• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Penelitian optimasi proses

4.2.9 Karakteristik karaginan terpilih

Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan perbandingan air 1:20. konsentrasi KCl 1% dan suhu presipitasi 30 oC terpilih sebagai proses yang optimal untuk ekstraksi karaginan presipitasi KCl yang mutunya sesuai dengan standar FAO, FCC maupun EEC. Penggunaan jumlah perbandingan air yang lebih sedikit mampu menghasilkan mutu karaginan yang lebih baik, sehingga dapat menghemat penggunaan air. Pemakaian KCl 1% menghasilkan mutu karaginan yang tidak jauh berbeda dengan KCl 1.5% sehingga terdapat penghematan penggunaan bahan kimia, khususnya peranan IPA sebagai bahan presipitasi yang harganya relatif mahal dapat mulai tergantikan. Suhu 30oC menghasilkan mutu yang tidak jauh berbeda dengan presipitasi suhu 15 oC sehingga penggunaan energi yang berlebih dapat ditekan.

Keuntungan lain yang diperoleh dari penelitian optimasi proses ini adalah waktu ekstraksi yang lebih singkat, mengingat bahwa proses ekstraksi untuk memperoleh karaginan umumnya dilakukan selama 3-4 hari, sedangkan pada optimasi proses ini karaginan dapat diperoleh hanya dalam waktu sehari untuk dikemudian dikeringkan esok harinya.

Perlakuan terpilih yang diperoleh jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu (Tabel 8) yang dilaporkan oleh Basmal, et al (2009). terlihat adanya perbedaan pada viskositas dan kadar air.

Tabel 8 Karakteristik sifat fisika-kimia karaginan Parameter Karaginan (KCl) Karaginan (IPA) Basmal et al (2009) Karaginan standar FAO Kekuatan gel (g/cm2) 1897.14a 1219.24b 1279 - Viskositas (cPs) 150a 278.33b 33 Min 15

Kadar air (%) 9.73a 9.02a 14. 51 Maks 12

Kadar abu (%) 29.59a 20.91b 28.94 15 - 40

Kadar abu tak larut asam (%)

0.83a 0.52a 0.76 Maks 1

Kadar sulfat (%) 18.36a 18.12a - 15-40

Derajat putih (%) 51.57a 44.07b -

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda(a.b) menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Penggunaan konsentrasi KCl 2% yang digunakan pada penelitian Basmal. et al tersebut diduga memberi pengaruh terhadap mutu karaginan yang dihasilkan khususnya pada viskositas karaginan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purnama (2003) yang menyatakan bahwa konsentrasi KCl memberikan pengaruh terhadap nilai viskositas yang dihasilkan. Adanya ion K+ yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat juga menurun. sehingga sifat hidrofilik polimernya semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Hal ini yang menyebabkan konsentrasi KCl yang tinggi menyebabkan nilai viskositas larutan semakin menurun.

Karaginan dengan proses presipitasi KCl terpilih yang diperoleh dibandingkan dengan karaginan presipitasi IPA hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil pengukuran kekuatan gel (Tabel 8), terlihat bahwa kekuatan gel karaginan presipitasi KCl sebesar 1897.14 g/cm2 lebih besar dan berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 1219.24 g/cm2. Nilai kekuatan gel yang diperoleh pada penelitian optimasi proses ini cukup tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan air 1:20, konsentrasi KCl 1% dan suhu presipitasi 30oC cukup efektif untuk meningkatkan kekuatan gel karaginan.

Tingginya kekuatan gel pada karaginan presipitasi KCl disebabkan adanya ion K+ pada proses presipitasi, dimana dengan adanya penambahan ion K+ pada konsentrasi yang sesuai dapat meningkatkan kekuatan gel karaginan, sebaliknya penambahan yang tidak sesuai konsentrasi dapat menurunkan kekuatan gel karaginan (Basmal et al, 2009).

Nilai viskositas pada Tabel 8, terlihat bahwa karaginan presipitasi KCl sebesar 145 cPs lebih kecil dan berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 278.33 cPs. Hal ini disebabkan karena adanya ion K+ yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Nilai viskositas yang dihasilkan penelitian ini cukup tinggi dibandingkan nilai viskositas yang diperoleh pada beberapa penelitian sebelumnya yang biasanya dibawah 100 cP, misalnya Syamsuar (2006) melaporkan nilai viskositas yang diperoleh yaitu 54 cP atau Basmal et al (2009) memperoleh nilai viskositas sebesar 33 cP.

Hasil pengukuran kadar air (Tabel 8). diperoleh nilai karaginan presipitasi KCl 9.73% dan tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 9.02%. Kadar air karaginan keduanya memenuhi kisaran yang ditetapkan oleh FAO, FCC maupun ECC yaitu maksimum 12%. Tinggi rendahnya kadar air karaginan diduga dipengaruhi oleh sifat hidrofilik rumput laut, dimana tingginya kadar air rumput laut menyebabkan kadar air karaginan yang dikandungnya juga tinggi.

Kadar abu karaginan presipitasi KCl (Tabel 8) sebesar 27.88% dan berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 20.91%. Tingginya kadar abu pada karaginan presipitasi KCl diduga karena pengaruh kondisi bahan baku. umur panen dan metode ekstraksi. yaitu pada proses presipitasi dengan menggunakan KCl. Hal ini sesuai yang dinyatakan Winarno (1997), bahwa ion kalium merupakan unsur mineral yang tidak terbakar (abu). Namun kadar abu karaginan baik presipitasi KCl maupun presipitasi IPA masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh FAO sebesar 15-40% sedangkan FCC menetapkan maksimum 35%.

Kadar abu tidak larut asam karaginan presipitasi KCl sebesar 0.83% dan karaginan presipitasi IPA sebesar 0.52%. Tabel 8, menunjukkan bahwa karaginan presipitasi KCl tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA. Tingginya kadar abu tidak larut asam pada kedua karaginan diduga karena mineral atau logam tidak larut asam yang terdapat dalam karaginan tidak tereduksi secara optimal pada saat pengolahan. Selain itu, teknik penyaringan yang memungkinkan adanya filter aid yang lolos ke dalam filtrat yang akan teranalisis sebagai kadar abu tidak larut asam.

Nilai kadar sulfat (Tabel 8) karaginan presipitasi KCl sebesar 18.55 % dan tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 18.25 %. Kandungan sulfat menyebabkan gaya tolak menolak antar gugus sulfat yang bermuatan negatif, sehingga rantai polimer kaku dan tertarik kencang sehingga terjadi peningkatan viskositas. Kadar sulfat yang dihasilkan dari karaginan presipitasi KCl maupun presipitasi IPA masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh EEC dan FAO sebesar 15-40% sedangkan FCC menetapkan 18 - 40%.

Hasil pengukuran derajat putih karaginan presipitasi KCl sebesar 51.57 % sedangkan karaginan presipitasi IPA sebesar 44.07 % (Tabel 8), menunjukkan

derajat putih karaginan presipitasi KCl lebih besar dan berbeda nyata dengan, karaginan presipitasi IPA. Tingginya nilai derajat putih pada karaginan presipitasi KCl disebabkan karena selama proses berlangsung suasana basa dari KOH dapat mengoksidasi pigmen menjadi senyawa lain yang tidak berwarna sehingga produk yang dihasilkan berwarna lebih cerah. Selain itu, teknik pengeringan juga mempengaruhi kualitas derajat putih.

4.3 Aplikasi karaginan pada sirup markisa

Dokumen terkait