• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Profil Informan Penelitian

1. Informan 1

a. Deskripsi Informan 1

Informan penelitian merupakan seorang remaja putri yang

berusia 18 tahun. Informan adalah seorang siswi kelas 3 SMA yang

bersekolah di SMA Negeri 9 Yogyakarta. Salah seorang teman

dekatnya memandang informan sebagai sosok yang lemah lembut

saat berbicara, serius dan perfeksionis saat mengerjakan tugas, serta

lucu atau suka bercanda. Berdasarkan hasil wawancara dengan

informan, dapat diketahui bahwa informan merupakan anak pertama

dari dua bersaudara. Adik informan yang berjenis kelamin laki-laki

dan berusia 15 tahun adalah siswa kelas 1 SMK. Sementara itu, ayah

informan merupakan seorang wiraswastawan dan ibunya adalah Informan

seorang guru SMP. Informan dan keluarganya berasal dari suku

Jawa dan memeluk agama Islam. Pada saat wawancara, informan

menyatakan bahwa ia merupakan anak perempuan satu-satunya di

dalam keluarga dan juga cucu perempuan satu-satunya di keluarga

besarnya, sehingga selama ini ibu informan selalu berusaha

mengajarkan kemandirian dan kedisiplinan pada informan.

b. Pengalaman Informan 1 Terkait Label Negatif

Informan mengaku bahwa ia pertama kali diberi label negatif

pada saat SMP. Orang tua informan, khususnya ibu sering memberi

label negatif bodoh, pemalas, dan ceroboh pada informan. Informan

menyatakan bahwa ia cenderung bereaksi dengan cara yang sama

pada saat diberi label negatif oleh ibu maupun teman-temannya,

yaitu dengan diam dan meminta maaf apabila informan merasa

bahwa ia membuat kesalahan. Di sisi lain, informan mengaku bahwa

saat diberi label negatif oleh ibunya terkadang ia mengurung diri di

kamar untuk menunjukkan rasa marah terhadap ibunya.

Informan sendiri menyatakan bahwa hal yang menyebabkan

ia sering diberi label negatif pemalas oleh ibunya karena pada saat

di rumah ia suka bermalas-malasan dan sering menelantarkan serta

menunda menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya. Kemudian, label

negatif cerobah juga sering informan dapatkan dari ibu dan

teman-temannya karena informan sering meletakkan barang-barang

menghilangkannya. Selain ceroboh, teman-teman informan di

sekolah juga memberi label negatif bodoh kepadanya karena

informan suka mengerjakan soal dengan cara yang berbeda dengan

teman-temannya.

Sebagai contoh, pemberian label negatif dari ibu dan

teman-teman informan membuatnya merasa sedih, tidak fokus atau kurang

konsentrasi dalam belajar, stress, dihindari oleh teman-teman, merasa bahwa dirinya buruk atau tidak baik, dan sebagainya.

Informan mengaku bahwa ia merasakan dampak negatif yang lebih

besar pada saat diberi label negatif oleh ibunya. Hal tersebut terjadi

karena informan beranggapan bahwa label negatif dari ibu

merupakan suatu hal yang serius dan tidak main-main, sehingga

informan merasa lebih sakit hati, kesal, dan benci pada ibunya.

Berbagai dampak negatif yang dialami informan akhirnya membuat

informan melihat pengalamannya terkait label negatif sebagai

pengalaman yang kurag menyenangkan. Informan juga mengaku

bahwa saat ini ia masih cukup sering diberi label negatif pemalas

c. Pelaksanaan Wawancara Informan 1

d. Analisis Informan 1

1) Pemberi Label Negatif dan Isi Label Negatif Pada Informan Informan mengaku bahwa ia mulai sering diberi label

sejak SMP. Selama ini informan diberi label negatif seperti

bodoh, ceroboh, dan pemalas oleh ibu dan teman-temannya.

Akan tetapi, label yang paling sering diberikan oleh significant others pada informan adalah label negatif pemalas. Informan pun menyatakan bahwa orang yang paling sering memberinya

label negatif pemalas adalah ibunya. Hal tersebut dapat dilihat

dari pengakuan informan pada saat wawancara :

“Ya, ya pernah..sejak SMP, itu kelihatan banget..kayak..misalnya kayak ceroboh, malas, terus gimana ya..bodoh kayak gitu pernah juga. Ceroboh, malas itu dari orang tua, kalau dari teman itu biasanya sih bodoh..ceroboh juga sih tapi jarang. Malah sering, sering di rumah daripada di sekolah..hehehe kayak dibilang pemalas gitu sama ibu”

(Informan 1, 3-23 & 54)

2) Frekuensi Informan Mendapat Label Negatif

Informan menyatakan bahwa ia mendapat label negatif

dengan frekuensi yang berbeda-beda dari orang tua dan

teman-Hari, tanggal Tempat Waktu

Rabu, 16 Juli 2014 SMA N 9 Yogyakarta Pukul 13.15-13.40 WIB

Rabu, 6 Agustus 2014 SMA N 9 Yogyakarta Pukul 14.25-14.50 WIB

Kamis, 4 September 2014 SMA N 9 Yogyakarta Pukul 14.35-14.55 WIB

temannya. Informan juga mengungkapkan bahwa dibandingkan

di sekolah, ia lebih sering diberi label negatif pada saat di rumah.

Pada saat wawancara informan berkata demikian :

“Ehm gak sering-sering juga, tapi kalau..kalau gimana

ya..kalau benar-benar sayanya yang membuat apa..kegiatan atau perilaku gak baik, teman-teman juga bakal nge-labeling saya. Terus kalau di rumah malah sering..sering di rumah daripada di sekolah..hehehe kayak dibilang pemalas, bodoh gitu

sama ibu” (Informan 1, 49-55)

3) Alasan atau Hal yang Membuat Informan Diberi Label Negatif

Selama ini, hal yang menyebabkan informan diberi label

negatif bodoh, ceroboh, dan malas oleh ibu dan

teman-temannya adalah informan menampilkan perilaku yang

berkaitan dengan label negatif dan/atau informan menampilkan

hal-hal maupun perilaku yang menyimpang atau tidak baik.

Informan menyatakan demikian :

“....kalau melakukan hal serupa lagi seperti bodoh, ceroboh, malas gitu pasti akan dikatakan seperti itu lagi. Pemalas..di rumah kebanyakan males. Ehm, gak ngerjain tugas malah tiduran atau nonton film, terus harusnya nyuci baju malah nonton tv. Kalau ceroboh tu HP..HP-nya ditinggal di meja, nanti kalau udah ditinggal-tinggal gitu ilang gak tau kemana, ternyata cuma dipinjam teman. Nah dibilang kamu nih ceroboh, gini gini gini..nah, kayak gitu. Terus apa ya, bodoh..kalau bodoh itu kayak apa ya, ngerjain soal, tapi akunya tu ngerjain beda cara gitulah. Teman-teman ada yang bilang bodoh, gak kayak gini. Atau kalau..kalau gimana ya..kalau benar-benar sayanya yang membuat apa..kegiatan tersebut atau perilaku gak baik, mereka juga bakal nge-labeling saya” (Informan 1, 26-43)

4) Reaksi Informan Pada Saat Diberi Label Negatif

Informan mengaku bahwa ia cenderung memberikan

respon yang sama pada saat diberi label negatif oleh ibu maupun

teman-temannya, yaitu diam. Selain diam, informan juga

merespon label negatif dari ibu atau teman-temannya dengan

meminta maaf kepada mereka apabila informan merasa bahwa

ia melakukan kesalahan atau mengurung diri di kamar saat

diberi label negatif oleh ibunya. Hal tersebut terungkap dari

pernyataan yang diungkapkan informan pada saat wawancara: “Bereaksi dengan apa ya..kalau aku sih biasanya diam aja. Tapi kalau kita melakukan perilaku yang kitanya bersalah ya minta maaf. Terus kalau sama ibu selain diam biasanya aku terus kayak mengurung diri di kamar” (Informan 1, 139-144) Informan sendiri mengakui bahwa selama ini ia

merespon pemberian label negatif dari orang-orang sekitarnya

dengan diam karena pada dasarnya ia ingin menunjukkan rasa

kekesalan dan kemarahannya. Hal tersebut dapat dilihat dalam

penyataan berikut ini :

“Ehm, kalau diam itu saya menunjukkan kesal, marah..kok kayak gini, kok jadi kayak gini, terus juga mikir..mikir kenapa juga bisa apa..jadi kayak gitu tu kenapa”(Informan 1, 151-153) 5) Dampak Negatif yang Dirasakan Informan Akibat Label

Negatif

Informan mengungkapkan bahwa label negatif dari

significant others seringkali membuatnya merasakan berbagai macam perasaan negatif, seperti sakit hati, bad mood, tidak

percaya diri, merasa terbebani, kesal, dan merasa benci pada

ibu. Selain itu, informan juga stress karena berpikir terus menerus tentang label negatif dan berpikir terlalu keras serta

serius untuk merubah label yang disandangnya. Informan

mengungkapkan berbagai macam perasaan dan pikiran negatif

yang muncul dalam dirinya dengan pernyataan ini:

“...yang kayak teman tadi langsung bilang bodoh..kan bikin sakit hatilah, langsung bikin bad mood gitu lah.Ehm ya kadang-kadang seharian bisa kacau, padahal cuma dikatain bodoh. Kayaknya semua orang tuh bilang bodoh gitu, terus aku ngerasa jadi minder atau gak PD. Ehm ya kayak label ceroboh..cerobohnya itu, aku masih suka ninggalin barang kemana-mana, jadi tetap gimana ya..ya sering mikir-mikir banget gitu loh, kayak dalem banget, serius banget..jadi terbebani. Iya jadi terbebani, terus stress gitu karna mikir terus, jadi gak nyaman” (Informan 1, 78-85 dan 288-291)

Selain membuat informan seringkali memunculkan

berbagai perasaan dan pikiran negatif dalam dirinya, label

negatif yang diterima informan secara berulang dan dengan

frekuensi yang tinggi ternyata juga membuat konsep diri

informan menjadi berubah, yaitu sama seperti label negatif dari

significant others. Informan menyatakan demikian :

“Iya, sebenarnya iya karena semua label negatif yang dikasih ke saya sesuai dengan diri saya. Ehm ya memang aku kayak gitu sih, misalnya bodoh..bodoh itu kalau buat saya, saya bodoh,

saya merasa saya bodoh” (Informan 1, 240-249)

Selanjutnya, informan ternyata juga mengalami

disandangnya, seperti informan dihindari oleh significant others, secara sadar atau tidak sadar informan juga memberi label negatif pada adiknya, informan menyetujui label negatif

dari significant others, dan label negatif tetap melekat dalam diri informan serta sulit dihilangkan. Akan tetapi, informan

mengaku bahwa ia merasakan dampak negatif yang lebih besar

pada saat diberi label negatif oleh orang tuanya. Hal tersebut

dapat dilihat dalam penyataan informan pada saat wawancara : “Terus kayak oh aku malas juga, kenapa aku malah nge-labeling orang lain kayak gitu..ya aku juga jadi sadar, loh kok aku dilabel tapi kok aku juga malah ngelabel orang lain..ya kayak gitu, itu secara gak sadar. Terus karna di-labeling pemalas itu, teman-teman pada bilang ‘ahh D kan pemalas, gak

usah diajak’ atau gimana-gimana. Ya tapi ya gimana,

sebenarnya semua label negatif yang dikasih ke saya sesuai dengan diri saya. Saya juga berusaha berubah, tapi sampai saat ini label malas sama ceroboh itu masih dikasih sama ibu. Tapi efek negatifnya lebih ke ibu, soalnya label yang diberi ibu pasti gak main-main. Jadi kesannya sakit hati dan bikin benci atau kesal juga. Kalau label dari teman kan cuma main-main aja, walaupun kadang sakit hati tapi gak sampai benar-benar benci” (Informan 1, 116-119, 165-166, dan 269-272)

Di sisi lain, label negatif yang disandang informan

ternyata juga membuat relasi informan dengan significant others menjadi berubah. Informan menyatakan bahwa label negatif yang disandangnya membuat relasi informan dengan ibu

dan teman-temannya menjadi terganggu dan “berjarak”. Hal tersebut dapat dilihat dari penyataan informan pada saat

“Ehm iya sebenarnya menganggu, tapi untuk sementara..kalau setelah di-labeling terus aku kayak mikir biar masak sendiri ibu, terus nanti cerita..cerita sama teman yang lain aja. Ehm ya tapi gak lama, paling sehari atau dua hari doang. Terus gimana ya, teman kalau ketemu kadang nyapa, kadang engga, jadi kayak jauh gitu loh. Terus nanti misalnya orang tua atau keluarga gitu kalau ketemu ya gak nyapa..sama kayak teman gitu, kayak gak

kenal gitu” (Informan 1, 263-266 dan 296-299)

6) Dampak Positif yang Dirasakan Informan Akibat Label Negatif

Label negatif yang disandang informan ternyata tidak

hanya membawa dan menyebabkan berbagai dampak negatif

bagi dirinya sendiri serta relasinya dengan orang lain. Informan

juga mengungkapkan bahwa ia merasakan berbagai dampak

positif atas label negatif yang disandangnya, seperti informan

termotivasi dan berusaha untuk berubah menjadi lebih baik dan

munculnya motivasi dalam diri informan untuk menunjukkan

hal yang lebih positif serta lebih baik. Informan menyatakan

demikian:

“Ahh iya, gitu..ya pokoknya pengen menunjukkan hal yang lebih positif, lebih baiknya gitu. Apa ya, perubahannya ya lebih ga malas lagi, terus lebih disiplin gitu loh. Misalnya kalau disuruh pergi beli apa gitu ya langsung pergi, terus gak cuma bantuin ibu, tapi juga bantuin bapak gitu biar terlihat kayak berperilaku yang lebih baik gitu”

(Informan 1, 282-284 dan 327-330)

7) Alasan dan Peristiwa yang Membuat Informan Berubah Menjadi Lebih Baik

Terdapat alasan yang melatarbelakangi informan untuk

informan untuk berhenti diberi label negatif oleh significant others. Hal tersebut dapat dilihat dalam penyataan informan berikut ini :

“Mikir tuh loh, gimana ya..kenapa kok dilabel kayak gitu, terus aku harus gimana supaya gak dilabel terus gitu loh”

(Informan 1, 123-124)

Keinginan informan untuk berhenti diberi label negatif

oleh significant others ternyata bukan merupakan satu-satunya alasan yang membuat informan berubah menjadi lebih baik. Di

samping itu, terdapat suatu peristiwa yang membuat informan

sadar untuk berubah, yaitu pada saat sedang mengurung dirinya

di kamar informan justru memanfaatkan waktunya untuk

berefleksi dan mengkoreksi diri. Informan menyatakan

demikian:

“...ngurung diri di kamar..tapi, pas di kamar itu ya aku sadar diri, mengkoreksi diri sendiri. Terus ya saya kan juga mikir, perbuatan ibu salah atau engga. Kalau kita yang salah ya kita yang minta maaf lah sama ibu. Saya mikir tuh loh, gimana ya..kenapa kok dilabel kayak gitu, terus aku harus gimana supaya gak dilabel terus gitu loh..mesti kan ya mikir, ya Allah kenapa kok aku bisa dilabel kayak gitu, aku harus gimana. Gak mungkin kan sehari..sehari mau ngapain. Biasanya satu hari itu dikasih labeling malas, terus di satu hari itu aku mikir terus..terus di hari kedua atau ketiganya itu aku sadar atau tahu harus gimana gitu” (Informan 1, 123-135 dan 143-146) 8) Makna Pengalaman Informan Terkait Pemberian Label

Negatif dari Orang-orang Sekitar

Informan menyatakan bahwa selama ini pengalamannya

merupakan pengalaman yang kurang menyenangkan karena ia

merasakan banyak dampak negatif dari label negatif yang ia

sandang. Akan tetapi, ternyata informan dapat memaknai

pengalamannya terkait pemberian label negatif dari significant others secara positif, yaitu sebagai bahan instrospeksi dan perbaikian diri. Informan mengungkapkan demikian :

“Menurut saya dapat label negatif justru memberikan saya pengalaman yang kurang menyenangkan sebenarnya, karena pengalaman labeling bikin saya banyak ngerasain hal-hal negatif kayak sakit hati dll..tapi karena itu justru saya dapat mengintrospeksi diri untuk menjadi lebih baik”

(Informan 1, 348-352)

Dokumen terkait