• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

B. Gambaran Umum Peresepan

3. Jenis Obat

Jenis-jenis obat yang diberikan pada pasien asma bronkial di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005 antara lain : bronkodilator, anti-mikroba, mukolitik, kortikosteroid, obat saluran pencernaan, analgesik-antipiretik, anti-hipoksemia, anti-diabetik, anti-histamin, anti-serotonin, anti-epilepsi, anti-angina, anti-koagulan, vitamin dan pengganti kalori tubuh.

a. Bronkodilator

Bronkodilator yang diberikan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali pada tahun 2005 terdiri dari golongan simpatomimetik (salbutamol) sebanyak 38,3% dan golongan metilxanti (aminofilin, teofilin) sebanyak 61,7%.

Tabel VI. Distribusi golongan obat bronkodilator yang diberikan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005

No Jenis Obat Golongan Bronkodilator

Jumlah Obat Persentase (%) 1 Metilxantin (aminopilin, teofilin) 21 61,7 2 Simpatomimetika (salbutamol) 13 38,3 Jumlah 34 100

Golongan simpatomimetika dapat merelaksasikan otot polos saluran pernapasan dan menghambat pelepasan senyawa bronkokontriksi dari mediator pencetus alergi. Salbutamol dan golongan simpatomimetika lain seperti terbutain sulfat dan prokaterol hidroklorida memiliki toksisitas sistemik yang lebih rendah

dibandingkan dengan aminofilin dan teofilin (golongan metilxantin) serta lebih efektif bila digunakan dalam sediaan inhalasi seperti aerosol dan spray inhaler, karena efek dari zat-zat simpatomimetika lebih cepat menuju saluran pernapasan yang mengalami bronkokontriksi dan merelaksasikan otot polos saluran pernapasan.

Menurut Sundaru (1995), pemakaian kombinasi antara bronkodilator metilxantin dan simpatomimetika dapat memperkuat efek terhadap jantung yaitu menyebabkan kerja jantung bertambah sehingga menyebabkan pasien merasa gemetar dan dada berdebar-debar. Efek ini dapat dikurangi dengan menggunakan obat bronkodilator dalam bentuk aerosol dan dengan pemantauan dokter pemakaian teofilin dimulai dengan dosis terkecil dan secara bertahap setiap tiga hari dosisnya ditingkatkan dengan memperhatikan kadarnya didalam darah.

b. Pengganti Cairan Tubuh

Pada perawatan pasien asma bronkial biasanya pemberian cairan elektrolit diberikan bersama aminofilin. Data menunjukan bahwa pemberian cairan elektrolin dekstrosa 5% (D5) bersama dengan aminofilin sebanyak 13 kasus (72,2%), sedangkan pemberian dekstrosa 5% tanpa aminofilin hanya sebanyak 5 kasus (27,8%).

Sediaan rehidrasi hanya perlu diberikan untuk mengkoreksi dehidrasi akibat efek diuretika dari teofilin dan kehilangan cairan yang tak terasakan yang berasal dari peningkatan ventilasi dan pasien yang sukar untuk minum akibat dari susahnya bernapas (Anonim, 1995).

Tabel VII. Distribusi pemberian cairan elektrolit pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005

No Jenis cairan elektrolit Jumlah kasus Persentase (%) 1 Dektrosa 5% (D5) 5 27,8 2 Dektrosa 5% (D5) + aminofilin 13 72,2 Jumlah 18 100 c. Mukolitik

Jenis obat golongan mukolitik yang diberikan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005 adalah ambroksol sebanyak 84,2% dan bromheksin sebanyak 15,8%.

Tabel VIII. Distribusi golongan obat mukolitik yang diberikan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005 No Jenis Obat Golongan Mukolitik Jumlah Obat Persentase (%) 1 Ambroksol 16 84,2 2 Bromheksin 3 15,8 Jumlah 19 100

Mukolitik (ambroksol, bromheksin) mengurangi kekentalan mucus dengan cara mengubah mukoproteinnya. Obat ini dapat meringgankan perasaan sesak napas pada serangan asma yang terjadi sumbatan lendir kental sehingga tak dapat dikeluarkan. Ambroksol merupakan metabolit aktif dari bromheksin yang dimetabolit di hati. Ambroksol lebih banyak digunakan karena ambroksol merupakan metabolit yang stabil sehingga dapat mengurangi efek samping yang

ditimbulkan oleh bromheksin (Tjay dan Raharja, 2002). Mukolitik sering diresepkan untuk mempercepat ekspektorasi dengan mengurangi viskositas sputum pada asma bronkitis (Anonim, 2000).

d. Kortikosteroid

Jenis obat golongan kortikosteroid yang diberikan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005 adalah deksametason sebanyak 55 %, metil prednisolon sebanyak 40% dan deksametason kalium fosfat sebanyak 5%.

Tabel IX. Distribusi golongan obat kortikosteroid yang diberikan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005

No Jenis Obat Golongan Kortikosteroid Jumlah Obat Persentase (%) 1 Deksametason 11 55 2 Metil Prednisolon 8 40 3 Deksametason Na Fosfat 1 5 Jumlah 20 100

Menurut Faisal Yunus, obat pengontrol asma yang paling efektif adalah kortikosteroid. Cara pemberian yang paling baik adalah dengan jalan inhalasi. Pemakaian kortikosteroid inhalasi jangka panjang dapat menurunkan kebutuhan terhadap kortikosteroid sistemik.

Menurut Tjay dan Raharja (2002), zat-zat ini berdaya bronkodilatasi berdasarkan cara meningkatkan kepekaan reseptor β2 hingga efek β2

dan gatal melalui blokade enzime fosfolipase-A2 sehingga pelepasan asam arakidonat oleh sel mastosis dihalangi sehingga sintesis leukotrien dan prostaglandin tidak terjadi.

e. Anti-mikroba

Jenis obat golongan anti-mikroba yang diberikan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali pada tahun 2005 adalah golongan penisilin (ampisilin, amoksisilin) sebanyak 63,6%, golongan sefalosporin (sefotaksim) sebanyak 22,7%, golongan makrolida (eritromisin) sebanyak 9,1% dan golongan kuinolon (siprofloksasin) sebanyak 4,6%.

Tabel X. Distribusi golongan obat anti-mikroba yang diberikan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005

No Jenis Obat Golongan Anti-mikroba Jumlah Obat Persentase (%) 1 Penisilin (ampisilin, amoksisilin) 14 63,6 2 Sefalosporin (sefotaksim) 5 22,7 3 Makrolida (eritromisin) 2 9,1 4 Kuinolon (siprofloksasin) 1 4,6 Jumlah 22 100 f. Anti-histamine

Jenis obat golongan anti-histamin yang diberikan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005 adalah mebhidrolin napadisilat (30%), simetidin (10%) dan ranitidine (60%)

Tabel XI. Distribusi golongan obat anti-histamin yang diberikan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005

No Jenis Obat Golongan Anti-histamin Jumlah Obat Persentase (%) 1 Mebhidrolin napadisilat 3 30 2 Ranitidine 6 60 3 simetidin 1 10 Jumlah 10 100

Obat-obat ini banyak digunakan pada pasien asma bronkial dengan gejala alergi karena debu dan udara dingin. Obat-obat anti histamin mengatasi alergi dengan menghambat pelepasan mediator-mediator histamin oleh sel mastosit pada saluran pernapasan sehingga bronkus tidak mengalami konstriksi (Tjay dan Raharja, 2002).

Pada kasus asma bronkial di daerah perbukitan seperti Bangli yang memiliki temperatur udara yang dingin, sangat besar kemungkinan untuk terserang alergi udara dingin. Alergi ini cenderung menyerang anak-anak karena pertahanan tubuh mereka yang lemah dan saluran napas yang masih kecil, sehingga mudah sekali menyempit jika terinfeksi oleh alergen.

Alergen yang masuk kedalam tubuh dapat merangsang reseptor H2, hal ini dapat membuat produksi cairan lambung meningkat sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri pada daerah lambung. Simetidin dan ranitidin dapat menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Penghambatan reseptor H2 akan menghambat sekresi cairan lambung sehingga pasien terhindar dari nyeri lambung.

g. Analgesik Anti-piretik

Jumlah obat analgesik anti-piretik yang digunakan adalah 6. Keenam obat tersebut adalah parasetamol yang merupakan golongan analgesik anti-piretik non opioid. Analgesik opioid dan anti migren tidak digunakan dalam pengobatan 18 kasus asma bronkial di RSUD Bangli-Bali tahun 2005.

Penggunaan analgesik bertujuan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri dan demam yang timbul akibat serangan asma. Parasetamol menjadi obat pilihan karena merupakan obat yang relatif aman dan memiliki efek samping yang ringan jika digunakan sesuai ketentuan. Penggunaan parasetamol secara terus-menerus dengan dosis yang berlebihan akan mengakibatkan kerusakan organ tubuh terutama organ ginjal dan hati.

Tabel XII. Distribusi golongan obat analgesik anti-piretik yang diberikan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005

No Jenis Obat Golongan Anti-histamin

Jumlah Obat

Persentase (%) 1 Analgesik anti-piretik non

opioid (parasetamol)

6 100

Jumlah 6 100

h. Anti-hipoksemia

Terapi anti hipoksemia yang digunakan dalam penanganan kasus asma bronkial di Instalasi Rawat Inap RSUD Bangli-Bali pada tahun 2005 adalah oksigen (O2). Dalam IONI (Informatorium Obat Nasional Indonesia) ditekankan bahwa oksigen harus dipertimbangkan sebagai obat sehingga dapat diresepkan dalam penanganan kasus hipoksemia. Penggunaan oksigen bertujuan untuk

dibutuhkan untuk mempertahankan tekanan oksigen arterial. Kadar pemberian tergantung pada kondisi pasien, dan kadar yang tidak sesuai dapat memberikan efek serius sampai letal.

Dalam penanganan asma tidak selalu diperlukan terapi anti hipoksemia dengan menggunakan oksigen. Penggunaan terapi oksigen tergantung pada tingkat keparahan serangan asma. Dari data yang didapat 13 (72,2%) dari 18 kasus asma bronkial di Instalasi Rawat Inap RSUD Bangli-Bali menggunakan terapi oksigen.

Tabel XIII. Distribusi penggunaan oksigen pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005

No Jenis obat Jumlah

kasus Persentase (%) 1 Oksigen 13 72,2 2 Tanpa oksigen 5 27,8 Jumlah 18 100

i. Obat Saluran Pencernaan

Obat saluran pencernaan yang diberikan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap RSUD Bangli-Bali pada tahun 2005 terdiri dari ranitidin HCl dan simetidin. Ranitidin HCl dan simetidin bekerja dengan menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian ranitidin HCl dan simetidin akan menghambat sekresi asam lambung.(Ganiswara, 1995).

Tabel XIV. Distribusi penggunaan obat saluran pencernaan pada pasien asma bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali tahun 2005

No Jenis obat Jumlah

kasus Persentase (%) 1 Ranitidin HCl 5 83,3 2 Simetidin 1 16,7 Jumlah 6 100

j. Obat-obat pendukung lainnya

Dalam penanganan asma bronkial di Instalasi Rawat Inap RSUD Bangli-Bali pada tahun 2005 juga digunakan obat-obat pendukung terapi untuk masa pemulihan seperti vitamin dan obat-obat untuk mengatasi gejala atau penyakit yang menyertai, seperti obat anti-diabetes, anti epilepsi, anti-angina dan anti koagulan.

Pemberian vitamin pada pasien asma bronkial bertujuan untuk memulihkan kondisi serta daya tahan pasien terhadap penyakit penyerta, selain obat yang diberikan untuk pengobatan penyakit asma lainnya.

Dokumen terkait