• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

4.2. Studi autekologi tumbuhan sagu di P Seram, Maluku

4.2.8. Interaksi dengan komponen biotis

Hasil observasi untuk mengetahui jumlah spesies tumbuhan dalam komunitas sagu alami di P. Seram ditemukan sebanyak 42 spesies. Hasil analisis

Varians Ratio (VR) diperoleh nilai sebesar 0,831 (VR < 1). Hal ini berarti bahwa secara simultan (keseluruhan) spesies tumbuhan penyusun komunitas sagu di P. Seram di antara sesama spesies terjadi asosiasi yang bersifat negatif. Dalam kaitan itu, untuk menjelaskan pasangan asosiasi antara spesies yang satu dengan spesies lainnya dalam komunitas sagu terutama spesies penyusun utama dilakukan analisis chi-square. Dari 42 spesies yang tumbuh dalam komunitas sagu, terdapat 21 spesies tumbuhan sebagai penyusun utama (Lampiran 16). Kriteria untuk menentukan spesies sebagai penyusun utama berdasarkan nilai penting yang dimiliki setiap spesies yaitu spesies yang memiliki nilai penting ≥10 %.

Hasil analisis chi-square spesies berpasangan, dalam spesies sagu dan antara spesies sagu dengan spesies lain menunjukkan bahwa terdapat asosiasi dalam spesies sagu yang sama dan antara spesies sagu dengan spesies bukan sagu (Lampiran 17). Empat spesies sagu yang terdapat di P. Seram berasosiasi diantara sesamanya masing-masing M. rumphii Mart., M. longispinum Mart., M. sylvestre

Mart., dan M. sagu Rottb. dengan nilai X2 sebasar 6,53, 5,12, 16,74, 20,73, 5,69, dan 5,31. Sedangkan asosiasi dengan spesies sagu dengan bukan sagu hanya terjadi dengan tiga spesies yaitu Pandanus furcatus Roxb., Homalomena rubra

Hassk., dan Nephrolepis exaltata Shcott. Tipe asosiasi semua pasangan spesies bersifat negatif dengan tingkat asosiasi berdasarkan indeks Jaccard kurang dari 0,5 atau bersifat lemah. Hasil analisis chi-square disajikan pada Tabel 23.

Terjadinya asosiasi antara spesies yang bersifat negatif sebagaimana tersaji pada Tabel di atas merupakan fakta bahwa di antara setiap spesies terjadi perebutan dalam penggunaan sumberdaya. Dengan meningkatnya pertumbuhan atau jumlah individu yang satu akan menekan pertumbuhan individu spesies lainnya. Interaksi yang bersifat negatif memberikan petunjuk pula bahwa tidak terdapat toleransi untuk hidup secara bersama atau tidak ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, terutama dalam pembagian ruang hidup. Menurut Barbour et al. (1999 dalam Kurniawan et al. 2008) dikemukakan bahwa asosiasi yang bersifat negatif memberikan petunjuk pada setiap tumbuhan dalam suatu komunitas terjadi saling memberi tempat hidup pada suatu area dan habitat yang sama. Dikemukakan lebih lanjut oleh Krivan & Sirot (2002) bahwa dalam asosiasi interspesifik dapat memunculkan kompetisi interspesifik. Pada kondisi

dimana asosiasi bersifat negatif ekstrim, suatu spesies dapat muncul sebagai kompetitor yang mendominasi spesies lain.

Tabel 23. Chi-square untuk pengujian asosiasi interspesifik spesies berpasangan penyusun utama komunitas sagu P. Seram, Maluku

No. Nama spesies Chi-square

(X2) Tipe Asosiasi Indeks Jaccard 1. M. rumphii Mart.

1.1 M. longispinum Mart. 6,53* Negatif 0,43

1.2 M. sylvestre Mart. 5,12* Negatif 0,47

1.3 M. sagu Rottb. 16,74* Negatif 0,16

1.4 Pandanusfurcatus Roxb. 6,76* Negatif 0,06

1.5 Homalomenarubra Hassk. 9,28* Negatif 0,15

1.6 Nephrolepisexaltata Schott. 21,03* Negatif 0,05

2. M. longispinum Mart.

2.1. M. sylvestre Mart. 20,73* Negatif 0,15

2.2. M. sagu Rottb. 5,69* Negatif 0,20

2.3. Homalomenarubra Hassk. 4,35* Negatif 0,08

2.4. Nephrolepisexaltata Schott. 4,76* Negatif 0,04

3. M. sylvestre Mart.

3.1 M. sagu Rottb. 5,31* Negatif 0,14

3.2 Homalomenarubra Hassk. 4,45* Negatif 0,04

3.3 Nephrolepisexaltata Schott. 4,96* Negatif 0,04

4. M. sagu Rottb.

4.1 Pandanusfurcatus Roxb. 4,56* Negatif 0,10

4.2 Homalomenarubra Hassk. 3,54* Negatif 0,04

4.3 Nephrolepisexaltata Schott. 4,48* Negatif 0,02

Keterangan : * signifikan pada taraf α 0.05.Data yang disajikan berasal dari data rataan wil.

sampel I Luhu SBB, II Sawai MT, dan III Werinama SBT, tahun 2009.

Interaksi spesies M. rumphii Mart. memiliki tingkat asosiasi yang cukup kuat dengan spesies M. longispinum Mart., dan M. sylvestre Mart. yang ditunjukkan dengan indeks Jaccard yang cukup tinggi masing-masing sebesar 0,43 dan 0,47. Hal ini berarti bahwa dalam habitat yang sama terjadi saling menekan atau kompetisi yang cukup kuat antara spesies M. rumphii Mart. dengan M. longispinum Mart. dan antara M. rumphii Mart. dengan M.sylvestre Mart. dalam mendapatkan kebutuhan hidup dan penempatan ruang. Sedangkan asosiasi antara

spesies M. longispinum Mart., M. sylvestre Mart., M. sagu Rottb., Pandanus furcatus Roxb., Homalomena rubra Hassk., dan Nephrolepis exaltata Schott. semuanya rendah, fakta ini ditunjukkan dengan indeks Jaccard kurang dari 0,20.

b. Keadaan umum fauna dalam komunitas sagu

Selama melakukan penelitian di tiga wilayah sampel dalam komunitas sagu di P. Seram, tercatat beberapa jenis fauna yang hidup dalam komunitas sagu seperti kelelawar (Pteropus sp), biawak (Hydrasaurus amboinensis), ular kobra (Python reticulatus), katak (Rachoporus renwardii), babi hutan (Susscrofa sp), burung raja udang (Halcyon sp), kumbang sagu (Oryctes rhinoceros L), dan ulat sagu. Di dalam wilayah sampel I Luhu-SBB pada siang hari dijumpai kelelawar bergantungan pada bagian ujung tangkai daun pohon sagu dewasa secara berkelompok dalam jumlah yang cukup banyak mencapai ratusan individu. Populasi kelelawar dalam jumlah besar yang bergantungan di tangkai daun ini menyebabkan terjadinya kerusakan anak-anak daun yang cukup berarti. Peran kelelawar dalam proses penyerbukan atau agen dispersal buah atau biji sagu tidak diketahui dengan pasti, karena tidak ditemukan fakta empiris atau sandaran hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

Biawak dan ular menjadikan habitat sagu sebagai habitat tempat hidupnya, dengan kondisi yang tertutup atau ternaung ditemukan biawak berteduh pada tangkai daun sagu yang tumbuh agak mendatar kebanyakan pada tipe habitat yang tergenang, baik permanen maupun temporer. Sedangkan ular ditemukan pada tempat yang tertutup dan lembab. Dalam habitat sagu ditemukan juga katak terutama pada tipe habitat yang berair.

Hewan liar yang sering ditemui di dalam komunitas sagu adalah babi hutan. Hewan ini mencari makan pada tempat-tempat pembuangan limbah pengolahan sagu, ditengarai limbah sagu ini dijadikan sebagai pakan oleh babi hutan. Selain itu pada limbah pengolahan sagu yang telah tersimpan cukup lama hidup banyak cacing tanah, di tempat-tempat ini banyak ditemukan juga bekas pembongkaran babi hutan, kemungkinan dalam mencari fauna tanah. Di beberapa bagian dalam habitat sagu dijumpai pula bekas pembongkaran tanah oleh babi hutan. Secara tidak langsung pembongkaran limbah atau pembongkaran tanah

oleh babi hutan mempunyai andil dalam perbaikan struktur tanah karena terjadi penghancuran struktur sekaligus percampuran tanah dengan bahan organik yang terdapat di bagian permukaan tanah.

Pada tangkai daun sagu fase semai yang tumbuh melengkung dan berada pada posisi agak datar dijumpai burung raja udang (Halcyon sp) sedang berada di tangkai daun sagu terutama yang berada pada tipe habitat tergenang atau tangkai daun sagu yang melengkung ke atas permukaan sungai. Selain berteduh, pada waktu tertentu burung raja udang (Halcyon sp) menceburkan tubuhnya ke dalam air atau sungai. Tindakan atau perilaku tersebut tidak diketahui maksudnya. mungkin sekedar membasahi badannya atau untuk keperluan menemukan mangsa sebagai pakannya.

Pada pohon sagu yang telah dipanen atau ditebang, beberapa saat kemudian dapat ditemukan kumbang sagu berwana hitam yang biasanya menempel pada bagian empulur batang yang telah dipotong dan dibelah atau dibuka. Sebelum batang dibuka, kumbang sagu dapat ditemukan pada bagian empulur tuas dan pangkal batang bekas tebangan. Selain itu kumbang sagu ini ditemukan juga pada bagian pelepah tangkai daun sagu yang telah dipanen. Diduga kumbang sagu ini mengkonsumsi atau menghisap cairan glukosa atau fruktosa dari pati sagu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kumbang sagu ini dapat ditemukan beberapa individu atau cukup banyak pada pagi dan sore hari. Kumbang Oryctes rhinoceros L ternyata diketahui merupakan salah satu jenis hama sagu. Kumbang ini biasanya menyerang tanaman palm seperti kelapa, kelapa sawit, dan sagu (Bintoro 2008). Menurut Rostiwati et al. (2008) kumbang

Oryctes merupakan serangga hama yang menyerang pucuk daun tanaman sagu. Biasanya sekitar dua meter bagian ujung batang sagu tidak diolah atau diproses, karena memiliki kandungan pati yang rendah. Bagian ujung yang ditinggalkan ini, dalam tempo kurang lebih 3 bulan telah membusuk. Pada bagian dalam batang semula berupa empulur dapat ditemukan larva ulat sagu dalam jumlah banyak (Gambar 28). Oleh sebagian masyarakat petani di Maluku dan Papua ulat sagu ini dipanen dan dijadikan menu untuk dikonsumsi. Bustaman (2008) mengemukakan bahwa ulat sagu selama ini belum dimanfaatkan secara komersial. Namun, masyarakat Papua dan Maluku yang mengusahakan

pengolahan sagu sebagai sumber pendapatan, memanfaatkan ulat sagu untuk dikonsumsi. Pada daerah-daerah dengan sumber protein hewani sulit didapat, ulat sagu dapat menjadi alternatif sumber makanan berprotein tinggi.

Gambar 28. Ulat sagu hidup pada bagian empulur batang sagu tidak diolah

4.2.9.Interaksi dengan komponen abiotis