• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hipotesis yang diajukan adalah:

1. Terdapat interaksi antara tingkat cemaran dalam tanah dan persen padatan pada bioremediasi slurry yang memberikan kondisi optimum pada degradasi hidrokarbon.

2. Kondisi optimum dapat diterapkan pada bioreaktor dengan skala yang lebih besar.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bioremediasi

Istilah bioremediasi digunakan untuk menggambarkan pemanfaatan mikroorganisme perombak polutan untuk membersihkan lingkungan tercemar. Kemampuan perombakan tersebut berkaitan dengan kehadiran plasmid mikrobial yang mengandung gen-gen penyandi berbagai enzim perombak polutan (Sudrajat, 1996). Menurut Citroreksoko (1996), proses bioremediasi didasari oleh dekomposisi bahan organik di biosfer yang dilakukan oleh bakteri dan jamur heterotropik. Mikroorganisme ini memiliki kemampuan memanfaatkan senyawa organik alami (misalnya hidrokarbon minyak bumi) sebagai sumber karbon dan energi. Proses dekomposisi yang terjadi menghasilkan karbon dioksida, metan, air, biomassa mikroba dan hasil sampingan yang lebih sederhana dibanding dengan senyawa awalnya.

Bioremediasi dipilih sebagai teknologi remediasi unggulan karena teknologi ini mempunyai beberapa keuntungan dan dapat menyelesaikan permasalahan pencemaran lingkungan secara murah dan tuntas (Gunalan,1996). Wisnjnuprapto (1996) menjelaskan bahwa dua keuntungan utama teknologi bioremediasi adalah biaya investasi yang rendah dan kemampuannya untuk melaksanakan tugas di lapangan. Namun dalam memilih teknologi bioremediasi tetaplah harus dipertimbangkan faktor kerugiannya. Tabel 1 menampilkan keuntungan dan kerugian aplikasi bioremediasi.

Tabel 1. Keuntungan dan kerugian bioremediasi

Keuntungan Kerugian

Dapat dilaksanakan di lokasi

Penyisihan buangannya permanen

Tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi

Sistem biologi adalah sistem yang murah Membutuhkan pemantauan yang ekstensif

Masyarakat dapat menerima dengan baik Membutuhkan lokasi tertentu

Menghapus resiko jangka panjang Pengotornya bersifat toksik

Perusakan lokasi minimum Padat ilmiah

Menghapus biaya transportasi dan

kendalanya

Berpotensi menghasilkan produk yang

tidak dikenal

Dapat digabung dengan teknik pengolahan

lain

Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji

Bioremediasi dapat berlangsung secara alamiah dalam beberapa kasus pencemaran lingkungan, hal ini disebabkan karena mikroorganisme pada lingkungan yang tercemar tersebut telah beradaptasi untuk mendegradasi polutan. Adaptasi ini ditandai dengan peningkatan laju biodegradasi polutan oleh mikroorganisme, tetapi laju bioremediasi alamiah ini tidak cukup untuk melindungi lingkungan dari tingkat pencemaran yang lebih serius, oleh karena itu diperlukan proses bioremediasi yang melibatkan peran serta manusia dan kemajuan teknologi terutama bidang bioteknologi (Bollag dan Bollag, 1992).

Berdasarkan konsep pengembangan perancangan bioremediasi dapat dilakukan secara in situ, ex situ ataupun kombinasinya. Bioremediasi in situ

disebut juga dengan intrinsic bioremediation atau natural attenuatio, pada prinsipnya adalah suatu proses bioremediasi yang hanya mengandalkan kemampuan mikroorganisme indigenous yang telah ada di lingkungan tercemar limbah untuk mendegradasinya. Bioremediasi ex situ disebut juga denganabove ground treatment merupakan proses bioremediasi yang dilakukan dengan cara memindahkan kontaminan ke suatu tempat untuk memberikan beberapa perlakuan. Pemilihan konsep perancangan bioremediasi ditentukan oleh lokasi kontaminan, kondisi hidrogeologi setempat dan kendala-kendala lokasi.

Terdapat dua metode untuk meningkatkan kecepatan biodegradasi dalam bioremediasi yaitu dengan menambahkan nutrien untuk menstimulasi mikroorganisme indigenous (biostimulasi) dan penambahan mikroorganisme

eksogenous (bioaugmentasi) (Walter, 1997). Walaupun mikroorganisme

indigenous tersebar luas di alam, bioaugmentasi tetap dipertimbangkan sebagai strategi potensial dalam proses bioremediasi. Alasan rasional penambahan mikroorganisme eksogenous ialah populasi mikroorganisme indigenous tidak mampu mendegradasi substrat potensial yang terdapat dalam campuran komplek seperti hidrokarbon. Bioaugmentasi dilakukan dengan panambahan mikroorganisme yang telah diketahui dapat mendegradasi kontaminan.

Bacher dan Herson (1994) dalam Citroreksoko (1996) serta Boopathy (2000) menggolongkan perlakuan teknologi bioremediasi menjadi:

a. Bioaugmentasi

Merupakan perlakuan penambahan bakteri terhadap medium yang terkontaminasi, sering digunakan dalam bioreaktor dan sistemex situ

b. Biofilter

Merupakan perlakuan penggunaan kolom berjalur mikrobial untuk perlakuan terhadap emisi udara

c. Biostimulasi

Merupakan perlakuan stimulasi populasi mikroba asli dalam tanah dan/atau air tanah; dilakukan secarain situ atau ex situ

d. Bioreaktor

Merupakan perlakuan biodegradasi dalam bejana (container) atau reaktor; digunakan untuk perlakuan terhadap cairan atau bubur (slurry)

e. Bioventing

Merupakan perlakuan tanah terkontaminasi oleh oksigen terhisap melalui tanah untuk menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas mikroba

f. Pengomposan

Merupakan perlakuan termofilik, aerobik, dimana bahan terkontaminasi dicampur dengan pereaksi yang jumlahnya besar.

g. Landfarming

Merupakan sistem perlakuan fase padat untuk tanah terkontaminasi, dilakukan secarain situ atau dalam suatu ruang terkonstruksi dalam tanah.

2.2. Minyak Diesel

Minyak bumi merupakan suatu senyawa organik yang berasal dari sisa-sisa organisme tumbuhan dan hewan yang tertimbun selama berjuta-juta tahun. Umumnya minyak bumi berupa cairan dan gas yang tepat disebut sebagai minyak mentah dan gas alam. Pada tingkatan yang lebih rendah, minyak bumi berwujud endapan pada ter, pasir dan serpihan (Fitriana, 1999).

Beberapa komponen yang menyusun minyak bumi diketahui bersifat racun terhadap mahluk hidup, tergantung dari struktur dan berat molekulnya. Komponen

hidrokarbon jenuh yang mempunyai titik didih rendah diketahui dapat menyebabkananastesi dannarkosis pada berbagai hewan tingkat rendah, dan bila terdapat pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian (Fitriana, 1999).

Minyak bumi dan produknya sangat kompleks karena terdiri dari campuran bermacam-macam senyawa yang terdiri dari ribuan senyawa tunggal sehingga menyebabkan sifat fisiknya berbeda-beda. Minyak bumi terdiri dari senyawa hidrokarbon (sekitar 50 - 98% dari total komposisinya) dan senyawa non hidrokarbon (yaitu sulfur, nitrogen, oksigen dan berbagai macam logam berat) dalam berbagai susunan kombinasi. Senyawa hidrokarbon minyak bumi merupakan campuran dari senyawa hidrokarbon cair, gas yang terlarut, dan hidrokarbon padat. Senyawa ini tersusun dari beberapa golongan yaitu senyawa alkana (parafinik), sikloalkana (naftenik), aromatik, dan olifinik (Meyer dan Colwell, 1990)

Merujuk pada Udiharto (1996) mengenai jenis produk minyak bumi dan komposisinya, maka yang digolongkan sebagai minyak diesel adalah produk minyak bumi dengan jumlah rantai karbon antara 12 – 25. Minyak diesel dengan rantai karbon antara 12 – 18 disebut minyak diesel ringan sedangkan untuk rantai karbon yang lebih panjang disebut minyak diesel berat yang juga digunakan sebagai minyak pelumas ringan.

Minyak diesel terdiri atas komponen minyak dan bahan aditif. Komponen minyak dari bahan ini sebagian besar merupakan hidrokarbon yaitu normal alkana atau n-parafin, sikloalkana, olefin, dan campuran aromat dengan olefin. Senyawa hidrokarbon merupakan komponen terbesar dari produk minyak bumi (lebih dari 90%), sedangkan komponen sisanya berupa senyawa non hidrokarbon yaitu senyawa organik yang mengandung belerang, nitrogen, dan oksigen (Udiharto, 1996)

Menurut environmental technology centre, Kanada, minyak diesel mengandung hidrokarbon jenuh, aromatik dan resin. Hidrokarbon jenuh memiliki komposisi terbesar (79%) pada penguapan 14% sedangkan hidrokarbon aromatik sebesar 19% dan sisanya resins sebesar 2%. Komposisi minyak diesel pada berbagai macam penguapan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi minyak diesel pada penguapan 0, 8, dan 14%

Komposisi (berat %) pada penguapan (berat%) Kelompok Hidrokarbon 0 8 14 Jenuh 76 75 79 Aromatik 23 23 19 Resins 1 1 2 Asphaltenes 0 0 0 Sumber: www.etcentre.org

Minyak diesel juga mengandung sejumlah VOCs seperti benzena, toluena, ethylbenzena, xylem, dan C3-benzenes. Komposisi terbesar VOCs pada C3-benzenes untuk setiap nilai penguapan dan senyawa ini juga memiliki komposisi terbesar pada total BTEX.

Tabel 3. Komposisi VOCs minyak diesel pada penguapan 0, 8, dan 14%

Komposisi (ppm) pada penguapan (berat%) Volatile Organic Compounds 0 8 14 Benzena 94 0 0 toluen a 1416 2 1 ethylbenzena 485 7 0 xylen 4855 154 1 C3-benzenes 10943 3328 269 Total BTEX 6850 162 3 Total VOCs 17793 3490 272 Sumber: www.etcentre.org

Minyak diesel mengandung 2000-4000 jenis hidrokarbon yang secara keseluruhan tidak dapat dipisahkan dengan gas kromatografi. Kenyataannya, hanya n-alkana dan beberapa rantai bercabang yang dapat diidentifikasi sebagai senyawa terpisah. Bagaimanapun juga pemisahan dari struktur utama hidrokarbon dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur standar liquid chromatograph.

Komposisi dari minyak diesel terdiri dari isoalkana + sikloalkana 46%, n-alkana 24% dan aromatik 30% (Marchalet al.,2003)

2.3. Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon

Dalam kegiatan biodegradasi diperlukan adanya aktivitas biologi. Mikroba merupakan organisme yang potensial digunakan untuk mendegradasi minyak diesel. Telah lama diketahui bahwa beberapa mikroorganisme mampu mendegradasi minyak diesel. Selama kegiatan degradasi tersebut, mikroorganisme akan memanfaatkan karbon dari minyak diesel sebagai sumber energinya.

Mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon dapat ditemukan di berbagai tempat yaitu lingkungan yang mengandung cukup limbah hidrokarbon. Jenis mikroorganisme yang mendominasi pada lingkungan tersebut terdiri atas beberapa genera, yaitu Alcaligenes, Arthrobacter, Acenitobacter, Nocardia, Achromobacter, Bacillus, Flavobacterium, Pseudomonasdan lain-lain (Cookson, 1995). Genera Aspergillus dan Penicillium berhasil diisolasi dari laut dan tanah dan ternyata dapat berperan dalam mendegradasi hidrokarbon.

Atlas dan Bartha (1973) mengemukakan bahwa ada 22 genera bakteri yang dapat menguraikan hidrokarbon minyak mentah, yang mana bakteri tersebut dapat diisolasi dari lingkungan minyak bumi. Bakteri tersebut yaitu dari genera

Pseudomonas, Arthrobacter, Corynobacterium, Mycobacterium dan

Mavobacterium (Wong et al., 1997). Mikroorganisme tersebut menggunakan hidrokarbon sebagai satu-satunya sumber energi dan sumber karbon.

Eksplorasi mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon dapat diperoleh dari beberapa sumber potensial, seperti: ekosistem tanah, tanah gambut,sludge/lumpur

aktif, septic tank, pupuk/kotoran hewan, dan sebagainya. Jenis bakteri lokal

(indigenous bacteria)dianalisis dari sampel limbah cair di salah satu perusahaan minyak bumi telah dapat diisolasi dan diidentifikasi terhadap mikroorganisme yang dominan. Dari 10 jenis mikroorganisme dominan tersebut adalah

Enterobacter agglomerans, Bacillus sp., Clostridium sp., Arthrobacter sp., Shigella sp., Pseudomonas aeruginosa, Aeromonas hydrophyla, dan Citrobacter freundi. Selain itu dapat diidentifikasi pula beberapa bakteri Coliform (E. coli)

dan Salmonela, namun tidak dilakukan identifikasi lanjut. Bakteri yang dapat mendegradasi minyak bumi antara lain Aeromonas hydrophyla, Arthrobacter, Bacillus sp.danPseudomonas aeruginosa(Anonim, 2002).

Eksplorasi mikroorganisme dari berbagai jenis kotoran atau pupuk kandang telah dilakukan dengan menggunakan prosedur isolasi, identifikasi dan pengujian kemampuan isolat bakteri dan kapang terhadap substrat minyak tanah, minyak bumi, minyak goreng, dan minyak diesel, sertasludgeminyak bumi. Dari sekian isolat diperoleh 3 jenis isolat Pseudomonas pseudomallei, P. aeruginosa,

dan Enterobacter agglomerans dan sejumlah kapang yang belum seluruhnya diidentifikasi (Anggraeni, 2003). Suatu penelitian di LEMIGAS menemukan

suatu kultur campuran yang didominasi oleh Pseudomonas yang mampu mendegradasi minyak bumi dan fenol. Mikroorganisme tersebut diisolasi dari air buangan kilang minyak (Udiharto, 1992). Beberapa kelompok mikroorganisme yang dikenal sebagai pendegradasi senyawa hidrokarbon dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Kelompok mikroorganisme pendegradasi senyawa hidrokarbon

Senyawa Parafinik Senyawa Naftenik Senyawa Aromatik

Pseudomonas Pseudomonas Pseudomonas

Acinetobacter Mycobacterium Achromobacter

Bacillus Achromobacter Nocardia

Arthrobacter Nocardia Flavobacterium

Mycobacterium Acetobacter Corynebacterium

Brevibacterium Alcaligenes Aeromonas

Sumber: Kardena dan Suhardi, 2001

Kemampuan degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme tergantung dari faktor-faktor lingkungan seperti temperatur, nutrisi, dan oksigen (Higgins dan Gilbert, 1978). Suatu studi laboratorium menunjukkan bahwa penambahan fosfat dan nitrat atau amonia akan mempercepat biodegradasi hidrokarbon. Mikroba dalam pertumbuhannya selain membutuhkan karbon juga memerlukan unsur-unsur hara lain seperti nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, besi dan sulfur (Wardley, 1983).

Pertumbuhan mikroorganisme secara umum dapat dibagi menjadi empat fase, yakni fase lag (pertumbuhan lambat), fase pertumbuhan logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Keberadaan mikroorganisme ditentukan oleh kemampuan metabolisme tiap-tiap individu serta ketahanan terhadap metabolik toksik. Gambar 2 menunjukkan degradasi senyawa hidrokarbon berhubungan dengan populasi bakteri, pada tahap awal mikroorganisme beradaptasi di lingkungan minyak diesel, kemudian pada saat pertumbuhan sel bakteri berada pada fase pertumbuhan logaritmik maka senyawa hidrokarbon yang ada akan semakin berkurang akibat aktivitas mikroorganisme dan pada saat mikroorganisme tersebut sudah tidak mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon yang ada maka pertumbuhannya akan terus menurun dan akhirnya sel bakteri tersebut akan mati.

Gambar 2. Hubungan kurva pertumbuhan bakteri dengan total hidrokarbon (MECHEA, 1991).

2.4. Biodegradasi Minyak Diesel

Atlas (1981) menyatakan bahwa degradasi hidrokarbon oleh populasi mikroorganisme merupakan mekanisme utama dalam penanganan minyak mentah. Biodegradasi minyak mentah pada proses alami sangat komplek. Kecepatan menguraikan minyak mentah bergantung kepada komposisi minyak mentah tersebut dan faktor lingkungan.

Komponen minyak diesel yang sebagian besar tersusun atas hidrokarbon digunakan oleh mikroba sebagai sumber karbon bagi pertumbuhannya. Pertumbuhan mikroorganisme terlihat dengan adanya penambahan populasi mikroorganisme. Kemampuan degradasi hidrokarbon minyak diesel oleh mikroorganisme tergantung dari kemampuan adaptasi mikroorganisme tersebut terhadap lingkungannya. Rosenberg dan Ron (1996) mengemukakan bahwa degradasi hidrokarbon minyak diesel terjadi bila mikroorganisme menempel di permukaan butiran-butiran minyak karena enzim oksigenase yang dibutuhkan untuk memecah rantai karbon yang sifatnya terikat pada membran sel.

Menurut Environmental Technology Centre, Kanada, minyak diesel mengandung hidrokarbon jenuh, aromatik dan resin. Hidrokarbon jenuh memiliki komponen terbesar (79%) sedangkan hidrokarbon aromatik sebesar 19% dan sisanya resin sebesar 2%. Minyak diesel juga mengandung sejumlah VOCs seperti benzene, toluene, etilbenzena, xilena, dan C3-benzena. Udiharto (1996) menyatakan bahwa minyak diesel terdiri atas komponen minyak dan bahan aditif.

Komponen minyak dari bahan ini sebagian besar merupakan hidrokarbon yaitu normal alkana atau n-parafin, isoalkana atau isoparafin, sikloalkana atau naftalena, olefin dan campuran aromat dan olefin.

Beberapa senyawa polutan hasil pembakaran minyak diesel adalah hidrokarbon, oksida nitrogen, partikulat, benzene, dan karbon monoksida. Hidrokarbon minyak diesel sebagian besar berupa n-alkana sederhana tidak bercabang, dengan kandungan senyawa poliaromatik kurang dari empat persen. N-alkana dengan jumlah atom karbon 6-12 bisa melarutkan fosfolipida yang menyusun membran sel mikroorganisme, walaupun demikian beberapa mikroorganisme tertentu diketahui dapat memetabolisme senyawa-senyawa toksik tersebut (Johnson, 2000)

Proses penguraian hidrokarbon oleh mikroorganisme dimulai dengan terjadinya perlekatan mikroorganisme pada globula minyak, yang dilanjutkan dengan proses pelarutan hidrokarbon oleh surfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme tersebut. Hidrokarbon yang telah teremulsi ini selanjutnya diserap ke dalam sel dan diurai melalui proses katabolisme. Untuk n-alkana, proses katabolisme ini diawali dengan proses hidroksilasi n-alkana yang menghasilkan alkan-l-o1, yang selanjutnya dioksidasi oleh enzim dehydrogenase dan menghasilkan asam lemak. Jika sistem oksidasi mikroorganisme pengurai hidrokarbon dapat berjalan secara optimal, maka asam lemak yang terbentuk ini akan diurai sempurna menjadi energi, H2O dan CO2 melalui proses -oksidasi (Godfrey, 1986).

Faktor-faktor yang mendukung proses bioremediasi minyak adalah faktor fisik-kimia dan faktor biologi. Faktor fisik-kimia adalah komposisi kimia minyak, kondisi fisik minyak, konsentrasi minyak, suhu, oksigen, nutrisi, salinitas, tekanan, air aktivitas, dan pH, sedangkan faktor biologi adalah kemampuan mikroorganisme itu sendiri. Menurut Cookson (1995), bioremediasi membutuhkan faktor-faktor seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Faktor-faktor yang diperlukan untuk bioremediasi (Cookson, 1995)

a. Tipe dan jumlah hidrokarbon pencemar

Tingkat degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme berbeda-beda tergantung dengan jenis hidrokarbon. Tingkat biodegradasi hidrokarbon ini semakin menurun dari urutan senyawa hidrokarbon ini yaitu: n-alkana > alkana bercabang > hidrokarbon aromatik yang mempunyai MR kecil > alkana siklik (Leahy dan Colwell, 1990). Kondisi fisik hidrokarbon juga mempengaruhi biodegradasi. Biodegradasi mikrobial dapat diubah berdasarkan tingkat penyebaran bahan pencemar dan keheterogenitasan komposisi (Leahy dan Colwell, 1990), dan dapat dalam bentuk ikatan hidrokarbon-air yang muncul dalam bentuk padatan (Atlas, 1981).

b. Temperatur

Temperatur mempengaruhi kondisi fisik hidrokarbon yang mencemari tanah dan mikroorganisme yang mengkonsumsinya. Pada temperatur yang rendah, viskositas dari minyak meningkat sehingga penguapan rantai pendek alkana terkurangi dan kelarutan air menurun sehingga menunda terjadinya biodegradasi. Temperatur yang semakin tinggi dapat meningkatkan tingkat metabolisme hidrokarbon menjadi maksimum yaitu antara 30 – 40oC. Di atas temperatur ini, aktivitas enzim akan menurun dan toksisitas hidrokarbon pada membran sel akan semakin tinggi (Leahy dan Colwell, 1990).

c. Nutrien

Hidrokarbon merupakan sumber karbon dan energi yang bagus untuk mikroorganisme. Hidrokarbon ini merupakan makanan yang tidak sempurna karena hidrokarbon tidak berisi konsentrasi nutrien lain yang cukup besar

Mikroorganisme Sumber Penerima Energi Elektron Kelembaban pH Nutrisi Suhu BIOREMEDIASI Tidak adanya racun Organisme Kompetitif Metabolit yang Dihasilkan

(seperti nitrogen dan fosfor) untuk pertumbuhan mikroorganisme (Prince et al., 2002). Masuknya sumber karbon yang sangat besar akan menyebabkan berkurang secara cepatnya nutrien anorganik (Margesin et al., 1999) yang akan membatasi tingkat biodegradasi, sehingga biostimulasi dapat digunakan untuk memaksimalkan proses bioremediasi (Trinidadeet al., 2002).

d. pH

Biodegradasi minyak bumi dipengaruhi oleh nilai pH yang terjadi pada lingkungan tersebut. Mayoritas mikroorganisme tanah akan tumbuh dengan subur pada pH antara 6 sampai 8. Ekstrimnya nilai pH pada beberapa tanah dapat memperlambat kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi hidrokarbon (Leahy dan Colwell, 1990).

e. Oksigen

Mikroorganisme pendegradasi minyak bumi umumnya tergolong dalam mikroorganisme aerob, sehingga adanya oksigen sangat penting dalam proses degradasi. Ketersediaan oksigen pada tanah tergantung pada tingkat konsumsi oksigen oleh mikroorganisme, jenis tanah dan keberadaan substrat yang dapat digunakan untuk mengurangi oksigen. Keberadaan oksigen merupakan faktor pembatas laju degradasi hidrokarbon. Kebutuhan akan oksigen digunakan untuk mengkatabolisme senyawa hidrokarbon dengan cara mengoksidasi substrat dengan katalis enzim oksigenase. Hidrokarbon juga dapat didegradasi secara anaerobik tetapi laju degradasi hidrokarbon tersebut lebih lambat jika di bandingkan dengan hidrokarbon yang didegradasi secara aerobik (Leahy dan Colwell, 1990).

Mikroorganisme dapat memperoleh oksigen dalam bentuk oksigen bebas yang terdapat di udara dan tanah, serta oksigen yang terlarut dalam air. Dalam studi laboratorium, penambahan oksigen dapat dilakukan dengan pengadukan dan aerasi. Pengadukan menyebabkan pecahnya lapisan minyak pada permukaan air sehingga berlangsung suplai oksigen dari udara. Dengan demikian kebutuhan mikroorganisme akan oksigen terpenuhi. Di samping itu, aerasi dan pengadukan menyebabkan terjadinya kontak yang lebih intensif antara mikroorganisme dengan senyawa hidrokarbon pencemar sehingga degradasi oleh mikroorganisme dapat berlangsung lebih cepat.

f. Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu faktor penting dalam bioremediasi. Kandungan air tanah dapat mempengaruhi keberadaan kontaminan, transfer gas dan tingkat toksisitas dari kontaminan. Kelembaban sangat penting untuk hidup, tumbuh dan aktivitas metabolik mikroorganisme. Tanpa air, mikroorganisme tidak dapat hidup dalam limbah minyak. Mikroorganisme akan hidup aktif di daerah antara minyak dengan air. Selama bioremediasi, jika kandungan air terlalu tinggi akan berakibat sulitnya oksigen untuk masuk ke dalam tanah (Fletcher, 1991).

Bersihnya proses penguraian hidrokarbon oleh mikroorganisme menyebabkan proses bioremediasi daerah yang tercemar minyak bumi menjadi sangat menarik sebagai pelengkap dari metoda fisik dan kimia. Penerapan bioremediasi ini pertama kali dilakukan oleh Environmental Protection Agency (EPA) Amerika untuk mengatasi pencemaran minyak bumi di daerah Alaska, Amerika akibat karamnya kapal Exxon Valdez pada bulan Maret 1989. Pada saat itu, proses remediasi tidak menggunakan mikroorganisme pengurai hidrokarbon, tetapi menggunakan nutrien (sumber nitrogen dan fosfor) untuk merangsang mikroorganisme pengurai hidrokarbon yang ada secara alami untuk melakukan proses penguraian lebih cepat walaupun metoda ini menunjukkan hasil yang baik dan mikroorganisme pengurai hidrokarbon secara alami mungkin ada di daerah yang tercemar, namun proses remediasi sebaiknya tidak hanya bergantung pada mikroorganisme yang tersedia secara alami. Penambahan mikroorganisme pengurai hidrokarbon dan penambahan nutrien atau bahan kimia lain yang dapat mengoptimalkan kondisi kimia lingkungan akan mempercepat proses remediasi (Shaheen, 1992).

Senyawa hidrokarbon minyak bumi berdasarkan kerentanannya agar dapat didegradasi secara biologis dapat diklasifikasikan seperti dalam Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi senyawa hidrokarbon

Kerentanan Hidrokarbon

Sangat rentan n dan iso-alkana

Kerentanan tinggi 1-,2-,5- dan 6- cincin sikloalkana, 1- cincin aromatik, dan senyawa

aromatik bersulfur

Agak rentan 3- dan 4- cincin sikloalkana, 2- dan 3- cincin aromatik

Sangat resisten Tetra aromatik, stearin, triterpen dan senyawa aromatik yang

mengandung napten

Resisten tinggi Penta aromatik, aspal dan resin

Sumber: Blackburn dan Hafker (1993)

2.5. Slurry Bioreaktor

Bioreaktor merupakan perlakuan biodegradasi dalam bejana (container) atau reaktor; digunakan untuk perlakuan terhadap cairan atau bubur (slurry) (Bacher dan Herson, 1994 dalam Citroreksoko, 1996). Teknik bioremediasi dengan menggunakan bioreaktor merupakan pengembangan bioremediasi secara

ex situ.

Slurry bioreaktor tidak hanya digunakan untuk mendegradasi limbah berbentuk fase cairan dan slurry namun juga limbah padat/tanah. Menurut Banerji (1996) fase slurry dapat diperoleh dari limbah padat/tanah yang dicampurkan air sehingga slurry memiliki tingkat kepadatan 10-40%. Slurry ini kemudian disimpan dalam bioreaktor. Dalam bioreaktor slurry akan diberikan nutrisi dalam kondisi lingkungan yang terkontrol agar mikroorganisme dapat melakukan proses degradasi dengan baik. Selain penambahan nutrisi, ke dalam reaktor diberikan suplai gas atau oksigen untuk menjaga agar kondisi aerobik pada bioreaktor tetap terjaga. Selain itu juga dilakukan pengadukan secara mekanik atau pneumatik.

Keuntungan proses bioremediasi dengan menggunakan slurry bioreaktor adalah mempercepat proses transfer massa antara fase padat dan cair; kontrol lingkungan seperti nutrisi, pH, dan suhu dapat berlangsung dengan baik; mudah dalam memelihara tingkat penerimaan elektron dalam reaktor; dan berpotensial dalam mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme pengganggu (Banerji, 1996).

Gambar 4. Detail slurry bioreaktor (Banerji, 1996) Rake drive gearmotor Impeller drive gearmotor Impeller Rake blades Airlift supply Airlifts Sample and drain valves

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan Mei 2005 sampai dengan bulan Desember 2005. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioindustri, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB.

3.2. Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lapisan top soil yang diambil dari CIFOR (Center for International Forestry Research) kawasan kampus IPB Darmaga Bogor; minyak diesel; surfaktan linear alkilbenzena sulfonat/LAS (0.5% v/v) dan starter (10% v/v) yang terdiri dari konsorsium bakteri Pseudomonas pseudomallei dan Enterobacter agglomerans yang merupakan bakteri non-indigenous yang pada penelitian sebelumnya telah diisolasi (Zaki, 2005) serta konsorsium bakteri yang berasal dari kotoran hewan (Lampiran 1).

Peralatan yang digunakan meliputi: reaktor (reaktor berukuran 500 ml dan 16 liter), peralatan untuk sampling tanah, peralatan untuk isolasi, dan peralatan untuk analisis, peralatan tersebut antara lain ember, cangkul, pH meter, cawan petri, mikro pipet dalam berbagai ukuran, dan lain-lain.

Dokumen terkait