• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Penelitian dan Pengembangan (Research and Development/R&D) Menurut Seels & Richey (dalam Alim Sumarno (2012: 1) pengembangan merupakan proses penjabaran spesifikasi rancangan ke dalam bentuk fitur fisik. Pengembangan bertujuan untuk menghasilkan suatu produk. Penelitian pengembangan (R&D) merupakan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengasilkan atau mengembangkan suatu produk. Borg & Gall (2007) berpendapat bahwa penelitian dan pengembangan merupakan suatu proses yang dipakai untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Tomlinson (2005) menjelaskan bahwa pengembangan bahan adalah pengembangan terhadap apapun yang dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan pembelajaran seperti buku teks, buku kerja, kaset, CD-ROM, DVD, video, dan bahan dari internet.

Terdapat beberapa model yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan dalam berbagai prosedur pengembangan. Penelitian ini berfokus pada pengembangan materi menurut Tomlinson yang diyakini relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Terdapat lima langkah penelitian dan pengembangan menurut Tomlinson (dalam Harsono, 2015). Pertama, analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan sangat penting dilakukan guna untuk mengidentifikasi hal-hal yang dibutuhkan oleh subjek penelitian. Tahap kedua, adalah desain penelitian. Desain penelitian didasarkan pada hasil analisis

kebutuhan yang telah didapat kemudian menyusun hal-hal yang diperlukan dalam mengembangkan suatu produk. Tahap ketiga, adalah implementasi. Hasil dari desain penelitian kemudian diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Tahap keempat adalah evaluasi. Hasil dari proses implementasi kemudian dievaluasi kelebihan dan kelemahannya. Tahap kelima yaitu revisi. Proses revisi merupakan tahap akhir dari pengembangan suatu produk. Proses revisi ini didasari dari hasil evaluasi yang telah dilakukan. Jika hasil produk sudah diidentifikasi kelebihan dan kelemahannya, maka produk perlu diperbaiki sebagai produk akhir yang layak untuk digunakan. Kelima tahap proses pengembangan ini merupakan jembatan untuk menciptakan suatu produk yang baru sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sehingga menjadi produk yang lebih baik dan berkualitas.

2.1.2 Pendidikan Emansipatoris

Pendidikan Emansipatoris merupakan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, di mana pembelajaran terfokus pada pemusatan perhatian siswa sebagai subjek dalam pengalaman kemanusiaannya. (Suprijono, 2016:51). Pendidikan Emansipatoris menempatkan guru dan siswa sebagai pembelajar (Winarti dan Anggadewi 2015:54), artinya dalam proses pembelajaran akan terjadi dialog antara keduanya sehingga pengalaman dan pemahaman kedua pihak dapat berkembang.

Tiga kata kunci utama dalam pendidikan emansipatoris, yaitu humanisasi, kesadaran kritis dan mempertanyakan sistem. Pengertian humanisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penumbuhan rasa peri kemanusiaan. Pendidikan Emansipatoris dengan prinsip humanisasi bertujuan mengajak siswa untuk mampu berpikir kritis dalam proses pencapaian pengetahuan. Selain itu,

Pendidikan Emansipatoris ini juga mengarahkan peserta didik pada penyadaran kritis dalam memperoleh kebebasan untuk menemukan pengetahuannya.

Pendidikan Emansipatoris dikembangkan dengan tujuan menghasilkan siswa yang memiliki sikap kritis (Suprijono, 2016). Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan mengarahkan siswa pada pertanyaan-pertanyaan yang logis sehingga mereka dapat merespon dan menjabarkan pengetahuan yang dimilikinya. Pembelajaran IPA dapat mendorong siswa untuk mampu berpikir kritis melalui proses pembelajaran tentang peran penting tumbuhan bagi makhluk hidup serta cara menjaga dan melestarikan alam di lingkungan sekitar. Pengetahuan siswa dapat berkembang ketika siswa dapat belajar dari pengalaman sekitarnya, serta dapat saling bertukar pikiran dengan guru. Terjadinya dialog antara keduanya dapat mengembangkan pemahaman dan pengalaman kedua belah pihak akan suatu realitias.

2.1.3 Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) merupakan salah satu bentuk Pendidikan Emansipatoris (Winarti dan Anggadewi, 2015:54). Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) merupakan pola pikir (paradigma = pola pikir) dalam menumbuh kembangkan pribadi siswa (pedagogi reflektif = kemanusiaan) (Subagyo, 2010:39). Pembelajaran berpendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah proses pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran bidang studi dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan. Pembelajaran bidang studi disesuaikan dengan konteks siswa, sedangkan pengembangan nilai kemanusiaan dikembangkan melalui dinamika pengalaman, refleksi, dan aksi. Proses pembelajaran juga disertai dengan evaluasi (Subagya, 2010: 51). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah pendidikan yang menekankan pada pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan kompetensi siswa melalui proses pembelajaran di sekolah. Penumbuhan nilai-nilai ini dilakukan sesuai dengan konteks siswa dan materi pembelajaran, serta melalui pemberian pengalaman, refleksi, perwujudan aksi, dan evaluasi.

Pembelajaran berpendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) bertujuan untuk memperdalam pemahaman dan kemampuan siswa dalam menanggapi berbagai hal yang terjadi di sekitar siswa. Tujuan dari pembelajaran berpendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) terwujud dalam 3 unsur yaitu, competence (kemampuan kognitif), conscience (kemampuan afektif), dan compassion (kemampuan psikomotorik).

Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dalam proses pembelajaran terbentuk dalam sebuah siklus yang terdiri atas 5 unsur pokok yaitu: konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi (P3MP, 2008: 8). Berikut merupakan skema siklus dalam PPR dan penjabarannya.

Konteks merupakan proses dalam siklus PPR yang dilakukan oleh guru yang didukung keterbukaan diri dari siswa. Guru berperan sebagai fasilitator untuk mengamati sejauh mana pencapaian siswa akan perkembangan pribadi siswa terhadap materi yang akan dipelajarinya atau yang diajarkan. (Subagya, 2010: 43).

Pengalaman merupakan proses pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dalam memahami dan mendalami materi yang dipelajarinya. Pengalaman dibedakan atas pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung adalah pengalaman yang dialami sendiri oleh siswa seperti kegiatan diskusi, dan pengamatan (Subagya, 2010: 52). Sedangkan pengalaman tidak langsung ialah pengalaman yang bukan berasal dari diri siswa, seperti mendengarkan, melihat, dan membaca (Subagya, 2010: 52). Dalam hal ini tugas seorang guru hanya sebagai fasilitator yang menyediakan pengalaman tersebut untuk siswa.

Refleksi merupakan unsur terpenting dari proses pembelajaran dalam pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR). Dengan melakukan refleksi siswa diharapkan mampu memaknai proses pembelajaran yang telah mereka pelajari. Hal ini tentu saja sangat menunjang pengembangan diri siswa. Maka refleksi merupakan tindakan yang sangat menentukan siswa untuk begerak dari pengalaman ke perbuatan (Subagya, 2011:34).

Aksi merupakan tindakan yang dilakukan siswa sebagai hasil refleksi yang telah dilakukan siswa. Peran guru dalam tahap aksi ini adalah membantu siswa dalam membangun tindakan nyata siswa berupa pemaknaan hidup, sikap, dan nilai-nilai yang telah dipilih siswa menjadi bagian dari dirinya (Subagya,

2010:62). Evaluasi merupakan proses untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. pencapaian tujuan dalam Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dilakukan pada aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan nyata yang dilakukan siswa (Subagya, 2010: 63-64). Dari uraian di atas, pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) tepat dijadikan sebagai pilihan pada proses pembelajaran terutama dalam pendidikan karakter dan penanaman nilai dalam proses pembelajaran.

Sekolah dan guru memiliki tanggung jawab dalam pengembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Oleh karena itu, pihak sekolah dan guru diharapkan mampu untuk mengembangkan sebuah sumber belajar yang dapat digunakan oleh siswa dalam setiap proses pembelajarannya. Sumber belajar yang dikembangkan diharapkan tidak hanya mampu mengembangkan kognitif siswa saja tetapi juga dapat mengembangkan sikap dan keterampilan siswa.

2.1.4 Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Daryanto, 2013: 191-192). Rusman, dkk (2012: 41-42) mengemukakan bahwa pelaksanaan pembelajaran hasil integrasi dari beberapa komponen yang memiliki fungsi serta maksud agar ketercapaian tujuan pembelajaran dapat terpenuhi. Ciri utama dari kegiatan pembelajaran adalah adanya interaksi yang terjadi antara siswa dengan lingkungan belajarnya.Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan dalam rangka pemerolehan pengetahuan (kognitif), perilaku (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Selain itu, pembelajaran juga berkaitan dengan

komponen-komponen pembelajaran, seperti tujuan, bahan/materi, strategi, media dan evaluasi pembelajaran.

.

2.1.5 Modul IPA

Menurut Widodo & Jasmadi (2008: 40) bahan ajar merupakan seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, di dalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan di desain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik (Daryanto, 2013: 9).

Modul pembelajaran banyak digunakan oleh guru maupun siswa dalam proses pembelajaran disekolah terutama dalam pembelajaran IPA. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains yaitu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam dan kebendaan yang diperoleh dengan cara observasi, eksperimen, atau uji coba yang berdasarkan pada hasil pengamatan (Abdullah:1998). Pembelajaran IPA dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman belajar secara langsung melalui pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Modul pembelajaran ini tertuju pada pelajaran IPA untuk siswa kelas III semester gasal dengan SK 6. Memahami kenampakan permukaan bumi, cuaca, dan pengaruhnya bagi manusia, serta hubungannya dengan cara manusia memelihara dan melestarikan alam. KD 6.4 Mengidentifikasi cara manusia dalam memelihara dan melestarikan alam di lingkungan sekitar.

Setidaknya terdapat 16 prinsip pengembangan materi menurut Tomlinson (dalam Harsono,2007) dalam pembelajaran bahasa, namun peneliti hanya berfokus pada 10 prinsip pengembangan dari Tomlinson yang sesuai dengan penelitian ini yaitu pada pengembangan modul pembelajaran IPA.

Prinsip pertama, memiliki pengaruh bagi siswa. Isi materi pada modul hendaknya dibuat dengan berbagai variasi gambar, warna, ataupun tulisan yang menarik, sehingga dapat membangkitkan rasa ingin tahu dan perhatian siswa untuk membaca dan mempelajarinya. Prinsip kedua, membuat siswa merasa nyaman, dan senang belajar. Rasa nyaman akan muncul apabila materi dalam modul mudah untuk dipahami dan dipelajari oleh siswa. Prinsip ketiga, membantu siswa untuk mengembangkan rasa kepercaya diri. Siswa akan menjadi lebih percaya diri apabila materi dan kegiatan yang mereka pelajari dapat dipahami dengan mudah atau tidak terlalu rumit. Prinsip keempat, berguna dan relevan bagi siswa. Modul yang dikembangkan sebaiknya memperhatikan latar belakang siswa, sehingga nantinya materi yang disampaikan dapat berguna dalam kehidupan sehari-hari siswa.

Prinsip kelima, menimbulkan rasa ketertarikan pada siswa. Prinsip keenam, memberikan pencerahan/penjelasan bagi siswa. Prinsip ketujuh, mempertimbangkan gaya belajar siswa yang berbeda. Prinsip kedelapan, mempertimbangkan sikap afektif siswa. Prinsipp kesembilan, memaksimalkan kemampuan otak kiri dan kanan siswa pada siswa. Prinsip kesepuluh, memberikan kesempatan untuk terwujudnya timbak balik (feedback) antara guru dengan siswa. Siswa diharapkan mampu merespon positif maupun negatif dari isi dalam modul yang sudah diterimanya.

Dokumen terkait