• Tidak ada hasil yang ditemukan

BESERTA INANGNYA (HEMIPTERA: FLATIDAE)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter morfologi dan mengidentifikasi ngengat parasitoid beserta inangnya, yaitu Wereng Pucuk Mete (WPM) di pulau Lombok. Satu spesies parasitoid famili Epipyropidae dan dua spesies WPM berhasil ditemukan di pertanaman jambu mete pulau Lombok. Ngengat parasitoid tersebut diduga merupakan spesies baru,

Epieurybrachys nsp., yang dikelompokkan ke dalam Genus Epieurybrachys, sub-family Epipyropinae, famili Epipyropidae. Larva bersifat hypermetamor- fik dengan instar pertama berbentuk semi-triungulin dengan pergerakannya yang cepat mencari inang. Instar yang lebih besar lainnya normal seperti bentuk larva ordo Lepidoptera lainnya (eruciform). Kokon berbentuk oval dengan kedua ujungnya membentuk huruf-V terbuat dari anyaman benang sutra. Ruas pertama abdomen pupa tidak memiliki spirakel dengan calon rambut yang banyak dari arah dorsal. Ukuran kokon dapat dijadikan sebagai indikator penentuan jenis kelamin ngengat parasitoid. Ngengat jantan keluar dari kokon yang berukuran sekitar 2,5-3 mm berbentuk ramping. Ngengat betina keluar dari kokon yang besar, gemuk, dengan panjang 4-6 mm. Sayap depan berbentuk triangular dengan venasi subcosta (Sc), radius (R) yang terdiri atas R1, R2, R3, R4, dan R5, media (M) terdiri dari M1, M2, dan M3, cubitus ada dua yaitu Cu1 dan Cu2, rangka CuP dan anal (A1). Sayap belakang membulat dan lebih kecil dari sayap depan serta memiliki frenulum. Subcosta dan radius (R1) bergabung (Sc+R1).

Dua spesies WPM yang menjadi inang ngengat parasitoid adalah

Sanurus indecora dan Sanurus flavovenosus. Perbedaan kedua spesies tersebut terletak pada struktur genitalia jantannya, yaitu pada aedeagusnya memiliki

spinelike process berbentuk cekung dan tidak cekung. Secara global S. indecora dan S. flavovenosus merupakan rekor baru sebagai inang ngengat parasitoid, Epieurybrachys nsp. (Lepidoptera: Epipyropidae). Record baru (new record) penyebaran S. Flavovenosus dan Epieurybrachys nsp. di pulau Lombok.

Kata kunci: ngengat parasitoid, Epipyropidae, Wereng pucuk mete, Sanurus indecora, Sanurus flavovenosus, Epieurybrachys nsp.

Abstract

This research was conducted to study the morphological characteristics and to identify the parasitic moth associated with cashew shoothopper in Lombok. One species of parasitoid belongs to the family Epipyropidae was found. This parasitoid presumably was a new species of Epieurybrachysnsp., Epieurybrachys genera, Epipyropinae sub-family, and family of Epipyropidae . The larva was hypermetamorphic with the first instar

shaped semi-triungulin that could move fast to find the host. The bigger instars were normal in shape like the shape of other Lepidopteran larvae (eruciform). The cocoon was oval with both edges to form a V- shape made of woven silk. The first abdominal segment of pupa has no spiracle with hairs on the dorsal. The cocoon size could indicate the sex of the parasitic moths. The male moths emerged from the 2.5-3 mm slim cocoon, while the female moths emerged from the bigger ones measured 4-6 mm long. The front wings were triangular with venation consisted of subcosta (Sc); radius that branched to R1, R2, R3, R4, and R5; media (M) that branched to M1, M2, and M3; two cubitus i.e. Cu1 and Cu2; CuP and anal veins (A1). The hind wings were round in shape, smaller than the front wings and with a frenulum, subcosta, and radius (R1) of hind wing were merged to form Sc+R1.

New host record of Epieurybrachys nsp. i.e. Sanurus indecora

and Sanurus flavovenosus. New record of Epieurybrachys nsp. in Indonesia and Lombok Island. New record distribution of S. flavovenosus in Lombok Island, Indonesia. New species of Epieurybrachys nsp., sub- family Epipyropinae, family of Epipyropidae.

Key words: parasitic moth, Epipyropidae, cashew shoothopper, Sanurus indecora, Sanurus flavovenosus, Epieurybrachys nsp.

Pendahuluan

Sebagian besar spesies dari ngengat dan kupu-kupu merupakan pemakan tanaman. Diperkirakan sekitar 0,13% (200 spesies) dari jumlah keseluruhan spesies yang telah diketahui adalah pemakan serangga (predator dan parasitoid). Spesies-spesies tersebut terbagi ke dalam delapan superfamili, yaitu Tineoidea, Gelechioidea, Tortricoidea, Zygaenoidea, Pyraloidea, Geometroidea, Nuctuoidea, dan Papilionoidea. Hingga saat ini baru superfamili Zygaenoidea saja yang diketahui anggota spesiesnya adalah parasitoid. Dua famili dari superfamili Zygaenoidea yang spesiesnya merupakan parasitoid adalah Epipyropidae dan Cyclotornidae (Common 1990; Pierce 1995). Lima spesies yang tergolong dalam genus Cyclotorna

dari famili Cyclotornidae dilaporkan sebagai parasitoid pada semut di Australia (Common 1990). Tiga puluh spesies yang terbagi dalam 10 genus dari famili Epipyropidae merupakan parasitoid pada ordo Homoptera (Krampl & Dlabola 1983).

Kalshoven (1981) dan Sweetmann (1962) menginformasikan bahwa salah satu parasitoid imago serangga dari superfamili Fulgoroidea adalah

Epipyropidae. Semua Epipyropidae merupakan ektoparasit pada ordo Homoptera, khususnya famili Fulgoridae, Flatidae, Cicadidae dan Cicadellidae (Kato 1940; Krampl & Dlabola 1983; Ishii 1990; Jeon et al. 2002). Sanurus indecora merupakan salah satu spesies famili Flatidae yang dilaporkan sebagai inang Epipyropidae di pulau Lombok. Intensitas parasitisasi Epipyropidae pada S. indecora adalah cukup tinggi, yaitu 15,44%. (Supeno et al. 2007).

Penelitian dan pengembangan Epipyropidae di Indonesia masih sangat langka, sehingga informasi untuk Epipyropidae sejauh ini masih belum tersedia. Akibatnya sampai saat ini informasi tentang deskripsi, biologis, ekologis dan karakterisasi serta identifikasi belum ada. Untuk itu telah dilakukan penelitian tentang “Identifikasi dan karakter ngengat parasitoid (Lepidoptera: Epipyropidae) beserta inangnya (Hemiptera: Flatidae).” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik morfologi dan identifikasi ngengat parasitoid beserta inangnya di pertanaman jambu mete pulau Lombok.

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Identifikasi ngengat parasitoid dan inangnya dilakukan di laboratorium Entomologi, Museum Zoologi Bogoriense, Pusat Penelitian Bidang Biologi, LIPI, Cibinong, Bogor. Metode yang digunakan adalah deskriptif yang mencakup aspek-aspek morfologis Epipyropidae yang meliputi stadium dewasa (ngengat), telur, larva, kokon, dan pupa. Penelitian ini mencakup dua kegiatan utama, yaitu: (1) kegiatan di lapangan yang meliputi pengambilan contoh Epipyropidae dan (2) kegiatan karakterisasi morfologis ngengat parasitoid di laboratorium.

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di tiga kecamatan sentra produksi mete pulau Lombok, yaitu Kecamatan Gangga, Kayangan dan Bayan. Pengambilan contoh dilakukan di 30 lokasi yang tersebar di tiga kecamatan selama kurun waktu tiga bulan dari bulan Mei hingga Juli 2007 (Gambar 3.1).

Karakterisasi Ngengat Parasitoid Dewasa

Untuk karakterisasi Epipyropidae dewasa, dibutuhkan contoh ngengat yang sehat baik itu jantan maupun betina. Contoh ngengat dikoleksi dari lapangan dengan cara mengambil kokon yang ditemukan pada tanaman jambu mete yang diserang oleh WPM. Kokon diambil dengan cara memetik daun, tangkai bunga, dan bunga jambu mete yang mengandung kokon.

Gambar 3.1 Lokasi untuk pengambilan contoh serangga

Kokon hasil koleksi dari lapang disortasi ukurannya dan diamati karakternya serta ada tidaknya pupa di dalamnya. Kokon yang berisi pupa dipelihara dalam toples plastik hingga keluar menjadi ngengat. Ngengat yang berhasil keluar dikumpulkan dan disortasi berdasarkan ukuran serta warna ngengat sebagai bahan pengamatan karakter morfologinya dalam identifikasi.

Dari hasil pemeliharaan pupa di laboratorium dilakukan pengamatan terhadap sifat-sifat morfologi dari ngengat jantan dan betina. Rentang sayap diukur dengan menggunakan kertas milimeter blok di bawah mikroskop dengan perbesaran 20x. Organ-organ yang terdapat pada kepala seperti mata tunggal, chaetocemata, antena, dan alat mulut diamati dengan menggunakan mikroskop diseksi merk Carton pada perbesaran 20x hingga 110x. Karakter alat gerak sayap dan tungkai yang meliputi venasi, frenulum, spur (taji) pada semua tungkai, jumlah tarsus, dan karakter lainnya yang terdapat pada toraks. Karakter-karakter yang diperoleh, khususnya venasi sayap ngengat parasitoid dibandingkan dengan karakter venasi sayap yang telah dideskripsikan oleh Kato 1940, Krampl & Dlabola 1983, Perkins 1905, Tams 1922, dan Dyar 1904

Karakterisasi Ngengat Parasitoid Pradewasa a. Telur

Telur hasil produksi ngengat yang diperoleh dari hasil koleksi lapangan, diamati warna dan bentuknya di bawah mikroskop binokuler Olympus BX 51 dan difoto menggunakan kamera digital mikroskop Olympus DP 11 dengan perbesaran 110x. Foto ditransfer ke komputer, kemudian didigitasi menggunakan program tpsdig (Bennet & Hoffmann 1998). Sebanyak 40 butir telur yang telah difoto dilakukan digitasi pada sisi lebar dan panjang. Hasil digitasi yang berupa ordinat dimasukkan dalam program excel untuk menghitung panjang dan lebar telur yang sebenarnya.

b. Larva

Larva dari hasil penetasan telur di laboratorium diamati bentuk, dan warna serta karakter lainnya. Larva yang diamati dimasukkan dalam freezer 10-20 menit agar pingsan untuk memudahkan pengamatan. Larva yang telah tersedia diletakkan di atas gelas obyek dan diamati di bawah mikroskop diseksi merk Carton dengan perbesaran 40x. Larva diukur dengan mikrometer okuler yang telah dikalibrasi dan dicatat berapa skala dari panjang dan lebar tubuh larva serta kapsul kepala. Pengukuran dilakukan terhadap semua stadia

c. Pupa

Pupa hasil koleksi lapangan diamati bentuk, ukuran (panjang dan lebar), warna dan karakter morfologi lainnya. Pengukuran pupa dilakukan dengan menggunakan milimeter blok di bawah mikroskop diseksi merk Carton pada perbesaran 20x. Demikian juga untuk mengamati ada tidaknya spirakel pada ruas abdomen pertama pupa digunakan mikroskop diseksi pada perbesaran 20x dan 40x.

Bentuk, warna dan semua karakter dari kokon di amati dengan menggunakan mikroskop diseksi pada perbesaran 20x hingga 40x. Kokon diukur dengan menggunakan penggaris di bawah mikroskop diseksi perbesaran 20x atau 40x.

Karakterisasi Inang Ngengat Parasitoid

Untuk karakterisasi inang ngengat parasitoid digunakan WPM dewasa jantan dan betina. WPM diambil dari lapangan dan dipisahkan antara jantan dan betina serta warna hijau dan putih. WPM contoh diamati karakter morfologinya sesuai dengan karakter dari Medler (1999). Pembeda spesies digunakan karakter genitalia jantan dan saat ini masih terbukti akurasinya untuk membedakan spesies dari famili Flatidae (Medler 1986). Pengamatan genitalia jantan dilakukan dengan cara merendam abdomen WPM jantan dengan KOH 10% selama 24 jam. Abdomen yang telah direndam dalam KOH diangkat dan diamati di bawah mikroskop binokuler untuk dibuat gambar atau foto, kemudian gambar yang diperoleh dicocokkan dengan buku karangan Medler 1999.

Hasil Penelitian Ciri-ciri WPM Terparasit

Imago WPM yang terserang tampak kurang lincah gerakannya dan bila diperhatikan, di bawah sayapnya tampak bayangan noda hitam di salah satu sisi samping (lateral) tubuh inang. Bayangan hitam tersebut adalah parasitoid yang menempel melintang dari arah dorsal hingga ventral ujung abdomen (Gambar 3.2). Bayangan tersebut merupakan larva instar 3 atau 4. Instar akhir

larva tertutupi lilin hingga kurang jelas nodanya dan akan segera keluar dari inang untuk berpupa. Larva instar pertama dan kedua masih terlalu kecil ukurannya hingga tidak terlihat dari luar tubuh inang. Imago gerakannya semakin kurang aktif seiring dengan semakin besar tubuh parasitoid. Bila disentuh atau diganggu wereng akan bergerak pelan-pelan hingga mudah ditangkap, ataupun bila terbang wereng akan jatuh melayang menuju ke permukaan tanah, akibat keberatan beban. Akhir stadium larva parasitoid akan memakan kutikula abdomen dan menghisap haemolymp sehingga abdomennya tampak kosong (Gambar 3.3). Larva parasitoid mengi-kat tungkai-tungkai inang dengan benang sutranya (Gambar 3.4) pada tempat dimana imago hinggap hingga imago WPM mati. Bila imago bisa loncat atau lepas dari rajutan sutranya, wereng akan tergantung ke bawah di sekitar tempatnya. Selanjutnya parasitoid berpupa di luar tubuh inang.

Gambar 3.2 Penampakan larva Epipyropidae dari luar tubuh WPM berupa bayangan hitam yang menembus sayap (tanda panah).

Gambar 3.3 Kerusakan tubuh WPM akibat serangan larva Epipyropidae instar akhir (K) dan WPM sehat (S)

Gambar 3.4 Tungkai WPM terikat oleh benang sutra larva Epipyropidae (tanda panah)

Karakterisasi Ngengat parasitoid Dewasa

Ngengat Epipyropidae tergolong berukuran kecil dengan ukuran tubuh jantan lebih kecil dibandingkan dengan yang betina. Ngengat jantan memiliki rentang sayap berkisar antara 6-8,5 mm dengan rata rata 7,3 mm(n=31). Rentang sayap ngengat betina berkisar antara 10-14 mm dengan rata rata 11,5 mm. Hasil analisis uji T ukuran rentang sayap betina dan jantan menunjukkan perbedaan yang nyata (Gambar 3.5).

Gambar 3.5 Rentang sayap ngengat jantan dan betina

Ngengat berwarna ungu kecoklatan. Kepala diselimuti sisik halus dan sedikit berambut dengan sepasang mata majemuk berwarna coklat dan tidak memiliki mata tunggal dan chaetocemata serta probosisnya tereduksi, labial

palps hampir tidak tampak (vestigel) dan tidak memiliki maksila palps (Gambar 3.6).

Gambar 3.6 Alat mulut ngengat parasitoid: galea (g) dan probosis tereduksi (pt), labial palp (lp)

Sepasang antena berbentuk sisir ganda (bipectinate) dengan jumlah pektinasi sebanyak 13-14 pasang. Pektinasi pada pangkal lebih pendek daripada yang di tengah dan semakin ke ujung antena pektinasinya semakin pendek dan pektinasi terpendek terdapat pada ujung antena. Setiap pektinasi ditumbuhi oleh rambut-rambut halus pada permukaannya. Pektinasi pada antena betina lebih pendek daripada yang jantan (Gambar 3.7).

Gambar 3.7 Ngengat parasitoid: (A) ngengat betina, (B) ngengat jantan dan (C) antena ngengat parasitoid (jantan dan betina)

Toraks ngengat dilengkapi dengan alat-alat gerak, yaitu sepasang sayap dan tiga pasang tungkai. Tungkai bersisik dan tidak terdapat taji tibia (0 0 0) serta tarsusnya terdiri dari 5 ruas. Tungkai tengah merupakan tungkai terpanjang diantara tungkai depan dan belakang (Gambar 3.8).

A

B

C

lp

g

Gambar 3.8 Tungkai ngengat parasitoid: (Td) tungkai depan, (Tt) tungkai tengah, (Tb) tungkai belakang

Gambar 3.9 Venasi sayap ngengat parasitoid: (A)sayap depan dan (B) sayap belakang

Ngengat mempunyai dua pasang sayap yang bersisik dan berumbai pada ujungnya. Sayap depan berbentuk hampir segitiga (triangular) dan lebih besar daripada sayap belakang. Sayap belakang berukuran lebih kecil (setengah atau lebih dari panjang sayap depan) dan berbentuk membulat dengan ujung berumbai.

Venasi sayap hasil pengamatan berlandaskan pada sistem Comstock (Borror et al. 1982) tampak mirip antara sayap depan dan belakang. Radius, Media, dan Cubitus muncul dari sel. Sayap depan memiliki sepuluh venasi yang muncul dari sel dan berakir di tepi sayap (margin). Venasi sayap depan

1 mm

A

terdiri dari subcosta (Sc), radius (R) yang terdiri atas R1, R2, R3, R4, dan R5, media (M) meliputi M1, M2, dan M3, cubitus ada dua yaitu Cu1 dan Cu2, rangka CuP dan satu vena anal (A1). Gambar 3.9A. Tidak ditemukan retinaculum pada sayap depan. Sayap belakang memiliki venasi subcosta (Sc) dan radius (R1) bergabung (Sc+R1) (Gambar 3.9B) dan terdapat frenulum berwarna coklat (Gambar 3.9B). Sayap belakang mempunyai enam vena yang muncul dari sel, CuP dan satu vena anal (A1).

Abdomen ngengat jantan tampak ramping sedangkan abdomen yang betina tampak gemuk dan ditumbuhi oleh banyak sisik dan rambut. Warna juga dapat mencirikan kelamin, yaitu jantan lebih gelap dan mengkilap sedangkan betina berwarna coklat agak terang dan kusam.

Karakterisasi Ngengat Parasitoid Pradewasa a. Telur

Tabel 3.1 Ukuran telur Epipyropidae

Variabel Ukuran (mm)

Rata-rata panjang telur (×±Sd) 0.35 ± 0,04 Rata-rata lebar telur (×±Sd) 0.22 ± 0,03 Kisaran panjang telur 0,27 - 0,38 Kisaran lebar telur 0,13 - 0,27

Dari Tabel 3.1 tampak bahwa rata-rata panjang dan lebar telur Epipyropidae adalah masing-masing 0,35 mm dan 0,22 mm. Telur berbentuk oval berwarna coklat (Gambar 3.10).

b. Larva

Larva memiliki dua bentuk yang berbeda, yaitu instar pertama mirip atau mendekati triungulin (semi-triungulin) dan instar yang lebih besar berbentuk eruciform seperti bentuk larva ordo Lepidoptera pada umumnya. Stemata (mata tunggal lateral) tampak berjejer membentuk lingkaran sebanyak enam biji (Gambar 3.11A), memiliki sepasang mandibel yang berbentuk seperti jarum melengkung (Gambar 3.11B). Tugkai palsu terdapat pada ruas 3,4,5,6 dan akhir abdomen (Gambar 3.11C), setiap tungkai palsu terdapat 30-35 croket (Gambar 3.11D), satu buah spinneret (Gambar 3.11E),

dan sepasang antena (Gambar 3.11F). Tungkai toraks memiliki kuku yang kokoh dan runcing.

Gambar 3.10 Bentuk telur Epipyropidae.

Gambar 3.11 Karakter larva ngengat parasitoid: A. stemata (St), B. mandible (Md), C. proleg (Prl), D. spinneret (Spnt), E. croket (Crkt), dan F antenna (Ant).

Larva instar pertama memiliki panjang tubuh rata-rata 0,45 mm (n =50), berwarna coklat muda dengan tiga pasang tungkai pada ruas toraksnya. Larva instar pertama berbentuk semi-triungulin dengan 13 ruas tubuhnya, kepala besar hampir sama dengan lebar toraksnya, panjang kepala dan toraksnya hampir setengah ukuran tubuhnya. Noktah atau noda coklat tua tegas terdapat pada ruas pertama toraks (Gambar 3.12). Warna abdomen dan toraks tampak terlihat sangat kontras, yaitu berwarna coklat tua untuk

abdomen dan coklat muda untuk toraks. Bentuk tubuh semakin ke arah posterior meruncing dengan proleg analnya.

Gambar 3.12 Bentuk perkembangan larva Epipyropidae.

Larva instar kedua tampak berwarna kuning muda dan noktah coklat tua tegas masih tampak, kepala berukuran lebih kecil dari toraks dan agak masuk ke ruas pertama toraks (Gambar 3.12). Ukuran larva instar kedua ini berkisar antara 0,6-1,0 mm atau rata-rata mencapai 0,87 mm dari hasil pengukuran 50 individu larva instar dua (Tabel 3.2 ).

Larva instar ketiga berwarna coklat tua dan tidak ada noktah pada ruas pertama, tapi kadang kadang noktah tersebut masih tampak pada toraksnya. Kepalanya tampak masuk pada ruas pertama toraks (Gambar 3.12). Instar ke tiga ini mencapai ukuran sekitar 1-2,5 mm atau rata-ratanya sekitar 1,94 mm (n = 50) (Tabel 3.2 ).

Larva instar keempat berwarna menjadi kuning muda dengan tubuh mulai dilapisi oleh lilin yang tipis. Tubuh memendek gemuk (Gambar 3.12) dengan ukuran berkisar 2,5-3,25 mm atau rata-rata mencapai 2,54 mm (n=50) (Tabel 3.2). Setiap tungkai palsu (proleg) pada abdomen ruas 3-6 terdapat lingkar kroket (kait) berjumlah 30-35 kait.

Larva instar akhir (kelima) berlapis lilin tebal dengan ukuran tubuh mencapai sekitar 2,75 mm hingga 5 mm atau rata-rata mencapai 3,53 mm (n=50) (Gambar 3.12 dan Tabel 3.2).

0,5 mm

0,25 mm

0,5 mm

Tabel 3.2 Rata-rata lebar kepala, toraks dan pajang tubuh larva Epipyropidae (mm ± Sd) Instar Larva Lebar Kepala (mm± Sd) Lebar Toraks (mm± Sd) Panjang Tubuh (mm± Sd) I 0,06 ± 0,01 0,08 ± 0,02 0,45 ± 0,07 II 0,11 ± 0,02 0,19 ± 0,05 0,87 ± 0,12 III 0,24 ± 0,03 0,40 ± 0,05 1,94 ± 0,46 IV 0,38 ± 0,03 0,74 ± 0,07 2,54 ± 0,46 V 0,52 ± 0,03 1,18 ± 0,53 3,53 ± 1,17 c. Pupa

Pupa Epipyropidae dibentuk dalam kokon berwarna putih berbentuk oval dengan kedua ujung tampak anyaman benang sutra yang tebal memanjang membentuk seperti huruf V (Gambar 3.13). Salah satu ujung kokon berukuran lebih besar dari yang lain sebagai tempat keluarnya ngengat. Tonjolan sebanyak 3-5 terdapat di median dorsal kokon (Gambar 3.13C) . Ukuran kokon sangat bervariasi antara 2,5-6 mm tergantung jenis kelamin ngengat, dimana yang jantan lebih kecil dan ramping dibanding betina yang besar dan gemuk. Dari 194 kokon ngengat jantan, panjangnya berkisar 2,5-3,5 mm atau rata-rata sekitar 3,2±2,2 mm (Gambar 3.11B). Sedangkan dari 404 kokon betina yang diukur, diperoleh panjang antara 4-6 mm atau rata-ratanya mencapai 5,0±0,41 mm (Gambar 3.11A ).

Pupa tampak gemuk (Gambar 3.14), berukuran panjang tubuh sekitar 2,5-5,75 mm (rata-rata 3,56 mm), berwarna coklat pada awal pupa dan berwarna coklat tua sampai hitam pada saat akhir (menjelang ekdisis); dan tidak berspirakel pada ruas pertama abdomennya (Gambar 3.14). Pupa dapat dibedakan antara jantan dan betina, pupa jantan bakal antenanya lebar dan panjangnya mencapai caudal margin ruas abdomen pertama, sedangkan antena betina hanya mencapai caudal margin mesotoraks. Demikian juga dapat dibedakan dari bakal sayap depannya yang memanjang hingga mencapai ruas 6-7 abdomen untuk pupa jantan sedangkan betinanya bakal sayap depannya hanya mencapai ruas abdomen ke 4-5. Bakal sayap belakang tertutupi oleh sayap depannya hingga mencapai caudal margin ruas ke 5-6 abdomen untuk jantan dan ruas abdomen ke 3-4 untuk betina. Protoraks dan metatoraks kecil,

mesotoraks paling lebar dan cembung dari sisi lateral. Stadium pupa berkisar antara 6-11 hari dengan rata-rata 7,9 hari. Bekas kulit pupa (eksuvia) keluar setengahnya pada salah satu ujung kokon.

Gambar 3.13 Perbandingan ukuran kokon betina (A) dan kokon jantan (B), tonjolan benang sutra (C)

Gambar 3.14 Pupa ngengat parasitoid: Prt (protoraks), Lp (labial palpus), Mst (mesotoraks), Ant (antena), Stn (sternum), Fl (tungkai depan), Mtt (metatoraks), Mdl (tungkai tengah), Fw (sayap depan), Hw (sayap belakang), Hl (tungkai belakang).

Karakterisasi Inang Ngengat parasitoid (WPM)

Wereng pucuk mete berwarna hijau dan putih, panjang tubuh dari kepala hingga ujung tegmen berkisar antara 8-11 mm (Gambar 3.15). Pada

1 mm

waktu hinggap sayap WPM menutupi tubuh dengan posisi tengak kebawah membentuk seperti atap rumah (huruf-V kebalik). Tegmen melebar ke arah ujung mendekati segitiga dengan ujung sayap bagian atas membentuk sudut dan ujung sayap bagian bawah melengkung (convex). Areal submarginal banyak terdapat venasi melintang dengan retikulasi yang kokoh, namun garis submarginalnya tidak jelas. Tiga vena memanjang (longitudinal vein) muncul dari basal node, vena S bercabang dua, dan anal veinnya berbentuk huruf-Y (Y-stem) pada ujung clavus (Gambar 3.16), tibia pada tungkai belakang memiliki satu spina lateral.

Gambar 3.15 WPM warna hijau (A) dan putih(B)

B

Gambar 3.16 Venasi sayap depan Sanurus: basal node (bs), vena media (M), vena anal (A)

Muka WPM terdapat carina yang berbentuk huruf-U dan carina tengah (median carina) yang tampak dari apex hingga scutellum (Gambar 3.17)

Gambar 3.17 Carina WPM putih dan hijau: carina berbentuk huruf-U (uc) dan carina tengah (median carina, mc)

Wereng pucuk mete hijau menunjukkan tekstur yang keras pada tegmennya dibandingkan dengan WPM putih yang bertekstur lembut. Karakter yang akurat untuk mendiagnosis perbedaan spesies famili Flatidae adalah dengan melakukan pengamatan alat genitalia jantan. Hasil pengamatan struktur genitalia jantan dari WPM hijau dan putih seperti disajikan dalam Gambar 3.18. bs M A mc mc uc uc

Gambar 3.18 Genitalia jantan WPM putih dan hijau: anal segmen (as), aedeagus (aed), style (s), pygofir (p), dan spine

Pembahasan Ngengat Parasitoid

Ukuran ngengat yang diperoleh dari pertanaman monokultur jambu mete di pulau Lombok tergolong kecil (6-14 mm) sebagaimana yang telah dideskripsikan oleh para peneliti lainnya. Common (1990) menyatakan bahwa ngengat parasitoid tergolong dalam ukuran yang sangat kecil atau kecil dengan ukuran rentang sayap berkisar 4-15 mm. Semua anggota ngengat parasitoid yang telah diketahui tergolong dalam ngengat berukuran kecil (Clausen 1940; Kalshoven 1981; Arnett 2000)

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi ngengat, larva, dan pupa ditemukan tiga karakter utama yang mencirikan ngengat contoh di golongkan dalam Superfamili Zygaenoidea, yaitu probocis tereduksi, tidak ada spirakel pada ruas abdomen pertama pupa dan dua bentuk pertumbuhan larva. Hal ini sama dengan karakter yang dikemukakan oleh beberapa peneliti sebelumnya, yaitu tidak tampak spirakel di ruas abdomen pertama pupa, tidak adanya probocis atau tereduksi, dan perkembangan larva yang heteromorfik atau tipe pertumbuhan larva hypermatamorfik (Common 1990; Nielsen & Common 1991; Arnett 2000). Di samping ketiga karakter utama tersebut di atas ada

beberapa sifat lainnya seperti bentuk antena, bentuk larva akhir yang stoud (keras), protuded ecdysis, kokon, ada tidaknya mata tunggal, chaetosemata, frenulum, venasi CuP dan M dalam sel discal. Semua sifat-sifat morfologi tersebut mengarahkan ngengat contoh pada pengelompokan ke dalam Superfamili Zygaenoidea. Superfamili Zygaenoidea memiliki empat famili