• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecamatan Cimalaka memiliki populasi kambing PE sebanyak 1.858 ekor. Keberadaan kambing PE di kecamatan Cimalaka diawali dengan adanya usaha pemanfaatan lahan kritis, akibat penggalian tambang pasir yang merusak lingkungan. Pemanfaatan lahan kritis yang dipelopori oleh seorang petani pelestari lingkungan, yaitu Uha Juhari dari desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka (Hariyadi et al., 2002). Lahan yang digunakan kelompok peternak Simpay Tampomas adalah lahan bekas galian penambangan pasir. Luas keseluruhan dari peternakan Simpay Tampomas adalah 20-25 hektar, dengan jumlah populasi kambing yang dipelihara 500–630 ekor ternak. Lahan di daerah penelitian berbatu, sehingga tidak bisa ditanami oleh tanaman pangan. Tanaman yang tumbuh di daerah penelitian adalah Calliandra haematocephala dan Gliricidia sepium. Kambing dipelihara dengan sistem semi intensif baik di kandang alas tanah ataupun di kandang alas panggung. Kandang di area penelitian terdiri dari kandang koloni dan kandang individu. Kandang koloni digunakan untuk kambing betina kering, kandang betina menyusui, kandang anakan, lepas sapih, sedangkan kandang individu digunakan untuk kambing pejantan. Lokasi di desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, bisa dilihat di peta pada gambar di bawah ini.

Sumber : www.map.google.com

21 Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi dan reproduksi ternak, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi, dan keseimbangan tingkah laku ternak (Esmay, 1982). Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban di lokasi penelitian tidak konstan antara siang dan malam hari. Rataan suhu dan kelembaban yaitu 24,67±3,83oC dan 59,38%±12,90%, akan tetapi setelah dilakukan uji T mendapatkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Menurut Smith dan Mangkuwidjojo, (1988) keadaan suhu optimal dimiliki oleh Indonesia dengan rataan harian wilayah Indonesia adalah 29 oC pada musim hujan dan 30-32 oC pada musim kemarau sedangkan kisaran suhu dan kelembaban optimal kambing adalah 18-300C dengan kelembaban dibawah 75%. Suhu dan kelembaban di kedua kandang relatif sama hal ini terjadi karena pengambilan data suhu dan kelembaban dilakukan di setiap kandang hampir bersamaan sehingga selisih perbedaan suhu antara kandang panggung dan kandang tanah kecil.

Suhu lingkungan di kandang panggung dan kandang alas tanah masih dalam cakupan suhu nyaman bagi ternak dengan rataan suhu yaitu 24,67±3,83 oC, dan mempunyai kelembaban relatif rendah (59,38%±12,90%), hal ini berpengaruh nyaman pada ternak yaitu pada saat ternak terkena heat stress, ternak cenderung lebih mudah melepaskan uap air ke udara. Kelembaban di kandang alas tanah lebih tinggi daripada kandang panggung karena ventilasi di dalam kandang alas tanah lebih sedikit sehingga kandungan uap air yang ada di dalam kandang alas tanah terperangkap sehingga mengakibatkan sirkulasi udara tidak lancar, sedangkan di kandang panggung memiliki ventilasi yang banyak mengakibatkan kandungan uap air di dalam kandang mudah terbawa oleh angin mempermudah dalam terjadinya sirkulasi udara. Pada suhu lingkungan yang tinggi maka kambing berusaha menurunkan suhu tubuhnya melalui pernafasan dan kulit (Yeates et al., 1975).

Hasil analisis ragam pada Tabel 4 di kandang panggung menunjukkan bahwa suhu pada pagi hari nyata lebih rendah (P<0,05) daripada siang atau sore hari, sedangkan pada siang dan sore hari setelah dilakukan uji statistik hasilnya tidak berbeda nyata (P>0,05). Pagi hari menunjukkan suhu yang rendah karena lokasi tempat berada di lereng gunung dan lokasi berada 800 m di atas permukaan laut (Balai Penelitian Ternak, 2001). Suhu pada siang hari dan sore setelah dilakukan uji

22 statistik adalah tidak berbeda nyata (P>0,05). Rataan suhu di kandang panggung tertinggi pada sore hari dikarenakan lokasi kandang panggung terkena letak kandang panggung membujur dari utara ke seletan sehingga mengakibatkan terkena radiasi sinar matahari yang maksimal pada sore hari. Menurut Yani (2006) cekaman panas maksimal dari radiasi matahari pada pukul 13.00–14.00 WIB dimana pada waktu tersebut nilai intensitas radiasi matahari dapat mencapai 480 kkal/m2/jam. Hasil penelitian setelah dilakukan uji statistik suhu di kandang panggung berbeda nyata (P<0,05) dengan pagi ataupun siang hari, rataan suhu tertinggi terjadi pada siang hari yaitu 26,86 ± 3,74 0C

Tabel 4. Rataan Suhu dan Kelembaban di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi, Siang, dan Sore

Kandang Waktu Suhu(oC) Kelembaban (%)

Panggung Pagi 20,26 ± 1,11a 72,20 ± 12,01c Siang 26,86 ± 3,74b 43,80 ± 7,53b Sore 26,92 ± 1,38b 56,30 ± 4,09a Tanah Pagi 19,84 ± 1,21a 74,00 ± 7,38c Siang 28,44 ± 1,47c 52,60 ± 8,17a Sore 25,70 ± 0,69b 57,40 ± 3,97b

Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada kolom dan jenis kandang yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Pagi (06.00-08.00 WIB), Siang (12.00-14.00 WIB), dan Sore (16.00-18.00 WIB) Lokasi kandang panggung berada di tengah areal lahan buah naga mengakibatkan pancaran sinar matahari lebih banyak diterima oleh kandang panggung. Tingginya suhu lingkungan area sekitar kandang panggung dan tanah karena lahan merupakan bekas penambangan pasir. Areal lokasi kandang terkena sinar matahari langsung mengakibatkan terjadinya aliran panas secara radiasi gelombang pendek. Ketika suhu lingkungan optimum, maka tubuh ternak memproduksi panas tubuh minimum diluar suhu optimum ternak. Perolehan panas dari luar tubuh (heat gain) akan menambah beban panas bagi ternak, apabila suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman. Sebaliknya, akan terjadi kehilangan panas tubuh (heat loss) apabila suhu udara lebih rendah dari suhu nyaman (Yani, 2006).

Hasil analisis ragam menunjukkan kelembaban pada kandang panggung pada pagi hari berbeda nyata (P<0,05) antara siang ataupun sore hari, dan juga berbeda

23 nyata (P<0,05) pada siang dan sore hari. Kelembaban berkaitan erat dengan suhu. Kelembaban pada pagi hari tinggi karena suhu lingkungan pada pagi hari rendah. Kelembaban akan turun seiring dengan kenaikan suhu. Kelembaban di kandang alas tanah dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada sore hari suhu dan kelembaban berbeda nyata (P<0,05) antara pagi dan siang hari dan juga berbeda nyata (P<0,05) antara siang dan sore hari, hal ini karena pada kandang alas tanah terdapat kanopi pepohonan sehingga mengurangi radiasi sinar matahari, akibatnya adalah suhu pada kandang alas tanah pada sore hari lebih rendah daripada suhu di kandang panggung. Hal ini juga mengakibatkan kelembaban tertinggi terjadi pada kandang alas tanah. Suhu dan kelembaban yang tinggi menyebabkan evaporasi lambat sehingga pelepasan panas tubuh terhambat (McDowell, 1972).

Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Alas Tanah

Kandang merupakan sarana yang dibuat oleh peternak untuk mempermudah dalam menghandling ternak. Menurut Williamson dan Payne (1993) kandang yang baik adalah kandang yang ringan, berventilasi baik, drainase baik, dan mudah dibersihkan. Dua tipe kandang kambing yang digunakan di daerah tropis yaitu kandang alas tanah dan kandang panggung. Hasil data uji Mann Whiteney dan uji T dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Hasil statistik setelah dilakukan uji Mann Whiteney menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku agonistic pada kandang alas tanah berbeda nyata (P<0,05) yaitu (0,61±1,21 kali/5 menit) lebih tinggi daripada kandang panggung, akan tetapi lama waktu terjadi tingkah laku agonistic pada Tabel 6 tidak berbeda nyata. Tingginya frekuensi tingkah laku agonistic di kandang tanah karena di dalam kandang tanah terdapat kambing yang dominan dan subordinat. Kambing dominan ketika melakukan tingkah laku makan cenderung mengusir kambing subordinat dengan cara menanduk. Kambing subordinat cenderung tidak melawan dan pergi ketika kambing dominan melakukan tingkah laku agonistic.

Kejadian ini mengakibatkan frekuensi tingkah laku agonistic banyak akan tetapi lama waktu kejadian sedikit. Tabel 6 memperlihatkan rataan lama waktu tingkah laku agonistic tertinggi di kandang panggung, akan tetapi setelah dilakukan Uji T mendapatkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05), hal ini dikarenakan kambing di kandang panggung memiliki sifat dominan yang hampir sama sehingga ketika

24 kambing melakukan tingkah laku agonistic cenderung terjadi perkelahian yang lama, mengakibatkan lama waktu yang diperlukan untuk melakukan tingkah laku agonistic banyak akan tetapi frekuensi kejadian tingkah laku agonistic sedikit. Menurut Craig (1981) kambing betina memiliki sifat agonistic akan tetapi frekuensinya sangat kecil, hal ini karena kambing betina memproduksi hormon androgen tetapi jumlahnya tidak sebanyak yang dihasilkan oleh kambing jantan. Tingkah laku berikutnya yang diamati adalah tingkah laku makan.

Tabel 5. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah

Jenis Kandang Frekuensi Tingkah Laku Kambing

Agonistik Makan Merawat Diri Vokalisasi Eliminasi ---kali/ 5 menit--- Panggung 0,38±1,02a 2,65±2,87 2,13±2,31 0,06±0,33 0,18±0,64 Tanah 0,61±1,21b 3,24±,3,08 2,45±2,25 0,13±0,54 0,13±0,42

Keterangan : Superskrip huruf dan baris yang berbeda pada kolom yang sams menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Tingkah laku makan merupakan karakteristik hewan dari segala karakteristik. Hewan tidak akan bisa hidup tanpa makan. Tingkah laku makan kambing cenderung browsing, yaitu ternak tersebut suka mengambil makanannya dari semak–semak dan daun tanaman (Ensminger, 2002). Frekuensi tingkah laku makan tertinggi terdapat di kandang alas tanah. Akan tetapi setelah dilakukan uji Mann Whiteney menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku makan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kandang panggung dan kandang alas tanah. Kambing di kandang alas tanah cenderung banyak melakukan frekuensi makan karena pada saat kambing subordinat makan kambing dominan mengusir kambing subordinat dengan melakukan tingkah laku agonistic.

Tabel 6 menunjukkan lama waktu tingkah laku makan di kandang panggung dan kandang alas tanah, hasil uji T menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05), antara kandang panggung dan kandang alas tanah. Kambing di dalam kandang panggung lebih tenang ketika melakukan tingkah laku makan daripada kambing di kandang alas tanah. Temperatur lingkungan yang tinggi pada kandang alas tanah menekan nafsu makan pada kambing. Konsumsi pakan dan produksi panas berkaitan, temperatur yang meningkat menyebabkan konsumsi pakan menurun, kambing akan

25 mengurangi aktivitas kegiatannya bertujuan agar mengurangi produksi panas dalam tubuhnya. Penurunan produksi panas dilakukan melalui penurunan konsumsi pakan, ruminasi, dan penurunan aktivitas (Devendra dan Burn, 1994).

Tabel 6. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah

Jenis Kandang Lama Waktu Tingkah Laku Kambing

Agonistik Makan Merawat Diri Vokalisasi Eliminasi ---Menit/ 5 Menit--- Panggung 0,24±0,33 1,48±1,36 0,27±0,27 0,03±0,12 0,02±0,08 Tanah 0,14±0,52 1,39±0,69 0,28±0,21 0,01±0,02 0,01±0,31

Hasil uji Mann Whiteney dan uji T menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku dan lama waktu kejadian merawat diri antara kandang panggung dan kandang alas tanah tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa kambing PE sama-sama melakukan tingkah laku merawat diri di kandang panggung dan kandang alas tanah. Tingkah laku lain yang muncul adalah tingkah laku vokalisasi dan eliminasi. Hasil uji statsitik tidak terjadi perbedaan antara tingkah laku vokalisasi di kandang panggung dan kandang alas tanah. Tingkah laku vokalisasi sering muncul bersamaan dengan tingkah laku agonistic dan tingkah laku makan. Tingkah laku vokalisasi yang terjadi di kandang alas tanah hanya terjadi pada 2 kambing dari 8 kambing yang diamati sehingga tingginya tingkah laku vokalisasi terjadi karena faktor individu kambing dalam merespon rangsangan dari lingkungan. Tingkah laku yang diamati berikutnya adalah tingkah laku membuang kotoran.

Rataan tertinggi frekuensi dan lama waktu tingkah laku membuang kotoran tertinggi berada di kandang panggung, akan tetap setelah dilakukan uji statistik Mann Whiteney dan Uji T pada tingkah laku membuang kotoran menunjukkan tidak berbeda nyata antara kandang panggung dan kandang alas tanah (P>0,05), hal ini karena kambing melakukan tingkah laku membuang kotoran jarang terjadi baik di kandang panggung dan kandang alas tanah. Hasil pengamatan diperoleh data yang sedikit karena pada saat pengambilan data, hanya dilakukan pengambilan data sebentar atau pada saat pengamatan bukan merupakan waktu yang tepat untuk kambing melakukan tingkah laku eliminasi. Menurut Tomaszewka et al. (1993)

26 kambing melakukan tingkah laku eliminasi disamping untuk mengurangi heat stress tetapi juga untuk membuang racun sisa dari metabolisme tubuh dan mengurangi panas tubuh pada ternak guna dilepaskan ke lingkungan agar terjadi homeostatis antara suhu ternak dan suhu lingkungan.

Tingkah Laku Kambing PE Betina di Tipe Kandang Panggung pada Waktu yang Berbeda

Kandang merupakan sarana dan prasarana yang digunakan untuk memudahkan dalam menghandling ternak. Ada dua tipe kandang kambing yang umum dipakai di daerah tropis yaitu kandang alas tanah dan kandang panggung. Peternakan kambing di Indonesia umumnya menggunakan tipe kandang panggung. Hal tersebut karena kandang panggung mempunyai kelebihan yaitu untuk mengurangi pengaruh lingkungan yaitu suhu, kelembaban dan curah hujan, serta tergantung tujuan berternak kambing untuk produksi susu atau produksi daging (Devendra dan McLeroy, 1982). Keunggulan kandang panggung adalah mudah dibersihkan dan mudah dalam penanganan. Perkandangan merupakan salah satu aspek yang penting dalam pemeliharaan kambing. Perkandangan yang baik dapat membantu penanganan ternak sehingga memperlancar usaha ternak. Kegunaan kandang adalah membantu dan mempermudah tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya dengan lebih efektif dan efisien, serta membantu dalam meningkatkan konversi pakan dan laju pertumbuhan serta kesehatan ternak (Devendra dan Burn 1994). Tabel 7 dan Tabel 8 menunjukkan frekuensi dan lama waktu tingkah laku kambing betina PE di kandang panggung.

Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku agonistic pada pagi hari tidak berbeda nyata (P>0,05) antara siang hari dan sore hari, akan tetapi pada siang hari dengan sore hari berbeda nyata (P<0,05). Frekuensi tingkah laku agonistic tertinggi di kandang panggung pada sore hari yaitu (0,68±0,24 kali/5 menit). Kambing melakukan tingkah laku agonistic dengan cara menandukkan kepalanya ke kepala kambing lain, menandukkan kepalanya ke pagar pembatas, dan menandukkan kepalanya ke tubuh kambing lain. Tujuan melakukan tingkah laku agonistic untuk menentukan dominasi di kelompok. Tingkah laku agonistic berkaitan erat dengan tingkah laku makan. Tingkah laku agonistic terjadi pada pagi hari karena perebutan mencari pakan hijauan yang mulai menipis. Menurut Ensminger (2002),

27 tingkah laku agonistic terjadi ketika ternak melakukan perebutan makanan, perebutan wilayah, dan perebutan pasangan kawin. Hasil penelitian tingkah laku agonistic berdasarkan lama waktu kejadian pada Tabel 8 menunjukkan bahwa pada pagi hari tidak berbeda nyata dengan siang hari (P>0,05), akan tetapi pada pagi hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05), sedangkan tingkah laku agonistic pada siang hari berbeda nyata dengan sore hari (P<0,05). Rataan tertinggi lama waktu kejadian tingkah laku agonistic terjadi pada sore hari (0,69±0,12 menit), hal ini menunjukkan bahwa frekuensi pemberian pakan juga berpengaruh terhadap lama waktu terjadinya tingkah laku agonistic.

Tabel 7. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung Tingkah laku Frekuensi Tingkah Laku Kambing pada Waktu yang Berbeda

Pagi Siang Sore Rataan

---kali/ 5 menit---Agonistik 0,38±0,43ab 0,08±0,15b 0,68±0,24a 0,38±1,02 Makan 2,98±1,75a 0,43±0,35b 4,55±1,00c 2,65±2,87 Merawat diri 2,05±1,22 2,45±1,84 1,90±1,06 2,13±2,31 Vokalisasi 0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,18±0,36b 0,06±0,33 Eliminasi 0,13±0,10 0,35±0,65 0,08±0,15 0,18±0,64

Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Pagi (06.00-08.00 WIB), Siang (12.00-14.00 WIB), dan Sore (16.00-18.00 WIB) Hasil uji Friedman menunjukkan frekuensi tingkah laku makan pada pagi, siang, dan sore hari berbeda nyata antara satu dengan yang lain (P<0,05), hal ini karena manajemen pemberian pakan yang dilakukan pada pukul 14.00 WIB sehingga membuat frekuensi tingkah laku makan cenderung tinggi pada sore hari (4,55±1,00 kali/5 menit). Tingkah laku makan juga terjadi pada pagi hari yaitu (2,98±1,75 kali/5 menit). Tujuan kambing makan pada pagi hari untuk meningkatkan suhu tubuhnya agar terjadi keseimbangan homeostasis antara suhu tubuh ternak dengan suhu lingkungan. Menurut Devendra dan Burns (1994), kambing mempunyai kebiasaan makan yang berbeda dengan ruminansia lainnya. Bibirnya yang tipis mudah digerakkan dengan lincah untuk mengambil pakan. Kambing mampu makan rumput yang pendek dan merenggut dedaunan, disamping itu kambing merupakan pemakan

28 yang lahap dari pakan yang berupa berbagai macam tanaman dan kulit pohon. Rangkaian tingkah laku makan pada kambing diawali dengan mencium makanan. Kambing akan memakan makanan tersebut jika makanan tersebut cocok untuk dimakan. Umumnya kambing menyukai berbagai jenis hijauan. Kambing juga dapat membedakan antara rasa pahit, manis, asam, dan asin (Kilgour dan Dalton, 1984). Rangkaian tingkah laku selanjutnya adalah merenggut.

Tabel 8. Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung

Tingkah laku Lama Waktu Tingkah Kambing Laku Pada Waktu yang Berbeda

Pagi Siang Sore Rataan

---menit/ 5 menit--- Agonistik 0,03±0,03a 0,00±0,01a 0,69±0,12b 0,24±0,33 Makan 1,01±0,96a 0,29±0,36a 3,13±0,22b 1,48±1,36 Merawat diri 0,26±0,24 0,16±0,11 0,41±0,37 0,27±0,27 Vokalisasi 0,00±0,00 0,00±0,00 0,01±0,02 0,03±0,12 Eliminasi 0,01±0,01 0,05±0,01 0,00±0,01 0,02±0,08

Keterangan Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Pagi (06.00-08.00 WIB), Siang (12.00-14.00 WIB), dan Sore (16.00-18.00 WIB) Kambing akan langsung merenggut pakan yang disukainya. Pakan yang direnggut dapat berupa rumput, daun, dan semak belukar. Selain itu kambing juga dapat memakan akar kering, ranting, kulit tumbuh-tumbuhan, dan daun-daun yang sudah kering. Kambing merenggut pakan dengan cara menarik dan mendorong mulut ke depan-atas atau belakang-bawah, jika daun-daunan terdapat pada tanaman yang tinggi, maka kambing mempunyai kemampuan untuk meramban. Kambing meramban dengan cara mengangkat kedua kaki depan pada batang tumbuhan dan bertumpu pada kedua kaki belakang. Kepala dijulurkan ke daun tumbuhan yang dipilihnya. Kondisi hijauan yang masih segar dan banyak membuat kambing memiliki selera makan yang sangat tinggi. Tingkah laku ini termasuk tingkah laku stres yang menyenangkan bagi kambing.

Kambing di area penelitian jarang di beri air minum, hal ini karena daerah penelitian susah dalam mendapatkan mata air. Untuk memenuhi kebutuhan air, kambing diberikan hijauan segar yang mengandung kadar air tinggi yang berasal dari

29 daerah pegunungan. Menurut Cakra et al. (2008) Konsumsi kebutuhan air yang diperlukan kambing hanya 188 cc/kg/24 jam, hampir sama dengan unta yaitu 185 cc/kg/24 jam, sedangkan untuk domba dan sapi adalah 197 cc/kg/24 jam dan 347 cc/kg/24 jam, mengakibatkan kambing tahan terhadap daerah yang beriklim kemarau dengan curah hujan sedikit. Efek dari pemberian air yang sedikit mengakibatkan terjadinya pengurangan ekskresi urin dengan konsentrasi urea yang meningkat dan pekat. Hijauan yang diberikan pada kambing adalah Calliandra haematocephala dan Gliricidia sepium

Hasil uji T lama waktu kejadian tingkah laku makan menunjukkan bahwa pada pagi hari, tingkah laku makan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan siang hari, akan tetapi tingkah laku makan pada pagi hari berbeda nyata pada sore hari (P<0,05), sedangkan pada siang hari lama waktu tingkah laku makan berbeda nyata pada sore hari (P<0,05). Lama waktu makan di kandang panggung tertinggi pada sore hari yaitu (3,13±0,22 menit) karena waktu pemberian pakan terjadi pada sore hari. Frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku makan pada pagi hari tidak setinggi pada sore hari karena pakan yang dimakan pada pagi hari merupakan sisa pakan dari kemarin sore hari sehingga sisa pakan yang tersedia pada pagi hari tinggal sedikit, tidak segar lagi membuat nafsu makan kambing menjadi berkurang. Rataan frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku makan pada siang hari, merupakan rataan terkecil yaitu (0,43±0,35 kali/5 menit) dan (0,29±0,36 menit). Siang hari kambing akan lebih banyak melakukan istirahat. Kambing apabila dihadapkan pada cekaman panas, prioritas tingkah laku kambing akan berubah dari kegiatan merumput atau mengkonsumsi pakan ke diam untuk menghindari kondisi yang tidak menyenangkan. Konsekuensi yang cepat adalah mengurangi konsumsi pakan dan energi metabolisme yang tersedia. Gangguan lain terhadap keseimbangan energi berasal dari perubahan fisiologis, endokrin, dan pencernaan yang selanjutnya menurunkan energi yang tersedia (Roussel, 1992). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Tomaszewka et al. (1991) bahwa pada siang hari dengan suhu yang tinggi, kambing akan merumput lebih sedikit, waktu yang digunakan untuk ruminasi lebih singkat dengan istirahat yang relatif lama.

Hasil analisis pada Tabel 7 dan 8 pada pagi, siang, dan sore frekuensi dan lama waktu pengamatan tingkah laku merawat diri di kandang panggung tidak

30 berbeda nyata (P>0,05). Hasil data menunjukkan bahwa rataan total frekuensi tingkah laku merawat diri adalah (2,13±2,31 kali/5 menit). Kondisi kambing pada siang hari, kambing cenderung untuk melakukan tingkah laku istirahat. Tingkah laku istirahat yang dilakukan adalah berbaring di lantai, selain melakukan istirahat, kambing berbaring di lantai bertujuan untuk membuang panas yang ada dalam tubuhnya dengan cara mekanisme konduksi. Kambing di areal peternakan jarang dimandikan, hal ini mengakibatkan ektoparasit menempel pada kulit kambing sehingga membuat kambing merasa gatal mengakibatkan terjadi tingkah laku merawat diri, sedangkan rataan lama waktu kejadian kambing melakukan tingkah laku merawat diri total adalah (0,27±0,27 menit), hal ini karena kambing adalah hewan diurnal pada malam hari kambing melakukan aktivitas tidur, aktivitas tidur kambing dilakukan dengan cara berbaring di lantai kandang. Pagi hari merupakan awal aktivitas kambing setelah melakukan aktivitas tidur, karena berbaring di lantai dengan waktu yang lama mengakibatkan ektoparasit banyak menempel di kulit kambing saat kambing tidur berbaring di lantai sehingga pada pagi hari kambing cenderung lama membersihkan bulunya dengan melakukan tingkah laku merawat diri. Tingkah laku merawat diri dilakukan oleh kambing di kedua kandang ditunjukkan kambing dengan cara menjilati punggung dan menggosokkan tubuh kambing ke kandang. Menurut Tomaszewka et al. (1993) tingkah laku merawat diri pada kambing bertujuan merawat bulu dan mengangkat ektoparasit.

Tingkah laku vokalisasi yaitu tingkah laku mengeluarkan suara. Kambing melakukan tingkah laku vokalisasi saat mengalami gangguan dan saat waktu pemberian pakan tiba. Selama pengamatan sangat sedikit sekali terjadi tingkah laku vokalisasi. Hanya kambing yang dominan saja yang melakukan tingkah laku vokalisasi. Tujuan kambing dominan melakukan tingkah laku vokalisasi adalah

Dokumen terkait