• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.3 Hasil Prestasi Siswa

Gambar 4.2 Grafik ketercapaian prestasi

Pada kondisi awal, tingkat kelulusan siswa dari 38 siswa, 29 diantaranya tidak memenuhi standar ketuntasan belajar yang dibuat sekolah yaitu 75. Jika dihitung dalam persentase ada 24% yang lolos KKM. Setelah dilakukan penelitian pada siklus 1 terjadi peningkatan menjadi 71% siswa lolos KKM. Tabel 4.2 menunjukkan daftar nilai siswa pada siklus I.

24% 39% 71% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% Prestasi Belajar Kondisi Awal Target Capaian

Tabel 4.2 Daftar Nilai Siswa

No Nama Nilai KKM Kriteria No Nama Nilai KKM Kriteria

1 Aurelia 68.29 75 Tidak Lulus 18 Faizal 87.80 75 Lulus

2 Zidane 63.41 75 Tiidak Lulus 19 Ozi 53.66 75 Tidak Lulus

3 Bianca 90.24 75 Lulus 20 Hilma 90.24 75 Lulus

4 Kenyo 87.80 75 Lulus 21 Abdurazzak 87.80 75 Lulus

5 Icha 90.24 75 Lulus 22 Ravi 97.56 75 Lulus

6 Farel 36.59 75 Tidak lulus 23 Shabrina 85.37 75 Lulus

7 Galen 63.41 75 Tidak lulus 24 Hayu 90.24 75 Lulus

8 Lodi 92.68 75 Lulus 25 Destya 90.24 75 Lulus

9 Aldy 85.37 75 Lulus 26 Genta 51.22 75 Tidak lulus

10 Amanda 80.49 75 Lulus 27 Uli 56.10 75 Tidak lulus

11 Firra 92.68 75 Lulus 28 Karina 95.12 75 Lulus

12 Vivi 90.24 75 Lulus 29 Daffa 48.78 75 sTidak lulus

13 Putri 82.93 75 Lulus 30 Alya 75.61 75 Lulus

14 Bening 100.00 75 Lulus 31 Ajeng 85.37 75 Lulus

15 Bagas 82.93 75 Lulus 32 Sophie 82.93 75 Lulus

16 Dimas 73.17 75 Lulus 33 Denisha 68.29 75 Tidak lulus

17 Farah 87.80 75 Lulus 34 Aurel 29.27 75 Tidak lulus

Dalam siklus I terjadi peningkatan prestasi belajar siswa maupun minat belajar siswa dan telah melampaui target capaian yang direncanakan. Berikut adalah tabel pencapaian prestasi belajar siswa

Tabel 4.3 ketercapaian indikator Variabel Kondisi awal Deskriptor Siklus I Target Pencapaian Pencapaian a. Minat Siswa

1) Jumlah siswa yang mempunyai keinginan untuk mengetahui pembelajaran

2) Jumlah siswa yang ikut berartisipasi dalam pembelajaran

3) Jumlah siswa yang mempunyai perhatian dalam pembelajaran 4) Perasaan senang dalam pembelajaran b. Prestasi belajar siswa

Jumlah siswa yang Lulus KKM 29% 29% 32% 21% 24 %

Jumlah siswa yang mempunyai keinginan untuk mengetahui pembelajaran dibagi jumlah total siswa kemudian dikali (x) 100%

Jumlah siswa yang ikut berartisipasi dalam pembelajaran dibagi jumlah total siswa kemudian dikali (x) 100%

Jumlah siswa yang mempunyai perhatian dalam pembelajaran dibagi jumlah total siswa kemudian dikali (x) 100%

Jumlah siswa yang mempunyai perasaan senang dalam pembelajaran dibagi jumlah total siswa kemudian dikali (x) 100%

Jumlah siswa yang nilainya diatas KKM dibagi dengan jumlah total siswa kemudian dikali (x) 100% 40% 46% 50% 37% 39% 79% 100% 79% 76% 71%

4.2 Pembahasan

Secara umum, proses pembelajaran yang dilakukan sudah sesuai dengan rancangan pembelajaran yang disusun oleh peneliti. Peneliti juga melakukan sembilan tahap role playing menurut Shaftel (dalam Hamzah, 2007). Kesembilan tahap role playing yang diungkapkan oleh Shaftel tersebut dilakukan dalam 3 kali pertemuan, pertemuan pertama menggunakan tahap memanaskan kelompok dan memilih partisipan. Pada pertemuan kedua menggunakan tahap mengatur setting, menyiapkan peneliti, pemeranan dan diskusi, sedangkan pada pertemuan ketiga menggunakan tahap pemeranan kembali, diskusi atau evaluasi dan berbagi pengalaman. Berikut tahap-tahap yang dilakukan oleh peneliti:

1. Memanaskan suasana kelompok

Pada langkah pertama ini guru bisa memberikan cerita-cerita yang berhubungan dengan masalah-masalah sosial di sekitar siswa. Selanjutnya guru memberikan sedikit penjelasan mengenai materi peristiwa-peristiwa sebelum proklamasi.

2. Memilih partisipan

Langkah kedua adalah memilih partisipan, guru dan siswa menggambarkan karakter yang berbeda-beda. Selanjutnya siswa secara sukarela mengajukan diri sebagai pemain atau dalam beberapa kelompok siswa berdiskusi untuk menentukan peran masing-masing anggota kelompok.

3. Mengatur setting tempat kejadian

Setting disusun berdasarkan cerita dan adegan yang dilakukan, dalam hal ini guru hanya membantu untuk mempersiapkan hal-hal yang sulit untuk dilakukan oleh siswa. Beberapa kelompok terlihat sudah siap dengan dramanya masing-masing sehingga guru tidak perlu membantu siswa dalam mempersiapkan setting drama.

4. Menyiapkan peneliti

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan instrumen dan kamera yang digunakan untuk merekam pertunjukan drama siswa.

5. Pemeranan

Selanjutnya adalah pemeranan dalam langkah ini siswa menampilkan satu pertunjukan drama sesuai dengan naskah yang telah dibuat. Terlihat ada 1 kelompok yang belum terlalu siap untuk menampilkan pertunjukan drama, namun kelompok lain sudah terlihat siap.

6. Diskusi dan evaluasi

Dalam diskusi ini siswa menganalisis tentang isi dan alur cerita. Diskusi juga dilakukan untuk mengetahui tanggapan siswa lain mengenai penampilannya dan penafsiran cerita dari siswa dalam kelas. Selain itu guru juga memberikan masukkan atas penampilan siswa.

7. Memerankan kembali

Pada tahap ini peneliti mengganti dengan melihat kembali rekaman video drama siswa pada pertemuan sebelumnya. Hal ini dikarenakan

keterbatasan waktu, sehingga peneliti memutuskan untuk sedikit merubah tahapan yang dirumuskan oleh Shaftel ini.

8. Berdiskusi dan mengevaluasi

Dalam diskusi dan evaluasi yang kedua ini siswa dan guru melihat dan berdialog tentang penampilan siswa yang diputarkan dalam video. Guru mengajukan tanya-jawab seputar materi yang ada pada pertunjukan drama siswa. Selain itu guru juga melakukan pembetulan dan penekanan pada materi yang penting.

9. Saling berbagi dan mengembangkan pengalaman

Dalam tahap ini siswa berbagi pengalaman satu sama lain. Ada satu kelompok yang mengungkapkan bahwa persiapan kelompoknya kurang matang dikarenakan kurangnya kerjasama antar anggota kelompok.

Pada pertemuan pertama dilakukan pembagian kelompok dan siswa diminta untuk membuat naskah drama berdasarkan materi yang telah diberikan oleh guru. Sebelum membuat naskah guru juga memutarkan video drama siswa dari SD lain, ini bertujuan untuk mempermudah dan memberikan gambaran bagi siswa dalam membuat naskah drama. Naskah drama yang dibuat siswa berbentuk percakapan singkat dengan poin utama materi terdapat pada bagian narator. Pada bagian narator terdapat deskripsi dari peristiwa yang akan diperagakan oleh para pemain. Selain itu pada bagian narator juga berisikan informasi kejadian, seperti: tanggal, tempat kejadian, tokoh yang terlibat dan lain-lain, seperti yang terlihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Naskah drama siswa

Pada pertemuan kedua dilakukan drama, pertunjukan drama siswa siswa ini dilakukan berdasarkan naskah yang telah dibuat sebelumnya. Sebagian besar siswa terlihat sudah siap dengan perannya masing-masing, namun masih ada siswa yang tidak serius dalam menjalankan perannya. Hal ini berpengaruh terhadap pemahaman dan hasil evaluasi yang dilakukan pada pertemuan ketiga. Pada pertemuan ketiga diadakan evaluasi, namun sebelumnya siswa diminta untuk melihat rekaman drama mereka pada pertemuan sebelumnya.

Gambar 4.4 hasil evaluasi Ozi Gambar 4.5 hasil evaluasi Icha

Dari gamabar 4.4 dan 4.5 dapat dilihat adanya perbedaan hasil pekerjaan evaluasi siswa. Siswa yang ikut berpartisipasi dan serius dalam memerankan perannya akan memperoleh hasil yang berbeda pula dengan siswa yang kurang terlibat dan tidak serius dalam memerankan dramanya. Pada tabel 4.1 indikator 1 menunjukkan minat siswa bernama Ozi kurang dan pada hasil evaluasi terlihat hasil yang kurang maksimal (gambar 4.4). Hasil ini dapat kita bandingkan dengan indikator minat 1 tabel 4.1 pada siswa yang bernama Icha, hasil perhitungannya menunjukkan dia sangat berminat dan dapat dilihat hasil evaluasinya yang cukup maksimal (gambar 4.5). Hal ini dikarenakan siswa yang tidak ikut berpartisipasi maupun kurang menjiwai perannya akan sedikit menyerap informasi yang ada dalam materi drama tersebut. Materi yang ada dalam drama siswa akan dapat tersampaikan dengan baik apabila siswa

memerankan dan berpartisipasi dalam drama, meskipun siswa tidak membaca secara mendetail materi pelajaran IPS ini. Sebuah quotemengatakan "Tell me,

I'll forget. Show me, I'll remember, Involve me, I'll understand". Dalam bahasa Indonesia berarti “ceritakan maka saya akan lupa, tunjukkan maka saya akan ingat dan libatkan maka saya akan mengerti”. Sejalan dengan hal tersebut dengan menggunakan metode role playing ini siswa akan terlibat langsung dalam pembelajaran sehingga mereka akan mudah memahami pembelajaran dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Penampilan drama yang baik juga mempengaruhi tingkat pemahaman siswa lain yang bertindak sebagai penonton, apabila penampilan drama itu baik maka informasi yang diterima akan jelas.

BAB V

Penutup

5.1Kesimpulan

5.1.1 Penggunaan metode role playing meningkatkan minat belajar siswa kelas V D SD Negeri Ungaran 1 melalui aktivitas yang ada dalam drama tersebut. Aktivitas yang dilakukan siswa adalah berdiskusi, menyusun naskah drama, berlatih dan terkadang dalam berlatih dan menyiapkan properti mereka lakukan sambil bermain. Aktivitas-aktivitas dalam pertunjukan drama ini akan membangun rasa ketertarikan siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Nellie, ...drama as learning medium the teacher is using these procedures to reach certain extrinsic goal: to gain knowledge, arouse interest, solve problems, and changes attitudes” (Nellie, 2006:293). Jika kutipan tersebut diartikan dalam bahasa Indonesia berarti “....drama sebagai media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk meraih tujuan ekstrinsik yang jelas seperti: untuk memperoleh pengetahuan, membangun ketertarikan, memecahkan masalah, dan merubah perilaku” (Nellie, 2006:293). Nellie mengungkapkan bahwa salah satu dari tujuan drama adalah membangun atau menumbuhkan rasa ketertarikan siswa, rasa ketertarikan inilah yang menjadi dasar akan minat belajar siswa terhadap IPS. Menurut Slameto (dalam Djaali, 2008) minat adalah rasa lebih suka atau rasa ketertarikan pada suatu hal atas aktivitas tanpa ada yang menyuruh.

Peningkatan minat ini sudah terlihat pada siswa kelas V D SD Negeri Ungaran 1. Hal ini terbukti dengan peningkatan persentase minat siswa yang diperoleh dari perhitungan kuesioner. Terjadi peningkatan minat pada indikator 1 yaitu keinginan untuk mengetahui pembelajaran, dari kondisi awal sebesar 29% siswa yang memiliki keinginan untuk mengetahui pembelajaran terjadi peningkatan sebesar 50% menjadi 79% siswa yang mempunyai keinginan untuk mengetahui pembelajaran. Capaian ini melampaui target capaian yang ditetapkan yaitu sebesar 40%. Pada indikator 2 partisipasi dalam pembelajaran juga mengalami peningkatan, dari kondisi awal 29% siswa yang ikut berpartisipasi dalam pembelajaran menjadi 100% partisipasi siswa, dan juga melampaui target capaian yang ditetapkan yaitu sebesar 46%. Indikator minat yang ketiga perhatian dalam pembelajaran juga mengalami peningkatan, dari kondisi awal sebesar 32% meningkat menjadi 79%, dan juga melampaui target capaian yang ditetapkan sebesar 50%. Pada indikator minat yang keempat perasaan senang dalam pembelajaran juga mengalami peningkatan, dari kondisi awal sebesar 21% siswa yang merasa senang dalam pembelajaran menjadi 76%, dan juga melampaui target capaian yang ditetapkan yaitu sebesar 37%.

5.1.2 Penggunaan metode role playing meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas V D SD Negeri Ungaran 1 melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Dengan menggunakan drama siswa tidak hanya mendengarkan ceramah dari guru ataupun menghafal informasi-informasi dari

sumber, tapi ikut berperan aktif dalam pembelajaran. Alur dari pembelajran pun dapat diatur oleh guru sesuai dengan materi atau tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Sejalan dengan hal tersebut siswa juga berperan aktif dalam memperoleh pengetahuannya sendiri. Menurut Etin (2007:97) learning to do, adalah belajar melakukan sesuatu dalam situasi yang konkret, yang dimaksud dengan konkret dalam konteks role playing adalah siswa belajar IPS sambil melakukan isi dari pelajaran tersebut. Ketika menggunakan metode role playing siswa seolah-olah mengalami kegiatan-kegiatan yang ada dalam materi IPS, seperti merumuskan teks proklamasi, berjuang melawan belanda, mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan lain-lain. Ketika siswa bermain drama secara tidak langsung mereka telah memperoleh informasi seperti yang terdapat dalam materi. Siswa tidak perlu menghafal atau memperoleh informasi secara langsung dari guru melainkan menggali dan menemukan informasi sendiri, sehingga akan meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

Peningkatan prestasi belajar sudah terlihat pada siswa kelas V D SD Negeri Ungaran 1. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peningkatan prestasi belajar siswa yang lulus KKM yaitu 75. Jika dilihat dari data awal, siswa yang lulus KKM sebesar 24% atau 9 dari 38 siswa, dan setelah dilakukan tindakan menggunakan metode role playing meningkat menjadi 71% atau 24 dari 34 siswa yang lulus KKM. Capaian ini bahkan melebihi target capaian yang ditetapkan yaitu sebesar 39%.

5.2Saran

Saran yang dapat disampaikan peneliti berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan adalah:

5.2.1 Penelitian ini hanya berakhir pada siklus I karena telah mencapai target capaian dan tidak menutup kemungkinan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar.

5.2.2 Peneliti atau guru yang akan melakukan pembelajaran menggunakan metode role playing diharapkan lebih mencermati masalah alokasi waktu yang digunakan, karena waktu sering terpotong untuk mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan drama siswa.

5.2.3 Peneliti atau guru yang akan menggunakan kelompok dalam drama diharapkan lebih bijak dalam pembagian kelompoknya, agar siswa dapat bekerjasama dengan baik dalam kelompok.

5.2.4 Metode role playing merupakan salah satu metode yang baik untuk meningkatkan minat maupun prestasi belajar siswa, karena dengan menggunakan metode ini siswa dapat terlibat secara langsung dalam pembelajaran dan mempraktekkan sendiri hal yang ada dalam materi pembelajaran.

5.2.5 Penilaian hasil belajar sebaiknya menggunakan aspek kognitif, afektif dan psikomotor, karena orientasi dari pembelajaran tidak selalu tertuju pada aspek kognitif saja melainkan seluruh aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

Dokumen terkait