• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Kerangka Berpikir

1. Persepsi siswa terhadap Ujian Nasional pada siswa yang belajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

Persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian rangsang dari luar/lingkungan melalui panca indera, sehingga individu mengerti dan menyadari apa yang ditangkap oleh inderanya. Dalam penelitian ini, persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian dan penginterpretasian oleh siswa terhadap rangsang dari luar yaitu Ujian Nasional.

Persepsi seseorang terhadap suatu objek dapat berupa persepsi positif dan persepsi negatif. Persepsi positif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang baik terhadap suatu objek, sedangkan persepsi negatif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang negatif terhadap suatu objek. Demikian juga dengan siswa, pasti juga memiliki persepsi positif atau negatif terhadap UN. Siswa dapat bepersepsi positif maupun negatif. Artinya sebagian dari mereka dapat memahami ujian nasional sebagai suatu cara untuk motivasi belajar sehingga dapat meningkatkan

kualitas pendidikan, sebaliknya, sebagian dapat me mahaminya sebagai suatu beban studi yang cukup berat karena sebagai penentu kelulusan.

Persepsi siswa terhadap UN yang berbeda-beda tersebut dikarenakan persepsi seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Stimulus dan lingkungan sebagai faktor eksternal dan individu sebagai faktor internal saling berinteraksi dalam individu untuk mengadakan persepsi (Walgito, 1991: 54-55). Dalam penelitian ini, perbedaan persepsi siswa terhadap UN diduga salah satunya dipengaruhi oleh kualitas sekolah. Pengkategorisasian kualitas sekolah biasanya dilakukan dengan melihat kinerja sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan kelayakan sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengkategorisasian tersebut meliputi sekolah terakreditasi A, sekolah terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

Sekolah terakreditasi A merupakan sekolah dengan kelayakan dan kinerja yang dapat memberikan layanan pendidikan sesuai atau bahkan melebihi kebutuhan dan harapan masyarakat atau pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini tentu saja didukung dengan kurikulum/ proses belajar mengajar, administrasi / manajemen sekolah, organisasi/ kelembagaan sekolah, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, dan peserta didik/ siswa yang amat baik. Sedangkan sekolah terakreditasi B memberilan layanan pendidikan lebih baik dari sekolah belum terakreditasi tetapi masih di bawah sekolah terakreditasi A. Artinya dapat dimungkinkan masih ada beberapa komponen pendukung dalam sekolah

terakreditasi B yang masih harus diperbaiki. Demikian juga untuk sekolah yang belum terakreditasi, sekolah tersebut dinilai memiliki kinerja yang masih kurang. Sekolah yang belum terakreditasi masih diberi kesempatan untuk memperbaiki seluruh komponen dalam sekolahnya sehingga pada saatnya dapat me mberikan layanan pendidikan dengan baik.

Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti menduga bahwa siswa yang belajar di sekolah terakreditasi A cenderung memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap UN dibandingkan dengan siswa yang belajar di sekolah terakreditasi B dan sekolah belum terakreditasi. Sementara siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B juga pasti akan memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap UN dibandingkan dengan siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah belum terakreditasi.

Dugaan tersebut berdasarkan pemikiran bahwa siswa yang belajar di sekolah terakreditasi A adalah siswa yang memiliki kualitas paling baik dibandingkan dengan siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B dan sekolah belum terakreditasi, sehingga akan lebih mudah dalam mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan UN. Disamping itu, SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A tentu saja didukung dengan sarana prasarana yang memadai, suasana belajar yang nyaman dan guru yang berkompeten. Hal ini tentu saja tidak semua bisa didapat oleh siswa yang belajar di sekolah terakreditasi B dan sekolah

belum terakreditasi. Sehingga terhadap pelaksanaan Ujian Nasional pun, peneliti menduga siswa akan memiliki persepsi yang berbeda-beda.

Berdasarkan uraian di atas, maka diturunkan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Ha1 : Ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara siswa yang belajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

2. Persepsi guru terhadap Ujian Nasional pada guru yang mengajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

Persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian rangsang dari luar/lingkungan melalui panca indera, sehingga individu mengerti dan menyadari apa yang ditangkap oleh inderanya. Dalam penelitian ini, persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian dan penginterpretasian oleh guru terhadap rangsang dari luar yaitu Ujian Nasional.

Persepsi seseorang terhadap suatu objek dapat berupa persepsi positif dan persepsi negatif. Persepsi positif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang baik terhadap suatu objek, sedangkan persepsi negatif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang buruk terhadap suatu objek. Sama halnya dengan siswa, guru juga memiliki persepsi positif dan negatif terhadap UN. Sebagian guru memandang UN sebagai

suatu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan menghasilkan lulusan yang berkuliatas, sebaliknya ada juga sebagian guru yang justru mema ndang UN sebagai suatu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang menyimpang dari hakekat evaluasi.

Persepsi guru terhadap UN yang berbeda-beda tersebut diduga salah satunya dipengaruhi oleh kualitas sekolah. Pengkategorisasian kualitas sekolah biasanya dilakukan dengan melihat kinerja sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan kelayakan sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengkategorisasian tersebut meliputi sekolah terakreditasi A, sekolah terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

Sekolah terakreditasi A adalah sekolah yang memiliki kualitas sangat baik tercermin dari kurikulum, administrasi, organisasi, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat, dan lingkungan sekolah yang paling baik. Oleh karena itu, bagi sekolah yang berkualitas sangat baik, UN bukan suatu masalah yang besar. Sebaliknya bagi sekolah yang berkualitas baik dan kurang baik, UN dipandang sebagai suatu beban berat yang harus dipikul. Dalam hal ini sekolah berkualitas baik adalah sekolah terakreditasi B dan sekolah berkualitas kurang adalah sekolah belum terakreditasi.

Dengan demikian ada dugaan bahwa guru yang mengajar di sekolah terakreditasi A pasti akan memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap UN dibandingkan dengan gur u yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B dan sekolah belum

terakreditasi. Sementara guru yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B juga pasti akan memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap UN dibandingkan dengan guru yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah belum terakreditasi.

Dugaan tersebut berdasarkan pemikiran bahwa guru yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A akan jauh lebih mudah untuk mempersiapkan dan menyesuaikan dengan sistem evaluasi yang ada dibandingkan guru yang mengajar di sekolah terakreditasi B dan sekolah belum terakreditasi. Hal ini karena disamping didukung dengan kurikulum, administrasi, organisasi, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peran serta masyarakat, dan lingkungan sekolah yang sangat memadai, siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A adalah siswa yang memang memiliki kualitas yang paling baik dibandingkan dengan siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B dan sekolah belum terakreditasi sehingga akan lebih mudah mempersiapkan siswanya untuk menghadapi UN. Guru yang mengajar di sekolah terakreditasi B akan lebih sulit dalam mempersiapkan anak didiknya untuk mengikuti UN daripada sekolah terakreditasi A, hal ini dikarenakan tidak semua komponen sekolah dapat mendukung proses belajar mengajar. Apalagi untuk sekolah yang belum terakreditasi.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menduga guru akan memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap pelaksanaan UN. Oleh sebab itu maka diturunkan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Ha2 : Ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara guru yang mengajar di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

3. Persepsi orang tua terhadap Ujian Nasional pada orang tua yang menyekolahkan anaknya di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

Persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian rangsang dari luar/lingkungan melalui panca indera, sehingga individu mengerti dan menyadari apa yang ditangkap oleh inderanya. Dalam penelitian ini, persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian dan penginterpretasian oleh orang tua terhadap rangsang dari luar yaitu Ujian Nasional.

Persepsi orang tua terhadap UN dapat berbeda-beda, ada yang memiliki persepsi positif dan ada yang memiliki persepsi negatif. Persepsi positif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang baik (positif) terhadap suatu objek, sedangkan persepsi negatif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang buruk (negatif) terhadap suatu objek. Sebagian dari orang tua mema ndang UN sebagai sesuatu yang menumbuhkan motivasi untuk lebih memperhatikan anak-anaknya terutama dalam kegiatan belajar, sebaliknya ada juga sebagian orang tua yang justru memandang UN sebagai beban yang cukup berat karena sebagai penentu kelulusan.

Pembentukan persepsi orang tua terhadap UN dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Dalam penelitian ini, perbedaan persepsi orang tua diduga salah satunya dipengaruhi oleh kualitas sekolah yang tercermin dari akreditasi sekolah, yaitu sekolah terakreditasi A, terakreditasi B dan belum terakreditasi.

Orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah terakreditasi A akan memiliki persepsi yang lebih positif daripada orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah terakreditasi B. Orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah terakreditasi B akan berpersepsi lebih positif daripada yang menyekolahkan anaknya di sekolah yang belum terakreditasi.

Dugaan ini berdasarkan pemikiran bahwa orang tua memiliki keyakinan yang baik terhadap sekolah terakreditasi A bahwa anak-anak mereka akan dipersiapkan sungguh untuk menghadapi UN dengan didukung oleh kurikulum, administrasi, organisasi, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat, dan lingkungan sekolah yang sangat memadai. Dengan demikian, orang tua akan cenderung lebih tenang dan memiliki persepsi positif terhadap Ujian Nasional dengan standar kelulusan yang terus akan dinaikkan dari tahun ke tahun karena kemungkinan akan gagal kecil.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menduga orang tua akan memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap pelaksanaan UN. Oleh sebab itu maka diturunkan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Ha3 : Ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap Ujian Nasional antara orang tua yang menyekolahkan anaknya di SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan belum terakreditasi.

38

Dokumen terkait