• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebebasan Menjalin Hubungan Percintaan

BAB III KRITIK SOSIAL YANG TERDAPAT DALAM IKLANALWAYS

3.2 Kebebasan Menjalin Hubungan

3.2.2 Kebebasan Menjalin Hubungan Percintaan

Kebebasan menjalin hubungan pertemanan dapat ditemukan dalam scene empat versi laki-laki dan scene empat versi perempuan. Masalah kebebasan menjalin hubungan percintaan yang diangkat telah muncul pada level makna denotasi. Masalah tersebut diangkat melalui suara narator yang mengatakan, “Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada di tangan, asalkan dari keluarga terpandang, gak cuman cantik tapi juga santun, berpendidikan,” pada scene empat versi laki-laki dan “Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada di tanganku, asalkan sesuku, kalau bisa kaya, pendidikan tinggi, dari keluarga baik-baik,” pada versi perempuan. Berikut ini pemaparan makna denotasi, konotasi, dan kritik sosial: 3.2.2.1 Scene 4 Versi Laki-laki

Scene 4 mengandung makna denotatif dan konotatif. Secara denotatif, scene ini menggambarkan seseorang pria yang berada di tengah keramaian. Secara Konotatif, scene ini menggambarkan kritik sosial mengenai sulitnya menjalin

lxxiv

hubungan percintaan karena harus memenuhi beberapa kriteria. Penjelasan secara lengkap perhatikan gambar dan analisis makna denotasi konotasi berikut:

gambar 48 gambar 49

gambar 52 gambar 51

Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada di tangan, asalkan dari keluarga terpandang, gak cuman cantik tapi juga santun, berpendidikan. (a) Denotasi

Di awal scene terlihat kereta melaju dan kermaian di pinggir jalan, terdapat beberapa orang yang makan sambil berbincang-bincang di angkringan. Tokoh pria berjalan di pinggir jalan sambil melihat sekitar. Terdapat seorang perempuan yang sedang berada di dalam sebuah warung bersama teman-temannya. Tokoh pria dan perempuan itu sempat beradu tatap sebelum akhirnya perempuan itu membuang muka dan kembali berbincang-bincang dengan teman-temannya. Terdapat suara narator berkata, “Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada di tangan, asalkan dari keluarga terpandang, gak cuman cantik tapi juga santun, berpendidikan.”

lxxv (b) Konotasi

Scene ini lebih menonjolkan sisi kritik sosial yang ingin diangkat yaitu mengenai menjalin hubungan percintaan. Keramaian yang ada pada scene ini menggambarkan berbagai macam latar belakang kehidupan seseorang. Tokoh pria yang sedang berjalan di antara keramaian tersebut menggambarkan seorang pria yang sedang mencari pasangan atau jodoh.

Adegan tokoh perempuan yang membuang muka dan suara narator yang berkata,“Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada di tangan, asalkan dari keluarga terpandang, gak cuman cantik tapi juga santun, berpendidikan,” menggambarkan sulitnya menemukan pasangan. Selain harus memiliki perasaan yang sama juga harus melihat latarbelakang masing-masing.

3.2.2.2 Scene 4 Versi Perempuan

Scene 4 mengandung makna denotatif dan konotatif. Secara denotatif, scene ini menggambarkan seorang perempuan dengan wajah lesu yang sedang berada di keramaian. Secara konotatif, scene ini menggambarkan kritik sosial mengenai sulitnya menjalin hubungan percintaan karena harus memenuhi beberapa kriteria.. Penjelasan secara lengkap perhatikan gambar dan analisis makna denotasi konotasi berikut:

lxxvi

gambar 53 gambar 54

gambar 55 gambar 56

Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada di tanganku, asalkan sesuku, kalau bisa kaya, pendidikan tinggi, dari keluarga baik-baik.

(a) Denotasi

Tokoh perempuan terlihat berjalan di pinggir jalan. Kemudian dari bayangan tembok yang seperti dilapisi besi atau aluminium terlihat keramaian langkah kaki. Tokoh perempuan duduk dengan wajah lesu di ruang tunggu sebuah stasiun yang sangat ramai. Ia melihat seorang laki-laki yang sedang melihat ke sekeliling, seperti mencari seseorang. Sosok laki-laki itu kemudian bertemu dengan dengan kekasihnya, pasangan tersebut tampak bahagia dan berpelukan saat bertemu. Tokoh perempuan melihat ke pasangan itu dengan ekspresi yang tidak bahagia. Terdapat narator berkata, ”Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada di tanganku, asalkan sesuku, kalau bisa kaya, pendidikan tinggi, dari keluarga baik-baik.”

lxxvii (b) Konotasi

Tokoh perempuan yang berjalan di pinggir jalan kemudian sampai pada sebuah keramaian melambangkan sosok yang sedang mencari seseorang. Ekspresi wajah tokoh perempuan itu terlihat lesu, sangat kontras dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Adegan tokoh perempuan melihat ke seorang laki-laki yang sedang mencari seseorang dan akhirnya menemukan kekasihnya menggambarkan rasa irinya karena tidak dapat menemukan seseorang yang ia cari dan merasakan kegembiraan yang dirasakan oleh pasangan itu.

Tokoh perempuan memiliki maslaah terkait percintaan, hal ini digambarkan dengan suara narator yang berkata, ”Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada di tanganku, asalkan sesuku, kalau bisa kaya, pendidikan tinggi, dari keluarga baik-baik,” yang merupakan isi hati tokoh perempuan

Pada level makna berikutnya, tokoh perempuan yang terlihat lesu dan iri menggambarkan pengguna suatu provider(bukan Tri). Sedangkan pasangan yang terlihat bahagia adalah pengguna provider yang memiliki kebebasan. Adegan perempuan yang terlihat iri dengan pasangan lain ini menggambarkan pengguna suatu provider yang iri dengan kebebasan pengguna provider lain, yang peneliti artikan Tri (3).

Berdasarkan makna denotasi dan konotasi di atas dapat dilihat bahwa kedua scene tersebut menggambarkan sulitnya menjalin hubungan percintaan di masyarakat Indonesia. Seperti pada masalah kebebasan menjalin hubungan pertemanan, dalam menjalin hubungan percintaan pun orang tua memberikan

lxxviii

kebebasan untuk memilih pasangan yang tepat. Pasangan yang tepat yang dimaksud memiliki berbagai kriteria, seperti tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi. Bahkan dalam iklan ini, Tri (3) secara gamblang mengangkat permasalahan suku dan agama yang menjadi mengganggu kebebasan dalam menjalin hubungan percintaan.

Sepasang kekasih yang ingin melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih lanjut memerlukan berbagai pertimbangan. Hal tersebut membuat orang tua menjadi begitu selektif, terlebih untuk mereka yang memiliki anak perempuan. Orang tua akan memiliki kriteria manantu pria yang mapan, hal itu sering dilihat dari segi kemampuan ekonomi dan tingkat pendidikan dari pasangan anak mereka. Seorang pria yang belum memiliki kemampuan ekonomi dan tingkat pendidikan yang cukup menjadi sulit untuk mendapatkan restu dari orang tua.

Selain itu, di Indonesia terdapat budaya yang mengharuskan atau melarang pernikahan satu suku dengan suatu suku tertentu. Hal ini menyulitkan bagi mereka yang menjalin hubungan, karena bukan tidak mungkin pasangan kekasih memiliki suku yang berbeda. Jika demikian mereka menjadi tidak bisa melanjutkan hubungan mereka karena terkendala budaya suku mereka, sehingga harus mengorbankan perasaan mereka.

Tidak hanya suku,begitu juga dengan agama. Peraturan perkawinan dalam Undang-undang Perkawinan tidak melarang adanya pernikahan beda agama, hanya saja anak hasil pernikahan beda agama tidak akan diakui secara hukum oleh negara. Dengan konsekuensi seperti itu, Undang-undang Perkawinan sering

lxxix

ditafsirkanbahwanegara melarang adanya pernikahan beda agama. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pasangan dengan agama yang berbeda harus berpindah agama agar menjadi sama. Jika tetap ingin memeluk agamanya masing-masing setelah menikah, pasangan harus melewati prosedur yang lebih rumit dengan mencari celah dari birokrasi yang ada. Pada praktiknya pindah agama hanya untuk mempermudah proses pernikahan, seseorang kemudian berpindah ke agama asal lagi setelah menikah. Cara lain juga dapat ditempuh dengan mengurus surat ijin pernikahan di luar negeri yang tidak mempermasalahkan perbedaan agama.

Dokumen terkait