• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teoretik dan Hipotesis

1. Pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.

Locus of control merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan dari individu atas penentu hidupnya. Dimensi locus of control meliputi locus of control internal dan locus of control eksternal. Locus of control internal adalah individu yang merasakan adanya hubungan antara usaha yang dilakukannya dengan akibat-akibat yang diterimanya. Sedangkan locus of control eksternal adalah individu yang merasa bahwa akibat yang terjadi pada dirinya merupakan akibat yang berasal dari campur tangan orang lain, nasib, keberuntungan dan juga karena suatu kesempatan. Seorang individu dengan demikian dapat diklasifikasikan ke dalam locus of control internal atau locus of control eksternal.

Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar diduga kuat berbeda pada locus of control yang berbeda. Pada locus of control internal, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki locus of control eksternal. Hal demikian disebabkan siswa memiliki keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya disebabkan oleh dirinya sendiri sehingga berdasarkan kesadaran itu siswa akan belajar giat untuk mencapai prestasi belajar. Sebaliknya siswa dengan locus of control eksternal cenderung lebih pasrah dan menerima nasibnya.

Berdasarkan penjelasan di atas diturunkan hipotesis sebagai berikut: H 1 : Ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara

kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.

2. Pengaruh kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar

Kultur keluarga adalah suatu nilai-nilai yang dimiliki suatu masyarakat/keluarga yang merupakan hasil kajian/pengalaman yang berlangsung turun temurun. Kultur keluarga dapat diklasifikasikan ke dalam empat dimensi, meliputi: 1). power distance; 2). collectivism vs individualism; 3). femininity vs masculinity; 4). uncertainty avoidance.

Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar diduga kuat berbeda pada kultur keluarga yang berbeda. Pada kultur keluarga yang bercirikan power distance kecil, derajat hubungan kecerdasan emosional siswa lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari kultur keluarga dengan power distance besar. Hal ini disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga dengan power distance kecil yang tampak dari ketaatan pada norma keluarga, menghormati orang tua, orang tua punya otoritas, dan punya ketergantungan orang tua maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur keluarga dengan power distance besar, maka kecerdasan emosionalnya rendah.

Pada kultur keluarga yang bercirikan collectivism, derajat hubungan kecerdasan emosional siswa lebih tinggi dibandingkan siswa

yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan individualism. Hal ini disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga bercirikan collectivism yang tampak dari adanya demokrasi dalam keluarga, setia pada kelompok, mampu mengelola keuangan untuk keluarga, merasa bersalah jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat berkumpul anggota keluarga maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan individualism, maka kecerdasan emosionalnya rendah.

Pada kultur keluarga yang bercirikan femininity, derajat hubungan kecerdasan emosional siswa lebih rendah dibandingkan siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan masculinity. Hal ini disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga bercirikan femininity yang tampak dari adanya jarak relasi antara anak dan orang tua, perbedaan peran orang tua, peran wanita lebih rendah dari pria, dan belajar bersama menjadi rendah hati maka kecerdasan emosionalnya lebih rendah. Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan masculinity, maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi.

Pada kultur keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance lemah, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance kuat. Hal ini disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga bercirikan uncertainty avoidance lemah yang tampak dari adanya inisiatif terhadap situasi yang tidak pasti, keluarga

menjadi tempat untuk belajar, dan memiliki aturan maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance kuat, maka kecerdasan emosionalnya lebih rendah.

Berdasarkan penjelasan di atas diturunkan hipotesis sebagai berikut: H 2 : Ada pengaruh positif kultur keluarga pada hubungan antara

kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.

3. Pengaruh kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.

Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kualitas kehidupan sekolah. Kultur sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam empat dimensi, meliputi: 1). power distance; 2). collectivism vs individualism; 3). femininity vs masculinity; 4). uncertainty avoidance.

Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat berbeda pada kultur sekolah yang berbeda. Pada kultur sekolah yang bercirikan power distance kecil, derajat hubungan kecerdasan emosional siswa akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari kultur sekolah dengan power distance besar. Hal ini disebabkan siswa yang berasal dari sekolah dengan power distance kecil yang tampak dari adanya pembelajaran berpusat pada siswa, kesempatan bertanya, bebas berpendapat, ada komunikasi dua arah, orang tua mempunyai peran, pengembangan kemampuan dan bakat, dan aturan serta

norma di sekolah maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya siswa yang berasal dari kultur sekolah dengan power distance besar, maka kecerdasan emosionalnya lebih rendah.

Pada kultur sekolah yang bercirikan collectivism, derajat hubungan kecerdasan emosional siswa lebih rendah dibandingkan siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan individualism. Hal ini disebabkan siswa yang berasal dari kultur sekolah bercirikan individualism yang tampak dari adanya kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas, tingkat penerimaan diri terhadap orang lain, bersikap positif dalam mengerjakan tugas, dan punya tujuan untuk berprestasi maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan collectivism, maka kecerdasan emosionalnya rendah.

Pada kultur sekolah yang bercirikan femininity, derajat hubungan kecerdasan emosional siswa lebih rendah dibandingkan siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan masculinity. Hal ini disebabkan siswa yang berasal dari kultur sekolah bercirikan femininity yang tampak dari kurang adanya kompetensi di dalam kelas, siswa kurang berorientasi pada prestasi, dan kurangnya kompetensi guru, maka kecerdasan emosionalnya lebih rendah. Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan masculinity, maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi.

Pada kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance lemah, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar

siswa lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance kuat. Hal ini disebabkan siswa yang berasal dari kultur sekolah bercirikan uncertainty avoidance lemah yang tampak dari adanya kejelasan guru dalam menerangkan, kedekatan hubungan antara guru, siswa dan orang tua, dan tingkat penerimaan siswa dengan kekurangan guru maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance kuat, maka kecerdasan emosionalnya lebih rendah. Berdasarkan penjelasan di atas diturunkan hipotesis sebagai berikut:

H 3 : Ada pengaruh positif kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.

Berikut ini gambar hubungan antara variabel satu dengan variabel lain:

KECERDASAN

EMOSIONAL

KULTUR

SEKOLAH

LOCUS OF

CONTROL

KULTUR

KELUARGA

PRESTASI

BELAJAR

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian verificative research dengan metode explanatory survey. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan apa yang akan terjadi bila variabel-variabel tertentu dikontrol atau dimanipulasi secara tertentu (Mardalis, 1990:26). Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan kejelasan atas pengaruh variabel locus of control, kultur keluarga dan kultur sekolah terhadap hubungan antara kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa.

Dokumen terkait