• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Penelitian

Dalam dokumen Kecemasan matematika pada siswa SD (Halaman 68-96)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Seperti yang sudah disampaikan pada bab sebelumnya, tujuan penelitian

ini adalah untuk menjelaskan apa yang menyebabkan Ian cemas belajar

matematika. Agar jawaban atas persoalan tersebut terjawab secara menyeluruh

peneliti menggunakan berbagai teknik pengumpulan data: observasi, wawancara,

dan analisis dokumentasi, dan mencatat berbagai hal yang bersinggungan dengan

pokok penelitian. Hasil penelitian ini bermaksud menguraikan deskripsi setting

penelitian, deskripsi informan penelitian yang terdiri dari latar belakang informan

dan partisipan penelitian.

4.1.2 Rumah Partisipan

Dalam penelitian ini, peneliti juga melakukan kunjungan rumah Ian

sebanyak satu kali. Kunjungan rumah ini dilakukan untuk memperoleh informasi

dari orangtua Ian terkait dengan kecemasan matematika yang dialami oleh Ian.

Pada tanggal 13 Maret 2017, peneliti menunggu orangtua Ian di SD Maju sampai

jam pulang sekolah. Peneliti berjumpa dengan ayah Ian bernama Pak Suyud

51

meminta kesediaannya untuk diwawancarai tentang kecemasan matematika yang

dialami Ian. Akan tetapi Pak Suyud menolak dan menganjurkan peneliti

mewawancarai Ibu Ian sendiri dengan alasan bahwa yang lebih banyak

mendampingi Ian belajar di rumah adalah Ibu. Pak Suyud memberikan nomor

Ibu partisipan, bernama Ibu Arum (pseudonyum). Peneliti segera menghubungi

Ibu Arum dan membuat kesepakatan untuk melaksankan wawancara di rumah Ibu

Arum, pada tanggal 14 Maret 2017.

Pak Suyud memberitahu peneliti tentang sulitnya mencari letak lokasi

rumah, peneliti memutuskan untuk bersama-sama berangkat dari sekolah.

Perjalanan dari sekolah ke rumah tersebut ditempuh selama duapuluh menit.

Perjalanan ke rumah informan sedikit sulit karena melewati beberapa gang kecil

dan persawahan yang sedang menghijau. Rumah informan terletak di Jl. Alor,

gang perkutut. Rumah Ibu Arum cukup luas, ditanami dengan banyak tanaman.

Sekitar rumah Ibu Arum merupakan area persawahan. Jauh dari keramaian dan

tidak terlalu padat penduduk. Saat peneliti tiba di rumah, Ibu Arum masih berada

di kantor. Peneliti menunggu sampai tiga jam di rumah Ibu Arum. Akhirnya

wawancara baru bisa kami mulai 14.30-14.45.

4.1.3 Deskripsi Partisipan Penelitian

Peneliti melaksanakan penelitian di kelas V dimana terdapat 30 orang

siswa yang terdiri dari 12 orang siswa perempuan dan 18 orang siswa laki-laki.

Dari 30 orang siswa yang terdapat di kelas V SD Maju, ada beberapa orang yang

mengalami kecemasan matematika, dan informasi ini diperoleh oleh peneliti dari

guru kelas dan guru matematika. Peneliti memilih Ian sebagai partisipan bukan

52

partisipan karena Ian termasuk siswa yang cerdas di kelas V SD Maju, akan tetapi

menurut penuturannya mengalami kecemasan dalam belajar matematika. ian lahir

di Kalasan pada tanggal 15 Januari 2007. Ian merupakan anak kedua dari dua

bersaudara. Ian memiliki satu orang kakak laki-laki yang jarak kelahiran mereka

cukup jauh. Kakak Ian saat ini duduk di bangku kelas 12. Ian termasuk siswa yang

pendiam, pemalu dan siswa yang suka menolong.

Data ini diperoleh oleh peneliti pada saat melaksanakan observasi di dalam

kelas yang dilaksanakan sebanyak tiga kali. Pada saat pelajaran matematika

berlangsung, Ian terlihat santai saja, akan tetapi ketika guru meminta Ian untuk

mengerjakan soal di papan tulis, Ian menunjukkan ekspresi yang cemas, Ian

menolak untuk maju, bibir Ian terlihat pucat, dan Ian terlihat memukul-mukul

meja dengan menggunakan pulpen, saat situasi kelas riuh, Ian menutup telinganya

dengan menggunakan kedua telapak tangannya dan Ian terlihat oleh peneliti

sering menengadah ke atas.

4.1.4 Hasil Wawancara dengan Partisipan

Pertanyaan peneliti tentang pelajaran yang disenanginya, Ian berkata

bahwa Ian senang belajar IPA. IPA disenangi karena materi pelajarannya

berhubungan dengan alam. Menurut penuturan Ian pelajaran-pelajaran lain tidak

terlalu disenanginya. Akan tetapi Ian sadar bahwa pelajaran-pelajaran tersebut

harus dipelajari dan berusaha untuk bisa mengikuti semua mata pelajaran yang

ada.

Peneliti juga bertanya tentang tanggapan Ian terhadap pelajaran

matematika, Ian dengan lebih lancar menceriterakan ketidaksenangannya pada

53

matematika,red] pelajaran yang paling gak kusuka”. Menurut penjelasan Ian, matematika itu membuatnya pusing dan rumus-rumus yang harus dihafalkan pun

sulit diingat. Apalagi menurut Ian, dalam belajar matematika itu, selalu ada

rumus-rumus tertentu dalam mengerjakan soal-soal dengan menggunakan cara

panjang atau dengan cara pendek. Ia berkata, “hmmmm….materinya sulit, ada cara pendek dan ada cara panjang, itu yang buat Ian pusing”. Bagi Ian, angka-angka matematika tersebut membuatnya pusing. Akan tetapi, Ian mengakui

kepada peneliti bahwa meskipun matematika pelajaran yang sulit, Ian selalu

berusaha untuk belajar dan mengulang-ulang materi.

Dari data yang diperoleh peneliti, Ian termasuk golongan cerdas. Nilai Ian

pun di atas rata-rata termasuk pelajaran matematika. Peneliti mengingatkan hal

tersebut kepada Ian. Ian tetap menjawab bahwa pelajaran matematika tetap bukan

pelajaran yang dia senangi. ,”ya,,,,terpaksa, kalau ditanya suka matematika ? aku jawab gak, karena matematika itu buat pusing”.

Peneliti bertanya kepada Ian sejak kapan matematika menjadi pelajaran

yang kurang disukai, dan Ian pun menjawab sejak kelas II SD. Ian pernah

mengalami pengalaman yang kurang mengenakkan tentang pelajaran matematika

ketika duduk di bangku kelas II. Ian menceritakan, bahwa ketika itu guru

matematika Ian tidak masuk mengajar karena sakit, dan akhirnya digantikan oleh

guru yang lain. Ketika itu, guru pengganti meminta siswa untuk mengerjakan soal

di papan tulis. Ian merasa bingung karena belum paham dengan materi tersebut.

Ian mengungkapkan ketidaktahuannya kepada guru tersebut dan tidak mendapat

tanggapan. Ian berusaha untuk mengerjakan dengan membuka buku paket, tapi

54

Menurut Ian, saat maju ke depan kelas, jantung Ian berdegup kencang dan Ian

tidak dapat menuliskan apa yang ada dalam pikirannya. Menurut penjelasan Ian

saat mengerjakan soal di papan tulis, terbayang dalam pikirannya kalau-kalau dia

tidak bisa mengerjakan dan membuat dia malu. Saat memaparkan pengalamannya

kepada peneliti Ian tampak bersemangat, “...ya... pernah, bahkan waktu kelas II saya juga pernah dihukum karena tidak bisa perkalian...ya saya disuruh berdiri di

depan kelas selama pelajaran matematika berlangsung. Saya jengkel dan kesal

sama gurunya”.

Setelah mendengar penuturan Ian tersebut, peneliti bertanya tentang

orang-orang yang berperan mendorong atau membantu dia untuk belajar

matematika. Ian bercerita bahwa dia lebih banyak dibantu oleh Ibunya. Ibunya

terkadang memaksa Ian harus bisa dalam pelajaran matematika. Bahkan Ibunya

memberi hukuman. Menurut pengakuan Ian kadang-kadang ibu mencubit Ian bila

tidak bisa mengerjakan soal-soal dan hukuman yang paling sering diberikan

adalah tidak boleh bermain game. Ian bercerita bahwa Ibunya selalu menekankan

pentingnya belajar matematika. Ian bercerita demikian, “hampir setiap kali ibu ngajari, pasti ibu akan bilang bahwa aku harus pandai matematika, karena

matematika itu nanti menjadi penentu lulus atau tidak di SD”. Karena itulah Ian setiap hari belajar matematika, kecuali hari Sabtu.

Selain belajar matematika di sekolah dan di rumah, Ian juga harus

mengikuti les di Kumon. Hal ini membuat Ian semakin tertekan setiap belajar

matematika. Menurut penuturan Ian, pelajaran matematika memaksa Ian harus

belajar keras. Ian sering merasa jenuh karena setiap hari harus belajar matematika.

55

Ian berusaha untuk belajar matematika. Bayangan Ian akan Ujian Nasional

memaksa Ian untuk memperoleh hasil yang baik dalam belajar matematika.

Peneliti berulangkali mencari tahu apakah pandangannya berubah terhadap

pelajaran matematika sebagai pelajaran yang membuatnya pusing. Ternyata Ian

tetap berkata bahwa matematika adalah pelajaran yang tidak ia suka, kendatipun

dia sampai saat ini memperoleh nilai yang cukup baik. Setelah Ian duduk di kelas

IV, pengalaman yang dulu dialami ketika duduk di bangku kelas II perlahan-lahan

berubah. Saat ini, Ian tidak lagi takut dengan guru matematika. Peneliti bertanya

kepada Ian ketika dalam proses pembelajaran ada materi yang tidak dipahami. Ian

berkata bahwa ia akan bertanya kepada guru bila materi pelajaran tersebut tidak

dia ketahui, walaupun gurunya tidak selalu memberi jawaban. Gurunya

menyuruhnya belajar sendiri. “hmmm,,,kalau aku bertanya kepada guru, kadang pak guru menjawab, tapi kadang juga gak,,,”. Ian juga mengungkapkan kepada peneliti bahwa Ian selalu memperhatikan guru matematikanya saat menjelaskan di

depan kelas.

Peneliti juga bertanya kepada Ian terkait usaha yang dilakukan Ian jika

tidak memahami materi yang disampaikan. Ian mengungkapkan bahwa meskipun

dia bisa mengikuti pelajaran matematika, terkadang ada materi yang

membutuhkan pengulangan dan pemahaman. Selain bertanya kepada guru,

biasanya Ian juga mengulang pelajaran tersebut di rumah ataupun di tempat les.

kalau materinya gak saya pahami, saya bertanya kepada guru, tapi lebih sering bawa pulang aja ke rumah”. Menurut pengalaman Ian, biasanya kalau ada yang bertanya kepada guru, yang dilayani adalah siswa yang ranking, dan siswa

56

disenangi oleh guru sudah selesai, maka materi akan dilanjutkan dan bagi siswa

yang kurang paham akan tertinggal. Siswa yang belum paham akan tetap diajari

ketika jam pulang sekolah.

Peneliti juga bertanya kepada Ian tentang persiapan Ian ketika harus

mengikuti ujian ataupun ulangan. “yaaa,,seperti biasa, ibu nyuruh buat ngulang kembali materi, dan kalau ada ulangan aku biasanya belajar pagi”. Biasanya Ian bangun pukul 05.30 setiap harinya, tapi jika ada ulangan maka Ian bangun lebih

awal lagi untuk belajar. Bukan hanya untuk pelajaran matematika saja Ian

membutuhkan belajar pagi, untuk pelajaran yang lain Ian juga kerap bangun lebih

awal. “kalau belajar pagi biasanya kalau ada ulangan, untuk pelajaran yang lain juga belajar pagi, tapi yang lebih sering itu belajar matematika”. Peneliti juga melakukan konfirmasi terhadap Ian yang didapatkan peneliti melalui observasi di

dalam kelas.

Dari hasil pengamatan, Ian kerap memukul-mukul meja dengan

menggunakan pulpen. Kejadian ini berulangkali terjadi selama peneliti

melaksanakan pengamatan. Ian mengatakan bahwa dengan melakukan tindakan

memukul-mukul meja, ketegangan yang dialami Ian dalam belajar matematika

akan berkurang. “kadang-kadang mukul meja karena suka aja, daripada dengar suara berisik”. Ian menambahkan bahwa hal itu juga sering terjadi secara spontan. Peneliti juga menanyakan kepada Ian tentang kondisi kelas. Ian mengatakan

kondisi kelas yang sempit kadang membuat Ian merasa gerah. Ian mengakui

ketidaksenangannya terhadap kondisi yang rame karena mengganggu konsentrasi.

“Kalau sedang belajar di dalam kelas, suasana rame, teman-teman banyak yang mengobrol membuat saya sulit untuk berkonsentrasi ”. Peneliti juga menanyakan

57

kepada Ian apa yang membuat Ian sulit untuk berkonsentrasi. “suara berisik membuat pikiran saya buyar, jadi apa yang saya pikirkan hilang” Peneliti

menggali lebih dalam lagi, contoh konkret dalam belajar matematika jika

konsentrasi Ian sudah buyar. Ian mengatakan “kalau sudah rame, mau menuliskan jawaban di buku saya bisa lupa mau nulis apa, nah,,,,aku mukul-mukul meja

lagi”. Selanjutnya, peneliti juga bertanya kepada Ian, apakah dengan melakukan tindakan memukul-mukul meja, konsentrasi Ian bisa kembali. Ian menjawab

“hehehe,,,gak juga sih, tapi bisa membantu untuk fokus lagi”. Peneliti

mengkonfirmasi kepada Ian, kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan Ian

untuk mengembalikan konsentrasinya, dan Ian pun menjawab “gak tahu”. Hasil wawancara yang diperoleh peneliti dari Ian merupakan jawaban-jawaban singkat.

Saat peneliti melakukan wawancara dengan Ian, peneliti hanya

mendapatkan informasi sepotong-sepotong saja karena Ian lebih banyak diam dan

hanya senyum-senyum saja. Berulangkali peneliti mengulangi pertanyaan yang

sama, dan peneliti tetap tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Ian lebih

banyak menggunakan gerak tubuh, antara lain mengangkat bahunya,

menggelengkan kepala, melihat ke atas dan terkadang tersenyum. Pertanyaan

yang diajukan oleh peneliti dijawab Ian dengan tepat hanya saja tidak bercerita.

Peneliti juga bertanya kepada Ian kondisi yang dialaminya ketika diminta guru

maju ke depan kelas mengerjakan soal. “Kalau guru meminta maju ke depan kelas saya malu”. Lebih lanjut peneliti bertanya alasan Ian malu maju ke depan kelas. “Hmmm….saya takut jawabanku salah”. Jawaban Ian ini mendorong

peneliti untuk bertanya lebih jauh lagi. Peneliti bertanya kepada Ian apa yang

58

biasanya teman-temannya berteriak dan berebutan unjuk jari untuk

menggantikannya mengerjakan di papan tulis. Peneliti bertanya kepada Ian sudah

berapa kali hal yang demikian dialami, dan Ian menjawab baru sekali.

Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti, Ian memiliki standard nilai dalam

matematika. Ian akan merasa kecewa jika nilai yang diperolehnya di bawah KKM.

Selain itu , ibu Ian juga selalu mengharapkan agar nilai Ian selalu bagus. “Kalau saya memperoleh nilai yang rendah biasanya Ibu marah”.

Ian juga menambahkan, jika Ian maju ke depan kelas bayangan diteriaki

selalu menghantuinya. Hal itu juga yang membuat Ian semakin tekun belajar.

“Hmmm..kalau belajar matematika saya ingat teman saya yang dulu mengejek saya, makanya saya belajar lagi”.

4.1.5 Deskripsi Informan Penelitian Latar belakang Informan I

Dalam penelitian ini yang menjadi informan I adalah Pak Martin

(pseudonyum). Pak Martin adalah guru kelas Ian. Peneliti melakukan wawancara

terhadap Pak Martin pada tanggal 13 Maret 2017. Wawancara ini berlangsung

hanya sebentar saja, selama 11 menit saat jam istirahat I. Selain guru kelas, Pak

Martin juga mengajar bidang studi Bahasa Indonesia di kelas IV sampai kelas VI.

Saat ini Pak Martin berusia 29 tahun. Beliau merupakan lulusan dari salah satu

Universitas Swasta di Yogyakarta. Pak Martin lahir di Klaten pada tanggal 21

Februari 1988 dan saat ini tinggal di daerah Kalasan, Yogyakarta. Setelah Pak

Martin lulus pada tahun 2014 dan mulai mengajar di SD Maju pada tahun 2005.

SD Maju merupakan sekolah pertama tempat Pak Martin mengajar setelah lulus

59

memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Beliau mengakui bahwa

yang lebih banyak tahu tentang kecemasan siswa terhadap maetmatika adalah

guru matematika kelas V. Pak Martin merekomendasikan lima nama anak yang

menurut pengamatannya mengalami kecemasan dalam belajar matematika. Dari

nama-nama yang diberikan oleh Pak Martin, peneliti memilih seorang siswa.

Namun setelah peneliti melakukan wawancara dengan siswa yang

direkomendasikan ternyata tidak mengalami kecemasan terhadap matematika. Pak

Martin tidak merekomendasikan Ian karena menurut pengamatan beliau Ian tidak

memiliki kecemasan terhadap matematika. Hal ini juga yang membuat peneliti

semakin tertarik melakukan penelitian ini, karena guru Ian sendiri tidak

mengetahui kalau Ian mengalami kecemasan dalam belajar matematika.

Penyebab Kecemasan Matematika

Peneliti melakukan wawancara singkat dengan Pak Martin sehubungan

dengan pandangannya terhadap kecemasan matematika yang dialami oleh Ian.

Peneliti juga menyampaikan bahwa ada istilah yang telah umum dipakai di dunia

pendidikan untuk menyebutkan segala kecemasan dan ketakutan matematika

dengan segala indikator-indikatornya, yaitu kecemasan matematika (mathematic

anxiety). Pak Martin memberikan sedikit tanggapan tentang istilah mathematic

anxiety. Beliau menyampaikan “di dunia pendidikan istilah kecemasan hanya digunakan untuk pelajaran matematika saja. Belum pernah terdengar ada

kecemasan terhadap pelajaran Bahasa, kecemasan terhadap pelajaran IPA.

Penelitian ini memang cukup menarik untuk di dalami. Pandangan orang

terhadap matematika selama ini sudah tertanam dalam konsep siswa bahwa

60

saya sendiri”. Beliau menjelaskan bahwa karena tes matematika beliau tidak jadi masuk seleksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Untuk seleksi yang lain

beliau bisa lolos, tapi saat tes matematika beliau tidak bisa lulus. “Sejak duduk di bangku SD saya sudah tidak suka belajar matematika karena ditambah lagi guru

matematika yang galak.” Pak Martin menceritakan pengalamannya sambil

tertawa.

Peneliti bertanya kepada Pak Martin tentang partisipan yang menurut

hasil observasi dan juga berdasarkan wawancara mengalami kecemasan dalam

belajar matematika. Beliau mengatakan “saya agak bingung, karena selama ini saya perhatikan dia termasuk siswa yang cerdas,”. Pak Martin juga

menambahkan “kita bisa lihat didaftar nilai ini, hampir di semua mata pelajaran nilai Ian bagus, tapi kog bisa ya mengalami kecemasan”. Peneliti menanyakan kepada Pak Martin tentang pandangannya terhadap siswa yang mengalami

kecemasan matematika. Beliau mengatakan bahwa “menurut pemahaman saya selama ini, siswa yang mengalami kecemasan matematika itu adalah mereka yang

mendapat nilai yang rendah”.

Dari hasil observasi maupun dari hasil wawancara terhadap partisipan,

peneliti bertanya tentang penyebab Ian mengalami kecemasan dalam matematika

“menurut saya faktor orangtua sangat berpengaruh”. Beliau juga menambahkan

“nanti bisa ditanya lagi lebih dalam sama guru matematikanya, tapi guru matematika juga saya rasa berpengaruh terhadap kecemasan matematika yang

dialami Ian ini, tapi guru matematikanya gak galak loh, heheheh”. Pak Martin menambahkan bahwa Ian ini adalah sosok yang pendiam, hampir tidak pernah

tugas-61

tugas yang diberikan. Pak Martin mengatakan “hal ini juga menjadi perhatian bagi saya”. Pak Martin mengatakan bahwa beliau sangat kenal dengan orangtua

Ian karena kebetulan ayah Ian seorang wiraswasta yang menyewakan tenda yang

sering dipakai oleh sekolah. “jangan-jangan Ian ini dipaksa belajar sama orangtuanya, saya tahu ibu Ian juga seorang dosen di fakultas ekonomi, kan

berhubungan sama yang namanya matematika, siapa tahu aja Ian juga dipaksa

harus bisa matematika hehehehhe”. Pak Martin mengatakan bahwa biasanya orangtua selalu mengharapkan lebih dari seorang anak, maksudnya jika

orangtuanya pintar matematika, orangtua mengharapkan anaknya lebih pintar

daripada mereka.

Peneliti juga memperoleh informasi dari Pak Martin bahwa di semua mata

pelajaran Ian selalu memperoleh hasil yang memuaskan. Menurut penuturan Pak

Martin pribadi Ian yang pendiam dan juga pemalu membuat Pak Martin kesulitan

untuk melakukan pendekatan dengan Ian. “Ian ini orangnya pendiam dan pemalu juga, kalau kita tanya jawabannya singkat-singkat saja, jadi saya tidak tahu apa

yang menjadi kesulitannya, tapi sejauh yang saya perhatikan, Ian ini sosok yang dewasa, maksudnya dia tahu apa yang kita mau”. Pak Martin mengatakan

“biasanya kalau di dalam kelas, sudah rame kelasnya, dia hanya diam saja, dan hanya memperhatikan kita. Nanti yang pertama dia tegur adalah teman

sebangkunya yang kebetulan agak suka ribut”. Menurut Pak Martin, kecemasan

62 4.1.6 Deskripsi Informan Penelitian

Latar belakang Informan II

Bapak Kos adalah guru matematika Ian sejak kelas IV SD. Pak Kos

mengajar di SD Maju sejak tanggal 2 Februari 2015. Dia adalah Alumnus

Universitas Negeri Yogyakarta, Program Studi Guru Sekolah Dasar. Beliau

tinggal di Jl. Kaliurang. Beliau mengajar di SD Maju atas permintaan Kepala

Sekolah, karena semasa kuliah Pak Kos menjalani PPL di sekolah ini. Pak Kos

mengajar matematika untuk kelas IV sampai kelas VI. Peneliti tidak mengalami

kesulitan untuk meminta waktu kepada Bapak Kos selama penelitian ini.

Pengalaman Bapak Kos mengajar matematika selama dua tahun ini di SD

Maju, membuatnya mengerti dan memahami perihal kecemasan matematika yang

dialami para siswanya. Bapak Kos mengerti tentang istilah kecemasan matematika

(math anxiety) yang seringkali menjadi momok pada diri siswanya. Menurut

penuturan Pak Kos, kecemasan matematika juga pernah menjadi bagian dari

pengalamannya. Menurutnya, pelajaran matematika sejak dari SD dulu tidak

pernah dia sukai, bahkan hingga ke perguruan tinggi.

Pak Kos mengungkapkan bahwa setiap orang wajar memiliki rasa cemas.

Menurutnya, banyak yang harus dicemaskan, baik itu kecemasan tentang

pekerjaan, tentang keluarga, maupun tentang kesehatan dan termasuk juga

kecemasan terhadap pelajaran matematika. Pak Kos mengungkapkan bahwa

beliau juga kerap kali mengalami kecemasan. Dalam mengajar matematika, Pak

Kos sering dihantui pengalaman masa lalunya yang tidak menyukai pelajaran

63

Namun seiring perjalanan waktu Pak Kos mengalami pandangan yang

berubah bahwa ternyata belajar matematika tidak sesulit yang dipikirkan. Dalam

perkuliahan Pak Kos mengikuti mata kuliah matematika dan kebanyakan

materinya adalah materi SD. Menurut Pak Kos, ternyata matematika tidak sesulit

yang dia bayangkan sebelumnya. Timbul pertanyaan dalam dirinya “mengapa dulu saya tidak bisa mengerjakan soal, padahal sesederhana ini”.

Dalam dokumen Kecemasan matematika pada siswa SD (Halaman 68-96)

Dokumen terkait