• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap sangat besar pengaruhnya dan menentukan perilaku manusia. Pembentukan sikap dipengaruhi oleh faktor dari luar berupa stimulus. Individu menanggapi lingkungan luarnya bersifat selektif, ini berarti bahwa apa yang datang dari luar tidak semuanya begitu saja diterima, tetapi individu mengadakan seleksi mana yang akan diterima, mana yang akan ditolak atau tidak direspon, yaitu tidak menjadi stimulus. Segala sesuatu yang telah ada dalam komponen

cognitive dan affective pada diri individu dalam menanggapi stimulus dari luar sangat menentukan apakah suatu stimulus dapat diterima atau tidak, karena itu faktor individu justru merupakan faktor penentu. Selain kemampuan faktor individu, stimulus itu sendiri harus kuat sehingga mampu diorganisir dan diinterpretasikan oleh individu bersangkutan (Rosenberg and Hovland 1960;

Krech et al. 1962).

Pengertian sinyal dalam penelitian ini adalah ―fenomena‖ atau ―gejala‖, yang diperlihatkan oleh komponen ekosistem hutan yang mengandung informasi bagi individu. Stimulus adalah sinyal yang dapat menjadi perangsang masyarakat untuk bersikap terhadap sesuatu. Sinyal atau fenomena merupakan informasi yang dapat membangun stimulus. Stimulus ini akan membentuk sikap dan aksi dengan beberapa prasyarat tertentu yang harus dipenuhi.

Sikap ini berisikan komponen setidak-tidaknya berupa cognitive (komponen perseptual seperti pengalaman, pengetahuan, pandangan, dan lain-lain), affective (komponen emosional seperti: senang, benci, cinta, dendam, marah, masa bodoh, dan lain-lain) dan overt actions (komponen perilaku, atau

kecenderungan bertindak terhadap obyek atau fenomena). Jadi sikap itu merupakan organisasi pendapat dan keyakinan seseorang mengenai objek yang disertai adanya pikiran dan perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau bertindak dalam cara tertentu yang dipilihnya. Sikap merupakan kecenderungan bertindak (tend to act), kesediaan bereaksi atau berbuat terhadap sesuatu hal dalam masyarakat dan menunjukkan bentuk, arah, dan sifat sebagai refleksi dari nilai-nilai yang dimiliki satu-kesatuan masyarakat (society as a whole) atau menunjukkan bentuk, arah, dan sifat yang merupakan dorongan, respon dan refleksi dari stimulus. (Rosenberg dan Hovland, 1960; Krech et al. 1962).

Tabel 1.1 merupakan beberapa contoh informasi tentang sinyal-sinyal alam yang ditangkap oleh kelompok individu atau kelompok masyarakat tertentu menjadi stimulus bagi sikap dan selanjutnya menjadi informasi untuk bertindak atau beraksi.

Tabel 1.1 Beberapa contoh informasi kejadian alam sebagai stimulus Sumber Informasi untuk

stimulus (variabel bebas)

Kelompok yang dituju

Makna informasi jadi stimulus bagi sikap

Informasi untuk bertindak (variabel tak bebas) 1. Suara monyet Pemburu Kehadiran monyet Dekati, jerat atau tembak 2. Cahaya merah terang di

langit saat matahari terbenam

Pelaut Besok hari akan cerah dan baik

Berangkat untuk melaut

3. Banyak binatang mengungsi turun dari gunung

Masyarakat sekitar gunung

Gunung segera akan meletus

Segera mengungsi menjauhi gunung ke tempat aman 4. Air laut di pantai surut

drastis dan banyak ikan terdampar

Masyarakat pinggir pantai

Bencana tsunami segera akan terjadi

Segera berlari menjauhi pantai ke tempat aman 5. Buah kedawung menghitam di pohonnya Masyarakat pendarung kedawung Buah kedawung masak dan siap dipanen

Segera memanen buah kedawung

6. Di hutan alam taman nasional hanya ada pohon-pohon kedawung berdiameter besar Pengelola dan masyarakat pendarung Proses regenerasi terhambat, pohon kedawung akan langka dan bahkan punah

Lakukan segera pengayaan atau

penanaman kedawung di hutan taman nasional Sumber: Amzu (2007).

Data yang ditampilkan pada Tabel 1.1 di atas mengandung pengertian bahwa suatu sinyal adalah mengandung informasi, apabila informasi tersebut dapat diketahui, diinterpretasi, dipahami dan disadari oleh individu atau kelompok masyarakat yang dituju, maka sinyal akan berkembang menjadi stimulus. Stimulus yang kuat akan mendorong terbentuknya sikap. Selanjutnya stimulus- sikap kemudian akan memberikan informasi untuk bertindak atau beraksi. Kalau semua proses ini dapat terjadi dan berlangsung baik dalam suatu kelompok

masyarakat tertentu tersebut, maka barulah tindakan atau aksi yang diinginkan sesuai dengan bentuk, arah dan sifat stimulus akan dapat terwujud dengan baik.

Amzu (2007) merumuskan bahwa secara garis besar stimulus yang dimiliki individu atau masyarakat tradisional pelaksana konservasi dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu stimulus alamiah, stimulus manfaat dan stimulus religius/rela (tri-stimulus AMAR). Kristalisasi tri-stimulus AMAR tersebut yang mendorong masyarakat tradisional untuk rela bersikap dan berperilaku konservasi. Penjelasan mengenai 3 stimulus AMAR dapat dicontohkan pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Stimulus, Sikap dan Perilaku Masyarakat Pro Konservasi (Amzu, 2007).

Komponen sikap cognitive pada dasarnya berupa rasionalitas yang didasarkan pada pengalaman sendiri atau pengetahuan yang menjadikan seseorang anggota masyarakat membentuk perilakunya. Komponen sikap affective (subjektif) cenderung membangkitkan emosional baik suka maupun sedih atau tidak suka terhadap suatu stimulus yang merangsang untuk berbuat atau bertindak. Komponen sikap yang ketiga behavioral/tend to act adalah kecenderungan bertindak nyata yang merupakan operasional dan kristalisasii komponen cognitive dan affective.

Khusus dalam penelitian ini, yang dimaksud sinyal adalah fenomena atau kejadian yang diinformasikan atau ditunjukkan oleh N.gracilis yang dapat menjadi stimulus bagi sikap masyarakat untuk aksi konservasinya. Sinyal baru dapat berkembang menjadi stimulus apabila dapat ditangkap, dipahami dan disadari oleh komponen sikap.

Tri-Stimulus AmarKonservasi

Stimulus Alamiah :

Nilai-nilai ―kebenaran‖ dari alam, kebutuhan keberlanjutan, sumberdaya alam hayati sesuai dengan karakter bioekologinya

Stimulus Manfaat :

Nilai-nilai ―kepentingan‖ untuk manusia: manfaat ekonomi, manfaat obat, manfaat biologis/ ekologis, terhindar dari hukuman, bencana

Stimulus Religius/Rela : Nilai-nilai ―kebaikan‖ terutama ganjaran dari Pencipta Alam, nilai spiritual, nilai agama yang universal,ridha Tuhan, pahala, kebahagiaan, kearifan budaya tradisional, kepuasan batin dan lainnya Sikap konservasi Cognitive Persepsi, pengetahuan, pengalaman, pandangan Affective Emosi, senang- benci, dendam, sayang, cinta dll. Overt action Kecenderungan bertindak Perilaku Aksi Konservasi Konservasi

Pengertian cognitive dalam sikap tidak hanya mencakup tentang pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan stimulus, melainkan juga mencakup beliefs atau kepercayaan tentang hubungan antara stimulus itu dengan sistem nilai yang ada dalam diri individu (Amzu 2007). Pemahaman tentang sistem nilai dalam suatu masyarakat tradisional atau masyarakat kecil sekitar hutan yang relevan dengan penelitian ini yang juga pernah di acu oleh Amzu (2007) antara lain:

1) Nilai ekonomi

Nilai ini berkaitan erat dengan pandangan praktis atau pragmatis, yang bahkan menjadi pegangan banyak orang, terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan dan tujuan yang ingin dicapai, baik pada tingkat individu, kelompok maupun masyarakat. Kehadiran nilai ini mendorong manusia bersikap realistik, baik menentukan tujuannya maupun dalam menentukan standar tingkat kepuasan yang ingin diperoleh. Nilai ini relatif mudah diamati

dan diukur sehingga sering dikaitkan ―harga‖ padanya (Siagian, 2004). Nilai varietas tumbuhan tradisional seperti tumbuhan dan hewan yang kurang dikenal akan tetapi mempunyai nilai nutrisi atau tumbuhan obat yang dipanen dari hidupan liar ternyata dapat menyediakan basis ekonomi yang penting bagi masyarakat membantu mereka untuk menyangga dan menopang hidupnya di kala rawan pangan.

2) Nilai sosio-budaya

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak hidup sendiri tetapi dikelilingi oleh komunitas dan alam semesta sekitarnya. Manusia harus memelihara hubungan baik dengan sesamanya, cinta kepada sesama, cinta dan rela berkorban untuk hak-hak generasi mendatang, mengutamakan kepentingan bersama ketimbang kepentingan pribadi, bersifat harmoni dalam interaksi dengan orang lain dan lingkungan alam. Hal ini merupakan contoh nilai-nilai sosial-budaya yang penting. Nilai sosial-budaya sangat perlu ditanamkan, dikembangkan dan dipupuk dalam kehidupan berkelompok dan bermasyarakat karena akan memperlancar segala usaha dan kebersamaan dalam komunitas, untuk mencapai tujuan bersama (Siagian 2004).

3) Nilai sosio-ekologi

Manusia hidup sangat tergantung kepada keberlanjutan sediaan sumberdaya alam dalam jangka panjang. Manusia secara fisik biologis merupakan bagian dari ekosistem alam di bumi ini. Manusia tidak dapat

hidup tanpa terpeliharanya sistem lingkungan alam yang sehat dan berkelanjutan, seperti terpeliharanya fungsi ekosistem hutan untuk stabilisasi fungsi-fungsi hidrologis, daur oksigen, perlindungan kesuburan tanah dan longsor, menjaga stabilitas iklim, perlindungan keanekaragaman hayati, menjaga kesimbangan lingkungan, dan lain-lain. Kesemua ini merupakan contoh nilai-nilai ekologis yang sangat penting bagi keberlanjutan hidup manusia sepanjang masa. Nilai ekologis ini sangat erat hubungannya dan saling mendukung dengan nilai-nilai sosial, yang merupakan motivator untuk melakukan aksi bersama mencapai tujuannya, seperti halnya tujuan konservasi (McNeely 1992). Cara bagaimana masyarakat melestarikan dan memanipulasi kekompleksan keanekaragaman hayati dan ekosistem memberi kontribusi kepada ketahanan ekosistem dan memperkuat kapasitas masyarakat dalam menanggulangi perubahan lingkungan.

4) Nilai religius

Nilai-nilai religius menempati peringkat yang sangat tinggi dalam kehidupan seorang yang beradab. Dikatakan demikian karena nilai-nilai religius berkaitan dengan kebenaran Ilahi yang bersifat absolut yang berangkat dari dan bermuara pada hak asasi manusia yang paling asasi, yaitu hubungan seseorang dengan Penciptanya. Sesungguhnya nilai religius tidak semata- mata berkaitan dengan kehidupan keagamaan seseorang, akan tetapi tercermin juga dalam kehidupan sehari-hari seperti menjunjung tinggi nilai- nilai luhur tertentu, seperti kejujuran, kesediaan berkorban, kesetiaan dan lain sebagainya (Siagian 2004). Nilai-nilai religius inilah merupakan motivator utama dalam sejarah kehidupan umat manusia yang hidup dimasa hayat nabi-nabi yang telah menjadi stimulus yang efektif dalam membangun sikap dan perilaku manusia di zaman itu.

Keterputusan suatu ―sistem nilai‖ yang sudah mengakar di masyarakat

secara turun temurun dengan ―sistem nilai‖ baru yang diterapkan, seperti yang

dibahas dalam ―teori sistem nilai‖ yang dikemukan oleh Ndraha (2003) yang diacu Amzu (2007), akan menimbulkan discontinuity, inconsistency, disparity dan distorsion. Sesuatu yang terpenting mungkin bukan yang terbaik, sementara yang terbaik belum tentu yang paling benar. Jadi yang ideal adalah, jika suatu hal merupakan yang terpenting, terbaik, dan juga terbenar. Kombinasi dari berbagai kategori nilai terpenting, terbaik dan terbenar pada skala masing-masing itulah yang membentuk sistem nilai dan titik temu.

Tumbuhan dan habitat serta budaya masyarakat tak dapat dipisahkan satu sama lain sebagai satu kesatuan utuh kehidupan manusia sejak awal keberadaannya di muka bumi. Suatu spesies tumbuhan yang banyak berinteraksi dengan manusia dalam jangka waktu yang panjang, diyakini konservasi dan bioekologinya banyak terkait dengan sikap dan perilaku manusia. Konservasi atau keberlanjutan suatu spesies dapat terjadi apabila sikap dan perilaku manusia tersebut sesuai dengan kebutuhan hidup spesies itu di alam. Artinya konservasi N.gracilis dapat berlangsung apabila sinyal N.gracilis dari hutan kerangas yang menginformasikan manfaat dan karakteristik alamiah telah dapat ditangkap dan dipahami oleh masyarakat maupun pengelola menjadi stimulus atau pendorong sikap penduduk maupun sikap pengelola untuk aksi pelestarian. Amzu (2007) mengemukan bahwa pengetahuan, pengalaman dan budaya tentang sumberdaya hutan sayangnya tak dapat berkelanjutan karena adanya terjadi proses intervensi yang mengakibatkan kehidupan saat ini kehilangan arah, terjadi pemutusan kelanjutan evolusi genetika, dan kurangnya pemahaman oleh generasi muda (diskonektivitas). Salah satu kegagalan manusia dalam berinteraksi dengan alam tumbuhan adalah karena manusia tidak memahami kedudukan serta makna rahasia alam tumbuhan dan hewan serta habitatnya dalam rangka kepentingan untuk keberlanjutan hidup manusia itu sendiri.

Sinyal yang umumnya termudah ditangkap atau terintroduksi dalam komponen affective dan cognitive adalah kemanfaatan atau nilai guna suatu obyek atau fenomena (dalam hal ini N.gracilis di hutan kerangas). Dasar teori yang digunakan adalah teori perubahan sikap yang dikemukakan oleh Rosenberg tentang affective-cognitive consistency atau teori 2 faktor. Teori ini mengungkapkan hubungan yang konsisten antara komponen affective dan cognitive. Pada umumnya dalam upaya perubahan sikap, orang akan mengubah dulu komponen cognitive baru komponen affective akan berubah, tetapi Rosenberg mencoba merubah sikap melalui komponen affective dulu seperti perasaan senang dan perasaan positif tentang suatu sinyal dari fenomena atau gejala, bila komponen affective telah terbentuk (perasaan, emosi) maka akan merubah pula komponen cognitive, hingga akhirnya akan merubah sikap (Secord and Backman 1968).

Diperolehnya nilai manfaat berkelanjutan memerlukan pendekatan pemahaman tentang sinyal dari karakteristik alamiah dan manfaat sumber daya hutan agar terbentuk pemaknaan secara benar, penting dan baik terhadap alam

tumbuhan, hewan, habitatnya maupun mekanisme potensi pemanfaatannya. Pemaknaan secara benar, penting dan baik tentang sumberdaya hutan harus dapat melekat kembali pada generasi sekarang. Hal ini penting mengingat adanya diskonektifitas pemahaman pengetahuan yang terjadi pada masyarakat lokal sekarang.

Nilai manfaat berkelanjutan ini akan menjadi stimulus sikap efektif yang menjadi informasi untuk aksi konservasi yang harmoni terhadap dunia tumbuhan dan habitatnya. Nilai manfaat berkelanjutan akan menjadi mendorong kerelaan berkorban untuk konservasi. Penelitian ini memfokuskan kepada masalah stimulus manfaat dan alamiah N.gracilis yang dapat mendorong dan terkait erat dengan sikap masyarakat untuk aksi konservasi spesies N.gracilis dan konservasi kawasan hutan kerangas. Nilai manfaat berkelanjutan harus dimaknai secara komprehensif sehingga proses konservasi yang berlangsung tidak bersifat sesaat dan dapat menstimulasi sikap dan tindakan konservasi berlangsung dengan baik.

Deskripsi teoritis tentang upaya membangkitkan stimulus manfaat dan alamiah N.gracilis di hutan kerangas untuk penerapan konservasi adalah seperti tergambarkan dalam Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Membangkitkan stimulus manfaat dan alamiah N.gracilis menjadi stimulus religius/rela bagi penerapan konservasi hutan kerangas. Konservasi N.gracilis dapat terwujud apabila sinyal dari N.gracilis dapat ditangkap sebagai stimulus manfaat berkelanjutan untuk dapat bertindak positif terhadap konservasi N.gracilis atau hutan kerangas. Topik disertasi ini dipilih berdasarkan pada pengalaman peneliti sejak kecil tinggal di lingkungan kerangas dan meneliti N.gracilis selama lebih 8 tahun. Peneliti meyakini bahwa berbagai sifat atau karakter tumbuhan obat N.gracilis dapat menjadi stimulus bagi masyarakat untuk bersikap konservasi terhadap hutan kerangas.

Enhancing connectivity

Prasyarat: hak untuk mengelola, penegakan hukum Barrier or

Buffer from

Kantong semar (N.gracilis) di hutan kerangas

Intervensi teknologi dan budaya luar

Prasyarat: sinyal dapat ditangkap dan dipahami oleh komponen cognitive dan affective dari setiap individu menjadi stimulus Sinyal yang secara umum termudah untuk terintroduksi dan dipahami komponen cognitive dan affective adalah informasi

manfaat yang berkembang menjadi stimulus manfaat

Perlu dibangkitkan dan ditingkatkan informasi manfaat, bio-ekologi dan implementasinya secara logis dan empiris

diskonektivitas

Stimulus manfaat dan alamiah bagi sikap masyarakat Stimulus manfaat dan alamiah tidak ditangkap oleh masyarakat

Diarahkan/dididik Didampingi/fasilitasi

Prasyarat: kejelasan property right, perundangan atau aturan main

Mendorong pemahaman kembali stimulus religius dan menstimulir kerelaan maupun kebutuhan serta kepentingan untuk bersikap konservasi

SIKAP DAN AKSI KONSERVASI

Dokumen terkait