• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

D. Jalan Penelitian

Identifikasi tanaman dilakukan di Balai Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan Tanaman Pangan di Gunung Kidul, Yogyakarta untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah benar.

2. Pengumpulan Bahan dan Proses Perkecambahan

Pengumpulan biji kedelai dilakukan dan diambil dari Balai Pengembangan dan Promosi Agribisnis Perbenihan Tanaman Pangan di Gunung Kidul, Yogyakarta. Kedelai yang digunakan adalah kedelai varietas Galunggung. Biji dipilih yang baik untuk dikecambahkan

Proses pembuatan kecambah kedelai adalah dengan merendam biji kedelai dalam air secukupnya selama satu malam. Simpan biji kedelai di tempat yang gelap dan lembab dengan menggunakan bakul dari bambu. Usahakan biji tetap dalam keadaan lembab dengan menyiraminya setiap 5 jam sekali. Biji mulai berkecambah setelah 24 jam, dan kecambah siap dipakai setelah 3 hari (Adisarwanto, 2005).

3. Pemeriksaan Organoleptik dan Makroskopik

Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap rasa, warna, bau, dan bentuk kecambah kedelai.

4. Uji Saponin a. Uji buih

Sebanyak 1 g kecambah yang akan diperiksa dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit (Anonim, 1995)

b. Reaksi Liebermann – Burchard

Sejumlah 1 g bahan dipanasi dengan 1 ml asam asetat anhidrida, dinginkan, lalu ditetesi dengan asam sulfat pekat 2 tetes. Jika mengandung

senyawa steroid akan terbentuk warna hijau biru, atau akan terbentuk warna merah muda sampai merah jika mengandung senyawa triterpenoid (Bruneton, 1999).

c. Reaksi Salkowski

Sebanyak 1 g kecambah kedelai utuh dan kecambah kedelai yang telah dihancurkan, secara terpisah ditambah kloroform, kemudian ditambahkan 1 ml asam sulfat pekat. Apabila terbentuk warna kuning yang lama-kelamaan berubah menjadi merah tua membuktikan adanya senyawa triterpenoid (Paech and Tracey, 1955).

5. Hidrolisis Saponin Kecambah Kedelai dan Succus Liquiritae

Sejumlah 8 g kecambah kedelai dan 5 g Succus Liquiritae dihidrolisis secara terpisah dengan 50 ml HCl 1 M selama 2 jam dengan menggunakan pendingin balik kemudian didinginkan (Harborne, 1987).

6. Ekstraksi Saponin Kecambah Kedelai dan Succus Liquiritae

Hidrolisat yang diperoleh dituang ke dalam Erlenmeyer bertutup, ditambahkan kloroform 30 ml dan diaduk menggunakan magnetic stirrer

selama 30 menit. Fase kloroform yang terbentuk dipisahkan dengan corong pisah, larutan fase air asam diekstraksi ulang dengan kloroform sebanyak 3 kali. Fase kloroform yang diperoleh ditambah dengan natrium sulfat anhidrat lalu disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan di atas penangas air. Hasil yang diperoleh adalah fraksi kloroform kecambah kedelai dan Succus Liquiritae

7. Pemeriksaan Pendahuluan Saponin dengan Kromatografi Lapis Tipis Pemisahan dengan metode KLT ini menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak kloroform-metanol (95:5 v/v). Pada titik pertama lempeng ditotolkan fraksi kloroform pembanding Succus Liquiritae sebanyak 5 µl dan pada titik kedua ditotolkan fraksi kloroform kecambah kedelai sebanyak 10 µl. Jarak penotolan 1,5 cm dari tepi bawah lempeng dengan jarak pengembangan 10 cm. Setelah eluasi mencapai batas tersebut, lempeng diangkat dan dikeringkan, kemudian dimasukkan kembali dalam bejana. Pengembangan berulang dilakukan 2x. Setelah 2x pengembangan, lempeng dikeringkan, lalu diamati di bawah lampu UV 254 nm. Selanjutnya disemprot dengan pereaksi anisaldehida-asam sulfat LP, dipanaskan pada suhu 110°C selama 5-10 menit lalu diamati dengan sinar tampak.

8. Isolasi Saponin dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Isolasi atau pemisahan dari senyawa-senyawa lain dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis preparatif. Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF254 pada lempeng berukuran 20x20 dengan ketebalan 0,5 mm dan fase geraknya adalah kloroform:metanol (95:5 v/v).

Pada lempeng dilakukan penotolan 10 µl fraksi kloroform berbentuk pita, kemudian dikembangkan dengan fase gerak. Setelah pemisahan KLTP dicapai, pelat dikeringkan kemudian dimasukkan lagi ke dalam bejana. Pengembangan berulang dilakukan sebanyak 2x.

Setelah pelat dikeringkan, pita yang menunjukkan hasil Rf yang sama dengan KLT pendahuluan dikerok dan dikumpulkan, kemudian disari dengan

cara kerokan dimasukkan ke dalam sinterred glass lalu ditambah kloroform 5 x 20 ml, lalu disaring. Cairan hasil penyaringan diuapkan di atas penangas air sampai kering.

Filtrat hasil penguapan diencerkan dengan kloroform kemudian dilakukan kembali isolasi dengan metode kromatografi lapis tipis preparatif. Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF254 pada lempeng berukuran 20x20 dengan ketebalan 0,5 mm dan fase geraknya adalah n butanol:etanol:air (7:2:5 v/v). Pada lempeng dilakukan penotolan 10 µl fraksi kloroform berbentuk pita, kemudian dikembangkan dengan fase gerak.

Setelah pelat dikeringkan, pita yang menunjukkan hasil Rf yang sama dengan KLT pendahuluan dikerok dan dikumpulkan, kemudian disari dengan cara kerokan dimasukkan ke dalam sinterred glass lalu ditambah kloroform 5 x 20 ml, dan disaring. Cairan hasil penyaringan diuapkan di atas penangas air sampai kering. Filtrat ini disebut isolat saponin kecambah kedelai dan Succus

Liquiritae.

9. Uji Kemurnian dengan KLT Multi-eluen

Pemisahan dengan metode KLT multi eluen ini menggunakan fase diam silika gel GF254 dan 3 komposisi fase gerak, yaitu :

1. kloroform:metanol (95:5 v/v),

2. kloroform:metanol:air (64:50:10 v/v), dan

3. n-butanol:etanol:air (7:2:5 v/v) (Stahl, 1973 ; Wagner, 1999 ; Gasparic, 1978).

Pada titik pertama lempeng ditotolkan pembanding dan pada titik kedua ditotolkan isolat saponin kecambah kedelai. Kedua cuplikan ditotolkan dengan jumlah yang sama yaitu 10 µl dengan jarak penotolan 1,5 cm dari tepi bawah lempeng. Selanjutnya lempeng dielusi dengan fase gerak dengan batas elusi 10 cm. Setelah eluasi mencapai batas tersebut, lempeng diangkat dan dikeringkan di udara selama 10 menit, lalu diamati dengan sinar tampak, di bawah lampu UV 254 nm. Selanjutnya disemprot dengan pereaksi anisaldehida-asam sulfat LP, dipanaskan pada suhu 110°C selama 5-10 menit lalu diamati dengan sinar tampak.

10. Spektroskopi Ultra Violet (UV)

Isolat yang berisi saponin kecambah kedelai diencerkan dengan etanol, larutan ini kemudian dibaca serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 220-350 nm.

Dokumen terkait