• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTAR VARIABEL

Hubungan Antar Variabel Permasalahan Keluarga

Berdasarkan Tabel 36, hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan (r=0,317, p<0,01) antara masalah pangan dengan masalah kesehatan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi masalah pangan yang dihadapi keluarga maka semakin tinggi masalah kesehatan yang dihadapi keluarga, dan sebaliknya. Pada saat keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan yang sehat dan bergizi maka kesehatan anggota keluargapun akan mudah tekena berbagai macam penyakit.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan (r=0,352, p<0,01) antara masalah tempat tinggal dengan masalah kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi masalah tempat tinggal maka masalah kesehatan akan semakin meningkat, dan sebaliknya. Keluarga yang menghadapi masalah tempat tinggal seperti tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat rumah sehat maka akan mengancam kesehatan anggota keluarga yang ada di dalamnya. Menurut Slamet (1996) rendahnya penghasilan menyebabkan tidak mampunya keluarga untuk memiliki rumah yang memenuhi syarat sehat dan akan menimbulkan permasalahan kesehatan.

Berdasarkan hasil analisis korelasi, masalah pendidikan berkorelasi secara positif signifikan dengan masalah tempat tinggal (r= 0,218, p<0,05) dan masalah pekerjaan (r=0,211, p<0,05). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi masalah pendidikan yang dihadapi keluarga maka akan meningkatkan masalah tempat tinggal dan masalah pekerjaan, dan sebaliknya. Rendahnya pendidikan merupakan salah satu masalah yang dihadapi keluarga, sehingga menyebabkan keluarga contoh tidak dapat memiliki tempat tinggal yang memenuhi syarat rumah sehat dan pekerjaan yang mapan atau tetap. Menurut Hardinsyah & Suhardjo (1987),

pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Hardinsyah (1987), seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan diberi upah lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tingkat pendidikannya lebih rendah dan menurut Slamet (1996) rendahnya penghasilan menyebabkan tidak mampunyai keluarga untuk memiliki rumah yang memenuhi syarat sehat dan akan menimbulkan masalah kesehatan.

Tabel 36 Sebaran koefisien antar variabel permasalahan keluarga Variabel

Permasalahan Keluarga Pngn Kshatn Pddkn Tmpt

Tnggal Pkaian Pkrjaan

Intrksi Klrg Pangan 1 Keshatn .317** 1 Pddkn .033 .189 1 Tmpt Tinggal .171 .352 ** .218* 1 Pkaian .083 -.069 -.109 .042 1 Pekrjaan -.038 .036 .211* .290** -.112 1 Interaksi Klrg .023 .138 .103 .132 .090 .324** 1 Keterangan: Pngn= Pangan Kshatn= Kesehatan Pddkn= Pendidikan

Tmpt Tnggal= Tempat Tinggal Pkaian= Pakaian Pkrjaan= Pekerjaan Intrksi klrg= Interaksi Keluarga PKT = Permasalahan Keluarga Total * = Korelasi signifikan pada p<0,05 ** = Korelasi signifikan pada p<0,01 Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan (r=0,290, p<0,01) antara masalah pekerjaan dengan masalah tempat tinggal. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi masalah pekerjaan yang dihadapi keluarga maka akan meningkatkan masalah tempat tinggal, dan sebaliknya. Masalah pekerjaan berkorelasi positif signifikan (r=0,324, p<0,01) dengan masalah interaksi keluarga. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi masalah pekerjaan maka akan meningkatkan masalah interaksi keluarga, dan sebaliknya. Tidak mapannya pekerjaan kepala keluarga menyebabkan rendahnya penghasilan keluarga dan sulitnya memiliki tempat tinggal yang memenuhi syarat rumah sehat dan kurangnya interaksi keluarga. Menurut Slamet (1996) rendahnya penghasilan menyebabkan tidak mampunya keluarga untuk memiliki rumah yang memenuhi syarat sehat dan akan menimbulkan permasalahan kesehatan.

Hubungan Antar Variabel Kelentingan Keluarga

Berdasarkan Tabel 37, hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara sistem kepercayaan keluarga dengan pola organisasi keluarga (r=0,249, p<0,05) dan proses komunikasi keluarga (r=0,323, p<0,01). Hal ini berarti bahwa semakin baik sistem kepercayaan keluarga, maka pola organisasi keluarga dan proses komunikasi keluarga akan semakin baik.

Tabel 37 Sebaran koefisien antar variabel kelentingan keluarga Variabel Sistem Kepercayaan

Keluarga Pola Organisasi Keluarga Proses Komunikasi Keluarga Sistem Kepercayaan Keluarga 1 Pola Organisasi Keluarga .249* 1 Proses Komunikasi Keluarga .323** .349** 1

Keterangan: * = Korelasi signifikan pada p<0,05 ** = Korelasi signifikan pada p<0,01

Hasil analisis korelasi menunjukkan, pola organisasi keluarga berkorelasi positif yang signifikan (r=0,349, p<0,01) dengan proses komunikasi keluarga, dan sebaliknya. Hal ini berarti bahwa semakin baik pola organisasi keluarga, maka proses komunikasi keluarga akan semakin baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Praptiwi (2009) bahwa terdapat hubungan positif antara pola organisasi keluarga dengan proses komunikasi keluarga. Hubungan positif pada variabel kelentingan keluarga menandakan bahwa dengan meningkatkan salah satu variabel kelentingan keluarga maka variabel kelentingan keluarga yang lainnya semakin meningkat sehingga dengan adanya kelentingan keluarga yang tinggi maka akan semakin baik ketahanan suatu keluarga.

Hubungan Antar Variabel Strategi Koping

Berdasarkan hasil uji korelasi antar variabel strategi koping, menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan (r=0,370, p<0,01) antara koping fokus pada masalah dengan koping fokus pada emosi. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi koping fokus pada masalah maka akan meningkatkan koping fokus

pada emosi. Hal ini menunjukkan bahwa kedua koping ini dapat dilakukan secara bersamaan oleh keluarga contoh dalam menghadapi permasalahan yang diakibatan oleh longsor. Menurut Cooper & Payne (1991), dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, individu tidak hanya melakukan satu strategi koping saja melainkan melakukan beberapa strategi koping yang dianggap tepat dan sesuai dengan dirinya sendiri serta permasalahan yang dihadapi.

Hubungan Antara Karakteristik Keluarga dengan Permasalahan Keluarga

Berdasarkan hasil uji korelasi pada Tabel 38, pendapatan per kapita berkorelasi positif yang signifikan dengan masalah pangan (r=-0,227, p<0,05), kesehatan (r=-0,217, p<0,05), pendidikan (r=-0,206, p<0,05), tempat tinggal (r=- 0,226, p<0.05), pakaian (r=-0,257, p<0,01), pekerjaan/pendapatan (r=-0,316, p<0,01), interaksi keluarga (r=-0,228, p<0,05), dan permasalahan keluarga total (r=-0,304, p<0,01). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi perdapatan per kapita keluarga, maka akan menurunkan permasalahan keluarga (pangan, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, pakaian, pekerjaan, interaksi keluarga, dan permasalahan keluarga total).

Tabel 38 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga dengan permasalahan keluarga Variabel Permasalahan Keluarga Pngn Kshtn Pddk Tmpt Tnggl Pkai an Pkrjn Intrks klrg PKT Usia Suami -.119 -.182 -.065 -.034 .081 -.120 -.027 -.205* Usia Isteri -.143 -.092 -.041 .083 .155 -.087 .035 -.147 Lama Pendidikan Suami .110 .112 -.057 -.138 .128 -.074 .000 -.040 Besar Keluarga .014 -.055 .126 -.090 .088 .012 .064 -.039 Nilai Pemilikan Aset -.067 .083 .027 -.003 -.106 .022 -.080 .033 Pendapatan Per Kapita -.227 * -.217* -.206* -.226* -.257** -.316** -.228* -.304**

Keterangan: Pngn= Pangan Kshtn= Kesehatan Pddk= Pendidikan Tmpt Tnggl= Tempat Tinggal Pkaian= Pakaian Pkrjn= Pekerjaan Intrks klrg= Interaksi Keluarg PKT = Permasalahan Keluarga Total * = Korelasi signifikan pada p<0,05 ** = Korelasi signifikan pada p<0,01

Menurut Suhardjo (1989), pendapatan sangat berpengaruh terhadap alokasi pengeluaran keluarga. Keluarga yang memiliki pendapatan yang tinggi akan memenuhi kebutuhan keluarga khususnya pangan dan kesehatan serta memiliki banyak waktu untuk komunikasi dengan anggota keluarga karena tidak lagi memikirkan tentang keadaan ekonomi.

Hasil penelitian menunjukkan, usia suami berkorelasi negatif secara signifikan (r=-0,205, p<0,05) dengan permasalahan keluarga total. Hal ini berarti bahwa semakin bertambah usia suami maka akan menurunkan permasalahan keluarga total. Hal ini diduga karena usia suami yang semakin bertambah akan dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan melakukan tindakan langsung ataau nyata untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Kelentingan Keluarga

Berdasarkan Tabel 39, hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan (r=0,221, p<0,05) antara besar keluarga dengan sistem kepercayaan keluarga. Hal ini berarti bahwa semakin banyak anggota keluarga maka akan meningkatkan sistem kepercayaan keluarga, dan sebaliknya.

Tabel 39 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga dengan kelentingan keluarga Variabel Sistem Kepercayaan Keluarga Pola Organisasi Keluarga Proses Komunikasi Keluarga KKT Usia Suami .151 .101 -.120 .029 Usia Isteri .072 .027 -.133 -.052 Lama Pendidikan Suami -.071 -.134 .129 -.021 Besar Keluarga .211* .061 -.097 .047 Nilai Pemilikan Aset -.059 .051 .154 .058 Pendapatan Per Kapita .075 .103 .091 .145 Keterangan: KKT = Kelentingan Keluarga Total

* = Korelasi signifikan pada p<0,05

Hal inipun ditunjukkan oleh pernyataan contoh “setelah terjadinya longsor, kepercayaan keluarga semakin meningkat untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi meskipun keluarga kami jumlah anggota keluarganya

tidak sedikit”. Menurut Antonovsky & Sourani (1988), diacu dalam Walsh (2002) sistem kepercayaan keluarga adalah kepercayaan bersama terhadap keluarga yang dapat membantu seseorang untuk memaknai krisis atau permasalahan yang dihadapi dengan memberikan perasaan yang positif, memiliki harapan yang tinggi, mengembangkan dan mengaplikasikan nilai yang terdapat dalam keluarga untuk mengurangi tekanan dan menyelesaikan masalah.

Hubungan Antara Karakteristik Keluarga dengan Strategi Koping

Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman yang disajikan pada Tabel 40, terdapat hubungan positif yang signifikan (r=0,198, p<0,05) antara usia isteri dengan koping fokus pada emosi. Hal ini berarti bahwa semakin bertambah usia isteri maka semakin tinggi menggunakan koping fokus pada emosi dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi keluarga. Bertambahnya usia isteri maka aktvitas dan tanggung jawab untuk mengurus rumah tangga semakin bertambah sehingga isteri tidak memiliki banyak waktu untuk dapat meningkatkan sumberdaya yang ada dalam dirinya. Hal ini yang mengakibatkan isteri melakukan koping fokus pada emosi karena sumberdaya yang dimiliki isteri tidak mampu untuk mengatasi krisis sehingga menjadikan isteri lebih menerima dan pasrah terhadap keadaan. Menurut Lazarus & Folkman (1984), koping fokus pada emosi dilakukan individu untuk memodifikasi fungsi emosi tanpa melakukan usaha mengubah stresor secara langsung dan cenderung dilakukan jika individu tidak dapat merubah situasi yang menekan dan hanya dapat menerima situasi tersebut karena sumberdaya yang dimiliki tidak cukup untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan (r=0,200, p<0,05) antara nilai pemilikan aset dengan koping fokus pada masalah. Hal ini berarti bahwa semakin bertambahnya nilai pemilikan aset yang dimiliki keluarga maka keluarga akan meningkatkan penggunaan koping fokus pada masalah untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Hal ini ditunjukkan dengan keluarga contoh yang menjual beberapa aset yang dimiliki ketika dalam keadaan terdesak dan terkena longsor. Menurut Bryant (1990), aset adalah sumberdaya atau kekayaan yang dimiliki keluarga. Keluarga yang memiliki aset

yang banyak cenderung lebih sejahtera dibandingkan dengan keluarga yang memiliki aset terbatas dan dapat memanfaatkan aset tersebut ketika dalam keadaan terdesak. Menurut Lazarus & Folkman (1984) problem focused coping

adalah tindakan yang diambil seseorang untuk memecahkan dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Berdasarkan hasil penelitian Ninno et al. (1998), salah satu strategi koping yang dilakukan rumah tangga dalam mengatasi masalah kekurangan pangan akibat banjir di Bangladesh adalah dengan menggunakan

problem focused coping yaitu mengubah perilaku makan dan menjual aset yang masih dimiliki.

Tabel 40 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga dengan strategi koping Variabel Koping Fokus Pada

Masalah

Koping Fokus Pada Emosi Strategi Koping Total Usia Suami .101 -.011 .057 Usia Isteri .074 .198* .038

Lama Pendidikan Suami .004 -.056 -.030

Besar Keluarga .049 -.047 -.001

Nilai Pemilikan Aset .200* -.054 .037

Pendapatan Per Kapita .100 .012 .033

Keterangan: * = Korelasi signifikan pada p<0,05

Hubungan Antara Permasalahan Keluarga dengan Kelentingan Keluarga

Berdasarkan hasil uji korelasi yang disajikan pada Tabel 41, pola organisasi keluarga berkorelasi negatif yang signifikan dengan masalah tempat tinggal (r=-0,220, p<0,05) dan masalah pekerjaan atau pendapatan (r=-0,198, p<0,05). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi masalah tempat tinggal dan masalah pekerjaan atau pendapatan maka akan menurunkan pola organisasi keluarga. Menurut Khomsan (2007) pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam keluarga. Keluarga yang memiliki masalah pendapatan maka akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan memiliki rumah yang memenuhi syarat sehat. Menurut BPS (1997) rumah adalah tempat dimana keluarga dapat bersatu dan merasa satu kesatuan. Ketika keluarga kehilangan tempat tinggal maka dapat berpengaruh pada kesatuan keluarga. Menurut Walsh (2002) struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat sekitarnya yang mencakup

fleksibilitas, keterkaitan, sumberdaya sosial dan ekonomi. Pola organisasi dapat dilakukan melalui struktur yang fleksibel, kepemimpinan yang saling mendukung, dan kerjasama dalam menghadapi keadaan krisis atau kemalangan.

Tabel 41 Sebaran koefisien korelasi permasalahan keluarga dengan kelentingan keluarga Variabel Sistem Kepercayaan Keluarga Pola Organisasi Keluarga Proses Komunikasi Keluarga Kelentingan Keluarga Total Masalah Pangan .104 -.080 .185 .162 Masalah Kesehatan -.023 -.150 .134 .011 Masalah Pendidikan .116 .156 -.126 -.014 Masalah Tempat Tinggal .143 -.220* -.113 .103 Masalah Pakaian .032 -.143 .066 .013 Masalah Pekerjaan -.071 -.198* -.223* -.071 Masalah Interaksi Keluarga .065 .132 -.165 -.026 Permasalahan Keluarga Total -.011 .088 -.184 -.068

Keterangan: * = Korelasi signifikan pada p<0,05

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan (r=-0,223, p<0,05) antara masalah pekerjaan atau pendapatan dengan proses komunikasi keluarga. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi masalah pekerjaan atau pendapatan maka semakin menurunkan proses komunikasi keluarga, dan sebaliknya. Menurut Khomsan (2007) pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam keluarga. Keluarga yang memiliki masalah pekerjaan akan dapat mengurangi keefektifan proses komunikasi keluarga. Keluarga yang memiliki masalah pekerjaan/pendapatan akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena masalah pendapatan adalah masalah yang dapat memicu timbulnya permasalahan lain.

Hubungan Antara Permasalahan Keluarga dengan Strategi Koping

Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman (Tabel 42), koping fokus pada emosi berkoreasi positif yang signifikan dengan masalah pekerjaan atau pendapatan (r=0,200, p<0,05) dan permasalahan keluarga total (r=0,203, p<0,05).

Hal ini berarti bahwa semakin tinggi masalah pekerjaan atau pendapatan dan permasalahan keluarga total yang dihadapi keluarga maka akan meningkatkan penggunaan koping fokus pada emosi, dan sebaliknya. Masalah pekerjaan berkaitan dengan masalah pendapatan. Keluarga yang memiliki masalah pekerjaan dan pendapatan akan cenderung menimbulkan berbagai permasalahan.

Tabel 42 Sebaran koefisien korelasi permasalahan keluarga dengan strategi koping keluarga

Variabel Koping Fokus Pada Masalah

Koping Fokus Pada Emosi Strategi Koping Total Masalah Pangan -.053 -.060 .071 Masalah Kesehatan .077 -.079 .016 Masalah Pendidikan .102 .024 .090 Masalah Tempat Tinggal .057 .111 .095 Masalah Pakaian -.033 .134 .035 Masalah Pekerjaan .019 .200* .056 Masalah Interaksi Keluarga -.123 .139 .026 Permasalahan Keluarga Total -.101 .203* -.126

Keterangan: * = Korelasi signifikan pada p<0,05

Menurut Khomsan (2007) pekerjaan merupakan salah satu sumber pendapatan dalam keluarga. Adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut relatif terjamin pendapatan setiap bulannya. Jika keluarga tidak memiliki pekerjaan tetap, maka pendapatan keluarga setiap bulannya tidak dapat dipastikan dan akan memicu timbulnya permasalahan. Tingginya penggunaan koping fokus pada emosi disebabkan oleh sumberdaya yang dimiliki keluarga tidak mampu merubah keadaan untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Menurut Lazarus & Folkman (1984), emotional fokused coping adalah usaha-usaha yang dilakukan seseorang untuk memodifikasi fungsi emosi tanpa melakukan usaha mengubah stresor secara langsung dan cenderung dilakukan jika seseorang tidak dapat merubah situasi yang menekan dan hanya dapat menerima situasi tersebut karena sumberdaya yang dimiliki tidak cukup untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi.

Hubungan Kelentingan Keluarga dengan Strategi Koping

Hasil uji korelasi Spearman (Tabel 43), sistem kepercayaan keluarga berkorelasi positif yang signifikan dengan koping fokus pada masalah (r=0,330, p<0,01), koping fokus pada emosi (r=0,265, p<0,01), dan strategi koping total (r=0,378, p<0,01). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi sistem kepercayaan keluarga akan meningkatkan koping fokus pada masalah, koping fokus pada emosi, dan strategi koping total. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara pola oorganisasi keluarga dengan koping fokus pada masalah (r=0,289, p<0,01), koping fokus pada emosi (r=0,285, p<0,01), strategi koping total (r=0,343, p<0,01). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pola organisasi keluarga akan meningkatkan koping fokus pada masalah, koping fokus pada emosi, dan strategi koping total.

Tabel 43 Sebaran koefisien korelasi kelentingan keluarga dengan strategi koping (n=100)

Variabel Koping Fokus Pada Masalah

Koping Fokus Pada Emosi Strategi Koping Total Sistem Kepercayaan Keluarga .330 ** .265** .378** Pola Organisasi Keluargaa .289 ** .285** .343** Proses Komunikasi Keluarga .254 * .239* .324** KKT .387** .360** .477**

Keterangan: * = Korelasi signifikan pada p<0,05 ** = Korelasi signifikan pada p<0,01 KKT= Kelentingan Keluarga Total

Hasil penelitian menunjukkan, proses komunikasi keluarga berkorelasi positif signifikan dengan koping fokus pada masalah (r=0,254, p<0.05), koping fokus pada emosi (r=0,239, p<0,05), dan strategi koping total (r=0,324, p<0,01). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi proses komunikasi keluarga akan meningkatkan koping pada masalah, koping pada emosi, dan strategi koping total. Kelentingan keluarga total berkorelasi positif signifikan dengan koping fokus pada masalah (r=0,387, p<0,01), koping fokus pada emosi (r=0,360, p<0,01), dan strategi koping total (r=0,477 p<0,01). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kelentingan keluarga total akan meningkatkan koping fokus pada masalah, koping pada emosi, dan strategi koping total.

Menurut Sunarti (2009), manusia memiliki reaksi yang berbeda-beda dalam menghadapi masalah. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, dimana faktor utamanya adalah kerentanan (vulnerability) atau kebalikannya yaitu kelentingan (resilience) individu, keluarga, dan masyarakat. Tingkat kerentanan atau tingkat kelentingan dan ketangguhan berkaitan dengan kemampuan bangkit dari keterpurukan, persepsi terhadap stesor, kemampuan mengelola stres, kemampuan mengelola emosi yang berdampak secara negatif, dan strategi atau mekanisme koping yang dilakukan. Menurut Sunarti (2010), faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauh mana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping individu adalah kesehatan fisik, keyakinan atau pandangan positif, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial, dan dukungan sosial. Selanjutnya, menurut Walsh (1999), dorongan anggota keluarga dengan mengambil tindakan inisiatif untuk keluar dari kemalangan merupakan kekuatan untuk mempertahankan keadaan keluarga dan dapat membantu mengembalikan keadaan keluarga dalam keadaan normal kembali.

Pengaruh Karakteristik Keluarga, Permasalahan Keluarga, dan Kelentingan Keluarga terhadap Strategi Koping

Untuk melihat variabel yang mempengaruhi strategi koping digunakan uji regresi linear berganda. Variabel terikat adalah strategi koping, sedangkan variabel bebas adalah karakteristik keluarga (usia isteri, lama pendidikan suami, besar keluarga, kepemilikan aset, dan pendapatan per kapita), permasalahan keluarga, dan kelentingan keluarga (sistem kepercayaan keluarga, pola organisasi keluarga, dan proses komunikasi keluarga). Hasil dari uji regresi linear berganda pada Tabel 44, menunjukkan bahwa nilai Adjusted R2 sebesar 0,242, artinya sebanyak 24,2 persen strategi koping dipengaruhi oleh karakteristik keluarga, permasalahan keluarga, dan kelentingan keluarga. Sisanya sebanyak 75,8 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping secara signifikan adalah permasalahan keluarga (β= 0,104, p=0,006), sistem kepercayaan keluarga (β= 0,303, p=0,003), pola

organisasi keluarga (β= 0,254, p=0,008), dan proses komunikasi keluarga (β= 0,185, p=0,075).

Permasalahan keluarga berpengaruh positif nyata (p<0,01) terhadap strategi koping. Koefisien regresi variabel permasalahan keluarga bernilai 0,104; artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan permasalahan keluarga mengalami peningkatan, maka strategi koping akan mengalami peningkatan sebesar 0,104. Semakin tinggi permasalahan keluarga, maka akan semakin meningkatkan strategi koping keluarga. Keinginan keluarga untuk dapat keluar dari permasalahan yang dihadapi untuk dapat mempertahankan kehidupan keluarganya mendorong keluarga untuk meningkatkan strategi koping. Menurut Mc Cubbin et al. (1975), koping merupakan manajemen dari dimensi-dimensi kehidupan keluarga termasuk memelihara organisasi keluarga (secara internal), mempertahankan keutuhan keluarga peningkatan kebebasan dan penghargaan pada diri kita sendiri, mempertahankan hubungan dengan masyarakat dan mengontrol pengaruh kuat dari sumber stres yang menjadi suatu proses pencapaian keseimbangan dalam sistem keluarga.

Sistem kepercayaan keluarga berpengaruh positif nyata (p<0,01) terhadap strategi koping. Koefisien regresi variabel sistem kepercayaan keluarga bernilai 0,303; artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan sistem kepercayaan keluarga mengalami peningkatan, maka strategi koping keluarga akan mengalami peningkatan sebesar 0,303. Semakin tinggi sistem kepercayaan keluarga, maka akan semakin meningkatkan strategi koping keluarga. Pola organisasi keluarga berpengaruh positif nyata (p<0,01) terhadap strategi koping. Koefisien regresi variabel pola organisasi keluarga bernilai 0,254; artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan pola organisasi keluarga mengalami peningkatan, maka strategi koping keluarga akan mengalami peningkatan sebesar 0,254. Proses komunikasi keluarga berpengaruh positif nyata (p<0,05) terhadap strategi koping. Koefisien regresi variabel proses komunikasi keluarga bernilai 0,185; artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan proses komunikasi keluarga mengalami peningkatan, maka strategi koping keluarga akan mengalami peningkatan sebesar 0,185. Hal ini berarti bahwa variabel kelentingan keluarga (sistem kepercayaan keluarga, pola organisasi keluarga, proses komunikasi

keluarga) berpengaruh terhadap strategi koping keluarga. Menurut James et al. (2006), kelentingan pada saat bencana adalah kemampuan untuk mencegah atau melindungi serangan dan ancaman yang memiliki banyak resiko dan kejadian. Kelentingan termasuk dalam sistem penguatan, membangun pertahanan, dan pengurangan kerugian dan Friedman (1998) mendefinisikan koping keluarga sebagai respon perilaku positif yang digunakan keluarga dan sistemnya untuk memecahkan masalah atau mengurangi stres yang diakibatkan oleh peristiwa tertentu.

Tabel 44 Pengaruh karakteristik keluarga, permasalahan keluarga, dan kelentingan keluarga terhadap strategi koping

Variabel Bebas Strategi Koping

β T Sig

Karakteristik Keluarga

Usia Isteri .087 .936 .352

Lama Pendidikan Suami -.002 -.027 .978

Besar Keluarga -.086 -.915 .363

Kepemilikan Aset .075 .802 .424

Pendapatan Per Kapita .010 .108 .915

Permasalahan Keluarga .104 1.141 .006**

Kelentingan Keluarga

Sistem Kepercayaan Keluarga .303 3.008 .003** Pola Organisasi Keluarga .254 2.721 .008** Proses Komunikasi Keluarga .185 1.800 .075*

N 100

Df 9

F 4.510(p=.000**)

R2 .311

Adj R2 .242

Keterangan: * = Nyata pada p<0,05 ** = Nyata pada p<0,01

Dalam memilih dan melakukan strategi koping untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, keluarga membutuhkan daya lenting yang tinggi. Menurut Sunarti (2001), konsep dari kelentingan keluarga adalah perubahan dari krisis. Kelentingan keluarga berhubungan dengan keluarga yang rentan dan bermasalah. Apabila keluarga mempunyai daya lenting yang tinggi dan melakukan strategi koping yang baik, maka akan berdampak positif pada ketahanan keluarga. Menurut McCubbin & Thompson (1987), diacu dalam Sunarti (2010) bahwa kelentingan merupakan salah satu faktor yang berinteraksi dengan strategi koping dan menjadi bagian dalam manajemen stres keluarga.

Dokumen terkait