• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Perunggasan di Kota Bogor

Kota Bogor dengan luas wilayah 11.850 ha pada tahun 2006 memiliki populasi ternak unggas sebesar 738.028 ekor. Jenis ternak unggas yang banyak dikembangkan di Kota Bogor adalah ayam buras, ayam ras (pedaging dan petelur) dan bebek (itik) (Tabel 1).

Tabel 1. Populasi Ternak Unggas di Kota Bogor Tahun 2006

No Jenis Ternak Unggas

Jumlah Populasi (ekor) 1 2 3 4

Ayam buras (ayam kampung) Ayam ras pedaging (broiler) Ayam ras petelur (layer) Bebek (itik) 554.434 178.000 2.500 3.094 Jumlah 738.028

Sumber: Laporan Pelaksanaan Kegiatan Dinas Agribisnis Kota Bogor (2006)

Berdasarkan data dari tabel 1, ayam buras merupakan jenis unggas yang paling banyak di Kota Bogor, yakni sebesar 554.434 ekor dibandingkan dengan populasi ayam ras. Hal ini menandakan bahwa masyarakat Kota Bogor lebih banyak memelihara ayam buras. Meskipun sistem pemeliharaan ayam buras sebagian besar tidak diternakkan dalam skala besar atau hanya sebagai ternak sambilan. Berdasarkan hasil kuisoner bahwa masyarakat yang memelihara unggas dengan jumlah 1 – 10 ekor sebanyak 88,89 % dan selebihnya memelihara unggas dengan jumlah 11 – 20 ekor (11,11 %).

Data populasi unggas tersebut diatas (tabel 1), jika dibandingkan dengan populasi tahun berikutnya (2007) mengalami penurunan jumlah populasi. Khususnya jumlah populasi ayam buras. Pada tahun 2006, jumlah populasi ayam buras sebesar 554.434 ekor dan pada awal tahun 2007 jumlahnya sebesar 308.370 ekor. Demikian pula dengan populasi ayam ras (petelur dan pedaging) pada tahun 2006 sebesar 180.500 ekor menjadi 157.376 ekor pada awal tahun 2007 (tabel 2).

Populasi ayam buras (ayam kampung) mengalami penurunan. Penurunan ini diakibatkan karena unggas tersebut sangat rentan terjadi kematian setelah terinfeksi virus Avian Influenza. Apalagi sistem pemeliharaannya, unggas tersebut

tidak dikandangkan (ekstensif farm) atau dilepas begitu saja (peternakan skala rumah tangga). Sedangkan pada ayam ras, hal ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar peternakan tersebut merupakan peternakan dengan populasi menengah kebawah (peternak mandiri) dengan penerapan biosekuriti masih sangat rendah. Sehingga relative mudah terserang flu burung. Selain itu, ketakutan warga terhadap flu burung mengakibatkan banyak ternak unggasnya yang dijual dan dipotong untuk dikonsumsi (Maolana 2007).

Tabel 2.Populasi unggas di Kota Bogor awal tahun 2007

No Kecamatan

Ayam Unggas air

(itik, angsa, entok)

Burung (ekor) Jumlah

(ekor)

Buras Ras Merpati Berkicau

1 2 3 4 5 6 Bogor Selatan Bogor Barat Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Tamah Sareal 73.091 78.853 23.807 35.538 51.728 45.352 67.070 8.108 477 401 16.158 45.162 6.228 2.193 394 1.556 3.050 3.284 6.213 9.914 4.790 3.596 5.561 7.358 4.593 6.935 7.286 4.468 6.728 4.392 157.195 126.003 36.754 45.559 83.225 105.549 Jumlah 308.370 157.376 16.705 37.432 34.402 554.285

Sumber: Dinas Agribisnis Kota Bogor (2007)

Penyebaran Flu Burung (Avian Influenza) Pada Unggas di Kota Bogor

Flu burung atau AI (Avian Influenza) pada unggas merebak pertama kali di Kota Bogor terjadi pada tanggal 12 Januari 2006 ditemukan positif pada bebek di kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Bogor Tengah dengan kematian sebanyak kurang lebih 50 ekor. Kemudian pada tanggal 16 Februari 2006 ditemukan kembali kasus positif AI pada tiga ekor ayam, tiga ekor merpati, satu ekor tekukur, di daerah Cilibende Kelurahan Babakan, Kecamatan Bogor Tengah.

Bermula dari kasus tersebut diatas, penyebaran flu burung di Kota Bogor mengalami peningkatan. Hal ini terlihat berdasarkan hasil pengujian tes cepat

(rapid test). Pada bulan Juni 2006, unggas yang positif AI tercatat di 28 kelurahan. Penyebaran sampai dengan Oktober 2006 di 33 kelurahan dan penyebaran sampai Desember 2006 meningkat di 44 kelurahan. Bahkan hingga akhir Mei 2007 Kota Bogor termasuk kedalam daerah tertular penyakit AI

(endemis) dengan seluruh kecamatan yang ada di Kota Bogor telah positif flu burung (Gambar 5).

Gambar 5. Peta situasi penyakit AI di Kota Bogor (hingga Mei 2007)

Sumber: Dinas Agribisnis Kota Bogor (2007)

Meskipun demikian, hingga akhir Mei 2007, kasus flu burung di Kota Bogor baru sebatas pada unggas. Belum dilaporkan kasus positif flu burung pada hewan lainnya, termasuk pada manusia. Sehingga sebagai organisasi perangkat daerah, Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan Kota Bogor berupaya untuk melakukan penanganan dan pengendalian flu burung pada unggas agar tidak menular ke manusia.

Tujuan dan Sasaran Penanganan dan Pengendalian Flu Burung

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penanganan dan pengendalian flu burung di Kota Bogor oleh Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan adalah terkendalinya wabah penyakit flu burung dalam waktu yang relative singkat. Sehingga dengan terkendalinya flu burung, diharapkan dapat memulihkan kembali perekonomian masyarakat dari sektor perunggasan, khususnya untuk pengembangan Agribisnis Perkotaan yang berwawasan lingkungan. Selain itu, diharapkan dengan berkurangnya kasus flu burung pada unggas, mampu mencegah penularan flu burung pada manusia.

Sedangkan sasaran kegiatan adalah masyarakat Kota Bogor pada umumnya dan secara khusus masyarakat peternak unggas (ayam, burung, itik), Masyarakat Penggemar/Hobies unggas kesayanga n yang tersebar di 68 Kelurahan di enam Kecamatan Kota Bogor.

Pelaksanaan Kegiatan Penanganan dan Pengendalian Flu Burung pada Unggas di Kota Bogor

Dalam menangani dan mengendalikan flu burung pada unggas, Dinas Agribisnis melakukan berbagai upaya penanganan dan pengendalian sejak pertama kali flu burung merebak di Kota Bogor. Garis Besar Pelaksanaan Kegiatan sejak merebaknya kasus flu burung pada unggas (pertengahan Januari 2006) di Kota Bogor hingga akhir Mei 2007 tersebut adalah sebagai berikut:

1. Melakukan depopulasi terbatas terhadap unggas-unggas yang dinyatakan positif flu burung, hingga Mei 2007 tercatat sebanyak ± 1.447 ekor unggas yang di depopulasi.

2. Sosialisasi mengenai pengenalan, pencegahan dan pengendalian penyakit flu burung serta budaya hidup bersih kepada masyarakat, terutama pada peternakan skala rumah tangga (back yard) di 6 (enam) Kecamatan Kota Bogor. Unsur-unsur yang mengikuti kegiatan sosialisasi tersebut adalah pihak kelurahan (perangkat/staf kelurahan), kader vaksinator kelurahan, tokoh masyarakat, LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) dan ibu- ibu PKK ditingkat kelurahan. Kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap bulannya dengan metode sosialisasi langsung maupun menggunakan media tertulis seperti Poster, Spanduk, Brosur, Leaflet dll.

3. Pengadaan obat-obatan (vaksin Avian Influenza), pengadaan bahan dan alat kesehatan serta alat praktek lapangan yang dipergunakan untuk pengendalian penyakit flu burung. Khususnya untuk melaksanakan program vaksinasi.

4. Pembekalan teknis kader, dilaksanakan terhadap peserta kader vaksinator kelurahan dan sekaligus pemberian kekebalan/imunisasi influenza yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Bogor terhadap petugas dinas dan kader vaksinator berjumlah 80 orang.

5. Pelaksanaan vaksinasi flu burung dan desinfeksi kandang unggas di setiap kelurahan dengan melibatkan petugas teknis Dinas Agribisnis, petugas kecamatan, petugas kelurahan, kader vaksinator kelurahan dan ketua RT/RW setempat serta dibantu oleh Pegawai Tidak tetap (PTT) dari Deptan (Departemen Perta nian) sebanyak lima orang (dua dokter hewan dan tiga paramedis veteriner). Bagi warga yang unggasnya sudah divaksin, maka diberi surat keterangan telah divaksin. Adapun unggas yang telah berhasil divaksinasi adalah Tahap I (April s/d Juni tahun 2006) sebanyak 546.986 ekor, Tahap II (Oktober s/d Desember 2006) sebanyak 554.285 ekor dan tahap I (April s/d Juni 2007) sementara ini sebanyak 340.000 ekor (vaksinasi masih berjalan).

6. Pengambilan dan pemeriksanaan sampel darah unggas maupun sekresi unggas dilaksana kan bekerja sama dengan Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet) Bogor dan laboratorium Kesehatan Hewan Dinas peternakan Propinsi Jawa Barat. Kegiatan ini dilaksanakan secara berkala dengan periode waktu tertentu, terutama ketika ada laporan kasus kema tian pada unggas secara tiba-tiba (mendadak) diwilayah pemerintahan Kota Bogor. Selain itu, dalam pemetaan dan kontrol penyakit, dibantu oleh tim PDS/PDR yang akan melaporkannya ke LDCC (Local Disease Controlling Centre) Bogor.

7. Untuk perlindungan selama me njalankan tugas terhadap kemungkinan bahaya yang tidak diharapkan kepada para petugas vaksinator dinas dilakukan pembuatan Asuransi Jiwa untuk para pelaksana vaksinator dinas sebanyak 12 orang dan penyuntikan imunisasi flu kepada 68 Vaksinator

dan 12 petugas Dinas Agribisnis kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Bogor (gambar 7).

Gambar 7. Imunisasi terhadap virus Influenza pada salah seorang Kader Vaksinator Kelurahan (2006)

8. Pemeliharaan penangkaran ayam yang dilakukan di lahan Dinas Agribisnis, Kelurahan Cipaku, Kecamatan Bogor Selatan berupa perbaikan kandang, pemberian pakan dan obat-obatan. Selain itu, dilaksanakan kegiatan pelatihan tentang budidaya ayam buras dan tata laksana peternakan bertempat di Kelompok Taruna Tani Kelurahan Gunung Batu, Kecamatan Bogor Barat dengan peserta sebanyak 20 orang.

9. Melaksanakan dan menghadiri undangan berbagai pelatihan, seminar, diskusi, talkshow, diklat terkait dengan flu burung yang dilakukan oleh berbagai organisasi Masyarakat, Mahasiswa, Instansi Peme rintah maupun Instansi swasta lainnya.

Gambar 8. Dinas Agribisnis sebagai pembicara dalam diskusi flu burung yang diselenggarakan oleh PPNSI Kota Bogor (2007)

10.Penyebarluasan informasi tentang flu burung melalui media cetak (koran, majalah dll) maupun media elektronik (televisi dan radio). Penyebarluasan informasi secara berkala (terus menerus) dengan pembuatan jingle dan spot penayangan dilakukan di Radio Sipatahunan milik Pemda Kota Bogor.

11.Monitoring pelaksanaan berbagai kegiatan, khususnya kegiatan vaksinasi AI/flu burung dengan melibatkan unsur Dinas Agribisnis, Kecamatan dan Kelurahan se-Kota Bogor. Pelaporan secara keseluruhan dilaksanakan oleh Dinas Agribisnis.

Secara umum, metode (kebijakan) yang diterapkan oleh Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan, Kota Bogor dalam menangani dan mengendalikan kasus flu burung di Kota Bogor terdiri dari empat kegiatan yang dinilai efektif diterapkan, yaitu:

1. Depopulasi terbatas

2. Vaksinasi massal pada peternakan skala rumah tangga 3. KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

4. Monitoring dan evaluasi

Penanganan dan Pengendalian Flu Burung pada Unggas di Kota Bogor Depopulasi terbatas

Food and Agriculture Organization (FAO) dan WHO merekomendasikan untuk melakukan pemusnahan massal (stamping out) unggas dalam me nangani wabah Avian Influenza ganas (HPAI) untuk menghindari resiko terjadinya penularan kepada manusia. Kenyataan dilapangan menunjukkan metode penanggulangan yang ideal untuk mengatasi HPAI adalah menerapkan kebijakan pemusnahan massal (McGrane 2007).

Situasi peternakan unggas di Indonesia, khususnya di Kota Bogor berbeda dengan peternakan unggas di negara maju. Lokasi peternakan di Kota Bogor tidak tersentralisasi, tetapi menyebar di berbagai tempat. Ditambah lagi jenis usaha peternakannya bervariasi, dari peternakan skala rumah tangga, skala peternakan kecil sampai skala industri. Situasi ini sangat menyulitkan penerapan kebijakan

mengambil kebijakan depopulasi terbatas atau metode pemusnahan unggas secara selektif.

Dalam pelaksanaannya, Dinas Agribisnis sejak pertama kali merebaknya kasus flu burung hingga akhir Mei 2007 telah melakukan depopulasi terbatas terhadap unggas positif Avian Influenza sebanyak ± 1.447 ekor (Tabel 3). Depopulasi pertama kali dan paling besar dilakukan di daerah Cilibende, Kelurahan Babakan, Kecamatan Bogor Tengah sebanyak 1.346 ekor unggas. Semua unggas yang sakit dan sehat dalam satu wilayah tersebut dimusnahkan dengan cara disembelih sesuai dengan prosedur pemotongan unggas yang berlaku. Unggas yang telah disembelih langsung dikubur minimum pada kedalaman 1,5 meter atau dibakar dalam keadaan telah disembelih terlebih dahulu.

Tabel 3. Depopulasi terbatas unggas positif Avian Influenza

No Waktu

Jumlah Depopulasi Terbatas (ekor)

Jenis Unggas Tempat

1 2 3 4 5 6 12 Januari 2006 16 Febuari 2006 28 Desember 2006 1 Maret 2007 17 April 2007 22 April 2007 50 1.346 38 4 6 3 Itik

Ayam buras, burung merpati dan unggas air (angsa, itik dan entok) Ayam buras Ayam buras Ayam buras Itik Kelurahan Kebon Kelapa (Bogor tengah) Kelurahan Babakan (Bogor tengah) Kelurahan Cimahpar (Bogor utara) Kelurahan Ciluar (Bogor utara) Kelurahan Kertamaya (Bogor selatan) Kelurahan Sindangsari (Bogor timur) Jumlah 1.447

Berdasarkan tabel 3, jumlah unggas yang dimusnahkan (depopulasi terbatas) berbeda-beda tiap wilayah. Hal ini tergantung dari jumlah populasi unggas yang positif flu burung. Terutama wilayah Kota Bogor yang sepenuhnya tidak padat penduduk, sehingga ada wilayah tertentu yang memiliki populasi unggas cukup besar. Adapun bagi warga yang unggasnya dilakukan pemusnahan (depopulasi) mendapat dana kompensasi (ganti rugi) dengan besarnya sesuai Instruksi Presiden (Inpres No.1 Tahun 2007) yakni Rp.12.500,- per ekor.

Sementara itu, depopulasi berikutnya hanya dilakukan dalam satu areal kandang setelah positif Avian influenza dengan cara dibakar, setelah disembelih terlebih dahulu. Tanpa memusnahkan unggas diseluruh wilayah (seperti halnya di daerah Cilibende). Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah adanya kebijakan dari pemerintah Kota Bogor untuk tidak melakukan depopulasi secara massal.

Gambar 9. Pelaksanaan depopulasi terbatas terhadap unggas di daerah yang positif flu burung/AI (2006)

Depopulasi terbatas dilakukan Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan dengan dibantu oleh berbagai pihak seperti pihak kecamatan, pihak kelurahan, kader flu burung tingkat kelurahan, ketua RT/RW juga dibantu oleh aparat dari TNI (Tentara Nasional Indonesia) Angkatan Darat dan kepolisian yang ada diwilayah Kotamadya Bogor serta melibatkan unsur tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat umum lainnya. Namun berdasarkan kuisioner terlihat bahwa sebanyak 90,74 % responden belum pernah memiliki unggas yang kemudian didepopulasi oleh petugas Dinas Agribisnis karena positif flu burung.

Vaksinasi Massal pada Peternakan Skala Rumah Tangga

Peternakan skala rumah tangga atau peternakan dengan sistem pemeliharaan yang tidak dikandangkan merupakan target pelaksanaan program vaksinasi di Kota Bogor. Meskipun demikian, vaksinasi sebagai metode pencegahan terhadap flu burung, tidak dapat dipakai sebagai program tunggal. Vaksinasi harus dipandang sebagai salah satu komponen dalam pengendalian dan pemberantasan flu burung secara keseluruhan yang dilakukan bersamaan dengan langkah strategis lainnya. Menurut Ditjen Peternakan (2006), hal ini sesuai dengan rekomendasi dari tiga badan dunia yang terkait flu burung (FAO, WHO dan OIE) pada 5 februari 2004 di Roma mengeluarkan rekomendasi bersama tentang vaksinasi massal yakni:

1. Kampanye vaksninasi massal ditargetkan agar dilaksanakan dalam waktu singkat dan dinyatakan sebagai tindakan darurat yang diperlukan untuk pengendalian perluasan penyebaran wabah di Negara yang sudah tertular. 2. Dengan syarat vaksin yang digunakan harus memenuhi standar mutu

Internasional yang ditetapkan OIE.

Vaksinasi dilakukan dengan menggunakan vaksin in aktif dalam adjuvant dengan kandungan virus yang heterolog (Inactivated AIVac Oil Emulsion (H5N2)) yang diproduksi oleh Yebio Bioengineering Co.,Ltd.,Qingdao-China dan di impor oleh PT. Biofarma (Persero), Bandung-Indonesia (gambar 10). Hal ini sesuai dengan kebijakan dari pemerintah melalui SK Direktur Jenderal Peternakan Nomor:45/Kpts/PD.610/F/06.06 tertanggal 7 juni 2006 yakni vaksinasi yang dijalankan harus menggunakan vaksin heterologous (Bachri 2006). Tujuannya agar dapat membedakan antibodi dari hewan yang diuji tersebut merupakan proses vaksinasi atau muncul akibat adanya paparan virus di lapangan atau dikenal dengan sistem DIVA (Differentiating Infective Vaccinated Animal). Lebih tegas lagi adanya surat edaran (SE) Dirjen Peternakan no.98/PD.640/F/12.06 tanggal 15 Desember 2006 yang menyatakan agar penggunaan vaksin Homolog (H5N1) dihentikan. Pelarangan akan diberlakukan satu tahun setelah surat edaran tersebut dikeluarkan (Dirjen Peternakan 2006).

Hal ini tentu berbeda pendapat dengan Lee et al (2004) bahwa akan lebih baik dengan menggunakan vaksin inaktif homologous atau vaksin yang disiapkan

dari ‘autogenous’ yakni vaksin dengan sub tipe virus yang sama dengan virus penyebab penyakit untuk unggas yang akan dilindungi. Sebagai contoh adalah Vietnam telah berhasil mengendalikan penyakit AI dengan menggunakan vaksin

Homologous dan atas keberhasilannya tersebut Vietnam dijadikan sebagai ”Model for containing bird flu’ (Troedsson 2007).

Gambar 10. Jenis vaksin yang digunakan Dinas Agribisnis Kota Bogor (2007)

Pelaksanaan vaksinasi yang dilakukan Dinas Agribisnis mengikuti beberapa prosedur. Menurut Ditjen Peternakan (2006), prosedur vaksinasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Ketentuan Vaksin dan Vaksinasi

1. Vaksin AI yang digunakan adalah vaksin inaktif strain LPAI, sub tipe H5 yang memiliki homologi sequens nucleotide atau asam amino dari antigen H diatas 80% terhadap isolat lokal.

2. Vaksin yang digunakan harus telah mendapatkan nomor registrasi dari Direktorat Jenderal Peternakan Deptan.

b. Pelaksanaan Vaksinasi

1. Vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah dilaksanakan di daerah tertular dan terancam dengan prioritas di peternakan sektor empat (back yard).

2. Tindakan vaksinasi dilakukan secara massal terhadap seluruh unggas yang sehat dipeternakan sektor empat.

3. Cakupan vaksinasi meliputi seluruh populasi unggas terancam di daerah tertular yakni ayam buras, bebek, itik, kalkun, angsa,

burung dara (merpati), burung puyuh, ayam ras petelur, dan ayam ras pedaging yang termasuk peternakan sektor empat.

4. Perhatikan secara seksama petunjuk teknis penggunaan vaksin yang dikeluarkan oleh produsen vaksin yang tertulis pada brosur, etiket, atau wadah vaksin.

5. Program vaksinasi seperti yang tertera pada tabel (tabel 4)

Tabel 4. Program vaksinasi

No Jenis Unggas

Umur, dosis, aplikasi, dan lokus vaksinasi

Ulangan 4-7 Hari 4-7 minggu 12 minggu 3-4 bulan 1 2 3 Layer, Buras, angsa, itik dan entok Broiler Burung puyuh, merpati dan lainnya 0,2 ml Subcutan, pangkal leher 0,2 ml Subcutan, pangkal leher 0,5 ml Subcutan, pangkal leher 0,2 ml Subcutan, pangkal leher 0,5 ml Subcutan, pangkal leher atau otot dada 0,2 ml Subcutan, pangkal leher 0,5 ml Intramuscular otot dada 0,2 ml Subcutan, pangkal leher Setiap 3-4 bulan

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, Deptan (2006)

Berdasarkan beberapa aturan dan prosedur vaksinasi diatas, program vaksinasi dilaksanakan dengan cara membuat jadwal vaksinasi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar memudahkan untuk mengetahui wilayah mana saja yang belum dan akan dilakukan vaksinasi massal.

Selain itu, proses penyimpanan vaksin pun harus mendapat perhatian yang serius, yakni vaksin disimpan dalam keadaan tetap dingin atau disimpan dalam refrigerator dengan suhu 2-8°C dan dihindarkan dari cahaya matahari secara langsung (Capua dan Marangon 2006).

Sejak merebaknya flu burung di Kota Bogor hingga akhir Mei 2007, Dinas Agribisnis kota Bogor telah melaksanakan jadwal vaksinasi sebanyak tiga kali, yakni Tahap I (April s/d Juni tahun 2006) sebanyak 546.986 ekor, Tahap II (Oktober s/d Desember 2006) sebanyak 554.285 ekor dan tahap I (April s/d Juni 2007) sementara ini sebanyak 340.000 ekor (vaksinasi masih berjalan) atau baru mencapai 61,34 % dari total populasi unggas yang ada. Dengan jumlah populasi unggas yang berhasil di vaksin adalah sebagai berikut : (Tabel 5)

Tabel 5. Populasi unggas tervaksin hingga akhir Mei 2007

No Tahap Tahun Unggas tervaksin (ekor) 1 2 3 I (April s/d Juni) II (Oktober s/d Desember) I (April s/d Juni) 2006 2006 2007 546.986 554.285 340.000*

Keterangan: * Vaksinasi masih berjalan Sumber: Dinas Agribisnis Kota Bogor (2007)

Program vaksinasi ini merupakan upaya yang dilakukan secara berkesinambungan dan berkala setiap 3-4 bulan sekali. Dengan tujuan vaksinasi adalah membuat unggas mempunyai kekebalan tinggi terhadap infeksi virus Avian Influenza atau flu Burung. Vaksinasi juga akan mengurangi jumlah individu yang peka terhadap AI. Bahkan vaksinasi diyakini bisa mengurangi eksresi (shedding) virus ditubuh unggas sehingga pengeluaran virus dari tubuh unggas bisa dikurangi. Sehingga untuk menimbulkan imunitas individu, vaksinasi harus dilakukan pengulangan (Capua dan Marangon 2006).

Dalam melaksanakan program vaksinasi massal, Dinas Agribisnis Bidang Usaha Peternakan dibantu oleh tenaga dokter hewan (sebanyak 2 orang) dan paramedis veteriner (sebanyak 3 orang) yang berstatus Pegawai Tidak Tetap (PTT) dari Departemen Pertanian (Deptan) serta dibantu oleh aparat militer

dengan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) minimal sarung tangan dan masker sebagai alat pelindung saat melakukan vaksinasi Unggas.

Gambar 11. Petugas Dinas Agribisnis sedang memaksin unggas (ayam buras dan angsa) (2007).

Para petugas melakukan vaksinasi dengan cara mendatangi rumah setiap warga yang memelihara unggas (Dor to dor) yang dipandu dan dibantu oleh kader vaksinator kelurahan dan ketua RT/RW setempat atau mendatangi kelokasi pengumpulan unggas sesuai dengan arahan dari pihak kelurahan. Setelah unggasnya divaksin, pemilik unggas mendapatkan kartu vaksinasi (gambar 12) sebagai bukti bahwa unggasnya telah divaksin dan sebagai alat rekam medik dalam melaksanakan vaksinasi berikutnya.

Gambar 12. Contoh kartu vaksinasi (2007)

Walaupun program vaksinasi telah dilakukan, faktor kegagalan bisa saja terjadi. Kegagalan ini umumnya disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Yang termasuk kedalam faktor eksternal meliputi vaksinator (human error), kondisi unggas yang divaksin (misalnya hewan yang divaksin harus dalam keadaan sehat) dan faktor lingkungan. Sementara itu, faktor

internal berasal dari vaksinnya itu sendiri, yaitu menyangkut kualitas serta kenyataan dilapangan (telah teruji baik dilapangan maupun secara laboratoris). Penyimpanan vaksin juga menentukan sukses tidaknya program vaksinasi. Vaksin yang baik menurut rekomendasi OIE (Office international des épizooties) dan FAO (Food and Agriculture Organization) adalah memiliki antigenisitas yang tinggi, imunogenisitasnya tinggi, mampu meniadakan gejala klinis (kematian), tidak ada infeksi subklinis, mampu menginduksi kekebalan dengan waktu yang cukup lama dan mampu menahan shedding (Marano 2006).

Gambar 13. Pemilik unggas mendapat kartu vaksinasi setelah unggasnya di vaksin oleh petugas/vaksinator (2007)

Di beberapa daerah tertentu, akibat minimnya informasi atau kurangnya kesadaran dan kepedulian warga terhadap vaksinasi unggas, ada beberapa warga yang tidak mengkandangkan unggasnya terlebih dahulu. Sehingga vaksinator bersama pemilik unggas harus menangkap unggas tersebut. Padahal menurut keterangan dari pihak kelurahan atau kader vaksinator kelurahan, pengumuman akan adanya vaksinasi unggas dan himbauan agar warga mengkandangkan unggasnya sudah diumumkan jauh-jauh hari sebelumnya. Berdasarkan hasil kuisioner, sebagian besar responden menyatakan unggasnya pernah divaksinasi oleh petugas Dinas Agribisnis (82,52 %) dan telah dilakukan pengulangan vaksinasi sebanyak 2 – 3 kali (62,08 %).

KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

Upaya ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya flu burung dan cara pencegahannya. Langkah ini sama pentingnya dengan langkah lainnya. Tanpa ada kepedulian masyarakat sangat mustahil

program penanganan dan pengendalian bisa berjalan sukses. Terlebih komunikasi, Informasi dan Edukasi merupakan langkah yang dinilai cukup efektif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat (public awareness). KIE merupakan sebuah paket program kegiatan antara satu bagian dengan yang lainnya tidak akan cukup efektif jika berdiri sendiri. Bahkan KIE merupakan aspek paling penting dan sangat menentukan dalam mengendalikan flu burung (Depkominfo 2006).

Komunikasi berupa pembentukan posko flu burung dan sarana call centre

(pusat panggilan) yang dilaksanakan Dinas Agribisnis bekerjasama dengan pihak terkait, terutama dengan Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan. Adapun nomor telp (call centre) atau posko yang dapat dihubungi oleh masyarakat Kota Bogor jika menemukan kasus flu burung (kematian ayam mendadak) adalah Posko Flu Burung, Jln. Pemuda No.29, Bogor Telp: (0251- 318670). Komunikasi ini diharapkan mampu menciptakan keadaan komunikatif atau adanya interaksi masyarakat, khususnya pemilik unggas (peternak) dengan Dinas Agribisnis dalam penanggulangan dan pencegahan flu burung di Kota Bogor. Akan tetapi, berdasarkan kuisioner yang dibagikan kepada masyarakat (pemilik unggas) sebagian besar responden belum tahu akan keberadaan Posko Flu Burung di Kota Bogor (74,08 %) dan hanya 11,11 % yang tahu serta 14,81 % tahu sedikit.

Adapun materi informasi yang disampaikan berupa berbagai hal yang terkait dengan flu burung. Upaya ini dilakukan dalam bentuk pemasangan spanduk, leaflet, atau media lainnya. Baik melalui media cetak (koran, majalah), maupun media elektronik (TV, Radio) yang dipasang dan disampaikan hingga diseluruh wilayah Kota Bogor. Berdasarkan hasil kuisioner, sebagian besar

Dokumen terkait