BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
B. Analisis Data
4. Hubungan Antarunsur
Kehadiran berbagai unsur intrinsik dalam karya fiksi dimaksudkan
untuk membangun cerita. Unsur intrinsik dalam cerita tidak dapat berdiri
sendiri, karena itu hubungan antarunsur intrinsik sangat penting untuk
menimbulkan kemenyeluruhan.
a. Tema dengan Tokoh
Tema dan tokoh memiliki hubungan yang saling mendukung.
Tema sebuah cerita tidak mungkin disampaikan secara langsung, tokoh
berhubung fiksi merupakan karya seni, penyampaian tema itu
seharusnya tidak bersifat langsung, melainkan hanya melalui tingkah
laku (verbal dan nonverbal), pikiran dan perasaan, dan berbagai
peristiwa yang dialami tokoh itu.
Tokoh dalam cerita yang mendukung tema tersebut adalah Liwa,
Aburah, Lapina, Kugara, Ibarak, Lopes, Gayatri, Alya, Kadarisman,
Ardana, Nilasari, Hera, Trimas, Anton, Dr. Yohanis, Herlambang, dan
Bupati. Tema disampaikan melalui peristiwa yang dialami oleh
tokohnya, kutipan yang mendukung pernyataan berikut adalah
“Adat kita membenarkan seorang laki-laki yang kehilangan istrinya, menikah dengan adik kandungnya. Hal ini berarti, dapatlah kiranya aku menikah denganmu dan Liwa dapat pula menjadi anak tirimu”, Kugara menatap Lapina dengan penuh permohonan.
“Tidak usah kau bingung, kau harus tunduk kepada adat. aku akan membayarmu dengan babi. Bila engkau menolak, maka masyarakat yang tunduk pada adat akan mengucilkanmu”. (hlm. 29-30).
Wanita di lembah ini masih terpaku pada kehidupan konvensional, di bawah perintah suami untuk memikul seluruh beban keluarga hingga terancam keselamatan hidupnya. Mereka tak dapat memilih, tak dapat merubah atau memberontak, rantai persoalan telah menggiringnya menuju perangkap tanpa jalan keluar. (hlm. 145).
b. Tema dengan latar
Latar merupakan tempat, saat, dan keadaan sosial yang menjadi
wadah tempat tokoh melakukan dan dikenai sesuatu kejadian. Latar
akan mempengaruhi cara berpikir tokoh, dan karenanya akan
mempengaruhi tema. Atau sebaliknya, tema yang dipilih akan menuntut
latar yang sesuai dan mendukung (Nurgiyantoro, 1995:75).
Latar tempat yang mendukung penyampaian tema dalam novel
lembah Baliem tempat yang menjadi pusat perhatian. Karena di lembah
ini masih terpaku pada kehidupan konvensional, di bawah perintah
suami untuk memikul seluruh beban keluarga hingga terancam
keselamatan hidupnya.. Kutipan yang mendukung pernyataan berikut
yaitu
Wanita di lembah ini masih terpaku pada kehidupan konvensional, di bawah perintah suami untuk memikul seluruh beban keluarga hingga terancam keselamatan hidupnya. Mereka tak dapat memilih, tak dapat merubah atau memberontak, rantai persoalan telah menggiringnya menuju perangkap tanpa jalan keluar. (hlm. 145).
Latar tempat berikutnya adalah honai karena honai merupakan
tempat tinggal bagi suku Dani. Kutipan dalam cerita yang mendukung
pernyataan berikut adalah
Lapina tetap membisu sampai hari perkawinan tiba. Dua puluh ekor babi diserahkan sebagai mas kawin kemudian Kugara mengunjunginya pada kegelapan honai setiap malam, menuntut haknya. Lapina tak dapat memahami ketika takbir terungkap. Kisah- kisah yang sering dibisikan sesama gadis remaja ternyata menjadi saat-saat yang membingungkan, aneh dan dipenuhi halimun. Lapina seolah tak sadar terhadap perlakuan Kugara, atau ia memang tak pernah ingin menyadari. Kegelapan di dalam honai telah mengurangi ketakutan, karena ia tak harus melihat wajah Kugara yang menjadi begitu dekat tanpa jarak. Ia tak pernah merasa sebagai suami istri, ia hanyalah pelaku adat. pelaku yang kehilangan sukma dan akhirnya tampil sebagai patung hidup. (hlm. 31).
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap (Nurgiyantoro,
Dani menceritakan kehidupan dan adat istiadat suku Dani di Wamena,
Papua. Kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah
Hari ini setelah masa berkabung kematian Aburah selesai, ia mengundang kerabat-kerabatnya untuk berkumpul dalam adat bakar batu.
Lapina dan kaum wanita lainnya telah memetik hasil kebun dalam jumlah besar dan mencucinya dengan air kali. (hlm. 24-25).
Ketika lubang itu dibuka, makanan di dalamnya sudah masak dan segera dikeluarkan dengan asap yang masih mengepul serta aroma yang menerbitkan selera. Seorang wanita di dalam silimo itu telah memeras buah merah (Pandamus sp) sedemikian rupa, maka mencairlah saus berwarna darah yang dituangkan di atas sayur. Makanan yang tampak dalam ukuran besar dibagikan kepada pihak laki-laki, sedangkan yang berukuran kecil diberikan kepada perempuan dan anak-anak. Adat selalu menempatkan laki-laki sebagai pihak yang harus dihormati, sehingga mereka selalu mendapatkan makanan yang terbaik. (hlm. 27).
c. Latar dengan tokoh
Antara latar dengan tokoh mempunyai hubungan yang erat dan
bersifat timbal balik. Sifat-sifat latar, dalam banyak hal, akan
mempengaruhi sifat tokoh. Bahkan, barangkali tak berlebihan jika
dikatakan bahwa sifat seseorang akan dibentuk oleh keadaan latarnya
(Nurgiyantoro, 1995:225).
Novel Sali: Kisah Seorang Wanita Suku Dani menceritakan
tentang Liwa seorang wanita suku Dani yang tinggal di lembah baliem
Wamena, Liwa masih menganut kehidupan konvensional, yaitu di
bawah perintah suami untuk memikul seluruh beban keluarga walaupun
peradaban modern sudah mulai memasuki tempat tinggalnya. Kutipan-
kutipan dalam cerita yang mendukung pernyataan berikut adalah
Di dalam silimo Liwa masih bertahan pada kehidupan masa lampau. Arus perubahan tak seluruhnya menyentuh hidupnya, kecuali suatu
upaya untuk mendapatkan uang merah dengan menjual hasil kebun di pasar Nayak. Di luar kebun dan pasar, maka Liwa adalah seorang gadis yang telah dewasa, ia tak tahu pasti berapa umurnya, seperti halnya seluruh orang-orang disekitarnya ia tak perlu mengenal umur dan tanggal lahir. (hlm. 63).
Diam-diam Liwa mengeluh dalam hati, untuk yang pertama kali setelah mengenal Ibarak, ia mulai merasa kesal. Tapi, apa boleh buat? Liwa harus memikul tugas ganda memelihara kebun sambil menjaga anaknya. Pagi hari Liwa meletakkan bayinya di dalam noken, menyarungkan tali noken dikepalanya, sehingga bobot bayi menempel pada punggungnya. Sore hari Liwa pulang dalam keadaan letih, ia harus meneruskan tugas rutin, yaitu membelah kayu bakar dan memberi makan babi-babi kemudian menidurkan bayinya. (hlm. 78).