BAB I PENDAHULUAN
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
Kerangka teori merupakan ”kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak
disetujui.24
Kerangka teori25 adalah penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya. Teori itu bukanlah pengetahuan yang sudah pasti tetapi harus dianggap petunjuk analisis dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga merupakan masukan eksternal bagi penelitian ini.
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.26
Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.27
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum, maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami pelaksanaan pengangkatan anak menurut fikih Islam dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada kerangka teori yang
24M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Mandar Maju: Bandung, 1994), hal. 80.
25Ibid, hal. 129. Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa didalam penelitian hukum juga dapat disusun dengan menerangkan metode klasifikasi dan memilih ruang lingkup yang akan diteliti.
26Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press), 1986, hal. 6.
27Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta),1996, hal. 19
digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kemaslahatan hukum dan teori perwalian.
Setiap orang harus ada walinya. Wali itu dapat terdiri dari orang tuanya atau orang lain yang ditunjuk oleh orang tuanya atau ditetapkan oleh pengadilan. Wali ini penting dalam hubungannya dengan perkawinan bila yang bersangkutan perempuan, berkaitan dengan harta benda dan pewarisan.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa teori perwalian sebagai teori pendukung, teori ini penting diikutsertakan karena pada dasarnya semua orang harus ada walinya. Wali terhadap anak secara realitas memang sangat dibutuhkan. Setiap ada urusan tentang anak selalu dikaitkan dengan orang tua atau walinya.
Kemaslahatan dalam perspektif hukum Islam adalah sesuatu yang prinsip.
Prinsip maslahat sebagai dasar orientasi perkembangan hukum Islam telah disepakati oleh para ahli.28 Imam al-Ghazali, ahli fikih mazhab Syafi’i mengemukakan pengertian mashlahat adalah “Mengambil manfaat dan menolak kemuhdaratan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syarak”.29 Ia memandang bahwa suatu kemashlahatan harus sejalan dengan tujuan syarak, sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia. Alasannya adalah, kemashlahatan manusia tidak selamanya didasarkan kepada kehendak syarak, tetapi sering didasarkan kepada kehendak hawa nafsu.
28 Efrinaldi.multiply.com/journal/item/15.teori kemaslahatan, diakses tanggal 5 Nopember 2013.
29Zamakhsyari, Teori-teori Hukum Islam: Dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2013), hal. 36
Para ahli ushul Fiqih mengemukakan beberapa mengemukakan beberapa pembagian mashlahat, berdasarkan segi kualitas dan kepentingan kemashlahatan, yang salah satunya yaitu Al-mashlahah al-Dharuriyah, yaitu kemashlahatan yang berkaitan dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan akhirat. Yang termasuk dalam kemashlahatan ini adalah memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal pikiran, memelihara keturunan dan memelihara harta.30 Hal ini menunjukkan bahwa memelihara keturunan merupakan salah satu tujuan dari kemashlahatan.
Teori pendukung lain atau wacana yang berikutnya dalam analisis ini adalah teori keadilan,31 merupakan teori yang menganalisis dan menjelaskan tentang hak mengasuh, merawat, memelihara dan mewujudkan perlindungan hak-hak anak. Dapat dipastikan adanya ketidakadilan apabila anak yang telah hilang orang tuanya tidak mendapat perhatian apapun dari orang lain atau juga tidak adil apabila orang tua yang tidak memperoleh anak tidak mendapat tempat mencurahkan kasih sayangnya.32
Perlindungan anak merupakan suatu bidang pembangunan nasional. Hakikat pembangungan nasional adalah membangun manusia seutuhnya. Melindungi anak
30Ibid, hal. 38.
31Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: Al-Maarif, 1994), hal. 160, menyebutkan hadhanah berasal dari kata hidhan artinya lambung, seperti kata hadhana ath-thaa iru baidadu artinya burung itu mengepit telur di bawah sayapnya. Begitu pula dengan perempuan (ibu) yang mengasuh anaknya.
Mengasuh anak yang masih kecil hukumnya wajib sebab mengabaikannya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil kepada bahaya kebinasaan. Lihat Mat Saad Abd. Rahman, Undang-Undang Keluarga Islam, Aturan Perkawinan, Shas Alam, Selangor Daerah Ehsan Malaysia, Hizbi, 2002, hal. 121, mengatakan hadhanah bermaksud pemeliharaan anak-anak yang masih kecil baik laki-laki atau perempuan.
32A. Hamid Saarong, Kedudukan Anak Angkat Dalam Sistem Hukum Indonesia, (USU:
Medan, 2007), hal. 9.
adalah melindungi manusia yaitu membangun manusia seutuhnya. Mengabaikan masalah perlindungan anak tidak akan memantapkan pembangunan nasional.
Akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial, yang dapat menggangu ketertiban, keamanan dan pembangunan nasional. Berarti perlindungan anak yang salah satu upayanya melalui pengangkatan anak harus diusahakan apabila ingin mensukseskan pembangunan nasional kita.
Selain teori utama yang dipergunakan sebagai alat analisis penelitian ini, juga akan didukung dengan beberapa teori lain sebagai teori pendukung atau wacana yaitu teori kepastian hukum.
Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibabankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.33
Hukum memang pada hakikatnya adalah sesuatu yang bersifat abstrak, meskipun dalam manifestasinya bisa berwujud kongkrit. Oleh karenanya pertanyaan
33Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2008), hal 158
tentang apakah hukum itu senantiasa merupakan pertanyaaan yang jawabannya tidak mungkin satu. Dengan kata lain, persepsi orang mengenai hukum itu beraneka ragam, tergantung dari sudut mana mereka memandangnya. Kalangan hakim akan memandang hukum itu dari sudut pandang mereka sebagai hakim, kalangan ilmuwan hukum akan memandang hukum dari sudut profesi keilmuan mereka, rakyat kecil akan memandang hukum dari sudut pandang mereka dan sebagainya.
Anak yatim dan anak miskin yang telah ditentukan menjadi tanggung jawab negara harus ada jalan keluar yang realistik. Tanggung jawab negara tidak hanya dalam bentuk mendirikan panti asuhan tetapi juga merumuskan perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan keapda anak yatim dan anak miskin. Negara mempunyai kekuasaan untuk mewujudkan perlindungan hak dari anak angkat ini.
Teori pengayoman dapat juga sebagai teori pendukung lainnya. Hukum melindungi manusia secara aktif dan pasif. Secara aktif, dengan memberikan perlindungan yang meliputi berbagai usaha untuk menciptakan keharmonisan dalam masyarakat dan mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang manusiawai.
Melindungi secara pasif adalah memberikan perlindungan dalam berbagai kebutuhan, menjaga ketertiban dan keamanan, taat hukum dan peraturan sehingga manusia yang diayomi dapat hidup damai dan tentram.34
Perlindungan hukum terhadap hak-hak anak diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Perlindungan Anak, didalamnya diatur bahwa negara dan pemerintah
34Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Pembangunan, 1993), hal. 245.
berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dekungan dan prasarana dalam menyelenggarakan perlindungan anak. Pasal 23 ayat (1) menyebutkan negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.
Kemudian Pasal 24 juga menyebutkan negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.selanjutnya Pasal 25 menyebutkan bahwa kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui peran masyarakat dalam menyelenggarakan perlindungan anak.
2. Konsepsi
Kerangka konsepsional ini penting dirumuskan agar tidak tersesat kepemahaman lain, diluar maksud penulis. Konsepsional ini merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping unsur lainnya seperti asas dan standar. Oleh karena itu, kebutuhan untuk membentuk konsepsional merupakan salah satu sari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsepsional adalah sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analisis.35
Dalam bahasa Latin, kata conceptus (dalam bahasa Belanda, begrip) atau pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah merupakan defenisi yang dalam bahasa Latin adalah defenitio. Defenisi tersebut berarti perumusan (dalam bahasa Belanda onschrijving) yang pada hakekatnya merupakan suatu bentuk ungkapan pengertian disamping aneka bentuk lain yang dikenal didalam epistimologi
35Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996) dan Aminuddin dan H.
Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 48-49.
atau teori ilmu pengetahuan.36 Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsional atau pengetian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.37
Terlihat dengan jelas bahwa suatu konsepsional atau suatu kerangka konsepsional pada hakikatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka) yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun, suatu kerangka konsepsional terkadang dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.38 Maka konsepsional merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati, konsepsional terdiri dari variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris.39
Konsep disini apa mengandung makna dan operasional dari konsep yang digunakan. Konsep tersebut yaitu:
1. Hukum adalah keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan
36Konsep berbeda dengan teori, dimana teori biasanya terdiri dari pernyataan yang menjelaskan hubungan kausal antara dua variable atau lebih. Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Roke Sarasni, 1996), hal. 22-23 dan 58-59, Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Ibid dan Aminuddin dan H. Zainal Asikin, Ibid.
37Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Op.Cit, hal. 21.
38Satjipto Rahardjo, Op.cit, hal. 30 dan Aminuddin dan H. Zainal Asikin, Op.Cit, hal. 48.
39Koentjaraningrat, et-al, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1980), hal.21.
untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.40
2. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
3. Tabanni adalah pengangkatan anak orang lain oleh suatu keluarga dengan maksud memelihara dan mendidiknya dengan penuh kasih sayang seperti mereka memperlakukan anak kandung sendiri.41
4. Fikih Islam.
Fiqih menurut bahasa berarti ‘paham’,42 Fikih juga diartikan sebagai buku yang membahas berbagai persoalan hukum Islam (ibadah, muamalah, pidana, peradilan, jihad, perang dan damai) berdasarkan hasil ijtihad ulama fikih dalam memahami al-Qur’an dan hadis yang dikaitkan dengan realitas yang ada dengan menggunakan berbagai metode ijtihad.43
G. Metode Penelitian