• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Profil Informan Penelitian

4. Informan 4

a. Deskripsi Informan 4

Informan penelitian merupakan seorang remaja putra yang

berusia 17 tahun. Informan adalah seorang siswa kelas 3 SMA yang

bersekolah di SMA Bopkri 2 Yogyakarta. Salah seorang sahabatnya

memandang informan sebagai sosok yang punya semangat yang

tinggi, keras, tegas, bisa menempatkan diri, dan mudah marah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, dapat diketahui

bahwa informan merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Kakak laki-laki pertama informan sudah meninggal, sehingga kini

ia hanya memiliki seorang kakak dan adik perempuan. Kakak

tahun, sementara itu adik perempuan informan yang berusia 14

tahun kini duduk di bangku kelas 3 SMP. Sementara itu, ayah

informan merupakan seorang pegawai swasta dan ibu informan

merupakan seorang ibu rumah tangga. Informan dan keluarganya

berasal dari suku Tionghoa dan menganut agama Kristen Protestan.

Terkait relasinya dengan orang tua, informan menyatakan bahwa

dibandingkan dulu, kini hubungan dengan orang tuanya sudah

membaik karena mereka sudah jarang berkonflik dan komunikasi di

antara mereka sudah lebih baik. Sementara itu, informan mengaku

bahwa ia memiliki hubungan yang kurang dekat dengan kakak dan

adiknya. Informan menyatakan bahwa pada saat ia memiliki

masalah, ia lebih memilih untuk bercerita kepada para sahabatnya

dan sharing dengan para evangelis gereja dibandingkan dengan keluarganya sendiri.

b. Pengalaman Informan 4 Terkait Label Negatif

Informan mulai mendapat label negatif pada saat SMP,

dimana hal itu bermula ketika informan menendang teman

sekelasnya di hadapan guru dan teman-teman sekelasnya karena

temannya tersebut meletakkan tisu-tisu bekas ke dalam laci

informan. Sifat pemarah informan tersebut akhirnya membuat

teman-teman sekelas dan gurunya menyebutnya pemarah. Selain

pemarah, informan ternyata juga diberi label negatif pemalas dan “ndableg” oleh gurunya. Selain diberi label negatif oleh teman dan

gurunya di sekolah, informan ternyata juga diberi label negatif oleh

anggota keluarganya. Pada saat di rumah, orang tua informan sering

memberi label negatif pada informan dengan memberi sebutan

bodoh, “ndableg”, dan kurang ajar. Kakak informan juga cukup sering memberi label negatif seperti “ndableg”, bodoh, anak kurang ajar, dan anak yang tidak tahu sopan santun pada informan.

Sedangkan adik informan terkadang memberi label negatif pada

informan dengan memberi sebutan kakak yang tidak mengerti

perasaan adiknya atau kakak yang tidak pengertian.

Informan mengakui bahwa selama ini ia memberikan reaksi

atau respon yang relatif berbeda pada orang-orang yang memberinya

label negatif, seperti diam, bersikap cuek, berpura-pura

mendengarkan dan berjanji untuk berubah, memilih untuk melakukan “kontak fisik”, dan membalas orang yang memberinya label negatif dengan memberinya label negatif. Menurut informan,

ada beberapa hal yang menyebabkan significant others memberikan label negatif kepadanya. Alasan pertama adalah kebencian orang

lain terhadap informan. Kedua adalah sikap atau perilaku informan

yang di luar dugaan orang lain, seperti informan melakukan hal

negatif di luar kebiasaan positifnya. Alasan ketiga adalah informan

tidak dapat menangkap maksud dari pembicaraan orang tua dengan

Pemberian label negatif dari significant others membuat informan merasakan berbagai dampak negatif. Sebagai contoh,

perasaan sakit hati, terbebani, motivasi belajar menurun, motivasi

untuk melakukan hal-hal positif menjadi rendah, dijauhi atau

dikucilkan significant others, dan sebagainya. Kemudian, kendati informan memiliki hubungan yang tidak dekat dengan orang tuanya

dibandingkan significant others-nya yang lain, namun informan justru menyatakan bahwa ia merasakan dampak negatif yang lebih

besar pada saat diberi label negatif oleh orang tuanya. Informan

merasa benar-benar sakit hati, menyimpan dendam pada orang tua,

dan memikirkan hal negatif atau mempertanyakan rasa sayang orang

tua kepada informan. Berbagai dampak negatif yang dialami

informan membuat informan melihat pengalamannya terkait label

negatif sebagai hal yang tidak menyenangkan. Selain itu, informan

juga mengaku bahwa terdapat beberapa label yang tidak dapat atau

begitu sulit dihilangkan dari dirinya, seperti label negatif pemarah,

tukang misuh, dan egois dari teman-temannya; label negatif bodoh, “ndableg”, kurang ajar dari orang tuanya; label negatif kurang ajar dari kakaknya; dan label negatif pemalas dari gurunya.

c. Pelaksanaan Wawancara Informan 4

Hari, tanggal Tempat Waktu

Rabu, 13 Agustus 2014 SMA Bopkri 2 Yogyakarta Pukul 14.45-15.15 WIB

Sabtu, 30 Agustus 2014 SMA Bopkri 2 Yogyakarta Pukul 12.50-13.10 WIB

d. Analisis Informan 4

1) Pemberi Label Negatif dan Isi Label Negatif Pada Informan

Informan mengaku bahwa ia mulai mendapat label

negatif dari orang tua, saudara (kakak dan adik), teman, dan

guru sejak SMP. Label negatif yang diberikan orang tua dan

kakak informan kepadanya meliputi label negatif bodoh, “ndableg”, tidak tahu sopan santun, dan kurang ajar. Adik informan juga memberinya label negatif kakak yang tidak

mengerti perasaan adiknya kepada informan. Kemudian,

teman-teman informan juga memberi label negatif pemarah, tukang

misuh, dan egois kepada informan. Sedangkan, label negatif “ndableg”, pemalas, dan pemarah biasa informan dapatkan dari gurunya.

Informan mengaku bahwa dari banyaknya label negatif

yang melekat pada dirinya, beberapa label yang tidak dapat atau

begitu sulit dihilangkan dari dirinya adalah label negatif

pemarah, tukang misuh, dan egois dari teman-temannya; label

negatif bodoh, “ndableg”, kurang ajar dari orang tuanya; label negatif kurang ajar dari kakaknya; dan label negatif pemalas

dari gurunya. Demikian pernyataan yang diungkapkan

informan:

“Sejak SMP sih, kalau SD engga. Kalau dari teman yang paling sering sih pemarah..terus sama egois dan tukang misuh. Kalau

dari ibu saya biasanya dihina bodoh, terus juga “ndableg” sama kurang ajar..kurang ajar juga pernah. Kalau saudara gimana ya..ehm, kalau kakak ya apa ya, kadang pernah bodoh, kadang sih dibilang ndableg itu pernah, kadang dibilang anak kurang ajar juga pernah, adik kurang ajar juga pernah. Kalau adik saya itu jarang, cuma sekali aja..ya itu, kakak yang gak tahu gimana gitu..kakak yang gak tahu perasaan, gak ngertiin dia. Sedangkan guru sih pernah bilangin saya pemalas. Tapi kalau sekarang orang tua sudah jarang sih, cuma masih kayak label-label yang dulu. Kalau kakak itu cuma kurang ajar aja, kalau adik sudah engga. Kalau guru kadang masih suka bilang saya pemalas. Kalau teman mungkin masih pemarah ya mungkin mbak..sama egois terus tukang misuh”

(Informan 4, 20-55, 73-78, dan 376-386)

2) Frekuensi Informan Mendapat Label Negatif

Informan mengungkapkan bahwa ia mendapat label

negatif dengan frekuensi yang berbeda dari significant others. Informan menyatakan bahwa pada saat SMP dan awal SMA, ia

sering sekali mendapat label negatif dari teman-teman, orang

tua, dan gurunya. Akan tetapi, informan menyatakan bahwa kini

frekuensi pemberian label negatif dari significant others sudah berkurang. Sementara itu, informan mengaku bahwa kakak dan

adiknya jarang memberinya label negatif, bahkan informan

menyatakan bahwa adiknya hanya memberinya label negatif

sebanyak satu kali. Hal tersebut dapat dilihat dalam pernyataan

informan berikut ini :

“Pas SMP dan awal SMA sih yang paling sering ngasih label

negatif sih guru, yang kedua orang tua. Kalau dari kakak dikasih juga sih, tapi kalau kakak sih paling cuma friksi-friksi kecil doang aja sih..jarang, kadang-kadang aja. Kalau adik saya itu jarang, cuma sekali aja..ya itu, kakak yang gak tahu gimana gitu..kakak yang gak tahu perasaan, gak ngertiin dia. Tapi sebenarnya kalau orang tua sekarang jarang sih, cuma

labelnya masih kayak label-label yang dulu. Kalau kakak itu cuma kurang ajar aja, kalau adik sudah engga. Nah kalau guru kadang masih suka bilang saya pemalas”

(Informan 4, 36-55 dan 383-386)

3) Alasan atau Hal yang Membuat Informan Diberi Label Negatif

Informan menyadari bahwa ada beberapa hal yang

menyebabkan ia diberi label negatif oleh orang lain, seperti

informan tidak dapat menangkap maksud dari pembicaraan

orang tuanya, informan melakukan hal-hal atau menampilkan

perilaku yang berkaitan dengan label negatif, dan menampilkan

perilaku yang menyimpang atau tidak baik. Informan

menyatakan demikian :

“Guru sih pernah ngritik saya..saya tuh orangnya harus lebih

rajin belajar, saya dibilangin guru itu sebetulnya saya tuh anaknya cerdas, cuma saya tuh anaknya terlalu malas, terlalu suka nunda-nunda pelajaran..jadi ya dibilangin pemalas gitu sama guru. Kalau dari ibu saya biasanya dihina bodoh, soalnya gak pernah nangkep apa yang dimaksud orang tua. Kalau saudara gimana ya..ehm, ndableg lah kalau bahasa sininya, ndableg itu kayak susah dibilangin, keras kepala. Trus karna kitanya melakukan peristiwa yang benar-benar di luar dugaan orang, misalnya ketika melakukan hal yang membuat citra negatif, kita langsung dicap negatif. Ya pokoknya kalau melakukan hal-hal negatif di luar kebiasaan-kebiasaan yang

positif” (Informan 4, 25-32, 73-77, dan 275-280)

4) Reaksi Informan Pada Saat Diberi Label Negatif

Sementara itu, selama ini informan memberikan

beberapa reaksi yang berbeda pada saat diberi label negatif oleh

sabar. Pengakuan informan dapat terlihat dalam penyataan

berikut:

“Kalau dilabel sama orang tua..jujur aja biasanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri..ya diam aja, diamin aja, toh bukan aku yang salah, ya gak peduli gitu. Kalau sama guru ya sama, diam saja, terus cuma pura-pura aja, iya bu, iya bu gak akan saya ulangi..tapi besoknya saya ulangi. Kalau sama teman-teman kadang kala saya berusaha sabar, tapi kalau sudah sampai batas biasanya saya gak pakai ngomong mbak, langsung melakukan kontak fisik. Tapi sebenarnya kalau saya sih simple ya mbak, kalau saya dihina kayak gitu sih ya saya masa bodoh, cuek aja ya” (Informan 4, 125-136 dan 174-175) 5) Dampak Negatif yang Dirasakan Informan Akibat Label

Negatif

Selanjutnya, informan mengungkapkan bahwa terdapat

beberapa perasaan negatif yang muncul dalam dirinya pada saat

diberi label negatif oleh significant others, seperti sakit hati, bad mood, kecewa, merasa terbebani, dan merasa benci dengan pemberi label. Di sisi lain, informan juga berpikir bahwa

perbuatan positif akan sia-sia. Berikut adalah pernyataan yang

diungkapkan informan :

“Ya kayak ada yang ganjel lah..apa ya..sakit hati, terus gimana ya, kayak terbebani gitu loh mbak. Nah yang ketiga itu..kan diomongin sama orang bodoh gitu ya, langsung perasaannya amburadul, jelek..langsung kecewa, langsung motivasinya drop. Ehm sebenarnya kan orang kalau punya masalah trus benci sama orang pasti dia nyimpan sesuatu dalam hatinya dan itu negatif, gitu juga saya ke mereka. Lalu motivasinya jadi rendah, kayak untuk melakukan hal-hal positif itu jadi rendah, soalnya kalau wah saya sudah dicap negatif, buat apa saya ngelakuin sesuatu yang positif” (Informan 4, 153-166)

Selain membuat informan merasakan berbagai perasaan

dan pikiran negatif dalam dirinya, label negatif yang diterima

informan secara berulang dan dengan frekuensi yang tinggi

ternyata juga membuat informan melihat dirinya sama seperti

yang dilabelkan. Informan menyatakan demikian :

“Ketika saya ngaca dan melihat diri saya ya memang seperti

yang mereka bilang” (Informan 4, 289-290)

Informan juga mengungkapkan bahwa terdapat beberapa

dampak negatif lain yang ia rasakan dan alami akibat pemberian

label negatif dari significant others. Dampak-dampak negatif tersebut meliputi kesulitan untuk menghilangkan label negatif

yang disandang atau label negatif tetap melekat dalam dirinya,

informan dihindari oleh significant others, secara sadar atau tidak sadar informan juga memberi label negatif pada adik dan

kakaknya, informan menyetujui label negatif dari significant others, serta menjadi terbiasa dengan label-label negatif tersebut. Akan tetapi, informan merasakan dampak negatif yang

lebih besar pada saat diberi label negatif oleh orang tuanya.

Berbagai dampak negatif yang dirasakan informan dapat dilihat

dalam pernyataan berikut ini :

“Kalau label yang sampai sekarang masih melekat atau kadang

saya dengar-dengar dari teman-teman itu masih pemarah ya mbak..sama egois terus tukang misuh soalnya ya mulutnya saya kadang gak bisa dijaga. Kalau orang tua sekarang jarang sih, cuma masih sama kayak label-label yang dulu. Kalau kakak itu cuma kurang ajar aja, kalau adik sudah engga. Nah kalau guru kadang masih suka bilang saya pemalas. Ya saya mengiyakan,

karena ketika saya ngaca dan melihat diri saya ya memang seperti yang mereka bilang. Sekarang saya juga jadi ngerasa terbiasa sama apa yang mereka bilang. Sempat sih dulu saya dijauhin terus dikucilkan sama teman-teman, terus motivasi untuk belajar atau melakukan hal-hal positif itu jadi rendah. Terus adik saya itu manjanya bukan main..ya kadang kala sih dia saya bilangin ini itu ini itu, tapi kalau dia sudah ngeyel ya..ya saya jawabnya masa bodoh, terserah kamu. Kalau kakak saya ngatain ya saya balas mbak, saya kata-katain juga dia. Sebenarnya kan orang kalau punya masalah trus benci sama orang pasti dia nyimpan sesuatu dalam hatinya dan itu negatif, gitu juga saya ke mereka. Tapi dampak negatif yang paling besar tuh sama orang tua mbak, yang benar-benar sakit”

(Informan 4, 55-58, 144-145, 289-291, 317-327, dan 376-386)

Kemudian, informan pun menyatakan bahwa label

negatif yang disandangnya ternyata membuat relasi informan

dengan significant others menjadi berjarak atau tidak dekat. Bahkan informan juga merasa bahwa ia sempat mendapat

perlakuan yang berbeda dan dikucilkan oleh significant others karena label negatif yang disandangnya. Hal tersebut

diungkapkan informan dalam pernyataan berikut ini :

“Kalau sama orang tua sekarang sih sudah membaik ya, kalau

dulu tuh sering ya kalau setiap pulang ke rumah, itu pasti dimarah-marahin. Ya soalnya dulu saya kan termasuk nakal mbak, kalau pulang tuh gak langsung pulang, sukanya kluyuran. Kalau saya sama adik sama kakak itu kalau saya punya masalah, biasanya saya males cerita. Ehm saya dulu SMP kelas tiga tuh pernah..pernah dikucilkan sama teman karena sifat saya pemarah. Tapi kalau relasi sekarang sama teman-teman sih kayak anak SMA biasa, kadang akur kadang konflik sampe bertengkar gitu juga pernah. Ya kalau antara satu dua orang ada relasi yang kurang baik, satu dua orang lagi ada yang relasi baik..cukup baik sih, tapi kurang dekat. Kalau sama guru ya mungkin di sini kurang baik ya mbak daripada saat saya SMP. Soalnya jujur ya mbak, kalau saya lihat itu guru-guru di sini itu kurang pemerhati ya sama anak-anak”

6) Dampak Positif yang Dirasakan Informan Akibat Label Negatif

Selain merasakan berbagai dampak negatif akibat

pemberian label negatif dari significant others, label negatif yang disandang informan ternyata juga membawa beberapa

dampak positif. Label negatif yang disandang informan

membuatnya termotivasi dan berusaha untuk berubah menjadi

lebih baik. Informan menyatakan demikian :

“Ada sih, saya berubah jadi pribadi yang lebih baik, mengurangi hal negatif itu tadi. Kalau menjadi baik ya belum, cuma sedang menuju tahap yang lebih baik. Saya kalau dilabel teman saya jadi terpacu untuk berubah jadi lebih baik..kalau guru itu berarti kita harus jadi pribadi yang positif, baik luar

dalam” (Informan 4, 116-117, 302-303, dan 344-348)

7) Alasan dan Peristiwa yang Membuat Informan Berubah Menjadi Lebih Baik

Informan mengaku bahwa ia berubah menjadi lebih baik

karena ia ingin significant others berhenti memberi label negatif dan adanya keinginan untuk membuktikan secara nyata bahwa

ia tidak seperti yang dilabelkan. Berikut adalah pernyataan yang

diungkapkan oleh informan :

“Ya pasti iya mbak, setiap orang kan gak mau punya label negatif, makanya saya berusaha dan pengen berubah jadi lebih baik. Kalau saya sih simple ya mbak, kalau saya dihina kayak gitu sih ya saya masa bodoh, cuek aja ya. Biarin aja kita dihina kayak gitu, yang penting kita buktiin kalau kita gak seperti itu. Jadi sebenarnya saya itu masa bodoh sama yang mereka bilang, tapi saya berusaha untuk ngebuktiin kalau saya tuh gak kayak

Keinginan informan untuk membuktikan kepada

significant others bahwa ia tidak seperti yang dilabelkan dan keinginan informan untuk berhenti diberi label negatif oleh

significant others ternyata bukan merupakan satu-satunya alasan yang membuat informan berubah menjadi lebih baik. Di

samping itu, terdapat suatu peristiwa yang membuat informan

sadar untuk berubah, yaitu mimpi aneh yang dialami oleh

informan. Informan menyatakan demikian:

“Ohya mbak, dulu saya itu pas tidur pernah mimpi diinterupsi sama yang di atas. Gimana ya kayak yang Maha Esa itu menjelma menjadi manusia dalam mimpi saya terus dia tuh bilangin saya yang negatif-negatif terus saya harus berubah. Jadi sejak mimpi itu dan karena mimpi itu saya berusaha untuk berubah dan memperbaiki diri saya”(Informan 4, 204-209) 8) Makna Pengalaman Informan Terkait Pemberian Label

Negatif dari Orang-orang Sekitar

Informan menyatakan bahwa pengalamannya terkait

pemberian label negatif dari significant others sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan karena membuat

informan merasakan berbagai dampak negatif. Akan tetapi,

informan ternyata memaknai pengalamannya terkait pemberian

label negatif dari significant others sebagai suatu hal yang positif, yaitu sebagai bahan untuk menginstrospeksi dan

memperbaiki diri. Demikian penyataan yang diungkapkan oleh

“Ya pengalaman saya sih sebenernya banyak ga enaknya mbak, karena kalau kita dilabel sama orang kan kita jadi benci sama dia, kita sakit hati, emosi atau marah gitu. Tapi tergantung kita juga gimana menyikapinya, kalau saya terkait label negatif itu lebih baik kalau ada orang yang memberi cap negatif itu kita jangan berpikir negatif dulu tentang mereka atau kita sendiri, karena belum tentu mereka atau kita buruk. Kebanyakan orang itu pengen ngelihat kita jadi lebih baik. Jadi kalau kita diberi label negatif itu mending pertama kita itu introspeksi, kedua kalau kita itu benar maka kita harus benar-benar berubah saat itu juga. Mungkin karna faktor usia juga, kedewasaannya terus bertambah dan saya berubah. Sekarang saya bisa berpikir positif tentang label, jadi kalau seseorang kasih label negatif ke saya ya saya gak boleh lihat dari sisi negatifnya saja tapi juga lihat dari sisi positifnya” (Informan 4, 358-372)

TABEL 4 KLASIFIKASI HASIL TRIANGULASI DATA INFORMAN

Kategori Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

Pemberi Label Negatif Teman Guru (G) Teman (T) Guru (G) Teman (T) Teman

Isi Label Negatif

- Pikun, pelupa - Ceroboh - Kuper Lholhog, lemot (G & T) - Pemalas (G) - Nakal (G & T) - Tidak disiplin (G) - Tidak bertanggung jawab (G) - Tukang kluyuran (G) - Preman (T) Pemarah Alasan Memberi Label Negatif

- Sering lupa ketika meletakkan barang. - Sering meninggalkan atau meletakkan barang di sembarang tempat. - Kurang mampu berbaur atau bersosialisasi dengan teman lain dan terkait sifat pendiam

informan.

- Memahami materi yang disampaikan guru setelah dua kali diberi penjelasan. - Seringkali tidak memahami ataupun terlambat menangkap maksud obrolan yang dibahas oleh guru dan teman-teman.

- Sering membolos, datang terlambat, dan masuk kelas semaunya.

- Bergabung dalam genk dan terlibat tawuran pelajar. - Sering membuat gaduh di kelas. - Tidak mengerjakan PR. - Tidak segera pulang ke rumah setelah jam pulang sekolah.

- Sifat emosian dan mudah marah yang dimiliki informan. - Melakukan ‘kontak fisik’ dengan teman yang membuat informan marah. - Ketertutupan dan sifat mudah tersinggung yang dimiliki informan.

Reaksi Informan Diam dan tertawa

- Menerima dan tidak marah (G) - Diam dan tertawa

atau tersenyum (T) - Membalas atau

memberi label negatif pada teman (T) - Cuek (G) - Mendengarkan dan menanggapi (T) - Tertawa (T) - Diam dan mendengarkan (T) - Meninggalkan teman yang membuat marah untuk menenangkan diri (T).

Dokumen terkait