• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAMAN DAN JARAK GENETIK KUDA BERDASARKAN ANALISIS ELEKTROFORESIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH

Pendahuluan

Pemanfaatan teknologi molekuler berdasarkan penanda immunogenetik dan biokimia, pada saat ini telah banyak digunakan dalam upaya pencatatan dan verifikasi keturunan dari berbagai kuda domestik. Hubungan antar populasi kuda dapat diungkap dengan memanfaatkan teknologi pengujian sampel sel darah merah dan polimorfisme protein darah (Bowling & Ruvinsky 2004). Analisis polimorfisme protein darah dengan menggunakan metode Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE) merupakan salah satu teknik yang sudah lama dikenal, sering digunakan untuk mengidentifikasi enzim atau protein (Tosaki et al. 1995). PAGE adalah metode yang sederhana dan relatif murah dalam memisahkan molekul kimia berdasarkan perbedaan ukuran, berat molekul dan muatan listrik yang dikandung oleh makro molekul dengan menggunakan arus listrik. Protein merupakan salah satu bentuk makro molekul yang dihasilkan sel hidup dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan informasi genetik (Rodriquez et al. 1992) serta merupakan produk langsung gen yang relatif tidak terpengaruh oleh perubahan lingkungan. Setiap kelompok protein darah dapat diwariskan dari generasi ke generasi dan merupakan penampilan dalam bentuk alel pada lokusnya (Nicholas 1996), sehingga dengan mengetahui karakteristik protein darahnya dapat pula diketahui genotipe setiap individu dan populasinya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui polimorfisme protein darah dari beberapa jenis kuda lokal di Sulawesi Utara dan mengetahui jarak genetik kuda lokal Sulawesi Utara berdasarkan polimorfisme protein darah.

Materi dan Metode

Alat untuk pengambilan sampel darah adalah alat suntik Terumo(none) 10 ml, ice box, centrifuge tube 3 ml. Mikropipet P10, P20, P200, P1000 Gilson (France) beserta pipet tipnya,

microtube eppendorf 1.5 dan 0.2, gelas ukur, labu erlenmeyer dan gelas piala.

Peralatan elektronik yang dipakai untuk preparasi sampel adalah mikrosentrifus

(Eppendorf Centrifuge 5415 C); pemanas (Sybron Thermolyne Nuova II Hot plate); vortex (Maxi Mix Thermolyne 37600 Mixer); waterbath (Grand Incubator); kamera pengamatan Mitsubishi video copy processor model P91E CB dilengkapi monitor (UVI Tec); vacuum

dryer (Centri Vap Concentrator, Labconco); magnetic stirrer (Mg 78); electronic balance

(AD HX 100) dan perangkat Kayaki PS100 Submarine Electrophoresis; voltage/current regulator.

Bahan kimia yang digunakan untuk mengidentifikasi polimorfisme protein plasma darah kuda adalah: tris (hydroxyl methyl) amino metana, sukrosa akrilamida NN’methyl diakrilamida, asam khlorida, methanol, TEMED (N,N,N’,N’-

tetramethyletilena diamina), asam asetat (glacial acetic acid), kertas saring whatman

nomor 1, aquadestilata, coomassie brilliant blue 250 R, amido black 10 R, heparin indium dan alkohol 70% (Sambrook; Fritsch & Maniastis 1989; Sulandari & Zein 2003.)

Penelitian protein darah (plasma) menggunakan metode elektroforesis protein darah (Lampiran 5) untuk melihat keragaman dan jarak genetik. Lokus-lokus yang akan diamati adalah: transferin atau globulin (Tf), post Transferin-1 (PTf1), Post Transferin-2 (PTf2) yang terdapat pada kromosom 16, albumin (Alb) dan Post Albumin (Pa) pada kromosom 3 dan hemoglobin alfa (HbA) pada kromosom 13 (Nicholas 1999). Tahapan analisis meliputi: 1. Persiapan sampel dalam tabung pertama yang mengandung anti koagulan dipisahkan

kedalam bentuk plasma dengan cara disentrifuge dengan kecepatan di atas 8000 rpm selama 15 menit;

2. Pembuatan campuran bahan kimia untuk gel pemisah (running gel atau separation gel), buffer elektroda, bahan contoh dan larutan pewarna (staining) dilakukan dengan menggunakan metode Ogita dan Markers yang dimodifikasi, sedangkan larutan pewarna dan pencuci untuk protein plasma berdasarkan metode Thinner (Jakaria 1996);

3. Pembuatan larutan gel elektroforesis terdiri atas dua larutan yaitu larutan gel pemisah dan penggertak. Larutan gel pemisah dimasukkan kedalam celah dua keping kaca, yang telah diberi pembatas untai silinder plastik dan dijepit dengan menggunakan pipet secara perlahan-lahan. Batas ketinggian gel pemisah dalam kaca ditentukan dengan memberikan ruang untuk gel penggertak setinggi 3-4 cm. Larutan isobutanol

ditambahkan sedikit ke dalam kaca diatas permukaan gel pemisah agar permukaan gel pemisah rata. Gel pemisah dibiarkan sampai membeku, kemudian dikeluarkan dari keping kaca dengan menggunakan alat suntik atau kertas hisap, sedangkan larutan penggertak dimasukkan kedalam slab diatas gel pemisah dan sisir

pencetak sumur diletakkan pada gel penggertak sebelum membeku. Selanjutnya bagian atas keping kaca ditutup dengan plastik dan disimpan dalam lemari pendingin yang bertemperatur 4°C selama tiga hari;

4. Pengujian sampel dan pemisahan protein dilakukan dengan alat elektroforesis. Pencetak sumur pada gel penggertak dilepas perlahan-lahan dan buffer elektroda dibiarkan masuk kedalam wadah contoh. Pengambilan contoh plasma atau sel darah merah dilakukan dengan menggunakan alat suntik Hamilton sebanyak 0.4 pl dan 0.6 pl bahan IV, kemudian dimasukkan kedalam sumur pada gel penggertak di keping kaca. Setelah itu, alat elektroforesis dihubungkan dengan sumber tenaga listrik pada tegangan 150 volt dan arus sebesar 20 Ma. Proses pemisahan protein hingga terbentuknya pola polimorfisme protein darah memerlukan waktu 7-9 jam;

5. Pada proses pewarnaan dan pencucian digunakan pewarna Coomasie Blue 1% R250, sedangkan untuk pewarnaan hemoglobin digunakan bahan pewarna asam trichloroasetat 5% dan Ponceau S 0.5% dalam aquadestilata. Setelah proses pewarnaan, gel dicuci dengan larutan pencuci kedalam wadah plastik yang sama, dan dibiarkan selama tiga jam atau lebih pada temperatur ruangan. Setiap digunakan selama 24 jam, larutan pencuci diganti untuk menghindari terjadinya kekeringan pada gel agar pita protein jelas dan wadah ditutup rapat untuk menghindari masuknya kotoran atau benda lain;

6. Pola pita protein plasma dan hemoglobin (Lampiran 5b) yang terbentuk dari hasil analisis elektroforesis dihitung berdasarkan jumlah pita yang terbentuk dengan berpatokan pada metode pengamatan menurut Gehne (Sambrook et al. 1989). Frekuensi pola protein diperoleh berdasarkan jumlah pita protein yang muncul pada setiap sampel percobaan yang dibagi dengan total jumlah sampel pengamatan. Keragaman alel, uji statistik F

dihitung dengan menggunakan aplikasi komputer GENPOP (Rousset 2007) yang telah diedit menggunakan aplikasi BIOEDIT (Hall 2005).

Analisis Chi Square (χ2) digunakan untuk pengujian bilamana terdapat asosiasi antara peubah baris dengan peubah kolom, atau bilamana sebaran genotip sampel pada setiap parameter yang diamati dibandingkan dengan sebarannya secara teoritis dari model Hardy- Weinberg (Kirkwood 2005 ; Liu 1998). Gen polimorfis untuk alel A dan B dari frekuensi masing-masing p dan q dinyatakan dalam keadaan seimbang Hardy Weinberg

apabila frekuensi gonotip AA, AB dan BB sama dengan p2, 2pq dan q2, yang menurut Steel dan Torrie (1995), dinyatakan sebagai berikut:

Keterangan: X2 = khi kuadrat 0 = pengamatan e = frekuensi harapan

Gen dominan dan resesif dianalisis berdasarkan perhitungan menurut rumus Ishida et al. (1994), yaitu:

p = 1 – q

Keterangan: q= frekuensi gen dominan otosomal

R= jumlah individu dengan ekspresi resesif (homozigot resesif) N= jumlah total individu yang diamati

p= frekuensi gen resesif otosomal

Frekuensi gen alel ganda dihitung berdasarkan rumus Stansfield (1983):

r = √ r

; q = √

q + r

2

–r ; p = 1 - q - r

Keterangan : p = frekuensi gen alel 1 q = frekuensi gen alel 2 r = frekuensi gen alel 3

Pendugaan keragaman genetik dihitung berdasarkan rumus heterozigositas (h) dan rataan heterozigositas (H) menurut Nei (1987), dan frekuensi alel dihitung dengan rumus:

X

i

Keterangan: Xi = frekueni alel ke i

Xii = frekuensi alel ke i Xij= jumlah seluruh alel

Nilai heterozigositas (h) merupakan ukuran keragaman genetik populasi yang kawin acak dihitung berdasarkan frekuensi alel di setiap lokus, dengan rumus:

h = 1- ( X

i 2

) , dan H = 1- X

i 2

/ r

Keterangan: Xi = frekuensi alel ke i

r = jumlah lokus yang diamati

Pendugaan kesamaan genetik (I) dan jarak genetik (D), dihitung dengan menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000), sebagai berikut:

I = [ q

ij

x q

ik

/ ( q

2 jj

xq

2 ik

]

D = - Ln (I)

Keterangan: qij = frekuensi gen pada lokus ke- i kelompok itik ke-j.

qik = frekuensi gen pada lokus ke- i kelompok itik ke-k.

Hasil dan Pembahasan

Keragaman Genotip

Analisis keragaman genotip pada beberapa lokus protein darah dan sel darah merah dijelaskan dalam Tabel 14a dan 14b.

Tabel 14a Frekuensi genotip lokus Albumin dan Post Albumin, kuda lokal Sulawesi Utara Populasi

Kuda

Albumin Post Albumin

AA AB BB AA AB BB AC Tomohon 0.80 0.10 0.10 0.00 1.00 0.00 0.00 Manado 0.43 0.50 0.07 0.00 0.75 0.25 0.00 Minsel 0.62 0.23 0.15 0.00 1.00 0.00 0.00 Minahasa 0.61 0.30 0.09 0.04 0.78 0.13 0.04 Total 0.57 0.33 0.10 0.01 0.84 0.14 0.01

Tabel 14b Frekuensi genotip Transferin dan Hemoglobin ά kuda lokal Sulawesi Utara Populasi Kuda Transferrin Hemoglobin ά AB BB BC Tipe 1 Tipe 2 Tomohon 0.50 0.10 0.40 0.80 0.20 Manado 0.46 0.32 0.21 0.39 0.61 Minsel 0.46 0.46 0.08 0.31 0.69 Minahasa 0.52 0.30 0.17 0.70 0.30 Total 0.49 0.31 0.20 0.51 0.49

Gambar 11 dan 12, memperlihatkan adanya keragaman pola pita protein yang didasarkan pada perbedaan bentuk dan jarak pada lokus Tf, PAlb, Alb dan HbA pada Gambar 13 dan 14 yang memperlihatkan adanya dua pita. Hal ini menunjukkan adanya variasi lokus pada populasi kuda di Sulawesi Utara. Semetara lokus lainnya hanya menampakkan pola protein pita tunggal.

Gambar 11. Contoh pola pita Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 berdasarkan teknik PAGE

Gambar 13 Contoh pola pita Hemoglobin

α

Gambar 14 Rekonstruksi pola pita Hemoglobin

α

Hasil analisis frekuensi alel pada kuda lokal Sulawesi Utara berdasarkan lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, PTf-2 disajikan pada Tabel 15a dan 15b, menunjukan lokus Alb alel A memiliki frekuensi tertinggi yaitu sebesar 0.85 dan terendah pada alel B sebesar 0.15 di populasi Tomohon. Frekuensi alel tertinggi pada lokus PAlb alel B sebesar 0.63 di daerah Manado dan terendah pada alel C sebesar 0.02 di Minahasa. Frekuensi alel tertinggi pada lokus Tf yaitu alel B sebesar 0.73 dan terendah pada alel C sebesar 0.04 di daerah Minahasa

Selatan (Amurang). Frekuensi alel tertinggi pada lokus PTf-1 dan PTf-2 masing-masing pada alel A sebesar 1.00 dan terendah pada alel B sebesar 0.00 untuk semua populasi.

Tabel 15a Frekuensi ael pada lokus Albumin, Post Albumin dan Transferin pada kuda lokal Sulawesi Utara

Populasi Kuda

Albumin Post Albumin Transferin

A B A B C A B C

Tomohon 0.85 0.15 0.50 0.50 0.00 0.25 0.55 0.20

Manado 0.68 0.32 0.38 0.63 0.00 0.23 0.66 0.11

Minsel 0.70 0.27 0.50 0.50 0.00 0.23 0.73 0.04

Minahasa 0.70 0.24 0.46 0.52 0.02 0.26 0.65 0.09

Tabel 15b Frekuensi alel pada lokus Post Transferin 1 dan Post Transferin 2 pada kuda lokal Sulawesi Utara

Populasi Kuda

Post Transferin-1 Post Transferin-2

A B A B

Tomohon 1.00 0.00 1.00 0.00

Manado 1.00 0.00 1.00 0.00

Minsel 1.00 0.00 1.00 0.00

Minahasa 1.00 0.00 1.00 0.00

Variasi genetik kuda lokal di Sulawesi Utara seperti tertera pada Tabel 16, menunjukkan bahwa lokus post albumin dan transferin dari empat populasi kuda memiliki nilai heterozigositas tertinggi masing-masing sebesar 100 dan 90% yang mencerminkan adanya polimorfik yang tinggi terdapat pada populasi kuda Tomohon.

Nilai heterozigositas tertinggi untuk lokus albumin sebesar 50% terdapat pada populasi kuda di Manado. Lokus yang lain tidak menunjukkan adanya variasi seperti lokus PTf-1 dan PTf-2 dimana semuanya menunjukkan genotipe homozigot yang sama yaitu genotipe AA. Tabel 16 Heterozigositas kuda lokal Sulawesi Utara

Populasi

Kuda Albumin Post Albumin Transferin

Post Transferin-1 Post Transferin-2 Tomohon 0.10 1.00 0.90 0.00 0.00 Manado 0.50 0.75 0.68 0.00 0.00 Minsel 0.23 1.00 0.54 0.00 0.00 Minahasa 0.30 0.83 0.69 0.00 0.00 Total 0.34 0.85 0.69 0.00 0.00

Perbedaan keragaman genetik dapat disebabkan oleh perbedaan lingkungan yang berbeda secara topografi dan juga adanya perbedaan sistem pemeliharaan dari peternak di keempat lokasi. Kota Tomohon diduga telah melakukan pola pemeliharaan dan sistem persilangan yang terstruktur.

Tabel 17 Keseimbangan Hardy-Weinberg berdasarkan uji

χ

2

Keterangan: (*) = nyata; (tn) = tidak nyata pada taraf α=0,05 Tabel 18. Jarak genetik lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1 dan PTf-2

Berdasarkan hasil analisis jarak genetik dan pohon kekerabatan diperoleh bentuk pohon kekerabatan yang disajikan pada Tabel 18 dan Gambar 15. Hasil analisis jarak genetik dengan lokus Albumin, Post Albumin, Transferin, PTf-1, dan PTf-2 serta hasil konstruksi dendrogram pohon genetik dengan jelas memperlihatkan hubungan kekerabatan yang didasarkan atas perbedaan lokasi dimana populasi kuda di Amurang (kabupaten Minahasa Selatan) memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan populasi kuda di kabupaten Minahasa. Populasi kuda di Tomohon merupakan kelompok dengan jarak genetik terjauh, dimana hasil ini lebih mirip dengan hasil pengelompokkan berdasarkan analisis morfologi yang menunjukkan populasi kuda di kabupaten Minahasa Selatan memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan populasi kuda di kabupaten Minahasa dan populasi kuda di Tomohon memiliki hubungan kekerabatan yang jauh dengan ketiga populasi kuda lainnya. Hal ini dikarenakan kota Tomohon yang merupakan daerah dataran tinggi (± 500 dpl) dengan kondisi berbukit-bukit dimana masyarakat pemilik kuda telah melakukan seleksi dengan

Populasi Kuda N Alb Alb Tf

Tomohon 10 3.70 tn 10,00* 4.67 tn Manado 28 0.60 tn 10.08* 4.16 tn Minsel 13 2.22 tn 13.00* 0.82 tn Minahasa 23 0.62tn 9.88* 3.76 tn Populasi Kuda 1 2 3 4 Tomohon 0 Manado 0.0138 0 Minsel 0.0120 0.0059 0 Minahasa 0.0058 0.0038 0.0019 0

tujuan untuk mendapatkan suatu populasi kuda dengan postur tubuh yang besar dan dapat disesuaikan dengan kondisi geografis kota Tomohon.

Gambar 15 Dendrogram jarak genetik berdasarkan metode UPGMA

Simpulan

1. Terdapat variasi morfologi dan polimorfisme protein darah pada lokus Alb, PAlb, Tf dan HbA antar individu antar sub-populasi, sedangkan lokus PTf-1 dan PTf-2 bersifat monomorfik.

2. Berdasarkan penciri immunogenetik (protein darah), sub-populasi kuda lokal di Tomohon memeiliki kekerabatan yang rendah terhadap sub-populasi di Minahasa, Minahasa Selatan dan Manado.

3. Terdapat alel spesifik C dengan genotipe AC pada lokus Albumin dengan frekuensi yang kecil dan perlu ditelusuri sumber keragamannya.

PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN