• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi dilakukan terhadap tempe yang dihasilkan dari empat varietas kedelai, B, H, G2, dan A. Analisis yang dilakukan meliputi karakter kimia (komposisi proksimat), karakter fisik (ukuran bulir kedelai dan kekerasan), rendemen, dan karakter sensori. Tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.

A: varietas kedelai komersial;

B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

22 A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

1.

Karakteristik Kimia (Komposisi Proksimat) Tempe

Karakterisasi dilakukan terhadap tempe yang dihasilkan dari keempat varietas kedelai B, H, G2, dan A yang digunakan. Keempat tempe yang dihasilkan dianalisis komposisi proksimatnya. Rekapitulasi data hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 3a-3e. Tabel 6 menunjukkan komposisi proksimat pada tempe yang dihasilkan.

Tabel 6. Komposisi proksimat empat varietas tempe

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). A:varietas kedelai komersial; B, H, G2:varietas kedelai yang sedang dikembangkan; a) SNI Tempe Kedelai.

Hasil pengolahan data pada Lampiran 3f menunjukkan keempat produk tempe memiliki kadar air yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Kadar air keempat produk tempe berkisar antara 63.90- 65.46 (%bb). Kadar air tempe A 64.23 (%bb), tempe B sebesar 63.90 (%bb), tempe H 65.46 (%bb), dan tempe G2 64.43 (%bb). Kadar air tempe A, B, dan G2 memenuhi prasyarat kadar air produk tempe menurut SNI Tempe Kedelai, sedangkan kadar air tempe H melebihi syarat yang ditetapkan. Selama proses pengolahan kedelai menjadi tempe terjadi proses perendaman dan perebusan kedelai yang menyebabkan ukuran bulir kedelai semakin membesar dan terjadi penyerapan air ke dalam bahan sehingga kadar air tempe lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar air kedelai. Kadar air

Parameter Tempe A Tempe B Tempe H Tempe G2 Tempe Kedelaia) Kadar Air (%bb) 64.23a 63.90a 65.46a 64.43a ≤ 65.00 Kadar Abu (%bk) 2.53a 2.30a 2.45a 3.02b ≤ 4.29 Kadar Protein (%bk) 49.85a 49.97a 51.18a 50.47a ≥ 45.71 Lemak (%bk) 24.42a 21.56a 20.32a 18.76a ≥ 28.57 Karbohidrat (%bk) 23.20a 26.16a 26.05a 27.74a 21.43 Gambar 7. Tempe sebelum fermentasi (a) dan setelah fermentasi (b) A B G2 H (a) (b)

23 dalam kedelai dan kelembaban relatif sangat penting pada proses pembuatan tempe, terutama untuk pertumbuhan miselia kapang.

Hasil pengolahan data kadar abu tempe dapat dilihat pada Lampiran 3g. Kadar abu tempe A, B, dan H berkisar antara 2.30-2.53 (%bk) serta berbeda nyata pada taraf 0.05. Tempe G2 memiliki kadar abu paling besar yaitu 3.02 (%bk) dan berbeda nyata dengan ketiga tempe yang lain. Kadar abu keempat tempe yang dihasilkan memenuhi prasyarat yang ditentukan SNI Tempe Kedelai. Kadar protein dan karbohidrat pada keempat produk tempe yang dihasilkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3h dan 3i. Kadar protein tempe berkisar antara 49.85-51.18 (%bk). Kadar protein keempat tempe memenuhi syarat kadar protein yang ditetapkan SNI Tempe Kedelai. Kadar protein tempe lebih besar bila dibandingkan kedelai dikarenakan perbedaan faktor konversi protein dan bertambahnya nitrogen yang terukur berkat adanya miselia kapang R. Oligosporus.

Kadar karbohidrat produk tempe yang dihasilkan berkisar antara 23.20-27.74 (%bk). Fung dan Crozier-Dodson (2008) menyatakan bahwa selama perendaman kedelai terjadi penurunan konsentrasi sukrosa, stakiosa, dan rafinosa. Glukosa, fruktosa, dan galaktosa terdapat pada air rendaman dengan glukosa menjadi substrat utama untuk pertumbuhan mikrobial. Selama fermentasi juga terdapat penurunan kadar pati dan oligosakarida, yaitu stakiosa dan rafinosa. Pada SNI Tempe Kedelai tidak diatur standar kadar karbohidrat yang harus terdapat pada tempe.

Kadar lemak produk tempe yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata antara keempat produk tempe berdasarkan hasil pengolahan data pada Lampiran 3j. Tempe A memiliki kadar lemak 24.42 (%bk), tempe B 21.56 (%bk), tempe H 20.32 (%bk), dan tempe G2 memiliki kadar lemak 18.76 (%bk). Kadar lemak keempat tempe yang dihasilkan tidak memenuhi syarat kadar lemak pada SNI Tempe Kedelai. Penelitian de Reu et al. (1994) menunjukkan bahwa terjadi penurunan level gliserida dan asam lemak bebas pada tempe. Hal tersebut terjadi karena adanya asimilasi oleh R. oligosporus yang menggunakannya sebagai sumber karbon. Komposisi proksimat tempe diantaranya dipengaruhi oleh karakteristik bahan baku kedelai yang digunakan dan proses pengolahan dari kedelai menjadi tempe seperti dijelaskan di atas.

2.

Karakteristik Fisik dan Rendemen Tempe

Karakteristik fisik tempe kedelai yang diamati meliputi ukuran bulir kedelai pada tempe dan kekerasan tempe menggunakan penetrometer. Rekapitulasi hasil pengukuran bulir kedelai dan kekerasan tempe dapat dilihat pada Lampiran 4a-4c. Karakter fisik dari tempe dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik fisik empat varietas tempe

Parameter Tempe A Tempe B Tempe H Tempe G2

Ukuran bulir kedelai (mm) 8.01a 10.83c 9.67b 8.31a

Kekerasan (mm) 8.70a 8.09a 8.20a 8.11a

Rendemen (%) 163.08a 175.24a 171.59a 179.59a

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (p<0.05). A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

Ukuran bulir kedelai diamati pada produk tempe yang dihasilkan. Pengukuran bulir kedelai pada tempe menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (p<0.01) (Lampiran 4c). Ukuran bulir kedelai pada tempe dipengaruhi oleh karateristik fisik bahan baku kedelai yang digunakan. Selama

24 proses pembuatan kedelai menjadi tempe, terdapat beberapa proses yang mengakibatkan ukuran bulir tempe kedelai berubah, diantaranya proses perendaman dan perebusan. Pada perendaman dan perebusan, kedelai akan menyerap air sehingga ukurannya akan berubah menjadi lebih besar. Hasil pengukuran menunjukkan pola yang sama dengan pengukuran ukuran bulir kedelai mentah dimana kedelai pada tempe B memiliki ukuran bulir kedelai paling besar, yaitu 10.83 mm dan kedelai pada tempe A memiliki ukuran bulir kedelai terkecil, 8.01 mm. Kedelai B yang memiliki ukuran bulir paling besar pada keadaan mentah juga memiliki ukuran bulir paling besar pada produk tempe yang dihasilkan. Begitu pula kedelai A memiliki ukuran paling kecil pada saat mentah dan pada produk tempe yang dihasilkan. Selain ukuran bulir masa, diamati pula kekerasan tempe menggunakan penetrometer.

Semakin besar angka yang dihasilkan oleh penetrometer mengindikasikan semakin dalam probe penetrometer mempenetrasi ke dalam makanan dan mengindikasikan semakin lembek (soft) makanan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan kekerasan tempe A sebesar 8.7 mm, tempe B 8.09 mm, tempe H 8.20 mm, dan tempe G2 sebesar 8.11 mm. Kekerasan tempe varietas satu dengan yang lain tidak berbeda nyata satu dengan yang lain pada taraf 0.05 (Lampiran 4d). Produk tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.

Perhitungan rendemen dilakukan terhadap produk tempe yang dihasilkan. Hasil perhitungan rendemen menunjukan bahwa perbedaan yang dihasilkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 (Lampiran 5). Tempe dengan verietas kedelai G2 memiliki angka rendemen 179.59%. Tempe B memiliki rendemen sebesar 175.24%, rendemen tempe H sebesar 171.59%, dan tempe A memiliki nilai rendemen 163.08%. Penelitian yang dilakukan olah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) menunjukkan rendemen pembuatan tempe meggunakan varietas Burangrang sebesar 152.5%, Bromo sebesar 148.4%, dan 138.4% untuk kedelai impor. Nilai rendemen tempe yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008).

3.

Karakteristik Sensori Tempe

Rekapitulasi dan pengolahan data hasil analisis sensori tempe dapat dilihat pada Lampiran 6a-6b. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa dari atribut warna, flavor, tekstur, dan penerimaan umum, tempe B memiliki skor penerimaan paling besar walau tidak berbeda dengan tempe A dan H. Tempe G2 memiliki skor penerimaan pada rentang skor 3.38-4.87 antara agak suka dan netral. Dengan demikian dapat dikatakan tempe B merupakan tempe yang memiliki nilai rata-rata penerimaan tinggi. Hal ini dapat dikarenakan pengaruh penampakan fisik kedelai varietas B yang memiliki ukuran bulir lebih besar dibandingkan varietas lain. Hasil uji rating hedonik dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Skor penerimaan tempe berdasarkan uji rating hedonik

Sampel Warna Aroma Tekstur Rasa Overall

Tempe A 2.60a 3.00a 2.80a 3.55a 3.08a

Tempe B 2.48a 2.70a 2.73a 3.25a 2.92a

Tempe H 3.00a 2.73a 3.05a 3.12a 3.15a

Tempe G2 4.63b 4.87b 3.85b 4.73b 4.60b

Nilai pada satu kolom dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05) A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan

Skala 1 (paling disuka) sampai 7 (paling tidak disuka).

25 A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

Dokumen terkait