• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Diameter Folikel dengan Maturitas Inti Oosit pada Siklus Antagonis FIV

METODE PENELITIAN

6.2 Hubungan antara Diameter Folikel dengan Maturitas Inti Oosit pada Siklus Antagonis FIV

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diameter folikel dengan maturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV secara bermakna dengan nilai koefisien korelasi sebesar r = 0,324. Diketahui bahwa salah satu cara yang sederhana dan praktis dalam menentukan maturitas inti oosit adalah pengukuran diameter folikel dimana folikel terbesar dianggap sebagai folikel yang paling matang, yang paling mungkin merupakan sumber oosit yang kemudian akan dibuahi (Richmond, et al., 2005). Penelitian yang dilakukan Rosen tahun 2005 menyimpulkan bahwa oosit imatur dapat diperoleh dari folikel dengan diameter besar (> 18 mm) dan oosit yang matur dapat diperoleh dari folikel dengan diameter kecil (< 10 mm) (Rosen, et al., 2005). Penelitian lain yang dilakukan oleh Nogueira tahun 2009 menyatakan bahwa lebih banyak ditemukan oosit matur pada folikel besar daripada folikel kecil dan diikuti oleh Lee tahun 2010 yang mana mendapatkan bahwa oosit yang diperoleh dari folikel ukuran kecil umumnya mempunyai kualitas lebih buruk dibandingkan yang diperoleh dari folikel ukuran besar (Nogueria, et al., 2009; Lee, et al., 2010).

Stimulasi ovarium merupakan faktor penting pada program FIV mengingatstimulasi ovariumakan menentukan kualitas oosit, fungsi korpus luteum, dan kesiapan endometrium untuk menerima embrio. Stimulasi ovariumakan merubah keseimbangan optimal antara gonadotropin, hormon steroid, dan komponen non steroid di dalam dan di luar ovarium. Keadaan monofolikelberubah menjadi multifolikel yangmengakibatkan meningkatnya

produksi estrogen dan inhibin. Faktor krusial untuk memperoleh kehamilan pada stimulasi ovarium adalah terdapatnya folikel matang pada saat injeksi hCG, sebagai salah satu komponen yang memiliki kapasitas untuk menilai oosit matang. Folikel-folikel dikategorikan berdasarkan diameter, dimana folikel yang menonjol dianggap yang paling besar dan aktif sedangkan folikel lainnya dianggap sebagai yang lebih kecil (Richmond, et al., 2005). Stimulasi ovarium menghasilkan banyak folikel dengan variasi diameteryang lebar.Diameter folikel pada pre-ovulasi alamiah di atas 16 mm sudah secara luas dinyatakan sebagai folikel matur yang segera akan diikuti oleh ovulasi (Speroff dan Fritz, 2005b).

Beberapa penelitian memberikan patokan yang berbeda-beda dalam hal diameter folikel pada stimulasi ovarium dalam hubungannya dengan maturitas oosit. Pemantauan harian dengan TVS dilakukan pada saat folikel mencapai diameter 16 mm dan stimulasi ovarium diteruskan sampai folikel tersebut mencapai 18 mm (Kwee, et al., 2007). Penelitian lain menyarankan bahwa waktu terbaik untuk mengumpulkan oosit adalah ketika diameter folikel mencapai antara 10 - 14 mm. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui kapan waktu terbaik untuk menyuntikkan hCG. Untuk tujuan ini, mereka mengevaluasi pertumbuhan folikel sejak penyuntikanhCGsampai pengambilan oosit. Diameter folikel naik rata-rata 0,5 mm untuk diameter ≤ 10 mm, 1,4 mm untuk diameter 10 - <12 mm, dan 2,3 mm ketika diameter itu> 12 mmpada saat penyuntikan hCG. Hal ini menunjukkan bahwa diameter folikel pada saat aspirasi oosit memainkan peranan penting dalam keberhasilan kehamilan (Son, et al., 2008).

Penilaian yang akurat dari ukuran folikel ini penting karena waktu pematangan oosit dan pengumpulan telur selanjutnya didasarkan pada prinsip bahwa folikel lebih mungkin mengandung oosit matang pada saat pengukuran diameter antara 12 - 24 mm. Meskipun pada pengukuran diameter folikel yang > 18 mm hampir selalu mengandung oosit metafase II, ternyata folikel-folikel dengan diameter yang lebih kecil juga banyak mengandung oosit matang yang mampu dibuahi. Oleh sebab itu, dibutuhkan penilaian ukuran folikel yang akurat dengan USG dan waktu yang tepat untuk pematangan oosit agar dapat menghasilkan lebih banyak oosit matur untuk meningkatkan keberhasilan fertilisasi (Raine-Fenning, et al., 2010).

Diameter folikel berhubungan dengan volume folikel. Volume folikel adalah jumlah cairan folikel / Follicular Fluid (FF) yang berada dalam satu folikel pada korteks ovarium.FFmenyediakan lingkungan mikro yang sangat penting bagi perkembangan oosit.FF mengandung beberapa unsur kimia seperti hormon, Transforming Growth Factor-beta (TGF-beta), interleukin, Reactive Oxygen Species (ROS), faktor anti apoptosis, protein, peptida, asam amino, gula, dan prostanoid, yang kesemuanya memegang peranan penting dalam menentukan kualitas oosit dan potensi keberhasilan hamil. Diameter folikel yang besar menunjukkan peningkatan volume folikel dan karakteristik biokimiawi FF(Revelli, et al., 2009).

Maturitas oosit tergantung pada banyak faktor yang belum dapat dijelaskan secara detail.Di dalam folikel, oosit dilapisi sel granulosa dan teka untuk mempertahankan nutrisi serta maturasi dengan menyediakan fungsi

metabolit, hormon, dan faktor pertumbuhan.Evaluasi maturitas oosit, salah satunya dapat dilakukan dengan menilai kompleks kumulus–korona-oosit. Dumesic, et al., 2015 menyatakan adanya peran penting sel kumulus dan cairan folikular terhadap maturitas dan kualitas oosit. Maturasi oosit mengalami penghentian dalam bentuk germinal vesikel pada meiosis profase I akibat tingginya cyclic Adenosine Mono Phophate (cAMP). Sel granulosa memproduksi NPPC (Natriuretic Peptide precursor C) yang berikatan dengan reseptor NPPC pada sel kumulus, dan menghasilkan cyclic Guanosine Mono Phosphate (cGMP). Metabolit ini kemudian masuk ke dalam oosit melalui gap junction dan menghambat phospodiesterase 3A yang kemudian menghambat hydrolisis cAMP dengan hasil akhir kadar cAMP tinggi di oosit dan maturitasnya terhenti (Dumesic. D, et al., 2015).

Salah satu penelitian menyimpulkan bahwa FSH dapat menghambat maturasi inti, mungkin dengan mengalihkan kemampuan perkembangan untuk maturasi sitoplasma. Hal ini menunjukkan semakin tinggi FSH yang dihasilkan seiring dengan semakin besarnya folikel pada suatu titik dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk maturasi inti yang secara tidak langsung menghambat maturasi oosit (Yan. J, et al., 2011).

Tingkat E2 yang diukur pada cairan folikel secara signifikan lebih tinggi pada cairan folikel yang mengandung oosit imatur dibandingkan dengan cairan folikel yang mengandung oosit matur, hal ini disebabkan karena sintesis hormon steroid oleh sel folikuler terakumulasi dalam cairan folikel. Dikarenakan tertutupnya hubungan antara kompleks corona-cumulus-oosit dengan cairan

folikel, ini dipercaya berhubungan bermakna antara tingkat hormon steroid dalam cairan folikel dengan kualitas dan derajat maturasi oosit yang nantinya berhubungan juga dengan tingkat fertilisasi dan implantasi serta perkembangan plasenta di kemudian hari. Selain itu E2 juga berperan dalam perkembangan oosit karena oosit imatur membutuhkan mekanisme dependen E2 untuk proses maturasinya (Costa, et al., 2004).Berdasarkan analisis adanya oosit imatur pada folikel dengan diameter > 18 mm diakibatkan karena terdapat faktor perancu yang tidak sepenuhnya bisa dikontrol pada stimulasi siklus antagonis, seperti jumlah folikel antral dan aliran darah stroma dan volume ovarium (Tan. S. L., et al., 2002). Hal ini secara superfisial dapat menjelaskan terdapatnya oosit imatur pada folikel dengan diameter > 18 mm ataupun oosit matur sudah terbentuk pada folikel dengan diameter < 18 mm.

Penelitian kami menunjukkan bahwa pada folikel dengan diameter >18 mmkemungkinan oosit matur yang didapatkan lebih tinggi dibanding folikel dengan diameter < 18 mm setelah stimulasi ovarium. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa diameter folikel merupakan faktor yang mudah dinilai dan dapat langsung divisualisasikan selama prosedur sehingga dapat digunakan dalam menilai maturitas inti oosit.

Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diameter folikeldengan maturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV secara bermakna (r = 0,324; p =0,011).

38

Dokumen terkait