• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

B. Remaja

2. Karakteristik Perkembangan Remaja

Yusuf (2010) menyatakan bahwa remaja memiliki karakteristik

perkembangan yang meliputi :

a) Perkembangan Fisik

Pada saat masa remaja sebagian besar individu akan

mengalami masa pubertas. Pubertas merupakan masa dimana

terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat yang melibatkan

perubahan hormonal dan bentuk tubuh yang berlangsung selama

masa remaja awal. Pada masa pubertas, proporsional

bagian-bagian tubuh tertentu akan mencapai kematangan yang lebih

cepat jika dibandingkan dengan bagian-bagian yang lain. Pada

saat individu memasuki masa remaja akhir, proporsi tubuh

individu mencapai proporsi tubuh orang dewasa dalam semua

bagiannya. Di sisi lain, proses pertumbuhan dan perkembangan

otak pada remaja mencapai kesempurnaan atau kematangan yang

dimulai dari rentang usia 12 hingga 20 tahun. Pada usia 16 tahun,

berat otak remaja bahkan sudah sama dengan orang dewasa.

Selain pertumbuhan dan perkembangan fisik serta otak, pada

saat yang sama remaja juga mengalami perkembangan seksual

yang ditandai dengan munculnya karakteristik seks primer dan

sekunder. Karakteristik seks primer adalah organ yang

dibutuhkan untuk reproduksi. Pada wanita, organ reproduksi yang

Sedangkan pada pria, organ reproduksi yang berkembang adalah

testis, penis, skrotum, gelembung sprema, dan kelenjar prostat.

Karakteristik seks sekunder adalah sinyal fisiologis kematangan

seksual yang tidak mencakup organ seks. Pada wanita biasanya

ditandai dengan menarche atau menstruasi pertama, tumbuhnya

bulu di sekitar kemaluan dan ketiak, bertambah besarnya

payudara serta pinggul, dan kulit menjadi lebih berminyak serta

berjerawat. Sedangkan pada pria biasanya ditandai dengan

spermache atau ejakulasi pertama, tumbuhnya bulu di sekitar

kemaluan dan ketiak, perubahan suara, tumbuhnya kumis serta

jakun, bahu melebar, dan kulit menjadi lebih kasar, berminyak,

serta berjerawat.

b) Perkembangan Kognitif

Pada masa remaja, sistem saraf yang berfungsi untuk

memproses informasi berkembang secara cepat. Di samping itu,

pada masa ini juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf lobe frontal yang berfungsi sebagai kegiatan kognitif tingkat tinggi yang

meliputi kemampuan merumuskan perencanaan strategis maupun

dalam pengambilan keputusan. Perkembangan lobe frontal ini sangat berpengaruh pada kemampuan intelektual remaja. Di sisi

lain, dilihat dari perkembangan kognitif Piaget, pada umumnya

remaja sudah mencapai tahap operasional formal. Secara mental

yang abstrak. Oleh karena itu, dalam memecahkan masalah

remaja mulai mampu bersifat hipotesis dan abstrak serta

sistematis dan ilmiah daripada berpikir konkret. Keating (dalam

Adam & Gullota, 1983) merumuskan lima hal pokok yang

berkaitan dengan perkembangan berpikir operasional formal pada

remaja, yaitu sebagai berikut :

1) Cara berpikir remaja berkaitan erat dengan dunia

kemungkinan (world of possibilities). Remaja sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi dan dapat

membedakan antara yang nyata serta konkret dengan yang

abstrak dan mungkin.

2) Melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul

kemampuan menalar secara ilmiah.

3) Remaja dapat memikirkan tentang masa depan dengan

membuat perencanaan dan mengeksplorasi berbagai

kemungkinan untuk mencapainya.

4) Remaja menyadari adanya aktivitas kognitif dan

mekanisme yang membuat proses kognitif menjadi efisien

atau tidak serta menghabiskan waktunya untuk

mempertimbangkan pengaturan kognitif internal tentang

bagaimana serta apa yang harus dipikirkannya. Oleh

karena itu, introspeksi diri menjadi bagian dari

5) Berpikir operasional formal memungkinkan terbukanya

topik-topik baru dan perluasan pemikiran. Aspek

pemikiran remaja menjadi semakin luas, yang meliputi

aspek agama, keadilan, moralitas, serta identitas.

c) Perkembangan Emosi

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu taraf

perkembangan emosi yang paling tinggi. Pada masa ini akan

berkembang emosi maupun perasaan-perasaan dan

dorongan-dorongan baru yang belum pernah dialami sebelumnya, seperti

perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim

dengan lawan jenis yang dipengaruhi oleh pertumbuhan fisik

remaja, terutama organ-organ seksualnya.

Pada usia remaja awal, perkembangan emosi ditunjukkan

dengan munculnya sifat sensitif dan reaktif yang sangat kuat

terhadap berbagai peristiwa maupun situasi sosial. Selain itu,

emosi remaja awal juga bersifat negatif dan temperamental

seperti mudah tersinggung, mudah marah, mudah sedih, maupun

murung. Sedangkan, remaja akhir cenderung sudah mampu

mengendalikan emosinya.

Salah satu tugas perkembangan yang dirasa sangat sulit bagi

remaja adalah mencapai kematangan emosional. Proses

pencapaian kematangan emosional remaja sangat dipengaruhi

dan teman sebaya. Apabila remaja berada di lingkungan yang

diwarnai oleh hubungan yang hamornis, saling percaya, saling

menghargai, dan penuh tanggung jawab, maka remaja cenderung

dapat mencari kematangan emosionalnya. Remaja yang memiliki

kematangan emosional ditandai dengan adanya (1) adekuasi

emosi seperti cinta kasih, simpati, senang menolong orang lain,

ramah, dan mampu menghormati maupun menghargai orang lain

serta (2) pengendalian emosi seperti tidak mudah tersinggung,

tidak agresif, bersikap optimis dan tidak mudah putus asa, serta

dapat menghadapi situasi frustasi secara wajar.

Sebaliknya, apabila remaja kurang dipersiapkan untuk

memahami peran-perannya dan kurang mendapat perhatian serta

kasih sayang dari orang tua maupun pengakuan dari teman

sebayanya, maka mereka cenderung akan mengalami kecemasan,

perasaan tertekan maupun ketidaknyamanan emosional. Dalam

menghadapi kecemasan, perasaan tertekan, maupun

ketidaknyamanan emosionalnya remaja akan merespon dengan

menampilkan perilaku yang maladjusment.

Perilaku tersebut kemudian akan muncul dalam dua bentuk.

Pertama adalah perilaku agresif seperti senang mengganggu,

berkelahi, melawan, dan keras kepala. Kedua adalah perilaku

dengan melamun, menjadi pendiam, senang menyendiri, dan

mengkonsumsi minuman keras atau obat-obatan terlarang.

d) Perkembangan Sosial

Masa remaja merupakan saat dimana identitas diri

berkembang. Perkembangan identitas diri merupakan tugas

perkembangan utama yang harus dilalui remaja yang nantinya

akan memberikan dasar bagi masa dewasa. Perkembangan

identitas diri juga dapat dikatakan sebagai aspek utama bagi

kepribadian yang sehat yang merefleksikan kesadaran diri,

kemampuan mengidentifikasi orang lain, dan mempelajari

tujuan-tujuan agar dapat berpartisipasi dalam budaya dan

lingkungannya. Pada tahap ini, remaja akan berusaha untuk

menjadi orang dewasa yang unik dengan pemahaman diri yang

utuh dan memiliki pemahaman terkait dengan peran serta nilai

yang ada dalam masyarakat.

Menurut Erikson, dalam fase pencarian identitas diri remaja

akan bereksperimen dengan sejumlah peran dan identitas baru

yang mereka ambil dari kebudayaan sekitarnya. Tidak jarang

pada saat itulah para remaja akan menghadapi suatu krisis dan

menemukan berbagai peran serta identitas yang bertentangan

dengan dirinya. Remaja yang berhasil menghadapi krisis dan

mengatasi peran serta identitas yang saling bertentangan akan

lingkungannya. Selain itu, keberhasilan remaja dalam

menghadapi krisis identitasnya juga akan membawan remaja

pada penemuan suatu identitas mengenai dirinya. Sementara itu,

remaja yang gagal menghadapi krisis identitas akan mengalami

apa yang oleh Erikson disebut sebagai kebingungan identitas

(identity confusion).

Di samping itu, social cognition atau kemampuan untuk memahami orang lain mulai berkembang pada masa remaja.

Remaja mampu memahami orang lain sebagai individu yang

unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai hidup

maupun perasaannya. Pemahaman inilah yang pada akhirnya

mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih

akrab dengan orang lain, terutama teman sebaya, baik dalam

menjalin persahabatan maupun percintaan.

Sedangkan dalam persahabatan, remaja akan memilih teman

yang memiliki kualitas psikologis maupun karakteristik yang

relatif sama dengan dirinya, baik menyangkut minat, sikap, nilai,

dan kepribadian. Pada masa ini pula berkembanglah sikap

konformitas atau kecenderungan untuk mengikuti opini,

pendapat, nilai, kebiasaan, dan kegemaran maupun keinginan

orang lain, terutama teman sebayanya. Perkembangan sikap

konformitas dalam diri remaja dapat menyebabkan dampak

maupun dijadikan contoh oleh remaja menampilkan sikap dan

perilaku yang secara moral maupun agama dapat

dipertanggungjawabkan, maka kemungkinan besar remaja

tersebut mampu menampilkan pribadi yang baik. Sebaliknya,

apabila kelompok teman sebayanya menampilkan sikap dan

perilaku maladjusment atau melecehkan nilai-nilai moral, maka akan sangat mungkin apabila remaja akan menampilkan perilaku

yang sama seperti kelompoknya.

e) Perkembangan Moral

Jika dibandingkan dengan usia anak-anak, tingkat moralitas

remaja sudah lebih matang. Para remaja sudah mengenal tentang

nilai-nilai moral maupun konsep-konsep moralitas, seperti

kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Pada masa ini,

dalam diri remaja muncul dorongan untuk melakukan

perbuatan-perbuatan yang dinilai baik oleh orang lain. Dalam tahap ini,

remaja berperilaku baik bukan hanya untuk memenuhi kepuasan

fisiknya, namun untuk memenuhi kepuasan psikologisnya yang

berupa rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif

dari orang lain terkait dengan perbuatannya.

Dokumen terkait