• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

F. Hubungan Diantara Variabel Penelitian

1. Pengaruh Permodalan dalam hubungan antara Jiwa Kewirausahaan dengan Efektivitas Mengelola Usaha.

Modal merupakan kekayaan atau aktiva yang diperlukan perusahaan untuk menyelenggarakan kegiatan sehari-hari yang selalu berputar dalam proses produksi untuk memperoleh kekayaan selanjutnya. Jiwa kewirausahaan adalah daya hidup atau azas yang diterapkan dalam menjalankan sebuah usaha sehingga dengan jiwa yang terbentuk mampu membawa hasil yang maksimal walaupun dengan kerja yang sedikit dan waktu yang sedikit pula. Daya hidup yang dimiliki oleh seseorang dapat berupa daya kreativitas dan inovasi serta kiat dan siasat yang diduga mampu mempengaruhi efektivitas dalam pengelolaan usaha. Efektivitas mengelola usaha adalah kemampuan seseorang untuk mengelola, menggerakkan, memimpin, mengendalikan, mengatur dan mengusahakan organisasi supaya lebih baik sedemikian rupa sehingga organisasi mampu mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan dengan pengorbanan yang lebih kecil dengan hasil yang dicapai.

Seorang yang memiliki jiwa kewirausahaan akan membawa sumber daya berupa tenaga kerja, material, dan modal lainnya pada suatu kombinasi yang menambahkan nilai yang lebih besar daripada sebelumnya, dan juga akan membawa perubahan, inovasi, dan aturan baru. Efektivitas dalam mengelola usaha yang didorong oleh jiwa

kewirausahaan tersebut dipengaruhi juga oleh kepemilikan modal. Modal itu sendiri bisa berasal dari modal sendiri atau modal sendiri ditambah modal asing. Dengan tersedianya modal yang bersumber dari modal sendiri ditambah modal asing maka jumlah modal akan lebih besar sehingga diduga kuat derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha akan semakin tinggi. Meskipun jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh pengusaha tersebut masih kurang mendukung akan tetapi apabila jumlah modal yang dimiliki besar diduga usaha yang dijalankan akan lebih efektif. Semakin besar modal yang dimiliki (modal sendiri + modal asing) maka akan semakin tinggi derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha, sebaliknya apabila modal hanya bersumber dari modal sendiri dengan jumlah relatif sedikit derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha juga akan semakin rendah.

2. Pengaruh Pendidikan dalam hubungan antara Jiwa Kewirausahaan dengan Efektivitas Mengelola Usaha

Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani individu, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan individu yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Jiwa kewirausahaan adalah daya hidup atau azas yang diterapkan dalam menjalankan sebuah usaha sehingga dengan jiwa

yang terbentuk mampu membawa hasil yang maksimal walaupun dengan kerja yang sedikit dan waktu yang sedikit pula. Efektivitas mengelola usaha adalah kemampuan seseorang untuk mengelola, menggerakkan, memimpin, mengendalikan, mengatur dan mengusahakan organisasi supaya lebih baik sedemikian rupa sehingga organisasi mampu mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan dengan pengorbanan yang lebih kecil dengan hasil yang dicapai.

Seorang yang memiliki jiwa kewirausahaan akan membawa sumber daya berupa tenaga kerja, material, dan modal lainnya pada suatu kombinasi yang menambahkan nilai yang lebih besar daripada sebelumnya, dan juga membawa perubahan, inovasi, dan aturan baru yang diduga memberikan pengaruh dalam efektivitas mengelola usaha. Adanya jiwa kewirausahaan yang dapat mendorong efektivitas pengelolaan usaha diduga kuat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pengusaha.

Semakin tinggi pendidikan (sampai Perguruan Tinggi) yang di miliki pengusaha semakin tinggi pula wawasan dan pengetahuan yang di miliki seorang pengusaha, berbeda dengan pengusaha yang hanya berpendidikan (SD sampai dengan SLTP). Dapat di duga bahwa dengan dimilikinya tingkat pendidikan yang tinggi derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha akan semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh maka akan semakin

tinggi derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha, sebaliknya apabila tingkat pendidikan yang ditempuh rendah maka derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha juga akan semakin rendah. Pendidikan akan tetap memiliki peranan penting dalam pengelolaan usaha meskipun jiwa kewirausahaan yang dimiliki seorang pengusaha kurang mendukung. Hal tersebut dikarenakan dengan menempuh tingkat pendidikan yang tinggi ilmu pengetahuan akan semakin bertambah dan cara berfikir seorang pengusaha tersebut akan lebih maju.

3. Pengaruh Kultur Lingkungan Kerja terhadap Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dan Efektivitas Mengelola Usaha

Kultur lingkungan kerja adalah semua faktor fisik, psikologis, sosial, dan jaringan hubungan yang berlaku di dalam organisasi dan berpengaruh terhadap karyawan. Jiwa kewirausahaan adalah daya hidup atau azas yang diterapkan dalam menjalankan sebuah usaha sehingga dengan jiwa yang terbentuk mampu membawa hasil yang maksimal walaupun dengan kerja yang sedikit dan waktu yang sedikit pula. Efektivitas mengelola usaha adalah kemampuan seseorang untuk mengelola, menggerakkan, memimpin, mengendalikan, mengatur dan mengusahakan organisasi supaya lebih baik sedemikian rupa sehingga organisasi mampu mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah

ditetapkan dengan pengorbanan yang lebih kecil dengan hasil yang dicapai.

Kemampuan menciptakan sesuatu yang berbeda serta adanya kiat dan siasat dalam mengelola usaha yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jiwanya yang berupa jiwa berwirausaha. Untuk menerapkan didalam menjalankan usaha seseorang dipengaruhi oleh jarak kekuasaan (power distance) antar individu. Dengan jarak kekuasaan yang rendah maka seorang bawahan akan lebih leluasa dalam bekerja tanpa terbebani oleh aturan yang ketat serta kekuasaan yang terpusat. Jarak kekusaan yang rendah menempatkan pekerja dalam posisi yang setara dengan atasan dan merasa lebih dekat sehingga mereka memiliki kebebasan untuk berkreasi menerapkan ide-ide serta kreativitas mereka. Dengan begitu jiwa kewirausahaan diantara para bawahan atau pekerja akan tumbuh dan berguna secara maksimal. Rendahnya jarak kekuasaan tersebut diduga kuat mempertinggi derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha. Sebaliknya, dengan adanya jarak kekuasaan yang tinggi terdapat perbedaan status atau kekuasaan serta akan menimbulkan kekuasaan yang terpusat dengan hirarki yang ketat dalam sebuah lingkungan kerja, sehingga tingginya jarak kekuasaan tersebut memberikan dugaan bahwa derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha akan lebih rendah.

Kultur lingkungan kerja merupakan nilai, konsep, kebiasaan, perasaan yang diambil dari asumsi dasar sebuah organiasasi yang

kemudian diinternalisasikan oleh anggotanya. Bisa berupa perilaku langsung apabila menghadapi permasalahan maupun berupa karakter khas yang merupakan sebuah citra akademik yang bisa mendukung rasa bangga terhadap profesi dirinya sebagai karyawan, perasaan memiliki dan ikut menerapkan seluruh kebijakan pimpinan dalam pola komunikasi dengan lingkungannya internal dan eksternal organisasi. Lingkungan organisasi itu sendiri mendukung terhadap pencitraan diluar organisasi, sehingga dapat terlihat sebuah budaya akan mempengaruhi terhadap maju mundurnya sebuah organisasi. Seorang professional yang berkarakter dan kuat kulturnya akan meningkatkan kinerjanya dalam organisasi dan secara sekaligus meningkatkan citra dirinya. Dengan adanya lingkungan kerja yang saling melengkapi dan mendukung antara karyawan dan pimpinan terdapat dugaan bahwa derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha akan semakin tinggi.

Dalam sebuah lingkungan usaha pasti terdapat pihak yang dipercaya sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin dalam sebuah usaha memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda, ada yang memiliki sifat masculinity dan ada yang bersifat femininity. Seorang pemimpin yang memiliki sifat masculinity akan tegas dan keras terhadap bawahan, menekankan pada keadilan, dan penyelesaian masalah pekerjaan diselesaikan dengan ketegasan. Pemimpin dengan gaya femininity memiliki sifat menekankan kebersamaan dan kesamaan sehingga cenderung lebih mudah dalam beradaptasi atau menyesuaikan diri. Kedua

gaya kepemimpinan tersebut diduga mampu menciptakan efektivitas dalam mengelola usaha karena disini karyawan diperlakukan sebagaimana mestinya sehingga mereka merasa diperhatikan terutama dalam hal kesejahteraannya. Dengan begitu ada dugaan bahwa derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha dipengaruhi oleh dimensi femininity dan masculinity.

Dalam lingkungan kerja yang memiliki kultur uncertainty avoidance rendah jarang terjadi keluar masuk karyawan dan mempunyai aturan dalam melaksanakan tugas. Kultur uncertainty avoidance yang rendah toleransi terhadap situasi yang samar-samar atau tidak pasti masih dirasa kurang. Dalam situasi ini orang akan lebih banyak diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif sendiri dalam menyelesaikan tugas. Kesempatan untuk mengambil inisiatif sendiri inilah yang diduga mampu mengembangkan atau menumbuhkan jiwa kewirausahaan seorang pengusaha, karena seorang yang cenderung memiliki komitmen tinggi, berorientasi hasil dan berwawasan kedepan merupakan seorang pengusaha yang memiliki jiwa kewirausahaan. Dari uraian diatas diperoleh dugaan bahwa ada pengaruh uncertainty avoidance yang rendah terhadap derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha akan lebih tinggi. Sebaliknya, lingkungan kerja yang memiliki Uncertainty Avoidance tinggi merasa terancam dengan ketidakpastian sehingga berusaha menciptakan mekanisme untuk mengurangi resiko itu. Dalam Uncertainty Avoidance yang tinggi ada kecenderungan memiliki kejadian

turn over (misalnya; keluar-masuk karyawan) yang sedikit. Karyawan memiliki ambisi yang rendah sehingga perilakunya kurang berani dalam mengambil resiko dan petualangan, serta perilakunya lebih ritual, sehingga jiwa kewirausahaan sulit untuk tumbuh dan berkembang. Dengan kata lain Uncertainty Avoidance yang tinggi diduga memberikan pengaruh terhadap derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan efektivitas mengelola usaha.

Dokumen terkait