• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

B. Hepar

Hepar adalah kelenjar yang paling besar dalam tubuh manusia dengan berat 1500 g (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2005). Fungsi hati adalah pembentukan empedu, penyimpanan karbohidrat, pembentukan benda keton, pengaturan metabolisme karbohidrat, reduksi dan konjugasi hormon steroid adrenal dan kelenjar kelamin, detoksikasi obat-obatan dan toksin, membentuk protein-protein plasma dan banyak fungsi penting dalam metabolisme lemak (Ganong, 2001).

Unit dasar fungsional dasar hati adalah lolubus hati, yang berbentuk silindris dengan panjang dan diameter tertentu. Hati manusia mengandung 50.000 sampai 100.000 lolubus (Guyton dan Hall, 2007). Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus (Price dan Wilson, 2005).

Lolubus hati terbentuk mengelilingi sebuah vena sentralis yang mengalir ke vena hepatika dan kemudian ke vena cava. Lolubus sendiri dibentuk terutama dari banyak lempeng sel hati yang menyebar dari vena sentralis seperti jeruji roda. Masing-masing lempeng sel hati tebalnya dua sel, dan diantara sel yang berdekatan terdapat kanalikuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lolubus hati yang berdekatan (Guyton dan Hall, 2007). Skema dari struktur dasar hati dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Struktur dasar lolubus hati memperlihatkan lempeng sel hati (Baradero dkk, 2005)

Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Makrofag dalam hati adalah sel Kupffer, sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan melawan invasi bakteri dan agen toksik (Price dan Wilson, 2005).

Hati dalam kondisi normal memiliki kapasitas fungsional yang besar. Kemampuan hati di dalam tubuh antara lain untuk sintesis, eksresi dan berfungsi dalam proses metabolisme. Hati merupakan sumber dari plasma albumin, globulin dan banyak protein. Pada fungsi eksresi dapat dilihat pada banyak komponen yang

dikeluarkan oleh hati melalui empedu. Komponen utama dari empedu adalah bilirubin, selain itu kolesterol, urobilinogen dan asam empedu juga terdapat dalam empedu. Pada fungsi metabolisme, hati memetabolisme lemak, karbohidrat, protein dan detoksifikasi. Hati memegang peranan penting dalam menawar-racunkan racun berbahaya turunan senyawa nitrogen yang berasal dari usus, obat-obatan dan senyawa kimia. (Candrasoma dan Taylor, 1995).

Selain itu, hati memiliki kemampuan untuk mengembalikan dirinya sendiri setelah kehilangan jaringan hati. Proses ini disebut regenerasi sel hati. Selama regenerasi sel hati, hepatosoit diperkirakan mengalami replikasi sebanyak satu sampai dua kali dan setelah tercapai ukuran dan volume hati sebelumnya, hepatosit kembali kepada keadaan sebelumnya (Guyton dan Hall, 2007).

Peran penting hati dalam eliminasi obat adalah untuk memetabolisme obat induk dan merubahnya menjadi senyawa metabolit. Kapasitas dari hati untuk mengubah obat induk menjadi metabolit sangat dipengaruhi oleh aktivitas enzim pemetabolisme yang terdapat pada retikulum endoplasma halus dan sitosol pada hepatosit (DiPiro dkk, 2008).

2. Kerusakan Hati

Hati merupakan organ penting yang dapat mengubah struktur dari senyawa kimia dan obat-obatan. Beberapa hasil dari proses terjadinya metabolisme secara biologis dapat menjadi tidak aktif, beberpa menjadi metabolit yang aktif dan adapula yang menjadi racun (Laurence, Bennett, Brown, 1997).

Konsekuensi klinis paling parah penyakit hati akibat terjadinya kerusakan hati adalah gagal hati. Hal ini dapat terjadi akibat kerusakan hati yang mendadak dan masif. Gagal hati umumnya merupakan titik akhir kerusakan progresif hati sebagai bagian dari penyakit hati kronik. Umumnya, sekitar 80%-90% kapasitas fungsional hati sudah rusak sebelum gagal hati timbul (Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell, 2007).

Senyawa toksik dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai organel dalam sel hati. Jenis kerusakannya, antara lain:

1. Steatosis (Perlemakan hati).

Perlemakan hati adalah hati yang mengandung berat lipid lebih dari 5%. Adanya kelebihan lemak dalam hati dapat dibuktikan secara histokimia (Lu, 1995). Ketika senyawa toksin seperti alkohol masuk ke dalam tubuh dengan jumlah yang cukup, maka akan menimbulkan terbentuknya lipid yang terakumulasi dalam hepatosit. Ketika jumlah senyawa toksin yang terpapar ke dalam tubuh jumlahnya semakin banyak maka lipid akan semakin terakumulasi dan menciptakan gelembung-gelembung besar, dan meluas hingga ke tepi hati (Kumar dkk, 2007).

Berbagai macam toksikan menyebabkan terjadinya penimbunan lemak di dalam hati, mekanisme yang mendasari sangat beragam. Mekanisme yang paling umum adalah terjadinya pelepasan trigliserid hati ke plasma, karena trigliserid hati hanya disekresi bila dalam keadaan tergabung dengan lipoprotein. Penimbunan lipid juga melalui beberapa mekanisme, seperti penghambatan sintesis protein dari lipoprotein (misalnya disebabkan oleh karbon tetraklorida,

etionin); penekanan konjugasi trigliserid dengan lipoprotein (misalnya karbon tetraklorida); rusaknya oksidasi lipid oleh mitokondria (misalnya etanol) (Lu, 1995).

2. Nekrosis hati

Nekrosis hati adalah kematian hepatosit. Nekrosis dapat bersifat fokal (sentral, tengah dan perifer) atau masif. Biasanya nekrosis merupakan kerusakan akut. Beberapa zat kimia telah dilaporkan menyebabkan nekrosis akut. Nekrosis hati merupakan suati manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak selalu kritis karena hati mempunyai kapasitas pertumbuhan kembali yang luar biasa. Kematian sel terjadi bersama dengan pecahnya membran plasma. Perubahan biokimia pada nekrosis hati bersifat kompleks (Lu, 1995).

3. Sirosis

Sirosis ditandai oleh adanya septa kolagen yang tersebar di sebagian besar hati. Patogenesis terjadinya sirosis hati dalam sebagian kasus tampaknya berasal dari nekrosis sel tunggal karena kurangnya mekanisme perbaikan sel dari hati. Keadaan ini menyebabkan aktivitas fibroblastik dan pembentukan jaringan parut. Karsinogen kimia dan pemberian CCl4 jangka panjang dapat menyebabkan sirosis hati pada hewan. Pada manusia, terjadinya sirosis hati karena konsumsi kronis minuman beralkohol (Lu, 1995).

4. Kanker hati

Karsinoma hepatoseluler merupakan terjadinya kerusakan hati yang paling berat. Sejumlah besar senyawa toksik dapat menyebabkan kanker hati pada hewan (Lu, 1995).

Kerusakan sel hati dibagi menjadi dua, yaitu: a. Kerusakan sel hati akut

Kerusakan sel hati akut dapat terjadi karena nekrosis besar pada hati, yang disebabkan karena infeksi viral, obat-obat yang merusak hati, maupun induksi senyawa kimia. Kerusakan sel hati akut ditandai dengan adanya penyakit kuning, hipoglikemia, gangguan elektrolit dan asam-basa, enselophati hati, dan kenaikan serum enzim (alanin transferase dan aspartate transaminase) pada kasus terjadinya nekrosis hati (Chandrasoma dan Taylor, 1995).

b. Kerusakan sel hati kronik

Kerusakan sel hati kronik biasanya merupakan hasil dari sirosis yang merupakan tahap lanjut dari nekrosis, fibrosis, dan regenerasi nodular (Chandrasoma dan Taylor, 1995). Pada keadaan nekrosis terjadi pemecahan sel hepatosit sehingga enzim alanin transferase (ALT) yang terdapat dalam sel hati keluar dan masuk ke aliran darah dan ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT (Zimmerman, 1978).

Dokumen terkait