• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

6. Uji Perbedaan dan

Gap yang

terbentuk.

Terjadi perbedaan antara tingkat kepentingan yang diharapkan dengan tingkat kinerja aktual berdasarkan faktor- faktor manajemen pengetahuan. Tingkat kepentingan yang diharapkan pegawai kependidikan berdasarkan faktor-faktor manajemen pengetahuan lebih besar dibandingkan dengan kinerja yang telah terealisasi.

Faktor-Faktor Gap Pengukuran kinerja 0,5185 Kepemimpinan dalam institusi 0,5178 Pemberdayaan pegawai 0,5073 Benchmarking 0,4947 Struktur pengetahuan 0,4807 Pengungkitan kompetensi 0,4653 Sistem informasi 0,4547 Penghapusan batasan organisasi 0,4395 Budaya pengetahuan 0,4316 Kepercayaan 0,3768 Otonomi pegawai 0,3632 Penilaian 0,2989 Perhatian 0,2702 Kesimpulan : gap terbesar dimiliki oleh faktor pengukuran

kinerja dan gap terkecil dimiliki oleh faktor perhatian 7. Analisis Faktor a. Matriks Korelasi

Nilai KMO >0,5 yaitu 0,931 yang berarti tingkat ketepatan model faktor baik sekali dan antar variabel berkorelasi. nilai sig α <0,05 analisis faktor dapat dilakukan.

b. Penentuan jumlah faktor.

Terbentuk dua komponen faktor karena 2 (dua) faktor ini memiliki nilai eigenvalues di atas satu.

c. Rotasi Faktor

Faktor I adalah pengungkitan kompetensi, kepemimpinan dalam institusi, sistem informasi, pengukuran kinerja, budaya pengetahuan, benchmarking (pembandingan), struktur pengetahuan, kepercayaan dan penghapusan batasan organisasi.

Faktor II adalah perhatian, penilaian, pemberdayaan pegawai, dan otonomi otonomi pegawai.

d. Penamaan Faktor.

Faktor I : Faktor konfigurasi lingkungan organisasi dan teknologi, Faktor II : Faktor sosial (orang)

kesuksesan manajemen pengetahuan yaitu dari hasil analisis deskriptif, uji t dan analisis faktor.

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa secara umum, menurut tenaga kependidikan Institut Pertanian Bogor manajemen pengetahuan telah diterapkan dengan baik. Akan tetapi, ada beberapa faktor-faktor manajemen pengetahuan yang masih berada dalam kategori cukup baik. Adapun dari ke-13 faktor manajemen pengetahuan yang masih dalam kategori cukup baik adalah otonomi pegawai dan benchmarking (pembandingan). Bagi faktor yang telah diterapkan dengan baik, diharapkan dapat selalu dipertahankan dan ditingkatkan untuk kinerja selanjutnya.

Alasan faktor otonomi pegawai masih dalam kategori cukup baik dalam penerapannya karena pegawai belum terlalu diberi kekuasan untuk mengambil keputusan secara langsung akan permasalahan yang ada. Akan tetapi, pegawai hanya diberikan otonomi untuk memberikan ide, saran dan pendapat yang dimiliki untuk masukan dalam menyelesaikan suatu masalah atau tugas. Sedangkan wewenang untuk pengambilan suatu keputusan akan kondisi yang dihadapi masih dipegang oleh pemimpin. Oleh karena itu, IPB sebaiknya memberikan kesempatan kepada pegawainya dalam mengambil keputusan akan masalah yang dihadapi dalam konteks permasalahan yang wajar. Hal ini akan membuat pegawai merasa bahwa adanya suatu kontribusi yang dapat diberikan oleh tenaga kependidikan kepada institusi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Kemudian, untuk faktor benchmarking, hasil dari kegiatan benchmarking belum sepenuhnya dijadikan sebagai pedoman bagi IPB. Hanya hal-hal yang dirasa sangat penting yang dijadikan prioritas utama sebagai patokan untuk diterapkan di IPB, seperti saat ini IPB telah berhasil menerapkan ISO dalam organisasinya. Sedangkan hal-hal lain hasil dari kegiatan benchmarking seperti study banding dari berbagai organisasi di Indonesia, belum semuanya diterapkan karena masih adanya kendala baik itu dari segi biaya, tenaga dan waktu serta hal-hal yang menjadi prioritas dalam IPB. Oleh karena itu, IPB diharapkan dapat meminimalisir kendala penerapan faktor benchmarking dengan cara memfokuskan hal-hal yang

dirasa perlu diperbaiki di dalam organisasi dengan melakukan study banding ke organisasi yang dianggap cocok dijadikan sebagai pedoman. Kegiatan benchmarking akan lebih efektif apabila adanya suatu rancangan rencana kegiatan beserta anggaran dan manfaat yang akan diperoleh.

Hasil uji perbedaan menggunakan uji t menunjukkan bahwa tingkat kepentingan yang diharapkan pegawai berdasarkan faktor-faktor manajemen pengetahuan berbeda dengan tingkat kinerja aktualnya. Nilai yang diharapkan pegawai lebih besar daripada kinerja yang terealiasasi di Institut Pertanian Bogor. Berdasarkan hasil pengujian ini, diharapkan dapat menjadi gambaran bagi IPB bahwa tindakan yang dilakukan belum mencapai apa yang diharapkan oleh pegawai meskipun penerapan akan faktor-faktor manajemen pengetahuan telah diterapkan dengan baik. Besarnya tingkat kepentingan yang diharapkan pegawai dapat menjadi masukan bagi IPB untuk kedepannya dapat lebih meningkatkan komitmennya terhadap penerapan manajemen pengetahuan. Hal ini berarti bahwa tenaga kependidikan memiliki rasa optimisme yang tinggi untuk memacu organisasinya untuk dapat benar-benar menerapkan manajemen pengetahuan dengan baik dan konsisten.

Jika dilihat per indikator, IPB harus lebih memperhatikan indikator pengukuran kinerja karena indikator inilah yang memiliki nilai kesenjangan terbesar. Tenaga kependidikan mengharapkan bahwa IPB dapat menjalankan suatu sistem pengukuran kinerja secara adil dan transparan tanpa memandang gender, golongan, latar belakang dan lainnya. Salah satu caranya, IPB diharapkan dapat menghindari masalah dalam pengukuran kinerja seperti standar yang tidak jelas, adanya efek halo, kecenderungan terpusat dan adanya bias yang terjadi. Dalam menghadapi permasalahan tersebut penting dilakukan pelatihan-pelatihan bagi tim yang melakukan pengukuran kinerja agar dapat bekerja secara objektif.

Saat ini, pengukuran kinerja di IPB secara umum dalam bentuk naratif yaitu salah satunya seperti penilaian indeks kerja yang merupakan hasil pengisian formulir penilaian kinerja tenaga kependidikan, dan kualitas kerja yang dinilai oleh atasan langsung. Selain bentuk pengukuran kinerja

tersebut, IPB diharapkan juga dapat lebih mengembangkan sistem pengukuran kinerja yang terkomputerisasi dan berbasiskan web. Kemudian, adanya sistem Balanced Scorcard yang baru mulai diterapkan di IPB diharapkan dapat dilakukan dengan baik dan konsisten sehingga sistem pengukuran kinerja akan menjadi lebih baik lagi.

Kemudian, berdasarkan hasil analisis faktor menunjukkan bahwa tercipta dua faktor utama kunci kesuksesan penerapan manajemen pengetahuan yaitu faktor konfigurasi lingkungan organisasi dan teknologi serta faktor sosial (orang). Dengan adanya dua faktor yang direduksi dari 13 (tiga belas) faktor, maka institusi dapat lebih efisien dalam melakukan suatu tindakan. Institusi tidak perlu mengamati 13 (tiga belas ) faktor, namun cukup dua faktor saja. Selain itu, institusi juga dapat menghindari pelaksanaan peubah yang tidak dalam satu faktor.

Sebagai contoh, institusi ingin melakukan perbaikan kinerja organisasi, ingin menambah wawasan dan pengetahuan pegawai serta ingin mengetahui berbagai informasi agar pegawai selalu up-to-date dengan berbagai informasi yang ada. Pencapaian hal tersebut akan lebih efektif apabila institusi melihat faktor-faktor konfigurasi lingkungan organisasi dan teknologi karena item-item tersebut termasuk ke dalam faktor yang pertama. Adapun caranya adalah dengan mengadakan kegiatan study tour dan study banding, mengadakan bentuk-bentuk pelatihan, atau bahkan memanfaatkan informasi dari teknologi jaringan. Apabila institusi mengambil tindakan dengan cara melakukan peningkatan rasa perhatian pegawai yang merupakan faktor sosial, tentu saja akan kurang efektif karena tindakan yang diambil tidak berdasarkan faktor yang sama.

Dokumen terkait