• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.7. Karakterisasi Variabel Lingkungan pada Komunitas Larva

lingkungan dengan CCA disajikan dalam grafik triplot (Gambar 35). Pada dua sumbu utama grafik triplot didapatkan nilai eigenvalue sebesar 0,533 dan 0,33 dengan informasi kumulatif constrained yang terjelaskan sebesar 83.75 %. Adanya korelasi yang kuat antara sumbu spesies dengan variabel lingkungan terjadi pada sumbu 1 sebesar 0,952 dan pada sumbu 2 sebesar 0,91. Hasil uji multikolinearitas pada variabel lingkungan menunjukkan sejumlah variabel yang saling berautokorelasi (r > 0,8) yaitu: suhu air, DO, konsentrasi C dan N pada seston, amonium, COD, TOM, ortofosfat, nitrat, dan indeks kimia. Indeks kimia dipilih guna mewakili variabel yang saling berautokorelasi tersebut karena indeks tersebut tersusun dari beberapa variabel misalnya: suhu, DO, pH, nitrat, amonium, dan konduktivitas. Disamping itu indeks tersebut mencerminkan gangguan oleh pencemaran organik di perairan.

Gambar 35. Grafik triplot hasil ordinasi kelimpahan taksa larva Trichoptera dengan variabel lingkungan di Sungai Ciliwung

Pada grafik triplot (Gambar 35) secara umum menunjukkan tiga pengelompokan stasiun pengamatan yaitu kelompok I terdiri atas stasiun 1 dan 2, kelompok dua merupakan stasiun 3, dan kelompok III adalah Stasiun 4,5, dan 6. Semakin panjang panah (variabel) yang mengarah pada spesies dan stasiun pengamatan, maka kontribusi variabel tersebut pada spesies maupun stasiun pengamatan semakin besar. Begitu juga sebaliknya jika panah yang panjang membentuk sudut (≈ 180 0

), maka pengaruh variabel tersebut cenderung berkorelasi negatif dengan variabel yang ada dibaliknya.

Trichoptera yang hidup di Stasiun Gunung Mas misalnya: Helicopsyche,

Caenota, Orthotrichia, Chimarra, Antipodoecia, Diplectrona, Anisocentropus,

Lepidostoma, Philopotamidae Genus 1 memiliki preferensi untuk hidup pada kondisi pencemaran organik yang rendah (indeks kimia = 91,675-90,02), % kerikil (55-83), CPOM (93-102 g berat kering/m2), kecepatan arus (1,27-1,31 m/det), dan habitat yang sedikit mengalami gangguan (146-181). Hewan tersebut

76

diatas juga dicirikan dengan karakteristik rendahnya nilai turbiditas (6,37-3,83 NTU), konsentrasi logam Hg di air (0,07-0,25), dan persentase pasir (17-43%). Sebaliknya larva Trichoptera Cheumatopsyche, Setodes, dan Tinodes relatif toleran terhadap polutan organik (indeks kimia = 61-81) dan menyukai hidup pada kondisi tingginya variabel turbiditas (26-32 NTU), logam merkuri di air (0,92-2,34 ppb), berpasir (89-93%), rendahnya kecepatan arus (0,51-0,67 m/det), dan CPOM (9-20 g berat kering/m2).

Larva Trichoptera Helicopsyche, Caenota, Orthotrichia, Chimarra,

Antipodoecia, Diplectrona, Anisocentropus, Lepidostoma, dan Philopotamidae Genus 1 lebih menyukai hidup pada kondisi sungai yang relatif bersih (belum tercemar) dan kondisi habitat masih relatif alami (vegetasi hutan tersusun oleh tumbuhan asli). Blinn & Ruiters (2009) menyebutkan Lepidostoma lebih menyukai hidup di dataran tinggi 1000-2200 m dpl yang belum mengalami pencemaran, dan rendahnya gangguan pada embeddednes substrat (batu yang tertanam di dasar perairan) < 10%. Oscoz et al. (2011) menyebutkan Famili Lepidostomatidae merupakan organisme indikator perairan bersih karena rendahnya toleransi terhadap pencemaran, tingginya kebutuhan akan oksigen, dan kualitas daerah pinggir sungai yang masih baik. Gooderham & Tsyrlin (2002) mengkategorikan Alloecella sp. (Helicophidae), Chimarra sp. (Philopotamidae),

Agapetus sp. (Glossosomatidae), Helicopsyche sp. (Helicopsychidae),

Lepidostoma sp. (Lepidostomatidae), Caenota sp. (Calocidae), Tasiagma sp.( Tasimiidae) termasuk dalam organisme yang sensitif terhadap pencemaran yang dicirikan dengan tingginya nilai toleransi dalam indeks SIGNAL (≈ 10).

Helicopsyche sp. lebih menyukai hidup pada sungai yang berarus, suhu relatif dingin, bersih, dan dangkal (Oscoz et al. 2011). Tinodes sp. yang termasuk dalam Famili Psychomyiidae sering ditemukan pada segmen pertengahan (orde sungai) yang dapat mentoleransi limbah organik di perairan. Di bagian hilir sungai yang vegetasinya jauh banyak berkurang dan telah mengalami pencemaran organik lebih didominasi oleh larva hydropsychid Cheumatopsyche. Roberge et al. (2010) menyebutkan kelimpahan larva hydropsychid akan meningkat sejalan dengan meningkatkan perubahan lahan ke arah urbanisasi maupun pertanian. Hewan

tersebut memakan partikel halus yang hanyut dari erosi lahan yang terpengaruh oleh aktivitas manusia.

Larva Cheumatopsyche termasuk dalam tipe feeding filtering collector

guna mendapatkan makanannya dengan cara menyaring partikel yang hanyut oleh arus air (seston). Oscoz et al. (2011) menyebutkan larva hydropsychid umumnya dijumpai pada perairan dengan substrat yang berbatu dan berarus deras. Hewan tersebut mampu memodifikasi luas mata jaringnya guna menyesuaikan ukuran dari makanannya. Alexander & Smock (2005) menyebutkan modifikasi ukuran mata jaring berguna untuk efesiensi menyaring makanan (seston) yang hanyut di kolom air. Secara umum larva genus Hydropsyche mempunyai ukuran mata jaring yang lebih besar dibandingkan dengan Cheumatopsyche, karena ukuran partikel seston di bagian hilir biasanya berukuran lebih kecil/halus. Hasil pengukuran luas mata jaring Cheumatopsyche menunjukkan dari bagian hulu (0,23 mm2) hingga ke hilir cenderung menurun (0,05 mm2). Fenomena yang sama juga diamati oleh Oscoz et al. (2011) yaitu di bagian hulu larva hydropsychid mempunyai luas mata jaring yang lebih besar dibandingkan di bagian hilir. Hal itu mungkin disebabkan oleh relatif tingginya kandungan CPOM di bagian hulu, sehingga hewan tersebut menyesuaikan ukuran jaringnya yang relatif lebih besar (0,29 mm2) dan akan mengecil di bagian hilir (0,05 mm2). Kecilnya luas mata jaring akan memudahkan larva Cheumatopsyche dalam menangkap partikel makanan yang lebih halus hanyut terbawa oleh arus air. Kemungkinan yang ke dua adalah luas mata jaring juga dipengaruhi oleh kecepatan arus. Karena di bagian hulu kecepatan arusnya relatif tinggi dibandingkan dengan di hilir, maka hewan tersebut harus menyesuaikan luas mata jaringnya agar sarangnya tidak mudah rusak oleh tekanan air yang besar.

Larva Cheumatopsyche relatif lebih toleran terhadap pencemaran organik maupun kontaminasi logam. Canfield et al. (1994) menyebutkan dominansi larva hydropsychid yang semakin meningkat merupakan sinyal awal dari meningkatnya kontaminasi logam berat di perairan. Larva Cheumatopsyche sp. dan Hydropsyche betteni termasuk dalam Trichoptera yang toleran terhadap pencemaran dan biasanya hidup di segmen sungai dengan tingkat urbanisasi tinggi (Alexander & Smock 2005). Namun sebaliknya penelitian yang dilakukan oleh Chakona et al.

78

(2009) menunjukkan larva Cheumatopsyche relatif sensitif pada air yang sudah tercemar dan keberadaan hewan tersebut akan meningkat kembali di bagian hilir, ketika kualitas airnya meningkat.

4.8 Produktivitas Sekunder Larva Trichoptera Cheumatopsyche sp.

Hasil pengukuran lebar kepala larva Cheumatopsyche sp. selama delapan bulan didapatkan hubungan berat tubuh dan tahap perkembangan instar (Gambar 36 dan Lampiran 5). Pada Gambar 36 menunjukkan larva Cheumatopsyche sp. untuk menjadi dewasa terjadi setelah bulan Oktober-November dan Februari-Maret, kerena jumlah pupa yang ditemukan relatif lebih tinggi pada bulan tersebut dibandingkan dengan bulan lainnya. Ditinjau dari data curah hujan pada bulan Oktober–November 2010 menunjukkan pada bulan tersebut curah hujan masih relatif tinggi yaitu 284-436 mm, sedangkan pada bulan Februari-Maret 2011 curah hujan menunjukkan terendah yaitu 86-140 mm (Gambar 37). Kondisi ini mengindikasikan bahwa larva Cheumatopsyche sp. dapat melakukan reproduksi ketika curah hujan relatif rendah (Februari-Maret) maupun tinggi (Oktober – Nopember). Ditinjau dari banyaknya jumlah pupa yang ditemukan dari bulan Oktober dan Maret, maka siklus hidup hewan tersebut kemungkinan besar bersifat

bivoltine (bereproduksi dua kali dalam setahun).

Siklus hidup larva Cheumatopsyche telah dipelajari oleh beberapa peneliti. Mackay (1986) menyebutkan larva Trichoptera Cheumatopsyche pettiti di negara yang beriklim temperate (Minnesota-USA) bersifat univoltine yang recruitment

umumnya terjadi pada saat musim panas (Bulan Juni akhir) dan pupa terjadi di bulan Mei. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan oleh Sanchez & Hendricks (1997) menunjukkan siklus hidup Cheumatopsyche pettiti bersifat bivoltine di hulu Sungai Stroubles Virginia-USA. Peneliti tersebut menyebutkan bahwa larva

Cheumatopsyche memiliki masa perkembangan larva pupa minimal selama enam hari. Hydropsychid dewasa memiliki masa hidup relatif pendek dan telur akan di letakkan di perairan setelah dua sampai tiga hari setelah emergence. Karena negara Indonesia hanya memiliki dua musim saja (hujan-kemarau) dan perbedaan kondisi iklim dari kedua musim tersebut relatif tidak terlalu ekstrim, maka

tersebut, walaupun ada kecenderungan reproduksi banyak dilakukan di bulan Oktober-November dan Februari-Maret.

Gambar 36. Perkembangan instar larva Cheumatopsyche sp di setiap bulan pada masing-masing stasiun pengamatan.

80

Gambar 37. Data curah hujan dari Bulan Agustus 2010 hingga Mei 2011.

Hasil pengukuran biomassa, produktivitas sekunder, dan cohort P/B larva

Cheumatopsyche sp. di Sungai Ciliwung ditampilkan dalam Tabel 13. Penghitungan lebih rinci dari biomassa, produktivitas sekunder, dan cohort P/B disajikan dalam Lampiran 6. Pada Tabel 13 menunjukkan biomassa larva

Cheumatopsyche di bagian hulu (Stasiun Gunung Mas) hingga Stasiun Cibinong cenderung meningkat (0,09-0,29 g.m-2).

Produktivitas sekunder larva Cheumatopsyche sp. juga meningkat dari Stasiun Gunung Mas hingga Kampung Jog-jogan (5,9-26,9 g m-2 tahun-1) dan menurun di Stasiun Katulampa (8,15 g m-2 tahun-1). Di Stasiun Cibinong produktivitas sekunder Cheumatopsyche sp. meningkat kembali hingga 81,5 g m-2 tahun-1.

Tabel 13. Biomassa, produktivitas sekunder, dan cohort P/B dari larva

Cheumatopsyche sp di Sungai Ciliwung. Penghitungan cohort P/B dapat dilihat dalam Lampiran 6.

No Stasiun Biomassa (g.m-2) Produktivitas Sekunder (g.m-2.tahun-1) Cohort P/B* 1 Gunung Mas 1 0,09 5,9 33,9 2 Gunung Mas 2 0,04 7,5 61,9 3 Kampung Pensiunan 0,1 12,8 64,1 4 Kampung Jog-jogan 0,13 26,19 63,7 5 Katulampa 0,22 8,15 12,1 6 Cibinong 0,29 81,5 93,4

Pola yang sama dengan produktivitas sekunder juga diamati pada nilai cohort P/B yaitu kecenderungan meningkat dari Stasiun Gunung Mas hingga Kampung jog-jogan (33,9-63,7) dan menurun di Stasiun Katulampa (12,1). Nilai cohort P/B di Stasiun Cibinong meningkat kembali hingga 93,4.

Hubungan antara kontaminasi logam merkuri di air, terakumulasi di tubuh, dan konsentrasi TOM di air dengan produktivitas sekunder larva Cheumatopsyche

sp. disajikan dalam Gambar 38. Pada Gambar 38 menunjukkan adanya trend

yang hampir sama antara meningkatnya kandungan bahan organik (TOM = 11,76 mg/l) dan meningkatnya logam merkuri di perairan hingga konsentrasinya 2,34 ppb mampu mendorong produktivitas sekunder larva Cheumatopsyche sp lebih tinggi di Sungai Ciliwung yang masih termasuk dalam gradien tinggi. Kandungan bahan organik di perairan mampu mendorong pertumbuhan yang cepat dari larva

Cheumatopsyche sp. yang relatif toleran terhadap pencemaran. Kondisi kualitas air yang kurang menguntungkan (pencemaran organik dan kontaminasi logam merkuri) menyebabkan hewan tersebut mampu beradaptasi dengan baik, bersifat oportunis dibandingkan dengan larva Trichoptera lainnya, dan dapat bersaing dengan makrozoobentos lainnya dalam memanfaatkan kekosongan niche/ relung yang ada.

Pengaruh produktivitas sekunder larva Cheumatopsyche akibat aktivitas antropogenik di sungai telah diamati oleh beberapa peneliti. Sanchez & Hendricks (1997) menunjukkan produktivitas sekunder larva Cheumatopsyche lebih tinggi di area pertanian (3,01 g.m-2.tahun-1) dibandingkan dengan area di bagian hulu yang masih terletak di dalam hutan (2 g.m-2.tahun-1). Alexander & Smock (2005) menunjukkan pengaruh hidrologi dari adanya bendungan di daerah Upham Brook Virginia USA terhadap produktivitas sekunder larva Cheumatopsyche analis. Produktivitas sekunder larva C. analis yang berada di bagian hulu (250 m) sebelum bendungan lebih rendah (7,2 g.m-2.tahun-1) dibandingkan di bawah bendungan (18,2 g.m-2.tahun-1) dan 1 km setelah bendungan (9,5 g.m-2.tahun-1 ).

Meningkatnya biomassa, produktivitas sekunder, cohort P/B larva

Cheumatopsyche sp. di bagian hilir (Stasiun Cibinong) disebabkan oleh masukan bahan organik di perairan mendorong pertumbuhan mikroflora dalam seston maupun perifiton yang berfungsi sebagai makanan bagi larva Cheumatopsyche sp.

82

Larva Cheumatopsyche menyukai kondisi perairan yang kandungan bahan organiknya dalam kategori sedang hingga tinggi (Mackay 1986). Mackay & Wiggins (1979) menyebutkan bahwa larva Cheumatopsyche memiliki tipe ekologi yang tidak spesifik yaitu filtering collector dan scraper. Ketidakspesifikan tipe ekologi feeding hewan tersebut sangat menguntungkan Cheumatopsyche guna memanfaatkan sumber makanan yang tersedia secara optimal ketika salah satu makanannya (seston/perifiton) kurang tersedia. Di bagian hulu sungai, jumlah kelimpahan perifiton dan konsentrasi C dan N di seston relatif rendah yang berpengaruh pada ketersediaan makanan dan status nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh larva Cheumatopsyche sp. Semakin ke hilir kelimpahan perifiton dan konsentrasi C dan N di seston relatif lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya, sehingga larva Cheumatopsyche sp dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Gambar 38. Hubungan antara konsentrasi bahan organik (TOM) di perairan dan meningkatnya logam merkuri mampu mendorong produktivitas sekunder larva Cheumatopsyche

Rendahnya produktivitas sekunder Cheumatopsyce sp. di Stasiun Katulampa kemungkinan besar disebabkan oleh adanya aktivitas penambangan batu dan pasir yang dilakukan oleh masyarakat berpotensi mengganggu populasi larva Trichoptera. Pengambilan substrat batu dapat mengganggu kelangsungan hidup larva Cheumatopsyche sp., karena batu yang tertanam di sungai dapat berfungsi sebagai tempat untuk melekatnya sarang guna berlindung dari predator maupun tempat memperoleh makanan (perifiton). Semakin berkurangnya batuan terutama yang berukuran puing dapat menurunkan kelimpahan larva

Cheumatopsyche sp. di Stasiun Katulampa, sehingga berpengaruh pada rendahnya nilai produktivitas sekunder di stasiun tersebut.

Nilai Cohort P/B larva Trichoptera di Stasiun Gunung Mas hingga Cibinong cenderung untuk meningkat. Stasiun Katulampa memiliki nilai P/B yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan stasiun lainnya. Kondisi ini mencerminkan turn over/ kemampuan pulih larva Cheumatopsyche sp. di Stasiun Gunung Mas relatif lebih lama. Cohort P/B di Stasiun Cibinong paling cepat dibandingkan dengan stasiun lainnya. Tingginya P/B ke arah hilir mungkin disebabkan dari adanya recruiment dari kohort baru dan pertumbuhan yang relatif cepat guna menyelesaikan satu siklus hidupnya. Kondisi ini mungkin dipengaruhi oleh meningkatnya faktor suhu air (18-28,9 0C) dan ketersediaan makanan (seston) yang mendukung pertumbuhan larva sehingga mempengaruhi laju metabolisme larva di bagian hilir akan meningkat. Hal ini akan mempercepat perkembangan larva untuk menjadi dewasa dan mendorong terjadinya recruitment

baru.

4.9 Penyusunan Biokriteria dengan Menggunakan Konsep Multimetrik

Dokumen terkait