• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

H. Hubungan Keputusan Pendanaan dengan Nilai Perusahaan

Keputusan pendanaan didefinisikan sebagai keputusan yang menyangkut komposisi pendanaan yang dipilih oleh perusahaan. Sumber pendananan dalam suatu perusahaan dibagi menjadi dua kategori yaitu pendanaan internal dan pendanaan eksternal. Setiap perusahaan akan mengharapkan adanya struktur modal optimal, yaitu struktur modal yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan (firm value) dan meminimalkan biaya modal (cost of capital) (Septia, 2015).

Pendanaan eksternal yang digunakan adalah kebijakan hutang. Kebijakan hutang merupakan variabel yang berpengaruh dalam menentukan nilai perusahaan. Salah satu teori struktur modal modern yang menghubungkan antara pendanaan dengan nilai perusahaan adalah Modigliani dan Miller (Ogbulu,et al,2012). Pendapat Modigliani dan Miller dengan pajak adalah semakin tinggi jumlah hutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan maka nilai perusahaan akan semakin tinggi. Penyebab keuntungan yang ditimbulkan dari pengurangan pajak karena pembayaran bunga yang dibayar oleh perusahaan akibat penggunaan hutang. Investor beranggapan bahwa selama manajemen perusahaan mampu untuk menyeimbangkan antara penggunaan hutang dan biaya yang ditimbulkan, penggunaan hutang yang besar tidak menjadi

masalah. Menurut Husnan (2013) trade of theory menyatakan bahwa hutang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Jumlah hutang yang digunakan meningkat dan dapat meningkatkan nilai perusahaan sampai titik optimum yang nilai perlindungan pajak bunga tambahan benar-benar terimbangi oleh tambahan biaya masalah keuangan. Setelah titik optimal penggunaan hutang dikhawatirkan akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan hutang tidak sebanding dengan biaya finansial atau kewajiban bunga dari hutang. Pecking order theory menyebutkan bahwa perusahaan lebih menyukai pendanaan internal. Perusahaan yang mempunyai harga saham yang tinggi cenderung lebih memilih pendanaan internal. Dengan harga saham yang tinggi maka perusahaan bisa mendapatkan pendanaan dengan menjual sahamnya. Apabila terpaksa harus menggunakan pendanaan eksternal maka perusahaan akan menganalisa terlebih dahulu dan akan mencari alternatif yang lebih aman, seperti menerbitkan obligasi atau sekuritas. Dikhawatirkan hal ini akan menurunkan nilai perusahaan (Himawan dan Christiawan, 2016).

Pada dasarnya, hutang akan membawa kewajiban baru bagi perusahaan. Hutang tidak hanya menyebabkan timbulnya kewajiban perusahaan di masa yang akan datang untuk mengembalikan pinjaman tetapi juga menimbulkan beban bunga. Semakin besar porsi hutang terhadap ekuitas akan menjadi sinyal negatif bagi investor karena hal itu bisa menunjukkan adanya kesulitan keuangan dalam perusahaan dan munculnya beban bunga yang besar. Keputusan pendanaan diukur dengan menggunakan rasio Debt to Equity Ratio

(DER). Rasio ini mengukur proporsi hutang terhadap ekuitas. Semakin tinggi rasio DER akan memberikan signal negatif bagi investor karena semakin besar hutang semakin besar kemungkinan perusahaan tidak mampu membayar bunga dan pokoknya (Yunitasari, 2014). Dengan adanya signal negatif maka investor akan enggan menanamkan saham di perusahaan yang berujung semakin rendahnya harga saham (Mulianti, 2010). Selain itu semakin tinggi rasio DER juga dapat memberikan signal positif bagi investor karena peningkatan hutang dianggap sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban di masa yang akan datang atau adanya risiko bisnis yang rendah. Dengan adanya sinyal positif maka semakin banyak investor yang menanamkan saham berujung semakin tinggi harga saham. (Brigham and Houston, 2001). Singkatnya keputusan pendanaan dapat menaikkan dan menurunkan nilai perusahaan (Himawan dan Christiawan, 2016).

I. Hubungan Kebijakan Dividen dengan Nilai Perusahaan

Dalam Kustini (2013) salah satu return yang akan diperoleh para pemegang saham adalah dividen. Dividen merupakan bagian dari laba bersih yang dibagikan kepada para pemegang saham (pemilik modal sendiri). Sunariyah (2006) dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dividen merupakan proporsi pembagian laba yang diperoleh perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham perusahaan.

Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan seberapa besar laba yang diperoleh perusahan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham sebagai dividen kas atau disimpan dalam bentuk laba ditahan sebagai sumber pendanaan perusahaan (Brigham dan Houston, 2001). Kebijakan dividen menyangkut keputusan tentang penggunaan laba yang menjadi hak pemegang saham.

Semakin besar dividen yang dibagikan kepada pemegang saham, maka investor akan banyak yang tertarik. Dengan begitu harga saham akan naik dan hal tersebut juga berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang akan meningkat pula (Kustini, 2013). Nilai perusahaan pada suatu perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan membayar dividen. Besarnya dividen dapat mempengaruhi harga saham, jika jumlah dividen yang dibagikan tinggi, maka harga saham cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga tinggi. Dan sebaliknya jika dividen yang dibayarkan rendah maka harga saham perusahaan juga akan rendah sehingga nilai perusahaan akan rendah (Martono dan Harjito, 2005).

Kemampuan perusahaan dalam membayarkan dividen dapat mencerminkan nilai perusahaan. Jika pembayaran dividen tinggi, maka harga saham juga tinggi yang berdampak pada tingginya nilai perusahaan begitu juga sebaliknya (Susanti, 2010). Dengan demikian, kebijakan dividen merupakan salah satu keputusan yang paling penting (Murekefu and Ochuodho, 2012). Dalam Okpara (2012) menjelaskan tentang kekhawatiran yang dihadapi oleh perusahaan dalam kebijakan dividen adalah seberapa

banyak pendapatan yang bisa dibayarkan sebagai dividen dan seberapa banyak dapat dipertahankan, karena terkadang pembagian dividen bagi sebagian investor bukanlah sinyal positif. Investor menganggap manajer perusahaan tidak peka pada peluang investasi yang akan mendatangkan keuntungan namun lebih memilih membagikan dividen. Sehingga, nilai perusahaan dapat turun karena kurangnya keinginan pemegang saham untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.

Besarnya nilai perusahaan dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya dalam bidang keuangan yaitu besarnya perbandingan antara jumlah dividen yang dibagikan dengan besarnya laba usaha setelah pajak atau lebih dikenal dengan istilah Dividend Payout Ratio (DPR) yaitu persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham (Nurraiman, 2014). Hal lain yang mempengaruhi nilai perusahaan adalah retention rate yaitu besarnya laba yang tidak dibagikan menjadi dividen melainkan dimasukan kembali kedalam perusahaan serta tingkat pertumbuhan yang dialami oleh perusahaan (Nurraiman, 2014).

Dokumen terkait