• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Karakteristik Provinsi Jawa Barat Lokasi dan Administrasi

Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 104 48’ 00” BT - 108

48’ 00” BT dan 5 50’ 00” LS - 7 50’ 00” LS dengan batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara, berbatasan dengan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Raya dan Laut Jawa;

- Sebelah Timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah;

- Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudera Hindia; dan

- Sebelah Barat, berbatasan dengan Provinsi Banten.

Luas wilayah daratan seluas 3.709.530 Ha dan wilayah pesisir dan laut sepanjang 12 (dua belas) mil dari garis pantai seluas 18.153 km2. Secara administratif pada tahun 2008, Provinsi Jawa Barat terdiri atas 26 kabupaten dan kota, yang terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota, yaitu : Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Bandung Barat, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi, serta Kota Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, Cimahi, Tasikmalaya dan Banjar. Sebagian besar wilayah kabupaten/kota di Jawa Barat berbatasan dengan laut, sehingga wilayah Jawa Barat memiliki garis pantai yang cukup panjang, yaitu 760 km.

Kondisi Biofisik

Provinsi Jawa Barat memiliki iklim tropis, tercatat suhu terendah 9°C yaitu di Puncak Gunung Pangrango dan suhu tertinggi tercatat 34°C di daerah pantai utara. Namun pada bulan Oktober 2008, suhu di Jawa Barat sempat mencapai 35°C selama 3 – 4 pekan lamanya dan hampir merata dialami oleh seluruh daerah di Jawa Barat. Curah hujan rata-rata tahunan di Jawa Barat mencapai 2.000 mm/tahun, namun di beberapa daerah pegunungan bisa mencapai 3.000-5.000 mm/tahun. Pada daerah Selatan dan Tengah, intensitas hujan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Utara.

Proses geologi yang terjadi jutaan tahun lalu menyebabkan Provinsi Jawa Barat terbagi menjadi daerah pegunungan dan dataran. Sekitar 60 % wilayah merupakan daerah bergunung dengan ketinggian antara 500–3.079 mdpl sementara 40 % nya merupakan daerah dataran yang memiliki variasi tinggi antara 0–500 mdpl. Wilayah pegunungan umumnya menempati bagian tengah dan selatan Jawa Barat. Secara geologis daratan Jawa Barat merupakan bagian dari busur kepulauan gunung api (aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung utara Pulau Sulawesi.

Pada bagian tengah dapat ditemukan gunung berapi aktif seperti Gunung. Salak (2.211 m), Gede-Pangrango (3.019 m), Ciremai (3.078 m) dan Tangkuban Perahu (2.076) berpadu dengan deretan pegunungan yang sudah tidak aktif seperti Gunung Halimun (1.744 m), Gunung Ciparabakti (1.525 m) dan Gunung Cakrabuana (1.721 m). Demikian pula halnya di wilayah selatan, gunung-gunung berapi masih umum dijumpai seperti Gunung Galunggung (2.168 m), Gunung Papandayan (2.622 m), dan Gunung Guntur (2.249 m), berpadu dengan deretan pegunungan yang sudah tidak aktif seperti pegunungan selatan Jawa.

Keadaan sebaliknya dijumpai di wilayah utara Jawa Barat yang merupakan daerah dataran sedang hingga rendah dengan didominasi oleh dataran aluvial. Daerah daratan Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi beberapa karakter sebagai berikut:

a. daerah pegunungan curam di bagian selatan dengan ketinggian > 1.500 m dpl,

b. daerah lereng bukit landai di bagian tengah dengan ketinggian 100-1.500 mdpl.

c. daerah dataran rendah yang luas di bagian utara dengan ketinggian 0-10 m dpl. Jawa Barat memiliki lahan yang subur berasal dari endapan vulkanis serta banyaknya aliran sungai menyebabkan sebagian besar dari luas tanahnya digunakan untuk pertanian didukung dengan iklim Jawa Barat yang tropis. Tanah di Jawa Barat dibagi menjadi 9 (sembilan) jenis tanah sebagai berikut:

55

Tabel 15. Sebaran Jenis Tanah dan Arahan Penggunaan

Jenis Tanah Penggunaan

Latosol Padi, Palawija, Kopi, Coklat, Lada, buah-buahan, Sayuran, Ubi kayu.

Podsolik Merah Kuning Ladang, Hutan, Karet

Aluvial Padi, Palawija, Perikanan Darat

Andosol Sayuran, bunga, teh, kina, kopi tropis, baik untuk obyek turisme

Regosol Kedelai, Kacang tanah, Kentang, Tebu, Kapas, Sisal, Karet, Kina, Kelapa, Kelapa sawit, Coklat, Teh dan Kina.

Glei Padi, Lada, Ubi jalar

Grumusol Perkebunan, padi, kedelai, tebu, kacang- kacangan, Tembakau, Hujan jati.

Mediteran Padi, Jagung, Kapas

Organosol Palawija, Padi, Karet

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Kependudukan

Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat sementara adalah 43.117.260 orang, yang terdiri atas 21.940.421 laki-laki dan 21.176.839 perempuan. Penyebaran penduduk Provinsi Jawa Barat masih bertumpu di Kabupaten Bogor yakni sebesar 11,1%, kemudian diikuti oleh Kabupaten Bandung sebesar 7,3%, Kabupaten Bekasi sebesar 6,1% dan kabupaten/kota lainnya di bawah 6 persen. Banjar, Cirebon, dan Sukabumi adalah 3 kota dengan urutan terbawah yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit yang masing-masing berjumlah 175.910 orang, 298.224 orang, dan 300.359 orang, sedangkan Kota Bandung dan Kota Bekasi merupakan kota-kota yang paling banyak penduduknya untuk wilayah di perkotaan, yakni masing-masing sebanyak 2.417.584 orang dan 2.378.211 orang.

Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Barat per tahun selama sepuluh tahun terakhir (2000-2010) sebesar 1,91%. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi sebesar 4,81% di Kota Cimahi sedangkan yang terendah di Kota Tasikmalaya sebesar 0,14%. Kabupaten Bogor yang berpenduduk terbanyak laju pertumbuhannya sebesar 4,23% sementara Kabupaten Bandung urutan kedua terbesar penduduknya laju pertumbuhannya hanya sebesar 0,61%.

Rata-rata tingkat kepadatan penduduk Provinsi Jawa Barat adalah sebanyak 1.473 orang/km2. Kabupaten dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah

Kota Bandung sebanyak 14.398 orang/km2 sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Ciamis yakni sebanyak 675 orang/km2.

Penggunaan Lahan

Pada tahun 2005 penggunaan lahan terdiri dari hutan primer 299.287 Ha, hutan sekunder 310.673 Ha, kawasan dan zona industri 17.403 Ha, kawasan pertambangan/galian 3.335 Ha, kebun campuran 843.904 Ha, ladang/tegalan 358.914 Ha, padang rumput/ilalang 137.705 Ha, perkebunan 624.972 Ha, permukiman 261.397 Ha, sawah 680.462 Ha, semak belukar 52.919 Ha, sungai/tubuh air/danau/waduk/situ 55.827 ha, tambak 42.601 ha dan tanah kosong/terbuka 19.976 Ha. Guna lahan Provinsi Jawa Barat berdasarkan Citra Landsat 2005 dapat dilihat pada Gambar 18.

Sumber : Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2010

Gambar 18. Peta Guna Lahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2005

Perubahan guna lahan dari tahun 1994 - 2005 didominasi oleh penggunaan lahan berupa sawah dan kebun campuran. Beberapa fungsi lahan mengalami penurunan, sementara yang lainnya meningkat. Penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas paling tinggi adalah hutan sekunder, yang mencapai rata-rata 3,2%/tahun. Permukiman mengalami peningkatan sangat pesat, mencapai rata-rata pertumbuhan 3,8% per tahun dalam rentang waktu yang sama.

57

Tabel 16. Perkembangan Penggunaan Lahan Tahun 1994-2005

Guna Lahan Tahun Pergeseran Guna Lahan 1994 1997 2001 2005 Hutan Primer 431.812 419.775 325.462 321.478 -110.334 Hutan Sekunder 420.470 411.973 291.900 270.243 -150.227 Semak Belukar 39.072 40.681 49.788 53.187 14.115

Kawasan dan Zona

Industri 12.607 13.328 15.313 15.393 2.786 Kawasan Pertambangan / Galian 3.033 3.041 3.413 3.364 331 Ladang / Tegalan 330.364 350.583 361.570 367.283 36.919 Padang Rumput/Ilalang 109.378 111.733 109.426 127.467 18.089 Perkebunan 505.739 514.536 620.235 644.762 139.023 Permukiman 124.377 133.045 165.250 176.716 52.339 Sawah 933.638 916.899 766.407 751.190 -182.448 Tambak 53.212 58.403 55.633 55.357 2.145

Tanah Kosong / Terbuka 16.981 17.841 17.308 17.606 625 Kebun Campuran 674.235 663.232 873.086 849.658 175.423 Sungai/Tubuh Air/Danau/

Waduk/ Situ 54.628 54.307 54.751 55.708 1.080

Jumlah 3.709.546 3.709.377 3.709.542 3.709.412 -134 Sumber: Bapeda Provinsi Jawa Barat, 2010

Penurunan luas hutan primer yang paling tinggi terjadi di Kabupaten Bogor (28.953 Ha), diikuti oleh Kabupaten Sukabumi dan Cianjur, yaitu seluas 20.890 Ha dan 11.988 Ha. Sementara itu, untuk luas hutan sekunder, penurunan yang paling tinggi terjadi di Kabupaten Garut yaitu 39.037 Ha dan Kabupaten Bandung yang mencapai 33.142 Ha. Luasan hutan primer maupun sekunder mengalami penurunan sebesar 21.690 Ha (0,6%), untuk luasan hutan primer terjadi penurunan luasan sebesar 3.100 Ha (0,1%).

Penurunan luas kawasan pertanian lahan basah beririgasi teknis pada tahun 2004 seluas 383.261 Ha, tahun 2005 menjadi 380.996 Ha dan tahun 2006 menjadi 380.348 Ha. Secara agregat, luas lahan sawah di Jawa Barat mengalami penurunan antara tahun 2004–2005, namun meningkat kembali di tahun 2006 menjadi 923.432 Ha, terutama disebabkan oleh peningkatan luas lahan tadah hujan dan irigasi sederhana. Ditinjau dari pergeseran luas lahan sawah menurut kabupaten/kota selama rentang tahun 1994–2005, memperlihatkan penurunan sebesar 171.470 Ha (18,4%), dimana Kabupaten Tasikmalaya mencapai 27.050 Ha (15,8%).

Karakteristik DAS Cimanuk Hulu Lokasi dan Administrasi

DAS Cimanuk Hulu terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat antara 6 55’-7

25’ LS dan 107 42’-108 11’ BT dengan luas areal 150.199 ha. Secara administrasi terletak pada 3 wilayah kabupaten, yaitu Bandung, Sumedang, dan Garut. Obyek penelitian ini adalah DAS Cimanuk Hulu yang berada di Kabupaten Garut.

Tabel 17. Kecamatan dan Luas Wilayah Daerah Penelitian

Kecamatan Luas (Ha)

Banjarwangi 541 Banyuresmi 5.225 Bayongbong 4.774 Blubur Limbangan 7.743 Cibatu 3.934 Cibiuk 2.186 Cigedug 3.286 Cikajang 5.207 Cilawu 3.843 Cisurupan 9.244 Garut Kota 2.995 Kadungora 3.546 Karang Tengah 2.892 Karangpawitan 5.283 Kersamanah 2.478 Leles 6.874 Leuwigoong 2.681 Malangbong 9.080 Pakenjeng 14 Pamulihan 61 Pangatikan 2.385 Pasirwangi 5.386 Samarang 5.596 Selaawi 3.239 Sucinagara 2.284 Sukaresmi 3.225 Sukawening 3.547 Tarogong Kaler 5.099 Tarogong Kidung 2.047 Wanaraja 3.149 Jumlah 117.846

59

Iklim dan Curah Hujan

Iklim di daerah penelitian, menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson adalah tipe B, C, dan D. Tipe B menunjukkan daerah yang relatif basah umumnya dijumpai di bagian selatan, tipe C merupakan daerah agak basah berada di bagian tengah sementara tipe D berupa daerah sedang berada di bagian utara. Sementara berdasarkan klasifikasi Oldeman daerah penelitian ini terbagi menajadi 2 (dua) tipe yaitu tipe D2, dan E3. Tipe D2 menunjukkan daerah yang memiliki bulan basah yaitu bulan dengan curah hujan bulanan > 200 mm, 3-4 bulan dan bulan kering yaitu bulan dengan curah hujan bulanan < 200 mm, 2-3 bulan. Tipe ini dijumpai di bagian selatan sementara itu tipe E3 adalah daerah yang memiliki bulan basah <3 bulan dan bulan kering 4-6 bulan berada di daerah utara. Dari curah hujan tersebut terlihat bahwa di bagian selatan, cadangan air permukaan relatif berlimpah sehingga tipe iklim berdampak relatif kecil terhadap pola tanam petani.

Kependudukan

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kabupaten Garut (angka sementara) adalah 2.401.248 jiwa, yang terdiri dari 1.216.139 laki‐laki dan 1.185.109 perempuan. Dari angka sementara tersebut dapat diketahui Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 1,59 persen setiap tahunnya.

Sesuai dengan karakteristik wilayah Kabupaten Garut, peran sektor pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan) masih merupakan sektor andalan. Hal ini tercermin dari mata pencaharian masyarakat Garut sampai tahun 2008 sebesar 32,57% bertumpu pada sektor pertanian, meningkat dari sebesar 31,45% pada tahun 2007, serta dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB pada tahun 2008 sebesar 48,36% paling tinggi bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Pada tahun 2009, sektor pertanian walaupun mengalami penurunan sebesar 0,35% tetap memberikan sumbangan terbesar yaitu sebesar Rp. 4.602.263.000,- atau 48,13 %.

Subsektor ini telah berperan besar dalam pembangunan Kabupaten Garut, baik peran langsung terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDRB), penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan masyarakat, dan penciptaan ketahanan pangan, maupun peran tidak langsung melalui penciptaan kondisi yang

kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan subsektor dan sektor lain.

Penggunaan Lahan

Sebagai daerah agraris, penggunaan lahan di Kab. Garut didominasi oleh kegiatan pertanian lahan basah maupun lahan kering. Dilihat dari perkembangan lahan sawah selama 6 (enam) tahun terakhir ada kecenderungan pertambahan lahan sawah tiap tahunnya. Penurunan terjadi pada tahun 2007-2008. Penambahan luas areal sawah terbesar terjadi pada tahun 2009 sebesar 146 Ha.

Sumber : Diolah, Dinas Pertanian dan Hortikultura Kab. Garut, 2009

Gambar 19. Perkembangan Luas Lahan Sawah Kabupaten Garut (2004-2009)

Pada tahun 2009 luas areal lahan pertanian sawah bertambah seluas 146 ha, penambahan ini bukan karena adanya pencetakan sawah melainkan mutasi hasil revisi/pemutahiran data dari lahan bukan pertanian. Lahan pertanian bukan sawah juga mengalami penambahan areal seluas 1.898 ha sebagai mutasi dari lahan bukan pertanian. 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Ha 50,037 50,194 50,227 50,154 50,127 50,273 49,900 49,950 50,000 50,050 50,100 50,150 50,200 50,250 50,300

61

Tabel 18. Penggunaan Lahan Kabupaten Garut Tahun 2009 Jenis Penggunaan Lahan 2009 (Ha) LAHAN PERTANIAN

Lahan Sawah

a. Irigasi Teknis 8.672

b. Irigasi Setengah Teknis 8.533

c. Irigasi Sederhana 9.237

d. Irigasi Desa/Non PU 14.498

e. Tadah Hujan 9.333

Jumlah Lahan Sawah 50.273

Lahan Bukan Sawah

a. Tegal/Kebun 76.408

b. Ladang/Huma 28.212

c. Perkebunan 30.145

d. Ditanami pohon/hutan rakyat 10.234

e. Tambak 25

f. Kolam/Empang 1.859

g. Padang rumput/ Penggembalaan 4.863

h. Sementara tidak diusahakan 20

i. Lainnya (pekarangan yang ditanami tanaman pertanian)

2.477

Jumlah Lahan Bukan Sawah 154.243

Dokumen terkait