• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Profil Informan Penelitian

2. Informan 2

a. Deskripsi Informan 2

Informan penelitian merupakan seorang remaja putri yang

berusia 16 tahun. Informan adalah seorang siswi kelas 2 SMA yang

bersekolah di SMA Negeri 1 Kalasan. Salah seorang teman sekelasnya memandang informan sebagai sosok yang “lemot” atau membutuhkan waktu yang lama untuk mencerna dan mengerti

kata-kata serta bercandaan teman-temannya dan penjelasan dari gurunya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, dapat diketahui

bahwa informan merupakan anak tunggal. Saat ini informan tinggal

di Yogyakarta hanya dengan ibunya saja, sebab ayah informan

bekerja di Jakarta. Hal tersebut membuat informan hanya bertemu

karyawan swasta dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.

Informan dan keluarganya berasal dari suku Jawa dan memeluk

agama Islam. Informan merupakan seorang siswi yang aktif dalam

organisasi dan kegiatan di sekolah, terutama OSIS. Bahkan teman

sekelas informan menyatakan bahwa informan memiliki hasil kerja

dan cara kerja yang baik di OSIS.

b. Pengalaman Informan 2 Terkait Label Negatif

Informan mengaku bahwa ia mulai diberi label negatif “lola” atau “lholhog” sejak SMP. Akan tetapi, informan mengungkapkan bahwa ia mulai sering diberi label negatif “lola” atau “lholhog” oleh teman-teman dan gurunya pada saat SMA. Informan

menyatakan bahwa sejak awal mula masuk SMA sampai saat ini ia

masih sering diberi label negatif “lola” atau “lholhog” oleh teman-teman dan gurunya. Bahkan berbagai prestasi yang dimiliki

informan dan cerita dari teman SMP informan mengenai prestasi

yang pernah diperoleh informan pada saat SMP tidak dapat

membuat teman-teman informan berhenti memberinya label negatif “lola” atau “lholhog”.

Informan sendiri menampilkan beberapa reaksi yang

berbeda pada saat ia diberi label negatif “lola” atau “lholhog”, seperti diam, tertawa, dan mencoba melakukan klarifikasi supaya ia

tidak terus-terusan diberi label negatif oleh teman-teman dan

diberi label negatif “lola” atau “lholhog” adalah informan seringkali tidak mendengar dan terlambat mencerna kata-kata yang diucapkan

teman serta tidak berkonsentrasi dan terlambat mendengarkan

penjelasan dari guru. Di sisi lain, informan ternyata merasakan

beberapa dampak negatif dari label negatif yang disandangnya,

seperti sempat merasa kurang percaya diri, sempat down secara mental, “terkungkung” dalam label negatif karena terlalu sering diberi label negatif, dan mindset informan sempat berubah sesuai label negatif. Selain itu, informan pun dipandang sebagai orang “lola” oleh teman-temannya, bahkan kini mereka mengasosiasikan label negatif tersebut pada informan. Kendati demikian, informan

mampu melihat dan memaknai pengalamannya terkait label negatif

sebagai hal yang positif, yaitu sebagai pengalaman yang

menyenangkan karena dapat mencairkan suasana.

c. Pelaksanaan Wawancara Informan 2

Hari, tanggal Tempat Waktu

Kamis, 17 Juli 2014 Chicken Kingdom Resto Pukul 15.30-16.15 WIB

Kamis, 7 Agustus 2014 Chicken Kingdom Resto Pukul 16.00-16.30 WIB

Minggu, 7 September 2014 Chicken Kingdom Resto Pukul 11.40-11.55 WIB

d. Analisis Informan 2

1) Pemberi Label Negatif dan Isi Label Negatif Pada Informan

Informan mengaku bahwa ia sudah mulai diberi label

negatif sejak SMP. Informan menyatakan bahwa ia sering diberi label negatif “lola” atau “lholhog” oleh teman-teman sekelas, seorganisasi, dan sepermainan serta gurunya. Hal tersebut dapat

dilihat pada pernyataan informan berikut ini :

“SMP tuh kadang-kadang..terus SMA, mulai SMA itu malah semakin banyak teman yang ngecap. Seringnya..seringnya tu dicapnya tu..kan kadang seringnya ngereaksinya lama, jadinya seringnya tuh dicap lholhog, lola gitu ehm sama teman sekelas..terus ya kadang teman-teman seorganisasi gitu. Ya pokoknya teman-teman lingkup main lah, kayak gitu. Kalau guru itu..biasanya guru yang muda-muda ya, yang bisa diajak gojekan apalagi guru les” (Informan 2, 5-12 dan 24-26) 2) Frekuensi Informan Mendapat Label Negatif

Informan mengaku bahwa selama ini ia sering diberi

label negatif oleh teman-teman dan gurunya, bahkan label

negatif tersebut cenderung berulang. Informan juga menyatakan

bahwa setiap bertemu dengan teman-temannya, ia pasti diberi label negatif “lola” atau “lholhog”. Hal tersebut dapat terungkap karena informan berkata demikian :

“Ehm seberapa sering ya..ya paling kalau cuma kumpul-kumpul

bareng kayak gitu. Kalau misalnya nimbrung-nimbrung kayak gitu, setiap hari sih, kalau ketemu teman kayak gitu. Kalau ketemu teman, ngobrol-ngobrol kayak gitu muncul kata-kata itu..kayak gitu” (Informan 2, 193-197)

3) Alasan atau Hal yang Membuat Informan Diberi Label Negatif

Selama ini, hal yang menyebabkan informan sering diberi label negatif “lola” atau “lholhog” oleh significant others karena informan terlambat mencerna kata-kata atau tidak dapat

menangkap maksud dari pembicaraan teman-teman serta tidak

mendengarkan atau tidak konsentrasi dengan penjelasan

gurunya. Informan menyatakan demikian :

“Ya dari hal kecil, misalnya aku ditanyain apa, nah mungkin aku kan kadang suka telat dengernya atau mungkin mikirnya..ya teman-teman terus ngecap aku lama banget sih mikirnya, setiap kali aku telat denger atau lama mikir dibilang lola gitu..nah kayak gitu. Ehm, apalagi aku orang pindahan, kadang bahasa daerah sini harus diserap dulu kan, jadi ya aku masih loading terus yang lain kayak lama banget sih..kayak gitu. Atau guru yang ngajar yang sudah dekat, itu juga kadang..misalnya aku telat dengerin, kan kadang kan asyik ngapain kan, biasalah konsentrasinya kadang kebagi, terus musti pada bilang ‘ealah lola meneh’. Nah suka kayak gitu, gurunya atau temannya bilang ‘ealah kamu, gak dengerin po atau kumat lagi po

lolanya’, terus gurunya tuh kadang bilang ‘sudah biasa kalau

aku kayak gitu tuh’” (Informan 2, 57-63 dan 162-168) 4) Reaksi Informan Pada Saat Diberi Label Negatif

Informan mengaku bahwa ia lebih memilih untuk diam,

tertawa, dan mencoba memberikan penjelasan atau klarifikasi

pada saat diberi label negatif “lola” atau “lholhog” oleh significant others. Hal tersebut terungkap pada saat wawancara dengan informan :

“Kadang tuh diam, kadang juga ketawa, kadang tuh malah njelasin..aku tuh gak lola, cuma telat aja, kalian aja yang

Pada saat informan diberi label negatif “lola” atau “lholhog” oleh significant others, informan lebih memilih untuk diam karena ia ingin menghemat energinya dan menunjukkan

sikap tidak peduli, tertawa karena informan ingin mencairkan

suasana dan menghindari rasa marah, serta mencoba melakukan

klarifikasi supaya ia tidak terus-terusan diberi label negatif oleh

teman-teman dan gurunya. Demikian pernyataan yang

diungkapkan oleh informan :

“Ehm kadang diam itu kalau misalnya udah capek ya, kan udah

gitu-gitu mulu, rasanya kan juga males dengerinnya. Jadi ya cuekin, lebih ke cuekin aja. Nah daripada kitanya ngomongin balik ke mereka, ngejelasin ini itu, ini itu atau ngatain balik mending diam aja kan, toh ngehemat energi kita. Kalau tertawa itu biar mencairkan suasana. Kan ada ya orang kalau misalnya di-labeling kan kadang ada yang marah lah, terus apalah..ya tapi pengen gak itu terjadi, yaudah dibuat guyon aja, dibuat ketawa aja biar cair suasananya. Terus yang mencoba menjelaskan tuh ya Cuma menjelaskan yaudah sih, yaudah gak usah ngece-ngece lagi..Cuma pengen ngasih pengertian ke mereka kalau aku itu yaudah biasa-biasa aja”

(Informan 2, 109-129) 5) Dampak Negatif yang Dirasakan Informan Akibat Label

Negatif

Informan kemudian menyatakan bahwa selama ini ia

mengalami beberapa perasaan negatif sebagai akibat pemberian

label negatif dari significant others. Informan mengaku bahwa sebelum akhirnya terbiasa dengan label negatif “lola” atau “lholhog”, pada mulanya ia sempat merasa terbebani dan tidak percaya diri. Informan menyatakan demikian:

“Sebenarnya ada sih dari yang dulu, jaman yang dulu, kadang tuh suka ada rasa kurang percaya diri..ya gitu, kadang teman-teman kan suka bilang ‘aku tuh kayak gini, kayak gini’, terus kalau aku mau tampil atau perform di depan itu kurang percaya diri. Terus awal-awal diberi label negatif lola atau “lholhog”gitu iya terbebani, tapi sekarang engga..udah biasa”

(Informan 2, 78 dan 259-262)

Informan juga menyatakan bahwa label negatif yang

secara berulang dan sering ia dapatkan dari significant others, membuat informan melihat label negatif “lola” atau “lholhog” sebagai identitas dirinya. Selain itu, informan juga memandang

dirinya seperti apa yang dilabelkan. Hal tersebut terungkap

dalam pernyataan berikut ini :

“Kalau aku tu..lola..gimana ya, ya udah, itu jadi identitas. Oh itu, yo “lholhog”banget gitu..oh berarti maksudnya itu aku..ya ada sih temanku yang di cap “lholhog”, lola juga, tapi kalau teman-teman taunya lola itu biasanya aku. Ya kalau aku ngelihat diriku di pandangan orang lain itu ya aku memang kayak telat mikir, apalagi kalau pas gak dengerin gitu”

(Informan 2, 66-69 dan 239-241)

Selain merasakan berbagai perasaan dan mempunyai

konsep diri yang negatif, informan ternyata juga mengalami

beberapa dampak negatif lain akibat label negatif yang

diberikan oleh significant others. Dampak-dampak negatif tersebut meliputi, kesulitan untuk menghilangkan label negatif

yang disandang atau label negatif tetap melekat dalam diri

informan dan informan kini terbiasa dengan label negatif

tersebut. Dampak negatif yang dirasakan informan dapat dilihat

“Mulai SMA itu semakin banyak teman yang bilang aku lola dan sampai sekarang juga masih..iya, masih mbak hehehe, jadi lama kelamaan ya udah kebiasa, jadi biasa aja. Ya karna namanya berawal dari kepaksa, terbiasa, ya udah, jadinya kebiasaan itu” (Informan 2, 24-25 dan 83-84) 6) Dampak Positif yang Dirasakan Informan Akibat Label

Negatif

Informan ternyata tidak hanya merasakan berbagai

dampak negatif akibat label negatif yang ia terima dari

significant others, namun ia juga merasakan berbagai dampak positif karena label negatif yang disandangnya. Informan justru

mengaku bahwa ia menjadi termotivasi dan berusaha untuk

berubah menjadi lebih baik karena label negatif yang

disandangnya. Berikut adalah pernyataan yang diungkapkan

informan :

“Ehm, kalau aku tuh biasanya itu buktiin..iya buktiin ke mereka, tapi bukan cuma sekedar omong. Kalau aku itu cenderung diam dulu, kalau misalnya nanti bisa ini itu ya nanti dengan tindakan, misalnya apa kek bisa ini bisa itu kan yang nilai orang lain, kalau sekedar omongan kan belum tentu mereka percaya. Jadi mencoba membuktikan kalau aku bukan seperti yang dikatakan orang. Yo kalau misalnya gak “lholhog”ya udah buktiin aja, sama misalnya akademiknya lah, non-akademiknya lah.”

(Informan 2, 138-143) 7) Alasan dan Peristiwa yang Membuat Informan Berubah

Menjadi Lebih Baik

Terdapat beberapa alasan yang membuat informan

memiliki keinginan untuk memperbaiki kekurangannya.

kekurangannya karena ia ingin significant others berhenti memberinya label negatif dan/atau menggantinya dengan

memberi label yang sifatnya positif. Alasan lain yang

menyebabkan informan berubah menjadi lebih baik adalah

adanya keinginan untuk membuktikan secara nyata kepada

orang-orang yang memberinya label negatif bahwa ia tidak

seperti yang dilabelkan. Hal tersebut dapat dilihat dalam

pernyataan berikut ini :

“Aku tuh pengen berhenti dibilang lola atau “lholhog”sama teman-teman, makanya aku berusaha memperbaiki kekurangan. Aku juga malah pengen diubah apa kek yang bagus-bagus kayak gitu. Kan soalnya kan perkataan kan bisa menjadi doa

gitu kan.” (Informan 2, 134-135 dan 328)

Informan menyatakan bahwa sebenarnya ia mengalami

peristiwa dan proses yang tidak ia duga sebelumnya. Informan

mengaku bahwa label negatif yang secara berulang ia dapatkan

dari significant others akhirnya dapat membuat informan yang awalnya merasa terbebani dengan label negatif menjadi terbiasa.

Peristiwa dan proses tersebut diungkapkan informan dalam

pernyataan berikut :

“Proses dan peristiwanya tuh ya sebenarnya gak keduga juga

sih. Ya karna namanya berawal dari kepaksa, terbiasa karena dikatain gitu terus, ya udah, jadinya kebiasaan gitu..ya wis lah itu cuma guyon-guyonan” (Informan 2, 82-85)

8) Makna Pengalaman Informan Terkait Pemberian Label Negatif dari Orang-orang Sekitar

Informan cenderung melihat dan memaknai

pengalamannya terkait pemberian label negatif dari significant others sebagai hal yang positif, yaitu sebagai pengalaman yang menyenangkan karena dapat mencairkan suasana dan sebagai

motivasi serta bahan untuk memperbaiki diri dan berubah

menjadi lebih baik. Informan menyatakan demikian:

“Pengalamanku itu ya apa ya, sebenarnya pengalaman

berkesan juga engga, pengalaman biasa juga engga, yo untuk senang-senang aja. Jadi ya misalnya ngumpul bareng teman, misalnya udah garing banget candaannya, nah aku tu sukanya kan kadang gak dengerin kan, misalnya lagi asyik mainan apa gitu. Nah terus malah aku yang di-labeling, aku yang diece, malah aku jadi yang mencairkan suasana..kesannya tuh aku, jadi syukur deh malah bisa mencairkan suasana. Jadi, ehm sebenarnya fun sih. Terus kalau aku nangkepnya teman-teman tuh cenderungnya bukan nge-judge aku kayak gini, tapi cuma untuk bercandaan, ece-ecean, rame-ramean. Yo kalau misalnya gak “lholhog”ya udah buktiin aja, sama misalnya akademiknya lah, non-akademiknya lah. Yo pokoknya jadi motivasi untuk ngebuktiin kalau misalnya kita tuh gak kayak gitu. Buat aku sendiri juga jadi motivasi untuk merubah diri”

(Informan 2, 148-155 dan 225-228)

3. Informan 3

a. Deskripsi Informan 3

Informan penelitian merupakan seorang remaja putra yang

berusia 16 tahun. Informan adalah seorang siswa kelas 3 SMA yang

bersekolah di SMA Bopkri 2 Yogyakarta. Salah seorang sahabatnya

memandang informan sebagai sosok yang mudah terpengaruh oleh

pergaulan yang salah dan teman-teman yang tidak baik, sehingga

pada awal SMA informan sering berperilaku salah dan tidak baik,

seperti terlibat tawuran, membolos, dan sebagainya. Berdasarkan

hasil wawancara dengan informan, dapat diketahui bahwa informan

merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Adik informan yang

berjenis kelamin laki-laki dan berusia 13 tahun adalah siswa kelas 2

SMP. Saat ini informan tinggal di Yogyakarta hanya dengan ibu dan

adiknya saja, sebab ayah informan bekerja di Jakarta. Ayah

informan yang berasal dari suku Batak merupakan seorang pegawai

swasta, sementara ibunya yang berasal dari suku Jawa adalah

seorang ibu rumah tangga. Informan dan keluarganya memeluk

agama Kristen. Di sisi lain, informan mengaku bahwa ia sudah 7

tahun tidak bertemu dengan ayahnya dan ia cukup sering terlibat

konflik dengan ibunya. Hal tersebut kemudian membuat informan

tidak dekat dengan orang tuanya. Informan justru menyatakan

bahwa dibandingkan dengan keluarga, ia lebih dekat dengan

teman-temannya. Informan menganggap teman-temannya sebagai sosok

keluarga, bahkan sosok yang melebihi keluarganya sendiri.

b. Pengalaman Informan 3 Terkait Label Negatif

Informan menyatakan bahwa ia diberi label negatif pemalas,

nakal, dan penakut oleh orang tua, teman-teman, pacar, dan gurunya

sejak kelas 1 SMA. Informan mengaku bahwa selama ini ia

diam, bersabar, dan berusaha untuk berlapang dada menerimanya.

Akan tetapi informan menyatakan bahwa pada saat ia sudah tidak

mampu menahan kesabarannya, maka ia akan marah dan menentang

ibunya.

Informan mengungkapkan bahwa ia sering diberi label

negatif pemalas karena pada saat kelas 1 SMA, ia sering

bermalas-malasan dan tidur di kelas serta kegiatannya pada saat di rumah

hanya makan, tidur, dan menonton televisi. Kemudian, keterlibatan

informan dalam suatu genk yang membuatnya sering terlibat dalam

tawuran pelajar dan kebiasaannya melanggar peraturan sekolah

membuat significant others informan memberi label negatif nakal kepadanya. Di samping itu, hal yang menyebabkan informan diberi

label negatif penakut oleh teman-temannya di jurusan IPS adalah

penampilan fisiknya yang menurut informan sendiri cupu karena ia

memakai kaca mata.

Pemberian label negatif dari significant others informan membuatnya merasakan berbagai dampak negatif. Sebagi contoh,

informan merasa tidak mengenal dirinya sendiri atau tidak

mengetahui siapa dirinya, stress, tidak bersemangat untuk beraktifitas, enggan atau tidak ingin bertemu orang lain, dan

sebagainya. Informan menyatakan bahwa pengalamannya terkait

label negatif merupakan pengalaman yang buruk karena ia banyak

mengaku bahwa saat ini ia masih diberi label pemalas oleh

teman-teman dan orang tuanya.

c. Pelaksanaan Wawancara Informan 3

d. Analisis Informan 3

1) Pemberi Label Negatif dan Isi Label Negatif Pada Informan

Informan mengaku bahwa ia diberi label negatif oleh

significant others sejak kelas 1 SMA. Informan diberi label negatif pemalas oleh ibu dan teman-temannya. Selain memberi

label negatif pemalas, teman-teman informan ternyata juga

memberi label negatif nakal dan “jirih” pada informan. Sedangkan, label negatif yang informan terima dari gurunya

adalah label negatif nakal. Akan tetapi, informan

mengungkapkan bahwa label negatif yang paling sering ia

terima dan yang sampai saat ini masih melekat pada dirinya

adalah label negatif pemalas. Dimana biasanya label negatif

tersebut informan dapatkan dari ibu dan teman-temannya.

Informan menyatakan demikian :

Hari, tanggal Tempat Waktu

Senin, 11 Agustus 2014 SMA Bopkri 2 Yogyakarta Pukul 14.40-15.15 WIB

Rabu, 13 Agustus 2014 SMA Bopkri 2 Yogyakarta Pukul 15.20-15.40 WIB

Sabtu, 30 Agustus 2014 SMA Bopkri 2 Yogyakarta Pukul 13.20-13.35 WIB

“Hemmm, biasanya dikatain nakal, jirih, sama pemalas. Kalau pemalas itu yang ngatain orang tua, tapi cuma salah satu saja, ibu saya..tapi kadang-kadang itu sebagai pengingat juga supaya saya ga malas. Kalau nakal sama jirih tuh dari teman-teman..iya teman-teman sekolah saja, sama dulu guru juga sih. Tapi cuma pas kelas satu sama dua aja, kalau sekarang sih jarang banget, nyaris gak pernah. Nah kalau yang sampai sekarang masih melekat di saya itu ya suka nyantailah, suka malas itulah. Orang tua sih yang paling sering ngatain, kalau teman-teman kadang-kadang”

(Informan 3, 5-14 dan 339-341)

2) Frekuensi Informan Mendapat Label Negatif

Informan mengungkapkan bahwa selama ini ia

mendapat label negatif dari significant others dengan frekuensi yang berbeda-beda. Informan menyatakan bahwa pada saat ia

masih duduk di kelas 1 dan 2 SMA, guru-gurunya sering

memberinya label negatif. Akan tetapi, informan mengaku

bahwa saat ini guru-gurunya sudah jarang dan nyaris tidak

pernah memberinya label negatif. Kemudian, informan

mengungkapkan bahwa teman-teman dan pacarnya kadangkala

memberinya label negatif. Sementara itu, informan mengaku

bahwa orang yang paling sering memberinya label negatif adalah

ibunya. Pada saat wawancara informan berkata demikian : “Iya sih, dulu guru sering ngasih label juga, tapi pas kelas satu sama dua aja, kalau sekarang sih jarang banget, nyaris gak pernah. Kalau pacar biasanya cuma ngatain nakal sama pemalas, tapi jarang sih. Terus kalau teman-teman kadang-kadang aja. Ehm, orang tua sebenarnya yang lebih sering ngelabel, tapi cuma salah satu saja..ibu saya”

3) Alasan atau Hal yang Membuat Informan Diberi Label Negatif

Selama ini, informan mendapat label negatif dari

significant others karena ia melakukan hal-hal atau menampilkan perilaku yang berkaitan dengan label negatif dan

menampilkan perilaku yang menyimpang atau tidak baik. Hal

tersebut dapat dilihat dari pernyataan informan pada saat

wawancara :

“Kalau pemalas itu ya saya dulu waktu kelas satu super, malasnya super-super. Di kelas itu beberapa hari ya cuma tidur seharian, di rumah cuma tidur, nonton, makan gitu-gitu aja. Terus waktu kelas satu kan saya juga ikut genk-genkan, tawuran, sampai akhirnya dicap nakal. Ya saya juga jadi semena-mena, ngelawan peraturan sekolah, ya akhirnya jadi dicap jelek sama semua-semuanya lah, dinasihatin gak mau,

pokoknya cueklah” (Informan 3, 69-72 dan 159-161)

4) Reaksi Informan Pada Saat Diberi Label Negatif

Informan menanggapi label negatif dari significant others dengan beberapa respon, seperti diam untuk memendam kemarahan dan kejengkelannya, bersikap cuek, dan berusaha

sabar. Berbagai reaksi informan pada saat diberi label negatif

oleh significant others dapat dilihat dalam pernyataan berikut : “Ya kesal sih, tapi kan cuma bisa dipendam, soalnya kan gak boleh ngelawan orang tua..ya diam aja untuk menahan marah. Soalnya saya kan bukan tipe orang yang cepat marah, jadi mendam amarah aja, mendam jengkel. Pokoknya kalau mendapat label negatif cuek aja sih, yang penting bisa merubah diri lah. Ya kalau saya sih biasanya sabar aja, menerimanya dengan lapang dada” (Informan 3, 22, 79-86, dan 100-101)

5) Dampak Negatif yang Dirasakan Informan Akibat Label Negatif

Di sisi lain, informan ternyata merasakan berbagai

macam perasaan negatif sebagai akibat pemberian label negatif

dari significant others, seperti sakit hati, bad mood, kesal, dan kecewa. Sementara itu, informan juga stress karena memikirkan

Dokumen terkait