• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paradigma Pembangunan Kehutanan

Menyadari kegagalan pembangunan kehutanan pada masa orde baru yang

lebih mengutamakan pada eksploitasi sumberdaya hutan (resources forest based

management) yang berdampak pada kerusakan sumber daya hutan dan

menyengsarakan masyarakat di sekitar hutan, maka pada masa reformasi ini paradigma pembangunan kehutanan mengalami perubahan, yaitu perubahan paradigma pembangunan kehutanan lebih mengarah kepada konvergensi

kepentingan masyarakat di sekitar hutan (community based forest management).

Dampak dari perubahan paradigma pembangunan kehutanan tersebut, masyarakat di sekitar hutan dapat melakukan pengelolaan sumber daya hutan secara partisipatif sesuai dengan kebutuhan dan kearifan yang dimilikinya. Pengelolaan hutan secara partisipatif (Suporahardjo dan Setyawati 2008: 39) akan menjamin keberlanjutan dan kelestarian sumber daya hutan. Untuk itu, peran pemerintah tidak lagi sebagai pengendali dalam pengelolaan, namun berperan sebagai fasilitator yang siap memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat atau petani.

Bentuk pengelolaan sumber daya hutan yang terdesentralisasi (Wollenberg

et al. 2009: 5) berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan yang dapat dicapai melalui kegiatan kehutanan masyarakat dan pengelolaan lokal. Kegiatan kehutanan masyarakat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengelola hutan secara penuh dikenal sebagai sistem agroforestri. Pengelolaan lokal berimplikasi pada pemberian kewenangan dan pengambilan keputusan yang dilakukan di tingkat akar rumput atau masyarakat lokal.

Fleksibilitas pengelolaan hutan secara lokal memiliki pengaruh terhadap kearifan lokal sehingga dapat menjaga keselarasan dan keseimbangan dalam

kehidupan bermasyarakat. Pengelolaan hutan lokal (Wollenberg et al. 2009: 7)

bersifat multi-kutub, multi-lapis dan bercirikan adanya saling kebergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga produk yang dihasilkan beragam sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Keragaman hasil tersebut berdampak pada terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, sehingga tumbuh kepedulian untuk

memelihara dan melestarikan hutan. Pergeseran pola pembangunan kehutanan, dari berorientasi pada kepentingan ekspolitasi hasil hutan ke arah yang berorientasi pada kepentingan masyarakat di sekitar hutan, sejalan dengan konsep pergeseran yang disampaikan oleh Campbell (1997) sebagaimana disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pergeseran Konseptual Pembangunan Kehutanan

No Dari Menuju

A. Sikap dan Orientasi

1. Pengendalian Dukungan dan fasilitasi

2. Penerima manfaat Mitra

3. Pengguna Pengelola

4. Pembuatan keputusan sentralistik Partisipatif

5. Orientasi penerima Orientasi pemberdayaan 6. Keuntungan nasional Orientasi keadilan lokal 7. Diarahkan oleh negara Proses belajar/evolusi B. Institusional dan Administratif

8. Sentraslisasi Desentralisasi 9. Manajemen (perencanaan, pelaksanaan,

monitoring) oleh pemerintah

Kemitraan

10. Top down Partisipatif/negosiatif 11. Orientasi target Orientasi proses

12. Anggaran kaku untuk rencana kerja besar Anggaran fleksibel untuk rencana kerja mikro

13. Aturan-aturan untuk menghukum Penyelesaian konflik C. Metode Manajemen

14. Kaku Fleksibel

15. Tujuan tunggal Tujuan ganda/beragam

16. Keseragaman Keanekaragaman

17. Produk tunggal Produk beragaman 18. Menu manajemen yang tetap dengan

aturan silvikultur tunggal

Beragam pilihan silvikultur untuk spesifikasi lokal

19. Tanaman Regenerasi alam

20. Tenaga kerja/buruh/pengumpul Manajer/pelaksana/pemroses/pemasar

Sumber: Campbell (Suharjito 2000: 13)

.

Seiring dengan pergeseran pembangunan kehutanan yang disampaikan oleh Campbell tersebut, penerapan sistem agroforestri merupakan jawaban dari pergeseran tersebut. Penerapan sistem agroforestri menyesuaikan pada kondisi lahan dan kebutuhan masyarakat lokal, diharapkan dapat berpengaruh secara nyata terhadap pengelolaan lahan yang keberlanjutan.

Paradigma Penyuluhan Kehutanan

Perubahan paradigma pembangunan kehutanan yang lebih berorientasi

pada kepentingan masyarakat di sekitar hutan (resources and community based

forest management), sudah selayaknya paradigma penyuluhan kehutanan juga ikut

berubah. Perubahan paradigma penyuluhan kehutanan mengacu pada penyiapan masyarakat di sekitar hutan agar dapat mengelola hutan sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya. Oleh karena itu, penyuluhan kehutanan harus

menjadikan masyarakat sebagai “subyek” bukan “obyek” penyuluhan.

Orientasi pernyuluhan kehutanan harus lebih mementingkan kebutuhan sasaran utama penyuluhan (pelaku utama dan pelaku usaha) yang bersifat lokal, oleh karenanya penyuluhan harus dilakukan secara partisipatif dialogis (Sumardjo 2010b) sesuai kebutuhan sasaran utama tersebut. Selain itu, penyuluhan harus mampu menjangkau dan berkomunikasi secara efektif dengan sasaran penentu (eksekutif daerah) dan sasaran antara (legislatif daerah), karena kedua sasaran ini memiliki kewenangan dalam menentukan keberlangsungan kegiatan penyuluhan. Terjadinya komunikasi yang dialogis, diharapkan penyuluhan mendapat dukungan dan perhatian yang memadai.

Menyambut tantangan perubahan paradigma pembangunan kehutanan

tersebut, maka penyuluhan kehutanan tidak lagi bersifat top down, instruksi dan

perintah, tetapi harus mengacu pada pemberdayaan masyarakat yang berdasarkan pada potensi sumber daya lokal, mengedepankan kemitraan dan berorientasi pada masa depan atau keberlanjutan. Kondisi ini sesuai dengan asas-asas penyuluhan kehutanan (UU No. 16 Tahun 2006) yaitu: demokrasi, manfaat, kesetaraan, keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerjasama, patisipatif, kemitraan, keberlanjutan, berkeadilan, pemerataan dan bertangunggugat.

Untuk melaksanakan tugas mulia tersebut, dibutuhkan penyuluh kehutanan yang memiliki kompetensi yang paripurna dan dedikasi yang teruji. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi penyuluh kehutanan sudah menjadi suatu keharusan. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan diklat, diberikan kesempatan untuk

menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi, workshop, seminar dan

lokakarya. Terkait dengan materi penyuluhan, dapat dilakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga penelitian dan perguruan tinggi, petani maju, dunia usaha dan lembaga pemasaran.

Sejalan dengan perubahan paradigma perubahan kehutanan yang didukung oleh kompetensi penyuluh yang utuh, maka perubahan paradigma penyuluhan kehutanan harus berpihak pada kebutuhan pelaku utama. Adapun perubahan para- digma penyuluhan kehutanan, disaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Perubahan Paradigma Penyuluhan Kehutanan

No Dari Ke

1. Pendekatan top down Pendekatan partisipatif 2. Komunikasi searah/monolog Komunikasi dua arah/dialogis 3. Materi Penyuluhan:

- Alih teknologi - Pengamanan represif - Materi terpusat/nasional - Orientasi luasan wilayah - Sentralisasi

- Penyusunan materi terpusat

- Pemberdayaan masyarakat - Pengamanan partisipasif - Materi kondisi lokal

- Orientasi pelaku utama/usaha - Desentraslisasi

- Penyusunan materi lokal

4. Kebutuhan pemerintah Kebutuhan masyarakat lokal dan pihak lain yang terkait

5. Ekspoilatasi kayu Sinergi kayu dan non kayu 6. Pelarangan masuk hutan Pemanfaatan sumber daya hutan 7. Beorientasi padat modal Sinergi pasar lokal dan global

8. Monokultur Agroforestri

9. Pendekatan kekuasaan Pendekatan pemberdayaan 10. Cenderung indoktrinasi/perintah Proses pembelajaran

Kinerja Petani Wujud Pergeseran Pembangunan Kehutanan

Keberhasilan pengelolaan lahan kritis dengan sistem agroforestri sangat tergantung dari kinerja petani. Kinerja petani, sangat tergantung dari kemampuan, motivasi dan kesempatan yang ada. Oleh karena itu kinerja dapat dikatakan

sebagai fungsi dari kemampuan atau ability, motivasi atau motivation dan

kesempatan atau opportunity (Robbins 2003). Menurut Gibson et al. (1994)

kinerja individu dipengaruhi tiga faktor yaitu: faktor individu, faktor psikologis, dan faktor organisasi. Lusthaus (2002) menyatakan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh tiga faktor yaitu: kapasitas organisasi, motivasi dan lingkungan

organisasi. Friday et al. (2000: 6-7) menyatakan bahwa keberhasilan kegiatan

rehabilitasi lahan dengan sistem agroforestri tergantung dari tiga syarat: motivasi petani, sarana transportasi dan peranan penyuluh.

Pelaksanaan pergeseran pembangunan kehutanan membutuhkan kesiapan petani, baik dari segi pengetahuan, sikap dan keterampilan. Tanpa disertai oleh ketiga hal tersebut, pergeseran tersebut tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Oleh karenanya peningkatan kinerja petani perlu didukung oleh karakteristik individu petani memiliki kepribadian yang tangguh, berwawasan luas dan terbuka terhadap informasi untuk menunjang perubahan (Meager 2009; Skibba dan Tan 2002; Koontz 2004; dan Stewart 1987) dan didukung oleh penyuluh kehutanan yang berkompeten dan memiliki dedikasi yang tinggi.

Berdasarkan konsep-konsep yang diuraikan pada tinjauan pustaka, yang kemudian disintesiskan tersebut, maka kerangka berpikir penelitian ini disusun secara ringkas dan sederhana, disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian

Hubungan antar Peubah Peningkatan Kinerja Petani

Kinerja petani merupakan hasil yang dapat diraih oleh petani setelah melakukan suatu kegiatan atau aktivitas. Kinerja petani dalam penerapan sistem agroforestri di lahan kritis dapat dilihat dari hasil yang telah diperoleh berupa pendapatan, persentase lahan yang tertanami, persentase tegakan tertanam tumbuh sehat, keragaman jenis bahan pangan dan terjalinnya aksesbilitas jaringan bisnis sistem agroforestri.

Pendapatan petani diperoleh dari hasil tanaman semusim (pertanian), tanaman tahunan (kayu), buah-buahan dan ternak. Persentase luas lahan yang tertanami dengan sistem agroforestri dilihat lahan milik. Persentase tegakan

tumbuh sehat, dilihat dari banyak tegakan yang tumbuh sehat. Keragaman jenis bahan pangan, dilihat dari bahan pangan yang dikonsumsi oleh petani. Terjalinnya akses jaringan bisnis sistem agroforestri, dilihat jaringan pemasaran hasil sistem agroforestri dan kemudahan untuk mendapatkan input sistem agroforestri.

Peningkatan kinerja petani, tidak didapatkan dengan sendirinya tetapi harus bekerja keras tanpa mengenal lelah. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa petani memiliki karakter individu yang kuat. Karakteristik individu petani ini mengacu pada umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman bertani, pengalaman melaksanakan agroforestri dan ketededahannya terhadap informasi. Peningkatan kinerja petani tersebut, juga tidak dapat terlepas dari dukungan penyuluh yang berkualitas. Manusia sebagai makhluk sosial mereka saling membutuhkan, maka sudah selayaknya petani membutuhkan penyuluh, supaya dapat membantu menemukan dan memecahkan masalahnya terkait dengan penerapan sistem agroforestri.

Dukungan penyuluhan yang optimal dan karakteristik individu petani yang kuat, menyebabkan petani mampu membaca dan menangkap kesempatan atau peluang tersedia serta memanfaatkannya menjadi usaha yang menguntungkan bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Dukungan penyuluhan diharapkan juga dapat membangkitkan motivasi petani, agar dapat memenuhi kebutuhan dasar, menjaga intensitas hubungan sosial dan pengakuan terhadap keberhasilan pengelolaan lahan kritis. Selain itu, dukungan penyuluhan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan petani dalam mengelola lahannya dengan menerapkan sistem agroforestri. Kemampuan petani ini dapat meningkat dengan bertambahnya pengalaman yang diperoleh dari hasil belajar bersama dengan anggota petani lain yang dipandu oleh penyuluh yang kompeten.

Berdasarkan pada penjelasan tentang proses peningkatan kinerja petani dalam penerapan sistem agroforestri di lahan kritis, maka hubungan antar peubah yang berpengaruh terhadap kinerja petani sekitar hutan selengkapnya, disajikan pada Gambar 3.

71

Gambar 3. Hubungan antar Peubah Peningkatan Kinerja Petani

(X1.1) Umur

(X1.2) Pendidikan formal (X1.3) Pendidikan non-formal (X1.4) Pengalaman bertani (X1.5) Pengalaman agroforestri (X1.6) Keterdedahan terhadap informasi

Karakteristik Individu Petani (X1)

Sistem Agroforestri Keberlanjutan (Y5)

(Y5.1) Ekonomi (Y5.2) Sosial (Y5.3) Lingkungan

Tingkat Kinerja Petani dalam Penerapan Agroforestri (Y4)

(Y4.1) Tingkat pendapatan (Y4.2) Persentase lahan tertanami (Y4.3) Persentase tegakan sehat (Y4.4) Keragaman jenis bahan pangan

(Y4.5) Terjalinnya akses jaringan bisnis sistem agroforestri (Y1.1) Tk pemenuhan kebutuhan dasar

(Y1.2) Intensitas hubungan sosial (Y1.3) Pengakuan atas keberhasilan pengelolaan lahan kritis (Y1.4) Tingkat kompetisi

Kemampuan Petani dalam Penerapan Agroforestri (Y3)

(Y3.1) Penyiapan lahan

(Y3.2) Pemilihan jenis bibit/benih (Y3.3) Penanaman

(Y3.4) Penganekaragaman tanaman (Y3.5) Pemeliharaan tanaman (Y3.6) Pemanenan

(Y3.7) Pengembangan pemasaran (Y3.8) Tingkat perkembangan kelompok (Y3.9) Tingkat kerja sama

Kesempatan Petani dalam

Penerapan Agroforestri (Y2)

(Y2.1) Luas lahan (Y2.2) Kepastian pasar (Y2.3) Ketepatan Insentif (Y2.4) Peran institusional lokal (Y2.5) Pengaruh kepemimpinan lokal (Y2.6) Peranan kelompok

Dukungan Penyuluhan (X2)

(X2.1) Tingkat kompetensi penyuluh (X2.2) Kesesuaian pendekatan penyuluhan (X2.3) Ketepatan metode penyuluhan (X2.4) Kesesuaian materi penyuluhan (X2.5) Ketersediaan fasilitas penyuluhan (X2.6) Intensitas penyuluhan

(X2.7) Keberadaan kelembagaan penyuluhan (X2.8) Terjalinnya kerja sama penyuluhan

Motivasi Petani dalam Penerapan Sistem Agroforestri

Motivasi petani adalah dorongan petani dalam penerapan sistem agroforestri di lahan kritis. Motivasi petani dalam penerapan sistem agroforestri pada lahan kritis, dilihat melalui: pemenuhan tingkat kebutuhan dasar, menjaga intensitas hubungan sosial, pengakuan atas keberhasilan dalam mengelola lahan kritis dan berkompetisi secara sehat sehingga mendapatkan hasil yang optimal.

Adapun ciri-ciri motivasi petani yang kuat dan rendah dalam penerapan sistem agroforestri di lahan kritis, disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Ciri-ciri Motivasi Petani dalam Penerapan Agroforestri

Aspek Motivasi Motivasi Petani Kuat Motivasi Petani Rendah Tingkat pemenuhan kebutuhan dasar

- Memiliki keyakinan yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan dasar

- Keyakinan untuk memenuhi kebutuhan dasar rendah - Memiliki keinginan kuat untuk

dapat memenuhi kebutuhan dasar

- Belum memiliki keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhan dasar

- Memiliki kesadaran yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan dasar

- Kedasaran untuk memenuhi kebutuhan dasar rendah - Memiliki usaha yang kuat untuk

memenuhi kebutuhan dasar

- Usaha untuk memenuhi kebutuhan dasar rendah Intensitas hubungan sosial

- Hubungan sosial berjalan secara harmonis

- Hubungan sosial belum berjalan secara harmonis

- Komunikasi berjalan secara universal

- Komunikasi dilakukan sesuai dengan kepentingan

- Memiliki usaha yang keras untuk berprestasi

- Belum memiliki usaha yang keras untuk berprestasi Pengakuan atas keberhasilan dalam mengelola lahan kritis

- Berkeinginan kuat untuk berprestasi tinggi

- Belum berkeingininan kuat untuk berprestasi tinggi - Memiliki usaha yang keras

untuk berprestasi

- Belum memiliki usaha yang keras untuk berprestasi Tingkat kompetisi

- Memaknai kompetisi secara komperhansif

- Memaknai kompetisi secara parsial

- Merasakan manfaat kompetisi secara positif

- Belum merasakan manfaat kompetisi secara positif - Menyadari pentingnya

kompetisi dengan benar

- Belum menyadari pentingnya kompetisi dengan benar - Melakukan kompetisi secara

benar dan nyata

- Kompetisi dilakukan secara terselubung

Kesempatan Petani dalam Penerapan Agroforestri

Kesempatan merupakan kondisi atau situasi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan petani. Kesempatan petani sekitar hutan dalam penerapan sistem agroforestri berupa: luas lahan lahan milik, kepastian pasar yang menjamin terhadap penjualan hasil produk dari pelaksanaan sistem agroforestri, ketepatan pemberian kebijakan insentif (langsung maupun tidak langsung)

sebagai penggerak atau pengungkit (Sanders et al. 1999; dan Sundawati 2010),

peranan institusi lokal yang mampu memberikan dukungan pada kegiatan sistem agroforestri (Uphoff 1986; North 1991; dan Yeager 1999; dan Koentjaraningrat 2002), pengaruh kepemimpinan lokal yang dapat membangkitkan semangat dalam meningkatkan kinerja petani (Rogers 2003; dan Margono 2009) dan peranan kelompok yang sesuai dengan kebutuhan petani (Margono 2003).

Ciri-ciri kesempatan petani yang terbuka dan terbatas dalam penerapan sistem agroforestri di lahan kritis, disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Ciri-ciri Kesempatan Petani yang Terbuka dan Terbatas dalam Penerapan Sistem Agroforestri

Aspek Kesempatan Kesempatan Petani Terbuka Kesempatan Petani Terbatas Luas lahan garapan

- Luas lahan garapan bertambah dengan cara menyewa (gadu)

- Belum mampu menyewa lahan garapan (gadu)

- Luas lahan garapan bertambah dengan cara sakap

- Belum dipercaya untuk menggarap lahan sakap Kepastian pemasaran

- Mengindentifikasi dengan tepat pihak yang terkait dengan pemasaran

- Belum mampu mengidentifikasi pelaku pasar dengan tepat - Mengetahui permintaan pasar

secara pasti

- Belum mengetahui permintaan pasar secara pasti

- Mengetahui tingkat harga pasar secara pasti

- Belum mengetahui secara pasti tingkat harga pasar

- Memiliki daya tawar yang tinggi dalam pemasaran

- Belum memiliki daya tawar yang tinggi dalam pemasaran Ketepatan dalam pemberian kebijakan insentif

- Mengidentifikasi kebijakan intensif dengan tepat

- Belum mampu mengidentifikasi kebijakan intensif dengan tepat

- Memahami makna insentif dengan utuh

- Memahami makna insentif sesuai kepentingan - Meamanfaatkan insentif sesuai

kebutuhan

- Memanfaatkan insentif sesuai keinginan

Tabel 7. Lanjutan

Aspek Kesempatan Kesempatan Petani Terbuka Kesempatan Petani Terbatas Peran institusi lokal

- Mengidentifikasi nilai-nilai, norma dan budaya dengan tepat

- Belum mampu mengidentifikasi nilai-nilai, norma dan budaya dengan tepat

- Memahami makna nilai-nilai dan norma yang masih berlaku dengan utuh

- Memahami makna nilai-nilai dan norma yang berlaku dengan parsial

- Melaksanakan nilai-nilai dan norma sesuai dengan situasi dan kondisi

- Belum melaksanakan nilai-nilai dan norma sesuai dengan situasi dan kondisi

Pengaruh kepemimpinan lokal

- Mengidentifikasi pemimpin lokal dengan pasti

- Belum mampu mengidentifikasi pemimpin lokal dengan pasti - Keteladan pemimpin lokal

masih sangat kental

- Pemimpin lokal kurang memiliki keteladanan - Tingkah laku pemimpin lokal

sangat terpuji

- Tingkah laku pemimpin lokal kurang terpuji

Peranan kelompok

- Menjadi anggota kelompok dengan sukarela

- Menjadi anggota kelompok dengan terpaksa

- Tujuan berkelompok untuk memenuhi kebutuhan anggota

- Tujuan berkelompok untuk memenuhi kebutuhan pihak lain - Laporan kelompok dilakukan

secara berkala

- Laporan kelompok dilakukan secara insidentil

Kemampuan Petani dalam Penerapan Agroforestri

Kemampuan petani adalah daya upaya yang dimiliki oleh petani untuk menerapkan sistem agroforestri pada lahan kritis. Kemampuan petani lebih mengacu pada aspek keterampilan yang dibutuhkan oleh petani untuk menerapkan sistem agroforestri. Keterampilan yang dibutuhkan oleh petani dalam penerapan

sistem agroforestri (Suharjito 2000; Friday et al. 2000; Nair 2003; dan

Arifin et al. 2009) meliputi: penyiapan lahan, pemilihan jenis bibit/benih,

penanaman, penganekaragaman komoditi tanaman semusim dan pepohanan, pemeliharaan tanaman, pemanenan, pengembangan pasar, pengembangan kelompok, dan tingkat kerja sama sehingga dapat membentuk jaringan kerja yang lebih baik.

Ciri-ciri tingkat kemampuan petani yang tinggi dan rendah dalam penerapan sistem agroforestri pada lahan kritis, disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Ciri-ciri Kemampuan Petani dalam Penerapan Agroforestri

Aspek Kemampuan Kemampuan Petani Tinggi Kemampuan Petani Rendah Penyiapan lahan :

- Pembuatan embung dilakukan pada ketinggian yang tepat

- Pembuatan embung belum dilakukan dengan tepat - Pemupukan awal dilakukan

sesuai dengan kebutuhan

- Belum dilakukan pemupukan awal sesuai kebutuhan Pemilihan jenis bibit atau benih :

- Mampu memlilih jenis benih/ bibit unggul dengan tepat

- Belum mampu memilih jenis benih/bibit unggul dengan tepat

- Membedakan benih/bibit sehat secara tepat

- Belum mampu membedakan jenis benih/bibit dengan tepat - Mampu menyortir bibit/ benih

dengan tepat

- Belum mampu menyortir bibit/benih dengan tepat Penanaman:

- Jalur tanaman dibuat dengan tepat

- Belum memperhitungkan jalur tanaman dengan tepat

- Jarak tanam diperhitungkan dengan tepat

- Belum memperhitungkan jarak tanam dengan tepat - Pergiliran tanaman semusim

mengacu pada permintaan pasar

- Pergiliran tanaman semusim belum mengacu pada per- mintaan pasar

Penganekaragaman tanaman :

- Melakukan penganekaragaman tanaman semusim dengan tepat

- Belum melakukan penganeka- ragaman tanaman semusim dengan tepat

- Melakukan penganekaragaman tanaman tahunan dengan tepat

- Penganekaragman tanaman tahunan dilakukan tidak tepat Pemeliharaan tanaman :

- Melakukan pendangiran sesuai

dengan kebutuhan - Belum melakukan pendangir-an sesuai dengan kebutuhan - Melakukan pemupukan secara

tepat - Pemupukan belum dilakukan secara tepat - Melakukan penyemprotan sesuai

dengan kebutuhan

- Belum melakukan penyempro- tan sesuai dengan kebutuhan - Melakukan penjarangan dan

pruning sesuai dengan kebutuhan

- Penjarangan belum dilakukan sesuai dengan kebutuhan - Melakukan penyulaman sesuai

dengan kebutuhan

- Penyulaman belum dilakukan sesuai dengan kebutuhan Pemanenan :

- Pemanenan dilakukan tepat pada masa panen

- Pemanenan dilakukan sesuai dengan kebutuhan

Pengembangan pemasaran :

- Hasil produksi dijaul kepada pengusaha yang tepat

- Hasil panen belum dijual kepada pengusaha yang tepat

Tabel 8. Lanjutan

Aspek Kemampuan Kemampuan Petani Tinggi Kemampuan Petani Rendah - Melakukan pengemasan produk

secara memadai

- Belum melakukan pengemas- an produk secara memadai - Penjualan dilakukan secara

bekelompok

- Penjualan belum dilakukan secara berkelompok Pengembangan kelompok

- Menertibkan administrasi keanggotaan secara teratur

- Belum menertibkan admini- strasi keaanggotaan secara teratur

- Mengikuti lomba kelompok secara rutin

- Belum mengikuti lomba kelompok secara rutin - Diversifikasi usaha dilakukan

secara beragam

- Usaha kelompok belum dilaku-kan diversifikasi Tingkat kerja sama :

- Kerjasama pelatihan dengan perusahaan saprodi dilakukan secara berkala

- Belum pernah dilakukan kerja- sama pelatihan dengan perusa- haan saprodi

- Kerjasama dengan pengusaha kayu dilakukan secara rutin

- Belum dilakukan kerja sama dengan pengusaha kayu secara rutin.

Dukungan Penyuluh

Dukungan penyuluh adalah kegiatan yang dilakukan penyuluh kepada petani dalam mengelola lahan kritis dengan sistem agroforestri. Dukungan penyuluh dalam penelitian ini (Sumardjo 2008; dan Mardikanto 2009), meliputi: tingkat kompetensi penyuluh, ketepatan pendekatan penyuluhan, kesesuaian metode penyuluhan, kesesuaian materi penyuluhan, ketersediaan fasilitas penyuluhan, keberadaan kelembagaan penyuluhan, intensitas pelaksanaan penyuluhan dan terjalinnya kerja sama penyuluhan antara penyuluh PNS, swasta dan swadaya.

Adapun ciri-ciri dukungan penyuluh secara partisipatif dan mobilitatif dalam penerapan sistem agroforestri di lahan kritis, disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Ciri-ciri Dukungan Penyuluhan Partisipatif dan Mobilitatif

Aspek Penyuluhan Penyuluhan Partisipatif Penyuluhan Mobilitatif Tingkat kompetensi penyuluh

- Pengetahuan - Mengetahui makna komunikasi secara dialogis

- Belum mengetahui makna komunikasi secara dialogis - Memaknai proses penyuluhan

sebagai perubahan perilaku yang partisipatif

- Memaknai proses penyuluhan sama dengan penerangan

Tabel 9. Lanjutan

Aspek Penyuluhan Penyuluhan Partisipatif Penyuluhan Mobilitatif - Memahami pemberdayaan

sebagai proses kemandiran masyarakat

- Belum memahami pemberda- yaan sebagai proses keman- dirian masyarakat

- Memahami makna penyelesaian konflik secara berkeadilan

- Belum memahami penyelesai- an konflik secara berkeadilan - Sikap - Menjiwai proses komunikasi

secara dialogis

- Belum menjiwai proses komu- nikasi secara dialogis

- Meresapi proses penyuluhan sebagai perubahan perilaku yang partisipatif

- Menjiwai proses komunikasi sama dengan penerangan

- Menjiwai penyelesaian konflik secara berkeadilan

- Belum menjiwai penyelesaian konflik secara berkeadilan - Keterampilan - Melakukan komunikasi secara

dialogis dengan terampil

- Belum melakukan komunikasi secara dialogis dengan terampil - Melakukan pemberdayaan

sebagai proses kemandirian dengan tepat

- Belum melakukan pemberdaya- an sebagai proses kemandirian dengan tepat

- Melakukan penyelesaian kon- flik secara berkeadilan dengan tepat

- Belum mampu menyelesaikan konflik secara berkeadilan dengan tepat

Ketepatan pendekatan penyuluhan

- Pengetahuan - Mengetahui cara pendekatan perorangan secara tepat

- Belum mengetahui pendekatan secara perorangan dengan tepat - Mengetahui cara pendekatan

kelompok dengan tepat

- Belum mengetahui cara pende- katan kelompok dengan tepat - Sikap - Memahami pendekatan per-

orangan secara tepat

- Belum memahami pendekatan perorangan dengan tepat - Memahami pendekatan kelom-

pok secara tepat

- Belum mampu memahami pen- dekatan kelompok secara tepat - Keterampilan - Mampu memilih pendekatan

penyuluhan sesuai dengan sasaran suluh

- Belum mampu memilih pendekatan sesuai dengan sasaran suluh

- Terampil menerapkan pende- katan penyuluhan yang sesuai dengan sasaran suluh

- Belum terampil menerapkan pendekatan penyuluhan sesuai dengan sasaran suluh

Kesesuaian metode penyuluhan

- Pengetahuan - Mengetahui cara diskusi secara komunikatif

- Belum mengetahui cara diskusi yang komunikatif

- Mengetahui cara ceramah secara dialogis

- Melakukan ceramah secara monolog

- Sikap - Menjiwai cara diskusi dengan komunikatif secara mendalam

- Belum menjiwai diskusi dengan komunikatif secara mendalam - Menjiwai cara ceramah dengan

dialogis secara mantap

- Belum menjiwai cara ceraman dengan dialogis secara mantap - Keterampilan - Mampu berdiskusi dengan

terampil

- Belum mampu berdiskusi dengan terampil

Tabel 9. Lanjutan

Dokumen terkait