• Tidak ada hasil yang ditemukan

Minyak ikan pada penelitian ini diekstraksi dengan metode dry rendering dari jeroan dan lemak putih patin yang berasal dari Kecamatan Koto, Kabupaten Kampar-Riau. Ikan patin ini berasal dari budidaya kolam. Lemak putih pada patin terdapat di dalam perut ikan bersamaan dengan jeroan. Lemak ini disebut juga

memiliki warna putih kekuningan. Minyak ikan baik yang berasal dari lemak putih maupun jeroan memiliki ciri-ciri fisik berwarna kuning keemasan. Minyak dari lemak putih ikan patin akan menjadi padat ketika berada di suhu ruang dalam waktu yang lama. Minyak ikan dari lemak putih dan jeroan ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2a dan 2b.

(a) (b)

Gambar 2 Minyak ikan dari (a) lemak putih patin (b) jeroan patin.

Kedua minyak ini masing-masing ditambah dengan antioksidan alami berupa minyak zaitun dan sintesis berupa Butil Hidroksi Toluen (BHT) sehingga diperoleh enam perlakuan yaitu minyak lemak putih (L), minyak jeroan (J), minyak lemak putih ditambahkan dengan minyak zaitun (LZ), minyak jeroan ditambahkan dengan minyak zaitun (JZ), minyak lemak putih ditambahkan dengan BHT (LB), dan minyak jeroan ditambahkan dengan BHT (JB). Keenam minyak ini kemudian diinjeksikan ke dalam kapsul dan dilakukan uji stabilitas dan uji karakteristik. Ciri-ciri fisik dari keenam minyak ikan ini hampir sama yaitu berwarna kuning keemasan. Warna kuning disebabkan oleh pigmen karoten yang larut didalam minyak. Karoten merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga terhidrogenasi sehingga intensitas warna kuning berkurang (Pasaribu N 2004).

Analisis Profil Asam Lemak Minyak

Analisis profil asam lemak minyak ikan dari lemak putih dan jeroan patin dilakukan dengan menggunakan gas chromatography untuk mengetahui kandungan dan jenis asam lemak yang terdapat pada kedua minyak tersebut. Analisis asam lemak terdiri dari beberapa tahapan yaitu tahap ekstraksi, metilasi, injeksi dan pembacaan sampel melalui kromatogram. Analisis profil asam lemak menunjukkan bahwa minyak lemak putih dan jeroan ikan patin mengandung 24 jenis asam lemak yang terdiri atas 10 jenis asam lemak jenuh, 6 jenis asam lemak tak jenuh tunggal, dan 8 jenis asam lemak tak jenuh majemuk. Hasil analisis profil dan komposisi asam lemak dari minyak lemak putih dan jeroan ikan patin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Profil asam lemak dari minyak lemak putih dan jeroan ikan patin.

Asam lemak Lemak

putih patin siam Jeroan patin siam *jeroan Patin siam *jeroan Patin jambal Asam lemak jenuh

Laurat (C12:0) 0,05 0,07 n.d n.d Tridekanoat (C13:0) n.d n.d n.d n.d Miristat (C14:0) 2,71 3,37 4,69 1,67 Pentadekanoat (C15:0) 0,28 0,18 n.d n.d Palmitat (C16:0) 25,97 22,34 34,19 26,48 Heptadekanoat (17:0) 0,25 0,18 n.d n.d Stearat (C18:0) 5,90 5,19 8,12 9,69 Arakidat (C20:0) 0,35 0,29 0,26 0,20 Heneikosanoat (C21:0) 0,04 0,03 n.d n.d Behenat (C22:0) 0,14 0,12 n.d n.d Lignoserat (C24:0) 0,18 0,13 n.d n.d

Total Saturated Fatty Acid (SAFA) 35,87 31,90 47,26 38,04

Asam lemak tak jenuh tunggal

Miristoleat (C14:1) 0,01 0,02 n.d n.d Palmitoleat (C16:1) 1,15 1,19 2,99 1,72 Cis-10-heptadekanoat (C17:1) 0,07 0,05 n.d n.d Elaidat (C18:1n9t) 0,12 0,11 n.d n.d Oleat (C18:1n9c) 34,72 35,18 35,97 38,89 Cis-11-eikosenoat (C20:1) 0,79 0,77 0,75 0,82 Nervonat (C24:1) n.d n.d 0,03 0,03

Total Monounsaturated Fatty Acid (MUFA)

36,86 37,32 39,74 41,46

Asam lemak tak jenuh jamak

Linoleat (C18:2n6c) 16,28 16,26 10,18 15,56 Linolelaidat (C18:2n9t) n.d n.d n.d n.d Linolenat (C18:3n3) 0,92 0,88 0,49 1,24 γ-linolenat (C18:3n6) 0,21 0,29 n.d n.d Cis-11,14-Eikosadienoat (C20:2) 0,61 0,58 0,53 0,64 Cis-8,11,14-Eikosetrienoat (C20:3n6) 0,58 0,65 0,55 0,72 Arakidonat (C20:4n6) 0,40 0,46 0,29 0,63 Cis-5,8,11,14,17-Eikosapentaenoat (C20:5n3) 0,52 0,45 0,17 0,37 Cis-4,7,10,13,16,19-Dokosaheksaenoat (C22:6n3) 1,03 0,96 0,79 1,34

Total Polyunsaturated Fatty Acid

(PUFA)

20,55 20,53 13,00 20,50

Omega 3 2,47 2,29 1,45 2,95

Omega 6 17,47 17,66 11,02 16,91

Total asam lemak 93,28 89,75 100,00 100,00

Tidak teridentifikasi 6,72 10,25 0,00 0,00

Keterangan: * Hastarini (2012) n.d: tidak terdeteksi

Tabel 1 menunjukkan bahwa asam lemak yang mendominasi minyak ikan patin dari lemak putih ataupun jeroan adalah asam lemak palmitat dan oleat yaitu 25,97% dan 34,72% untuk minyak lemak putih serta 22,34% dan 35,18% untuk minyak jeroan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hastarini (2012) yang menjelaskan mengenai profil asam lemak dari minyak ikan patin siam dan

ikan patin jambal yang terdiri dari kepala, belly flap, dan isi perut. Profil asam lemak dari minyak ikan patin siam menunjukkan hasil yang sama untuk semua minyak, hanya bebeda secara kuantifikasinya. Asam lemak yang mendominasi untuk semua perlakukan yaitu asam lemak palmitat dan oleat yang berkisar 32,83% hingga 35,97% untuk minyak patin siam dan 25,78% hingga 39,15% untuk minyak patin jambal. Sathivel et al. (2003) juga menjelaskan bahwa asam lemak dominan yang terkandung dari minyak isi perut ikan lele adalah kandungan asam lemak palmitat dan oleat.

Asam palmitat dan asam stearat pada kedua minyak cukup tinggi dibandingkan dengan asam lemak jenuh lainnya. Asam stearat merupakan asam lemak jenuh yang tidak menaikkan kolesterol darah sedangkan asam palmitat bisa menaikkan kolesterol dan resiko penyakit jantung (Ide 2008). Akan tetapi total asam palmitat lebih rendah dibandingkan asam oleat. Asam oleat sendiri merupakan asam lemak tak jenuh tunggal yang tidak meningkatkan kolesterol melainkan bisa menguranginya (Ide 2008). Asam lemak trans juga terdeteksi pada minyak jeroan maupun lemak putih patin yaitu asam elaidat 0,12%. Hasil ini tergolong rendah karena dari beberapa penelitian diperoleh kesimpulan bahwa batas asam lemak trans yang aman adalah sekitar 2% kkal (Baraas F dan Jufri M 1997 dalam Tuminah 2009). Adanya asam lemak trans pada minyak disebabkan karena penggunaan suhu tinggi ketika proses ekstraksi. Tuminah (2009) menyatakan bahwa sumber asupan asam lemak trans adalah minyak nabati yang dihidrogenasi sebagian guna menghasilkan cooking fats dan margarin. Proses hidrogenasi melibatkan penggunaan temperatur tinggi, tekanan, dan katalis.

Asam lemak omega 3 yang meliputi linolenat, EPA, dan DHA untuk minyak lemak putih adalah 2,47% dan 2,29% untuk minyak jeroan. Hasil ini didapat dari penjumlahan asam linolenat, EPA, dan DHA. Hal ini sejalan dengan penelitian Hastarini (2012) yang menyebutkan bahwa asam lemak omega 3 minyak jeroan patin siam 1,45% dan minyak jeroan patin jambal 2,95%. Omega 3 yang didapat baik minyak jeroan maupun lemak putih patin siam lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Hal ini adanya faktor jenis ikan dan pakan yang diberikan pada ikan patin. Ikan yang digunakan pada penelitian ini berasal dari budidaya kolam yang ada didaerah Kampar.

Kandungan asam lemak omega 3 pada ikan berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya perbedaan spesies, jenis kelamin, habitat, geografi dan makanannya (Rasoarahona et al. 2005). Ozogul et al.(2009) menjelaskan bahwa Perbedaan asam lemak ikan laut dan air tawar tidak hanya didasarkan pada habitatnya tetapi juga didasarkan pada jenis makanannya yaitu ikan herbivora, omnivora atau karnivora. Selain itu, ukuran, umur, reproduksi ikan, kondisi lingkungan, terutama suhu air mempengaruhi kadar lemak dan asam lemak komposisi otot ikan.

Rasio perbandingan omega 6 dan omega 3 pada minyak dari jeroan dan lemak putih patin adalah 1:8 dan 1:7. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian hastarini (2012) yaitu 1:8 untuk jeroan patin siam dan 1:6 untuk jeroan patin jambal. Rasio perbandingan omega 6 dan omega 3 yang ideal adalah apabila dapat mendekati 5:1 (Farrel 1996 dalam Sestilawarti 2011). Health and Walfare

Canada (1990) dalam Sestilawarti (2011) menyatakan bahwa beberapa lembaga

asam lemak omega 6 dibanding omega 3 total untuk dikonsumsi adalah 1:4 sampai 1:10.

Analisis Karakteristik Awal Minyak

Karakteristik awal pada minyak lemak putih dan jeroan patin dianalisis secara kimia diantaranya uji peroksida, uji asam lemak bebas, uji bilangan asam, uji bilangan Iod, uji bilangan Anisidin, dan total oksidasi. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dari minyak ikan yang dihasilkan. Karakteristik kimia pada minyak lemak putih dan jeroan ikan patin dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik Kimia Minyak Ikan Patin.

Karakteristik Kimia jenis minyak ikan patin IFOS 2011 IFOMA* jeroan lemak putih

Bil. peroksida (meq/kg) 11,67±2,89 10,00±0,00 < 3,75 3-20

Bil. Iod 61,34±3,66 59,06±3,38 - -

Bil. Anisidin (meq/kg) 4,95±0,17 4,34±0,59 < 15 4-60

Bil. asam (%) 1,50±0,32 0,37±0,16 < 2,25 -

Bil. Totoks (meq/kg) 28,29±5,88 24,34±0,59 < 20 10-60

FFA (%) 0,75±0,16 0,19±0,08 1,13 1-7

*Estiasih (2009)

Hasil analisis kimia pada minyak ikan menunjukkan bahwa kualitas minyak dari lemak putih patin secara deskriptif lebih baik dibandingkan minyak dari jeroan patin. Minyak dari jeroan patin memiliki bilangan anisidin 4,95±0,17 meq/kg, bilangan iod 61,34±3,66, bilangan peroksida 11,67±2,89 meq/kg, bilangan asam 1,50±0,32%, bilangan totoks 28,29±5,88 meq/kg, dan FFA 0,75±0,16%. Minyak dari lemak patin memiliki bilangan anisidin 4,34±0,59 meq/kg, bilangan iod 59,06±3,38, bilangan peroksida 10,00±0,00 meq/kg, bilangan asam 0,37±0,16%, bilangan totoks 24,34±0,59 meq/kg, dan FFA 0,19±0,08%.

Bilangan anisidin, bilangan asam, dan FFA yang diperoleh pada kedua jenis minyak masih berada dibawah standar International Fish Oil Standars (IFOS) sedangkan bilangan peroksida dan bilangan totoks yang diperoleh dari kedua minyak melebihi standar yang ditetapkan oleh IFOS. Hal ini diduga adanya pengaruh cahaya dan masuknya oksigen pada penyimpanan minyak. Kusnandar (2010) menyatakan beberapa faktor diantaranya keberadaan oksigen, enzim peroksidase, panas, radiasi (cahaya), dan ion monovalen dapat mempercepat terjadinya oksidasi pada minyak. Berbeda dengan standar IFOS, hasil analisis yang diperoleh pada kedua minyak masih berada dibawah standar International

Association of Fish Meal and Oil Manufacturers.

Bilangan iod yang diperoleh dari kedua minyak tergolong rendah. Hal ini disebabkan kedua minyak ikan memiliki asam lemak tak jenuh yang tinggi yaitu asam oleat (± 35%) dan linoleat (± 16%). Bilangan iod yang tinggi pada minyak menunjukkan bahwa minyak kaya akan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodium dan membentuk persenyawaan yang jenuh.

Banyaknya iodium yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dimana asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodium dan membentuk persenyawaan jenuh (Panggabean 2009). Analisis bilangan Iod dilakukan untuk mengetahui derajat ketidakjenuhan minyak, lilin, dan senyawa-senyawa lemak tidak jenuh yang lain sehingga tidak ada standar pada bilangan Iod.

Penurunan kualitas minyak jeroan dibandingkan minyak lemak putih patin disebabkan karena proses oksidasi. Proses oksidasi yang menyeluruh pada minyak akan diikuti oleh proses hidrolisa sampai terbentuk keton. Perubahan kualitas minyak dapat juga dikarenakan oleh aktifitas enzim dan mikroorganisme. Reaksi oksidasi diawali dengan pembentukan hidroperoksida secara spontan dari asam lemak tak jenuh dengan menangkap oksigen menandai terjadinya autooksidasi. Estiasih (2009) menyatakan bahwa pada kondisi tidak ada cahaya dan enzim, proses autooksidasi asam lemak tak jenuh dalam minyak ikan merupakan proses oksidasi penting dalam produk. Proses ini terjadi melalui tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Tahap inisiasi yaitu pembentukan senyawa radikal bebas yang terjadi karena disosiasi termal atau cahaya. Tahap propagasi yaitu tahap pembentukan radikal peroksi yang terjadi secara cepat. Tahap terminasi yaitu tahap interaksi antara dua radikal peroksi membentuk senyawa yang bersifat stabil.

Uji Kestabilan

Uji kestabilan dilakukan dengan metode schaal yaitu penyimpanan dalam oven selama kurang lebih satu bulan pada kisaran suhu 23,9°±1,2°C-62,8°±2,8°C. Penilaian bau dan rasa serta pengujian kimia memiliki interval yang berbeda-beda tergantung sifat dari sampel yang diuji. Sampel yang memiliki umur simpan

Schaal pendek ≤ 1 minggu umumnya dievaluasi pada interval 24 jam,

sedangkan sampel yang memilki umur simpan Schaal yang lebih lama dapat dievaluasi dua kali dalam seminggu (Eastman 2010). Hal ini yang mendasari penyimpanan satu bulan pada minyak jeroan dan lemak patin sehingga dapat dilihat perubahan kualitasnya dari berbagai titik. Stabilitas merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu minyak. Stabilitas minyak sangat dipengaruhi oleh jenis minyak yang akan dimurnikan, perlakuan yang diterapkan dalam pemurnian, suhu penyimpanan, adanya penambahan antioksidan dan tipe pengemas (Irianto 1992). Radikal bebas dan reaksi oksidasi dapat dihambat oleh suatu zat yang disebut antioksidan. Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah terjadinya proses oksidasi. Food and Drug Administration (FDA) menyatakan bahwa antioksidan adalah zat yang digunakan untuk mengawetkan bahan makanan dengan jalan menunda kerusakan, ketengikan atau perubahan warna sebagai akibat oksidasi. Terdapat dua cara kerja antioksidan yaitu secara langsung menangkap spesies yang menginisiasi prooksidasi, mengikat logam berat sehingga menghambat inisiasi atau propagasi reaksi radikal bebas kemudian menangkap spesies radikal bebas kedua yang menghentikan jalannya reaksi berantai, dan mengembalikan kelompok atau grup yang teroksidasi pada keadaan reduksinya (Anggraini 2011). Perlakuan yang digunakan dalam uji stabilitas minyak dari jeroan dan lemak patin adalah tanpa antioksidan, penambahan antioksidan alami yaitu minyak zaitun dan penambahan antioksidan sintetis BHT.

Minyak zaitun memiliki beberapa manfaat antara lain sebagai sumber squalene, kaya antioksidan, dan dapat meningkatkan sirkulasi. Kandungan minyak zaitun diantaranya asam lemak jenuh yang didominasi asam palmitat 7,5-20,0%, asam lemak tak jenuh tunggal yang didominasi asam oleat (omega 9) 55-83%, asam lemak tak jenuh majemuk yaitu asam linoleat (omega 6) 3,5-21,0% dan asam linolenat (omega 3) <1,5%, serta vitamin E, vitamin K, senyawa antioksidan fenol, tokoferol, sterol, pigmen, fitostrogen dan squalene (Anggraeni 2011). Antioksidan ini dapat menunda terjadinya oksidasi dan ketengikan sehingga meningkatkan umur simpan minyak. Ada senyawa yang telah dikaitkan dengan manfaat kesehatan manusia di dalam mekanisme kerja antioksidan. Senyawa ini menyerap radikal bebas dan memiliki dampak positif pada penyakit kanker dan kardiovaskular (Agbiolab 2014). Polifenol adalah bagian penting dari antioksidan dalam minyak zaitun. Dr Deane menjelaskan bahwa dalam 10 gram minyak zaitun terdapat sekitar 5 miligram antioksidan dalam bentuk polifenol (Orey 2007). Terdapat >30 polifenol telah diidentifikasi dalam zaitun yang memberikan manfaat bagi kesehatan. polifenol menyerap radikal bebas dan memiliki dampak positif pada penyakit kardiovaskular dan kanker tertentu. Polifenol ini juga bertindak sebagai anti inflamasi (Agbiolab 2014).

International Olive Council (2014) juga menyatakan bahwa minyak zaitun mengandung asam oleat tinggi yang sangat baik bagi kesehatan. Komponen aktif yang ada pada minyak zaitun diantaranya hidrokarbon (sebagai squalene), sterol (sebagai β-sitosterol), polifenol (tyrosol, hydroxytyrosol, oleuropein), tokoferol, terpenoid, dan beberapa konstituen. Senyawa lain minyak zaitun ini memiliki sifat bioaktif yang digunakan sebagai anti-inflamasi, antioksidan, antiaritmia, dan efek vasodilatasi. Penelitian juga menegaskan bahwa zaitun dan minyak zaitun mempengaruhi kesehatan melalui beberapa mekanisme. Penyakit kronis yang berhubungan dengan penyakit penuaan-termasuk jantung, kanker, penyakit jantung, dan kognitif penurunan-dirangsang negatif oleh kerusakan oksigen (stres oksidatif). Konsumsi makanan yang kaya antioksidan memberikan perlindungan yang signifikan terhadap penyakit. Zaitun dan minyak zaitun merupakan sumber yang kaya antioksidan. Hydroxytyrosol adalah antioksidan kuat yang telah mengalami banyak studi penelitian dan telah menunjukkan beberapa sifat biologis, terutama anti-inflamasi, anti jamur, antivirus dan antibakteri.

Shamberger et al. (2014) menyatakan bahwa antioksidan diperkenalkan sebagai pengawet makanan sekitar tahun 1947 dan yang Paling populer serta banyak digunakan adalah Butil Hidroksitoluen (BHT) dan Butil Hidroksianisol (BHA). BHT merupakan senyawa fenol yang bersifat relatif tidak polar, antioksidan sintetik ini memiliki karakteristik yang hampir serupa dengan BHA. BHT memiliki sifat tidak larut dalam air dan propilen glikol, tetapi sangat larut dalam lemak dan etanol. Antioksidan primer seperti BHA atau BHT substitusi senyawa jenis fenolik, bertindak sebagai penyerap radikal bebas untuk mengakhiri reaksi propagasi berantai yang mempercepat proses oksidasi. Pengamatan mengenai antioksidan ini telah banyak dilakukan salah satunya bahwa antioksidan BHT mencegah kerusakan kromosom dalam kultur jaringan serta kemungkinan penurunan kematian dari lambung karsinoma pada tahun 1947 terkait dengan pengenalan antioksidan pengawet BHT dan BHA pada waktu itu. Analisis yang dilakukan selama penyimpanan pada kapsul minyak jeroan dan lemak putih patin antara lain analisis bilangan peroksida, analisis asam lemak bebas (FFA), analisis

bilangan anisidin, analisis bilangan iod, analisis bilangan asam, dan analisis total oksidasi (totoks).

Kadar asam lemak bebas

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas dan tidak terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksigen biasanya bergabung dengan lemak netral. Pengujian kadar asam lemak bebas dapat menentukan baik atau tidaknya minyak ikan untuk konsumsi dan untuk dijadikan produk komersial (Yulistiana 2013). Hasil kestabilan asam lemak bebas dari enam perlakuan kapsul minyak ikan patin selama satu bulan penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik kestabilan kadar asam lemak bebas minyak ikan patin jeroan; n lemak putih; jeroan ditambah minyak zaitun; lemak putih ditambah minyak zaitun; jeroan ditambah BHT; lemak putih ditambah BHT.

Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa semua perlakuan maupun interaksi antara keduanya memberikan pengaruh (p<0,5) terhadap kadar asam lemak bebas. Minyak ikan jeroan dan lemak putih patin yang ditambahkan minyak zaitun memiliki kadar FFA yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak ikan jeroan dan lemak putih patin. Minyak ikan jeroan dan lemak putih patin yang ditambahkan BHT memiliki kadar asam lemak bebas yang tidak jauh berbeda dengan kontrol. Hal ini diduga perbandingan minyak zaitun dan minyak yang diberikan hanya 1:1 sehingga tidak dapat menghalangi terjadinya oksidasi. Faradiba (2013) menjelaskan bahwa kestabilan minyak habbatussauda dan minyak ikan yang terbaik dengan kadar FFA terendah adalah produk kombinasi 1:1 dan 3:1.

Penambahan minyak zaitun dan BHT pada kedua kapsul minyak ikan memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap kadar asam lemak bebas. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kadar asam lemak bebas pada minyak L berbeda dengan minyak LB, minyak LZ, dan minyak JZ, akan tetapi tidak berbeda dengan minyak JB dan minyak J. Hal ini diduga antioksidan yang ada pada minyak zaitun yang dipakai tergolong sedikit serta adanya faktor

-2 0 2 4 6 8 10 12 14 0 1 2 3 4 5 6 7 8 A sam le m ak bebas ( % )

Lama Penyimpanan (hari)

a e b b b c d e d e b b b c d e d

-5 0 5 10 15 20 25 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Bi lan gan A sam ( % )

Lama Penyimpanan (hari) a

penyimpanan minyak zaitun yang kurang baik yang berpengaruh terhadap kualitas minyak sehingga tidak dapat mempertahan nilai FFA pada kedua kapsul minyak patin. Waterhouse et al. (2011) menjelaskan bahwa minyak zaitun memilki asam lemak tak jenuh tunggal yang didominasi oleh asam oleat dan sedikit asam lemak jenuh sehingga menghasilkan stabilitas penyimpanan yang buruk. Kestabilan terbaik yaitu kapsul minyak baik dari jeroan maupun lemak putih patin ditambahkan dengan antioksidan sintetis BHT yang ditandai dengan kadar FFA rendah dibandingkan kapsul minyak jeroan dan lemak putih patin yang ditambahkan dengan minyak zaitun. Hal ini sejalan dengan penelitian Wang et al. (2011) yang menjelaskan bahwa kestabilan suplemen minyak ikan terbaik adalah minyak ikan dengan penambahan antioksidan sintetis jenis Tert Butilhidrokuinon (TBHQ) yang ditandai dengan kadar FFA yang rendah dibandingkan dengan sampel yang lain.

Bilangan asam

Bilangan asam didefinisikan sebagai jumlah kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk netralisasi asam bebas yang terdapat dalam satu gram senyawa (Rasyid 2003). Panagan et al. (2011) menyebutkan bahwa angka asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak. Nilai FFA yang tinggi akan menyebabkan bilangan asam juga menjadi lebih tinggi. Hasil dari stabilitas bilangan asam dari enam perlakuan kapsul minyak ikan patin selama satu bulan penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Grafik kestabilan bilangan asam minyak ikan patin jeroan;

n lemak putih; jeroan ditambah minyak zaitun; lemak putih ditambah minyak zaitun; jeroan ditambah BHT; lemak putih ditambah BHT.

Hasil analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa semua perlakuan maupun interaksi antara keduanya memberikan pengaruh (p<0,5) terhadap bilangan asam. Bilangan asam dari keenam sampel mengalami fluktuasi selama satu bulan penyimpanan. Bilangan asam kapsul minyak jeroan dan lemak putih patin yang ditambahkan dengan minyak zaitun menjadi lebih tinggi dan nilainya tidak stabil dari titik pengamatan ke-1 hingga ke-8. Penambahan minyak zaitun dan BHT pada kedua kapsul minyak ikan memberikan pengaruh (p<0,05) terhadap bilangan asam. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 3) menunjukkan

e b b b c e d d b e b b c d e d

bahwa bilangan asam pada minyak L berbeda dengan minyak LB, minyak LZ, dan minyak JZ, akan tetapi tidak berbeda dengan minyak JB dan minyak J. Hal ini dikarenakan kualitas minyak zaitun yang kurang baik sehingga tidak dapat menekan bilangan asam pada kedua minyak patin. Bilangan asam yang diperoleh dari kedua kapsul minyak yang ditambahkan dengan BHT tidak jauh berbeda dengan kapsul minyak ikan tanpa penambahan antioksidan. Wang et al. (2011) menyatakan bahwa antioksidan sintetis dan antioksidan alami secara luas memang digunakan untuk mencegah kerusakan oksidatif. Antioksidan ditambahkan pada produk pangan untuk menjaga kualitas dan memperpanjang umur simpan. Hanya saja untuk penggunaan antioksidan sintetis dibatasi di beberapa negara karena menghindari kemungkinan yang tidak diinginkan pada kesehatan manusia.

Bilangan peroksida

Bilangan peroksida merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan minyak. Panagan et al. (2011) menjelaskan bahwa asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Semakin kecil angka peroksida berarti kualitas minyak semakin baik. Hasil dari stabilitas bilangan peroksida dari enam perlakuan kapsul minyak ikan patin selama satu bulan penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Grafik kestabilan bilangan peroksida minyak ikan patin jeroan;

n lemak putih; jeroan ditambah minyak zaitun; lemak putih ditambah minyak zaitun; jeroan ditambah BHT; lemak putih ditambah BHT.

Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa semua perlakuan maupun interaksi antara keduanya memberikan pengaruh (p<0,5) terhadap bilangan peroksida. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa bilangan peroksida pada minyak L dan minyak J berbeda dengan minyak LB, minyak JB, minyak LZ, dan minyak JZ. Bilangan peroksida pada keenam sampel relatif rendah dan stabil pada titik pengamatan ke-0 hingga ke-5 dan pengalami kenaikan yang drastis pada titik pengamatan ke-6 hingga ke-8 untuk kapsul minyak jeroan dan lemak putih patin. Hal ini diduga tidak ada penambahan antioksidan pada kapsul minyak sehingga tidak dapat menekan terjadinya oksidasi dalam waktu yang lama. Penambahan antioksidan jenis BHT pada minyak ikan

-50 0 50 100 150 200 250 300 350 0 1 2 3 4 5 6 7 8 B il an gan p er ok sid a (m eq /k g)

Lama Penyimpanan (hari)

a a a a

a a

a

b

-10 0 10 20 30 40 50 60 0 1 2 3 4 B il an gan Ani sid in (m eq /k g)

Lama Penyimpanan (hari)

Dokumen terkait