disolusi DP dapat terjadi karena pada saat proses pembuatan DP terlebih dahulu terdapat proses pelarutan yang menyebabkan pengecilan ukuran partikel, sehingga luas permukaan kontak dengan medium besar. Selain itu, peningkatan disolusi DP dapat terjadi karena adanya perubahan kristal menjadi amorf. Sedangkan CF tidak mengalami peningkatan

15

signifikan karena pada saat proses pembuatan hanya menggunakan mortir dan stamper sehingga tidak terjadi perubahan kristal menjadi amorf.

Tidak hanya membandingkan CF dan DP, peneliti juga membandingkan antar formula DP. Nilai DE180 antar formula DP diuji statistika menggunakan ANOVA. Hasil uji statistika menunjukkan nilai p < 0,05, yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan, sehingga terbukti rasio Poloxamer 407/kitosan dalam dispersi padat dapat meningkatkan disolusi kurkumin. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Zhong et al., (2013), kitosan sebagai polimer tunggal kurang mampu meningkatkan laju disolusi. Hal ini terbukti dari nilai % terdisolusi yang rendah yaitu 34% setelah menit ke 30. Oleh karena itu, adanya Poloxamer 407 dapat membantu terdispersinya kurkumin ke dalam kitosan (Kakran et al., 2013). Menurut Bhyan et al., (2014) semakin besar jumlah Poloxamer 407 maka semakin besar kurkumin yang terdispersi ke dalam kitosan. Mekanisme peningkatan laju disolusi pada penelitian ini dengan cara: 1) peningkatan Cs yaitu adanya Poloxamer 407 yang dapat membantu proses terdispersinya kurkumin ke dalam kitosan, 2) adanya kitosan dalam penelitian ini dapat mempertahankan bentuk amorf kurkumin sehingga menurunkan kecenderungan kristalisasi, 3) peningkatan luas permukaan padatan melalui proses pembentukan dispersi padat. Berdasarkan persamaan Noyes and Whitney dengan adanya peningkatan Cs dan luas permukaan padatan maka akan meningkatkan laju disolusi.

= ��

Keterangan:

M : massa zat terlarut yang terlarut selama waktu t dM/dt : kecepatan disolusi (massa/waktu)

D : koefisien difusi zat terlarut dalam larutan S : luas permukaan padatan

h : tebal lapisan difusi

Cs : kelarutan padatan (yakni konsentrasi senyawa dalam larutan jenuh pada permukaan padatan dan pada temperatur percobaan).

C : konsentrasi zat terlarut dalam larutan pada waktu t

16

Gambar 3. Kurva Rata-rata Persen Terdisolusi Vs Waktu (menit)

Keterangan: (a). CF 1 & DP 1 (1:4,5); (b). CF 2 & DP 2 (1:6); (c). CF 3 & DP 3 (1:8); (d). CF 4 & DP 4 (1:12); (e). CF 5 & DP 5 (1:21) dan (f). Grafik Perbandingan

Dissolution Efficiency menit ke-180 (n=3)

a b

c d

17 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa campuran Poloxamer 407/kitosan dalam dispersi padat dapat meningkatkan disolusi kurkumin dibandingkan campuran fisik dan terdapat perbedaan nilai dissolution efficiency (DE) antar rasio dispersi padat (p value < 0,05). Dispersi padat dengan rasio 1:4,5 menunjukkan dissolution efficiency (DE) paling tinggi sebesar 56,79 ± 1,52%. Semakin banyak Poloxamer 407, semakin meningkatkan nilai DE karena semakin banyak kurkumin yang terdispersi ke dalam kitosan.

SARAN

Perlu dilakukan optimasi suhu dan lama pengeringan oven vakum untuk dispersi padat ekstrak temulawak-Poloxamer 407-kitosan, uji aktivitas dispersi padat ekstrak temulawak-Poloxamer 407-kitosan, serta beberapa uji karakteristik dispersi padat seperti Particle Size Analyzer untuk melihat ukuran partikel, X-Ray Diffraction untuk karakterisasi struktur kristal, Differential Scanning Calorimetry untuk mengetahui karakteristik sampel berdasarkan energi transisi, dan Fourier Transform Intrared Spectroscopy untuk melihat interaksi polimer dengan kurkuminoid.

18 DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari, L., Nurcholis, W., Darusman, L.K., Mujib, M.A., and Heryanto, R., 2014, The Curcuminoids Extract of Curcuma xanthorrhiza RoxB. Loaded Solid Lipid Nanoparticles, International Journal of Science and Research, 3 (10), 852–856. AOAC, 2002, AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical

Methods for Dietary Supplements and Botanicals.

AOAC, 2016, Appendix F: Guidelines for Standard Method Performance Requirements.

Bhyan, B., Bhyan, S., and Dk, S., 2014, Development and Characterization of Solid Dispersion to Enhance the Dissolution Profile of Nifedipine with PVP K30 and Poloxamer 407, Int J Res Pharm Sci 4(4), 4-9.

British Pharmacopoeia, 2011, British Pharmacopoeia, The British Pharmacopoeia Commission, London.

Chiou, W.L. and Riegelman, S., 1971, Pharmaceutical Applications of Solid Dispersion Systems. Journal of pharmaceutical sciences, 60 (9), 1281–1302. De, U.D.E.S., 2012, Obtaining Chitosan Microspheres on Superhydrophobic Surface

for Controlled Release of 5-Fluorouracil First Master of Drug Development. Dixit, a. K., Singh, R.P., and Singh, S., 2012, Solid Dispersion - A Strategy for

Improving the Solubility of Poorly Soluble Drugs, International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences, 3 (2), 960–966.

European Medicines Agency, 2014, Assessment Report on Curcuma xanthorrizha Roxb. (C. xanthorrhiza D. Dietrich) Rhizoma, Committee for Human Medicinal Products (HPMC), London, United Kingdom.

Fudholi, A., 2013, Disolusi & Pelepasan in Vitro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 137-143.

Kakran, M., Gopal, N., Wah, Y., and Li, L., 2013, Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects Ternary Dispersions to Enhance Solubility of Poorly Water-Soluble Antioxidants, Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects, 433, 111–121.

19

Kumar, S., 2006, Spectroscopy of Organic Compounds, Dept. of Chemistry, 66, 1-36. Paliwal, R., Babu, R.J., and Palakurthi, S., 2014, Mini-Review Nanomedicine

Scale-up Technologies: Feasibilities and Challenges, 15 (6).

Priyadarsini, K.I., 2014, The Chemistry of Curcumin: From Extraction to Therapeutic Agent, Molecules, 19 (12), 20091-20112.

Rahman, S., Telny, T., Ravi, T., and Kuppusamy, S., 2009, Role of Surfactant and pH in Dissolution of Curcumin, Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 71(2), 139.

Rohman, A., 2009, Kromatografi untuk Analisis Obat, Cetakan 1, Graha Ilmu, Yogyakarta, 217-235.

Sharma, K., Agrawal, S.S., and Gupta, M., 2012, Development and Validation of UV Spectrophotometric Method for the Estimation of Curcumin in Bulk Drug and Pharmaceutical Dosage Forms, International Journal of Drug Development and Research, 4 (2), 375–380.

Singh, S., Singh, B.R., and Yadav, L., 2011, A Review on Solid Dispersion, Int.J. of Pharm. & Life Sci. (IJPLS), 2 (9), 1078-1095. \

Sinko, P.J., 2006, Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 423-445.

Tonnesen, H.H., Masson, M., and Loftsson, T., 2002, Studies of Curcumin and Curcuminoid. XXVII. Cyclodextrin Complexation: Solubility, Chemical and Photochemical Stability, International Journal of Pharmaceutics, 244(1-2), 127-135.

Wang, Y.J., Pan, M.H., Cheng, A.L., Lin, L.I., Ho, Y.S., Hsieh, C.Y., et al., 1997, Stability of Curcumin in Buffer Solution and Characterization of Its Degradation Products, Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 15 (12), 1867-1876.

Zhong, L., Zhu, X., Luo, X., and Su, W., 2013, Dissolution Properties and Physical Characterization of Telmisartan-Chitosan Solid Dispersions Prepared by Mechanochemical Activation, AAPS PharmSciTech, 14 (2), 541–50.

20 LAMPIRAN

21

Dokumen terkait