• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekerabatan Genetik Antar Individu Semai Pasak Bum

Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas DNA yang diperoleh untuk analisis genetik. Dalam ekstraksi DNA terdapat dua tahapan penting yang dilakukan yaitu mendegradasi sel untuk mengeluarkan DNA dan mengekstraksi untuk memisahkan DNA dari kontaminan yang ada.

Permasalahan yang dihadapi dalam ekstraksi DNA jenis tanaman keras atau berkayu adalah adanya senyawa fenol, senyawa protein, karbohidrat dan polisakarida yang dapat menurunkan kemurnian dan konsentrasi DNA. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode CTAB. Penggunaan CTAB dapat memisahkan DNA dari polisakarida karena adanya karakteristik perbedaan larutan antara keduanya dalam CTAB. Senyawa fenol yang ditunjukkan dengan terbentuknya warna coklat pada saat ekstraksi dapat dihilangkan dengan menambahkan senyawa fenol, selain itu pencucian berulang dengan menggunakan etanol dapat menghilangkan kontaminan-kontaminan yang ada.

Menurut Qiagen (2001), pita DNA yang berekor (smearing) mengindikasikan bahwa pita tersebut masih kotor. Hasil ekstraksi yang kotor ini masih mengandung larutan kloroform, kadungan fenol yang tinggi dan alkohol. Selain itu, hasil yang kotor tersebut masih mengandung kontaminasi protein, polisakarida dan RNA.

Seleksi primer

Seleksi primer dimaksudkan untuk mencari primer acak yang dapat menghasilkan amplifikasi, karena tidak semua primer nukleotida dapat menghasilkan produk amplifikasi (primer positif) dan dari primer positif tidak semuanya menghasilkan fragmen DNA polimorfik.

Dalam penelitian ini DNA contoh untuk seleksi primer disiapkan dengan cara bulking DNA, yaitu DNA dari masing-masing sampel dicampur menjadi satu dan kemudian dijadikan template.

Berdasarkan hasil seleksi terhadap 28 primer, diperoleh 16 primer yang menunjukkan amplifikasi dan dari 18 primer tersebut diambil 7 primer yang menunjukkan ampifikasi terbanyak (OPY-6, OPY-15, OPY-17, OPY-19, OPY-20 dan OPC 7). Hasil kegiatan seleksi primer dan beberapa primer terbaik dapat disajikan pada Gambar 25.

(a) (b) Gambar 25 Foto hasil seleksi primer (gambar (a) primer yang terpilih

adalah Y20 & C7, gambar (b) primer yang terpilih adalah Y17, Y15, Y8 dan Y6).

RAPD

Hasil amplifikasi PCR-RAPD dari sampel daun hasil perbanyakan secara generatif menunjukkan bahwa jumlah fragmen pita DNA hasil amplifikasi 7 primer terpilih berkisar antara 4-11 pita dengan kisaran pita yang teramplifikasi antara 100-1200 bp, tergantung pada jenis primer yang digunakan (Tabel 11). Dari total 56 pita yang teramplifikasi 78,57% atau sebanyak 44 pita menunjukkan polimorfik, sedangkan hasil analisis dengan Popgene diketahui nilai keragaman genetik dalam populasinya adalah sebesar 0,3076.

Y20 Y9 O16 O13 O6 M C7 C5 C4 MM M Y19 Y17 Y15 Y14 Y13 Y11 Y10 Y8 Y7 Y6

46

Tabel 11 Primer RAPD yang digunakan serta jumlah pita yang dihasilkan dari 20 individu semai pasak bumi

Primer Sekuens Range Pita

Yang Teramplifikasi (Kb) Jumlah Total Pita DNA Jumlah Pita DNA Polimorfik Persentase Pita DNA Polimorfik (%) OPY 15 5’TGGCGTCCTT’3 200 -1200 10 8 80 OPY 6 5’AGCCGTGGAA’3 200 - 1200 11 8 72,7 OPY 17 5’GACGTGGTGA’3 200 - 1200 10 8 80 OPY 8 5’AGGCAGAGCA’3 200 - 1200 9 9 100 OPY 19 5’TGAGGGTCCC’3 200-700 6 5 83,3 OPY 20 5’AGCCGTGGAA’3 100-500 4 2 50 OPC 7 5’GTCCCGACGA’3 100-800 6 4 66,7 Total 56 44 78,57

Gambar 26 menunjukkan contoh hasil amplifikasi dari 2 primer (OPY-15, OPY-17), sedangkan hasil amplifikasi 5 primer lainnya hasil skoring fragment pita hasil amplifikasi disajikan pada Lampiran 2.

OPY-15

OPY-17

Gambar 26 Hasil amplifikasi RAPD dengan primer OPY-15 dan OPY-17. (Keterangan: P1-P20: sampel tanaman, M:marker)

Nilai persentase lokus polimorfik dan keragaman tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Osman et al. (2003) terhadap tanaman pasak bumi di Malaysia dengan menggunakan penanda Single Nukleotide Polymorphisme (SNPs) terhadap 8 sampel dengan asal usul yang

P20 P19 P18 P17 P16 P15 P14 P13 P12 P11 P10 P9 P8 P7 P6 P5 P4 P3 P2 P1 M 100 bp 1000 bp 500 bp P20 P19 P18 P17 P16 P15 P14 P13 P12 P11 P10 P9 P8 P7 P6 P5 P4 P3 P2 P1 M 1000 bp 500 bp 100 bp

berbeda (Langkawi, Malaka, Trengganu, Pahang, Johor dan kultur jaringan) yaitu antara 45%-7% dan 0,182-0,246 dengan penanda SNP dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman daerah tropis lainnya seperti konifer (He = 0,145; Hamrick et al. 1992), eukaliptus (He = 0,182; Moran & Hopper 1987), namun lebih rendah dibandingkan tanaman berkayu, seperti kamper (He = 0,369; Lee et al. 2000) dengan menggunakan metode Isozim. Hal ini mengindikasikan bahwa heterogenitas individu pasak bumi dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang baik cukup tinggi. Menurut Li et al. (2006) pada beberapa kasus hal tersebut bisa disebabkan oleh tingginya instabilitas pada tanaman.

Kekerabatan antar individu semai pasak bumi

Menurut Namkoong et al. (1996) dalam Finkeldey (2005) keragaman genetik yang besar sangat mempengaruhi kemampuan suatu jenis untuk beradaptasi. Individu atau populasi dengan keragaman genetik yang sempit akan rentan terhadap kondisi lingkungan yang heterogen. Salah satu akibat yang disebabkan oleh sempitnya variasi genetik adalah mudah terserang oleh hama dan penyakit. Pada dasarnya kemampuan suatu jenis untuk beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan sangat tergantung pada keragaman genetik dan multiplisitas indivividual dalam populasi (Gregorius 1989 dalam Hosius et al. 2000).

Pola variasi genetik suatu jenis ditentukan oleh sistem perkawinan yang terjadi dan akan mempengaruhi struktur genetik dan dinamikan populasi dalam jenis tersebut. Dengan mengetahui proses-proses perkawinan yang terjadi pada suatu jenis akan bermanfaat bagi efektifitas konservasi sumberdaya genetik dan optmalisasi upaya pemuliaan genetik jenis tersebut.

Pasak bumi memiliki kemampuan perkawinan yang unik. Sebagai tanaman dioceous pasak bumi memiliki tipe pohon jantan dan betina sehingga perkawinan dilakukan secara kawin silang (outcrossing), namun pada beberapa kasus tanaman pasak bumi juga mampu melakukan penyerbukan sendiri saat bunga masih belum membuka (penyerbukan tertutup/kleistogami). Letak benang sari yang lebih rendah daripada kepala putik menyebabkan proses penyerbukan hanya terjadi ketika ada vektor yang dapat menggerakkan bunga sehingga putik dan benangsari bertemu (Hadiah 2000). Adanya dua tipe perkawinan yang

48

berbeda tersebut sangat mungkin menjadi penyebab tingginya keragaman genetik tanaman pasak bumi hasil perbanyakan secara generatif.

Jarak genetik dan analisis cluster

Berdasarkan analisis gerombol dan nilai jarak genetik (Lampiran 5) dengan menggunakan metode pemasangan kelompok aritmatika tidak berbobot (Unweightted Pair-Grouping Method With Aritmatic Averaging, UPGMA) dihasilkan dendrogram jarak genetik antar populasi seperti pada Gambar 27. .

Gambar 27 Dendrogram jarak genetik.

Pada Gambar 17, terlihat bahwa populasi membentuk dua kelompok yaitu kelompok I (terdiri dari 17 individu) dan kelompok II (terdiri dari 3 individu) dan akhirnya membentuk satu kelompok yang lebih besar. Individu yang memiliki jarak genetik terdekat adalah individu 19 dan 20 (0,1542), sedangkan individu yang memiliki jarak genetik terjauh adalah individu 1 dan 13 (0,8036).

Perbedaan kedua kelompok tersebut juga dapat diamati pada semai hasil perbanyakan generatif yang secara morfologi memiliki beberapa perbedaan penampakan seperti ukuran daun, warna daun serta pertumbuhan batangnya (Gambar 28). Perbedaan pengelompokan tersebut diduga karena adanya dua tipe

penyerbukan yang berbeda (outcrossing dan kleistogami) sehingga benih yang dihasilkan juga berbeda. Individu pada kelompok I (17 individu) diduga merupakan hasil dari outcrossing, sedangkan kelompok II (3 individu) diduga merupakan hasil dari kleistogami. Kemungkinan lain adalah benih tersebut berasal dari tanaman pasak bumi lain yang terbawa oleh burung, tikus atau terbawa oleh air sampai ke bawah pohon induk tersebut (migrasi gen).

Gambar 28 Perbedaan morfologi daun dan pucuk pasak bumi hasil perbanyakan secara generatif.

Menurut Osman et al. (2003) tanaman pasak bumi memiliki tipe dispersal yang mengikuti gaya berat (ke bawah) sehingga benih yang dihasilkan hanya tersebar di bawah pohon induk, hal tersebut menyebabkan tanaman pasak bumi di alam selalu dtemui secara berkelompok dibawah pohon induk. Hadiah (2000) juga menyatakan bahwa penyebaran benih pasak bumi umumnya hanya terbatas di sekitar pohon induk. Pemencaran ke tempat yang lebih jauh lagi hanya mungkin terbawa oleh aliran air hujan, karena ukuran buahnya yang relatif cukup besar sehingga tidak mungkin terbawa angin.

Implikasi status keragaman terhadap konservasi pasak bumi

Pengetahuan mengenai variasi genetik sangat penting untuk merumuskan program konservasi. Memahami dan mempertahankan keragaman genetik suatu populasi sangat penting dalam konservasi, karena keragaman genetik yang tinggi akan sangat membantu suatu populasi beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya, termasuk mampu beradaptasi terhadap penyakit-penyakit yang ada di alam.

50

Berdasarkan hasil analisis genetik, pasak bumi memiliki keragaman yang tinggi, oleh karena itu kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan juga lebih baik. Hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga kelangsungan hidupnya yang terancam akibat pemanenan berlebihan terhadap habitatnya di hutan alam untuk keperluan industri obat maupun perkebunan.

Dokumen terkait