• Tidak ada hasil yang ditemukan

BKKBN (2011) menyebutkan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga sebagai role model utama dalam membentuk perilaku anggota keluarganya.

Data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (76,2%) peminum tuak, sebagai anak dalam keluarga, menyatakan bahwa keluarganya memiliki kebiasaan mengonsumsi tuak karena melihat ayahnya mengonsumsi tuak. Hal ini mendukung pernyataan bahwa konsumsi tuak merupakan kebiasaan turun temurun, yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya karena adanya contoh tindakan konsumsi tuak yang diperoleh anak dari para orang tua.

Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk perilaku pada anak-anak mereka melalui perilaku yang mereka tunjukkan. Kebiasaan keluarga mengonsumsi tuak akan sangat berpengaruh pada terbentuknya perilaku konsumsi tuak pada anggota keluarganya. Bremner (2011) menyebutkan bahwa faktor yang mendorong orang-orang untuk mengonsumsi minuman keras salah satunya adalah karena adanya keluarga terdekat, terutama orang tua, yang mengonsumsi minuman keras.

Selain kebiasaan keluarga, konsumsi tuak juga dapat muncul karena adanya dukungan dari keluarga. Dukungan keluarga merupakan cara keluarga mendorong anggota keluarganya, baik secara materi maupun moral, untuk melakukan suatu tindakan sebagai tindak lanjut dari adanya persetujuan.

Teori Maslow (1954) menyebutkan bahwa aktualisasi diri atau perilaku seseorang bergantung kepada pemenuhan kebutuhannya dalam suatu lingkungan, terutama keluarga sebagai lingkungan terdekat. Anak-anak dalam suatu keluarga yang telah mengonsumsi tuak sejak usia muda mungkin disebabkan karena terdapat kebutuhan yang tidak terpenuhi, misalnya kebutuhan berbagi pengetahuan mengenai bahaya minuman keras, perhatian dan cinta kasih. Selain penanaman nilai dan pengetahuan, keluarga juga harus memelihara cinta kasih dalam keluarga sehingga. Cinta dan kasih sayang akan membantu anggota keluarga untuk lebih memilih keluarga dari pada teman-temannya, sehingga pengaruh-pengaruh yang muncul dari pergaulan akan difilter dan anggota keluarga tetap berada pada jalan hidup yang baik sesuai dengan yang diajarkan oleh keluarganya (Rahmah, 2013).

Dua orang ibu rumah tangga, sebagai informan, menyebutkan bahwa mereka mendukung perilaku konsumsi tuak pada keluarganya, karena tuak dapat menghilangkan keletihan yang dirasakan oleh suami dan anaknya setelah seharian bekerja. Salah satu dari keduanya menyatakan bahwa dia mendukung konsumsi tuak jika tuak yang diminum tidak dicampur dengan minuman beralkohol. Hal ini memunculkan dugaan bahwa ibu rumah tangga mendukung perilaku konsumsi tuak karena tidak mengetahui bahwa tuak mengandung alkohol.

Adanya dukungan dari keluarga karena mereka mempercayai khasiat tuak. Para informan menyebutkan bahwa tuak dapat dijadikan sebagai obat untuk beberapa penyakit, misalnya diabetes melitus. Penelitian Ajani

mendukung pernyataan tersebut dengan hasil yang menunjukkan bahwa peminum alkohol dengan kadar menengah memiliki risiko diabetes lebih rendah dari pada dengan kadar tinggi (Ajani, 2000). Namun pada kenyataannya peminum tuak meminum tuak dengan jumlah yang banyak. Menurut Hassan dkk (2002), jika alkohol dikonsumsi secara berlebihan maka kadar glukosa dalam tubuh akan semakin menurun sehingga seseorang akan lebih sering mengonsumsi glukosa dan semakin meningkatkan risiko munculnya diabetes melitus. Maka sebaiknya keluarga memberikan batasan bagi anggota keluarganya untuk tidak mengonsumsi tuak secara berlebihan.

Menurut pemaparan para informan, selain memberikan dukungan, mereka juga memberikan peringatan kepada suami atau anaknya untuk mengonsumsi tuak secukupnya dan tidak sampai menimbulkan kerusuhan. Akan tetapi, para informan mengaku tidak dapat melarang suami atau anaknya agar tidak mengonsumsi tuak, karena perilaku tersebut sudah menjadi kebiasaan sejak lama, yaitu sejak para suami menginjak usia remaja, kecuali jika nantinya suami atau anaknya telah menderita sakit keras.

Berbeda dengan pemaparan kedua informan, data penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya sebagian besar dari peminum tuak tidak mendukung keturunan mereka untuk ikut mengonsumsi tuak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peminum tuak paling banyak tidak didukung oleh keluarganya untuk mengonsumsi tuak (59,2%). Hasil tersebut juga didukung dengan data yang menunjukkan bahwa peminum tuak paling banyak (57,9%) menyatakan tidak setuju jika keturunannya mengonsumsi tuak.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Kurniawati dkk (2010) yang menunjukkan bahwa mahasiswa D3 Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada yang mengonsumsi alkohol paling banyak tidak mendapat dukungan dari keluarga. Hasil yang sama juga diperoleh oleh Samiasih dan Putra (2010) yang menunjukkan bahwa proporsi keluarga paling banyak memberikan dukungan yang rendah terhadap perilaku meminum minuman keras pada remaja di Sragen. Hal ini diduga dapat terjadi karena setiap keluarga di Indonesia telah mengetahui bahaya dan dampak yang ditimbulkan oleh minuman keras. Selain sebagai role model, keluarga juga berperan sebagai pelindung terhadap anggota keluarganya, termasuk melindungi dari bahaya-bahaya yang mungkin terjadi akibat perilaku yang salah.

Berdasarkan informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan keluarga tidak secara keseluruhan dipengaruhi oleh dukungan dari keluarga. Keluarga di satu sisi tidak memberikan dukungan kepada anggota keluarganya untuk meminum tuak karena mereka mengkhawatirkan dampak negatif tuak jika dikonsumsi berlebihan, namun di sisi lain mereka mendukung karena konsumsi tuak telah menjadi tradisi masyarakat Desa Lumban Siagian Jae dan dipercaya dapat menyehatkan badan, maka dari itu para keluarga memilih untuk membiarkan keturunan mereka untuk mengikuti kebiasaan konsumsi tuak.

Komunikasi yang baik diharapkan dapat terbangun dalam keluarga. Penelitian Filus dkk (2012) menunjukkan bahwa remaja yang mengonsumsi alkohol kemungkinan disebabkan karena adanya hubungan antara orangtua

dan anak yang bersifat searah, sering menimbulkan kesalahpahaman dan ketidak jelasan, sehingga muncul prasangka yang tidak baik. Buruknya komunikasi pada keluarga berdampak pada beberapa hal salah satunya yaitu anggota keluarga cenderung akan lebih mudah mencari pelarian dengan penyalahgunaan minum-minuman beralkohol. Adanya komunikasi yang baik antar anggota keluarga akan menjaga keharmonisan keluarga dan hal ini dapat membantu suami atau anak untuk tidak menjadikan tuak sebagai pelarian untuk melepaskan keletihan atau masalah.

H. Peran Petugas Kesehatan dalam Mengatasi Pola Konsumsi Tuak di Desa

Dokumen terkait