• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Hasil uji efek hepatoprotektif jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik

4. Kelompok perlakuan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus

L. dosis 0,375; 0,75; 1,5 g/kgBB pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB

Pengukuran kelompok perlakuan fraksi air ekstrak etanolik herba

Sonchus arvensis L. dosis 0,375; 0,75; 1,5 g/kgBB bertujuan untuk melihat efek hepatoprotektif jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis

L. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Evaluasi efek hepatoprotektif fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dilihat dari ada tidaknya penurunan aktivitas serum ALT dan AST. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa efek hepatoprotektif paling efektif terjadi pada dosis 1,5 g/kgBB.

Kelompok perlakuan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis

L. dosis 0,375 g/kgBB memiliki aktivitas serum ALT sebesar 113,2 ± 7,0 U/L (tabel VII). Hasil uji statistik dengan uji Mann-Whitney (tabel VIII) menunjukkan kelompok perlakuan dosis 0,375 g/kgBB memiliki perbedaan bermakna (p=0,009) dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB (198,4 ± 23,7 U/L) dan mengalami penurunan hingga 1,75 kalinya. Hasil perbandingan kelompok dosis 0,375 g/kgBB dengan kelompok kontrol negatif

olive oil (41,6 ± 2,3 U/L) dan kelompok kontrol perlakuan (63,6 ± 4,5 U/L) menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p=0,009), yang artinya adalah dosis 0,375 g/kgBB menunjukkan kenaikkan secara signifikan (p<0,05) jika dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol perlakuan. Dari data uji statistik dapat disimpulkan bahwa fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 g/kgBB memiliki efek penghambatan terhadap peningkatan aktivitas

serum ALT yang terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB dengan % efek hepatoprotektif sebesar 54,34%.

Aktivitas serum AST dosis 0,375 g/kgBB sebesar 406,6 ± 71,2 U/L (tabel VII). Hasil uji statistik dengan uji LSD (tabel IX) menunjukkan kelompok perlakuan dosis 0,375 g/kgBB berbeda tidak bermakna (p=0,351) terhadap kontrol hepatotoksin (461,2 ± 46,3 U/L). Penurunan aktivitas serum AST dosis 0,375 g/kgBB sebesar 1,13 kali lipat. Dapat diartikan bahwa fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 g/kgBB tidak memiliki efek penghambatan terhadap peningkatan aktivitas serum AST yang terinduksi karbon tetraklorida. Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif olive oil (99,2 ± 8,9 U/L) dan kelompok kontrol perlakuan (136,2 ± 8,6 U/L) , terdapat perbedaan bermakna (p<0,05).

Kelompok perlakuan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis

L. dosis 0,75 g/kgBB memiliki aktivitas serum ALT sebesar 109,0 ± 7,6 U/L (tabel VII). Hasil uji statistik dengan uji Mann-Whitney (tabel VIII) menunjukkan kelompok perlakuan dosis 0,75 g/kgBB memiliki perbedaan bermakna (p=0,016) dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB (198,4 ± 23,7 U/L) dan mengalami penurunan hingga 1,82 kalinya. Hasil perbandingan kelompok dosis 0,75 g/kgBB dengan kelompok kontrol negatif

olive oil (41,6 ± 2,3 U/L) dan kelompok kontrol perlakuan (63,6 ± 4,5 U/L) menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p=0,009), yang artinya adalah dosis 0,75 g/kgBB menunjukkan kenaikkan secara signifikan (p<0,05) jika dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol perlakuan. Dari data uji statistik

dapat disimpulkan bahwa fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dosis 0,75 g/kgBB memiliki efek penghambatan terhadap peningkatan aktivitas serum ALT yang terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB dengan % efek hepatoprotektif sebesar 57,02%.

Aktivitas serum AST dosis 0,75 g/kgBB sebesar 363,6 ± 35,9 U/L (tabel VII). Hasil uji statistik dengan uji LSD (tabel IX) menunjukkan kelompok perlakuan dosis 0,75 g/kgBB berbeda tidak bermakna (p=0,102) terhadap kontrol hepatotoksin (461,2 ± 46,3 U/L). Penurunan aktivitas serum AST dosis 0,75 g/kgBB sebesar 1,27 kali lipat. Dapat diartikan bahwa fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dosis 0,75 g/kgBB tidak memiliki efek penghambatan terhadap peningkatan aktivitas serum AST yang terinduksi karbon tetraklorida. Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif olive oil (99,2 ± 8,9 U/L) dan kelompok kontrol perlakuan (136,2 ± 8,6 U/L) , terdapat perbedaan bermakna (p<0,05).

Kelompok perlakuan fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis

L. dosis 1,5 g/kgBB memiliki aktivitas serum ALT sebesar 61,8 ± 7,8 U/L (tabel VII). Hasil uji statistik dengan uji Mann-Whitney (tabel VIII) menunjukkan kelompok perlakuan dosis 1,5 g/kgBB memiliki perbedaan bermakna (p=0,009) dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB (198,4 ± 23,7 U/L) dan mengalami penurunan hingga 3,21 kalinya. Hasil perbandingan kelompok dosis 1,5 g/kgBB dengan kelompok kontrol negatif olive oil (41,6 ± 2,3 U/L) menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,009) dan dengan kelompok kontrol perlakuan (63,6 ± 4,5 U/L) menunjukkan berbeda tidak

bermakna (p=0,675). Dari data uji statistik dapat disimpulkan bahwa fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 g/kgBB memiliki efek penghambatan terhadap peningkatan aktivitas serum ALT yang terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB dengan % efek hepatoprotektif sebesar 87,12%.

Aktivitas serum AST dosis 1,5 g/kgBB sebesar 294,6 ± 35,4 U/L (tabel VII). Hasil uji statistik dengan uji LSD (tabel IX) menunjukkan kelompok perlakuan dosis 1,5 g/kgBB berbeda bermakna (p=0,008) terhadap kontrol hepatotoksin (461,2 ± 46,3 U/L). Penurunan aktivitas serum AST dosis 1,5 g/kgBB sebesar 1,56 kali lipat. Dapat diartikan bahwa fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 g/kgBB memiliki efek penghambatan terhadap peningkatan aktivitas serum AST yang terinduksi karbon tetraklorida. Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif olive oil (99,2 ± 8,9 U/L) menunjukan berbeda bermakna (p=0,002) dan dengan kelompok kontrol perlakuan (136,2 ± 8,6 U/L) menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,011).

Dari hasil uji Mann-Whitney (tabel VIII) aktivitas ALT pada ketiga peringkat dosis fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L., terlihat bahwa dosis 0,375 g/kgBB berbeda tidak bermakna dibandingkan dosis 0,75 g/kgBB. Sedangkan dosis 0,375 g/kgBB dan 0,75 g/kgBB menunjukkan perbedaan bermakna terhadap dosis 1,5 g/kgBB. Hal ini berarti, dosis 0,375; 0,75 g/kgBB memberikan perbedaan yang tidak signifikan dalam memberikan efek hepatoprotektif, namun jika dosis 1,5 g/kgBB dibandingkan dengan dosis 0,375; 0,75 g/kgBB, terdapat perbedaan yang signifikan dalam memberikan efek hepatoprotektif. Efek hepatoprotektif dari ketiga peringkat dosis fraksi air ekstrak

etanolik herba Sonchus arvensis L. dilihat dari nilai aktivitas serum ALT, hal ini dikarenakan enzim ALT lebih spesifik dan menjadi patokan bila terjadi kerusakan pada hati. Secara statistik, menunjukkan tidak ada kekerabatan dosis dengan respon yang muncul. Hal ini terlihat dari dosis 0,375 dan dosis 0,75 g/kgBB yang memberikan perbedaan tidak signifikan dalam memberikan efek hepatoprotektif.

Dari hasil uji LSD (tabel IX) aktivitas serum AST pada pada dosis 0,375 g/kgBB dan dosis 0,75 g/kgBB tidak memiliki efek hepatoprotektif, hal ini dikarenakan adanya perbedaan yang tidak bermakna antara dosis 0,375 g/kgBB dan dosis 0,75 g/kgBB dengan kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida (p>0,05). Namun dosis 1,5 g/kgBB memiliki efek hepatoprotektif karena secara statistik terdapat perbedaan bermakna dengan kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida (p<0,05). Akan tetapi jika dilihat dari purata aktivitas serum AST masing-masing kelompok perlakuan, telah terjadi penurunan jika dibandingkan dengan purata aktivitas serum AST kontrol hepatotoksin. Pada penelitian ini, aktivitas serum AST dari ketiga dosis pemberian masih menunjukkan nilai purata yang tinggi. Ini disebabkan karena AST tidak hanya terdapat di dalam hati melainkan juga ditemukan pada otot jantung, rangka, ginjal, otak, pankreas, paru, lekosit, dan eritrosit (Pratt and Kaplan, 2000). Menurut Adewole, Salako, Doherty, and Naicker, (2007), radikal bebas dari CCl4 dapat menyebabkan terjadinya oksidatif stres pada berbagai jaringan eksperimental seperti hati, ginjal, jantung, paru-paru, otak, dan darah. Sehingga bila terjadi kerusakan hati, enzim AST tidak hanya dilepaskan oleh organ hati ketika mengalami stres oksidatif, melainkan organ-organ lain seperti jantung, otot rangka, ginjal, otak, paru, pankreas, leukosit dan

eritrosit juga dapat melepas enzim AST dalam jumlah yang besar ke dalam darah jika mengalami kerusakan serupa (Pratt and Kaplan, 2000). Pengukuran aktivitas AST dilakukan pada penelitian ini karena AST merupakan enzim yang memiliki aktivitas metabolik tinggi, dapat mengkatalis konversi bagian nitrogen asam amino menjadi energi dalam siklus krebs. Pada kerusakan hati, kadar AST dan ALT serum mengalami kenaikan maupun penurunan secara bersamaan. Namun AST lebih sering dijadikan sebagai data pendukung karena tidak spesifik untuk menandakan adanya kerusakan hati yang di sebabkan karena AST tidak hanya terdapat di dalam hati, melainkan organ-organ lain seperti ginjal, jantung, paru (Shivaraj, 2009).

Di dalam hati terdapat enzim superoksida dismutase (SOD) dan enzim

katalase (CAT). superoksida dismutase (SOD) merupakan enzim yang sangat sensitif bila terjadi kerusakan heaptoseluler dan menjadi enzim yang berperan sebagai enzim antioksidan alami di dalam tubuh. Enzim SOD mengikat anion superoksida untuk kemudian membentuk hidrogen peroksida yang berfungsi mengurangi efek toksis yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Enzim katalase

(CAT) memiliki fungsi yang sama dengan SOD sebagai enzim antioksidan alami di dalam tubuh, namun CAT lebih luas tersebar di semua jaringan hewan dan aktivitas tertinggi ditemukan dalam sel darah merah dan hati. Penurunan aktivitas SOD dan CAT menandakan adanya kerusakan pada sel hati. Selain SOD dan CAT, hati memiliki sistem perlindungan non enzimatik seperti glutathione (GSH). GSH berfungsi melindugi hati dari radikal bebas seperti hidrogen peroksida, radikal superoksida dan memelihara membran tiol protein. Menurunnya kadar

GSH pada tikus disebabkan adanya peroksidasi lipid akibat paparan radikal besar yang berasal dari CCl4 (Palanivel, 2008).

Pada penelitian ini, karbon tetraklorida digunakan sebagai agen hepatotoksik. Karbon tetraklorida dimetabolisme menjadi radikal triklorometil oleh enzim CYP2E1 di dalam hati. Selain itu, CCl4 dapat membentuk radikal triklorometil peroksi (•OOCCl3). Pembentukan CCl4 menjadi radikal triklorometil peroksi membutuhkan bioaktivasi fase I, yaitu sitokrom P450. Radikal bebas yang terbentuk dapat berikatan dengan asam lemak tak jenuh untuk menghasilkan alkoksi (•R) dan radikal peroksi (•ROO), sehingga menghasilkan lipid peroksidasi

yang sangat reaktif dan dapat menyebabkan cedera hati yang ditandai dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST (Weber, 2003 dan Ogeturk, 2005). Radikal bebas yang tebentuk dari metabolisme CCl4 juga diketahui dapat mengurangi kadar enzim glutation (GSH) sehingga dapat menyebabkan terjadinya oksidatif stres. Oksidatif stres merupakan penyebab utama terjadinya cedera akut dan kronis pada jaringan hati (Czechowska, 2003 dan Preethi, 2009).

Kandungan flavonoid dalam herba tempuyung (kaempferol, luteolin-7-O-glukosida, dan apigenin-7-o-glukosida) berfungsi dalam menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya kerusakan oksidatif di hati serta mempunyai aktivitas melindungi dari paparan radikal bebas (Salah, Milelr, Pangauga, Bolwell, Rice, dan Evans, 1995). Senyawa flavonoid yang terkandung di dalam fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. dapat meningkatkan enzim-enzim yang berperan sebagai antioksidan alami seperti superoksida dismutase (SOD),

dilakukan penetapan kadar flavonoid total dan kadar fenolik dari fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. untuk mengetahui seberapa besar kandungan flavonoid yang dimiliki fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L.

Menurut Soegihardjo (1984), di dalam fraksi air ekstrak total Sonchus oleraceus L. terkandung senyawa luteolin aglikon yang merupakan turunan dari senyawa flavonoid. Kemungkinan, di dalam fraksi air ekstrak etanolik herba

Sonchus arvensis L. pada penelitian ini terkandung senyawa luteolin aglikon yang dapat menangkap radikal bebas seperti triklorometil dan membuat radikal bebas menjadi kurang reaktif. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan senyawa yang lebih spesifik di dalam fraksi air ekstrak etanolik herba Sonchus arvensis L. yang memiliki efek hepatoprottektif.

Dokumen terkait