• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada penelitian sebelumnya, telah diperoleh solusi analitik untuk persamaan NLS kubik DNA model PBD.12

Selanjutya, berdasarkan solusi analitik yang telah diperoleh, dikembangkan kembali penelitian untuk mencari solusi numerik persamaan NLS kubik DNA model PBD dengan menggunakan metode beda hingga dan interpolasi Lagrange. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa solusi antara solusi analitik dan solusi numerik sudah sesuai. DNA model PBD yang digunakan pada penelitian ini menunjukkan perilaku dinamika DNA pada saat proses denaturasi replikasi DNA. Hasil dari solusi numerik yang dilakukan diperolehlah profil soliton dinamika terkait. DNA mengalami dinamika yang cukup stabil dari proses awal hingga akhirnya. Hasil ini juga menunjukkan bahwa persamaan ansatz yang diperoleh dari solusi analitik sudah tepat.

Dalam penelitian ini, persamaan

ansatz yang diperoleh dari solusi analtik

persamaan NLS kubik DNA model PBD, diberikan gangguan. Dilakukan sebanyak tiga gangguan pada solusi stabil persamaan NLS DNA model PBD ini. Masing-masing hasil solusi numerik dari beberapa kasus gangguan yang ditinjau menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Untuk gangguan yang relatif kecil diperoleh hasil bahwa terjadi peristiwa undulasi pada soliton yang awalnya stabil. Undulasi ini mengakibatkan soliton semakin menyempit dan mengalami kenaikan amplitudo. Hasil ini menunjukkan bahwa pada saat undulasi, terjadi pengurangan jumlah nukleotida yang terlibat dalam proses denaturasi pada rantai DNA. Selain itu, gangguan ini juga menyebabkan efek pada koefisien dispersinya, sehingga tampak terjadi dispersi pada solusi numeriknya. Untuk gangguan yang lebih besar, diperoleh hasil yang hampir sama dengan kasus gangguan sebelumnya. Perbedaannya, pada gangguan yang lebih besar undulasi yang terjadi lebih lebar dan amplitudo puncak undulasinya lebih rendah jika dibandingkan dengan gangguan yang lebih kecil. Artinya, pengurangan jumlah nukleotida yang terlibat dalam proses denaturasi pada rantai DNA lebih sedikit. Selain itu, dispersi yang terjadi tampak lebih besar untuk gangguan yang lebih besar. Peristiwa undulasi yang terjadi pada kedua gangguan tersebut ini menunjukkan bahwa efek nonlinier mengalami ketidakstabilan yang lebih besar daripada efek dispersinya, yang menyebabkan soliton mengalami penyempitan. Efek dispersi lebih dominan ketidakstabilannya pada saat soliton tidak mengalami undulasi (keadaan sebaliknya).

Berbeda dengan kasus gangguan kecil, pada interaksi dua soliton dengan jarak x, pada proses denaturasinya, nukleotida terlokalisasi dalam dua ruang. Telah ditinjau kasus tiga kondisi fase awal yaitu dengan membuat variasi pada beda fase antara kedua soliton, pada saat ΞΈ = 0, πœ‹

2 , dan Ο€. Pada saat ΞΈ = 0, kedua soliton saling tarik menarik, pada awalnya dua

soliton bergerak dengan amplitudo yang sama yang nilainya terus menurun, kemudian saat T = 1,37 x 10-10 s, kedua soliton mengalami superposisi, sehingga terbentuklah satu soliton. Soliton ini kemudian bergerak dengan mengalami peningkatan amplitudo hingga waktu akhir. Dinamika ini akan berlanjut, dimana soliton akan kembali terpisah pada T tertentu kemudian mengalami superposisi kembali, begitu pula seterusnya. Untuk beda fase ΞΈ = πœ‹

2, kedua soliton saling tolak menolak dan mengalami perubahan yang asimetrik. Pada selang waktu T = 0 s hingga T = 1,35 x 10-10 s soliton bergerak dengan amplitudo yang sama yang nilainya terus

menurun. Kemudian pada T > 1,35 x 10-10 s hingga akhir iterasi

waktu, jarak antar kedua soliton semakin melebar, lalu salah satu soliton bergerak dengan mengalami peningkatan amplitudo, sedangkan soliton yang lain terus bergerak dengan amplitudo yang semakin menurun dari kondisi awalnya. Dan untuk beda fase ΞΈ = Ο€, kedua soliton tolak menolak tetapi dengan perubahan yang simetrik. Pada selang waktu T = 0 s hingga T = 1,35 x 10-10 s dua soliton bergerak dengan amplitudo yang sama yang nilainya terus menurun, selanjutnya pada saat T > 1,35 x 10-10 s hingga akhir iterasi waktu, jarak antar kedua soliton semakin melebar, kemudian amplitudo kedua soliton kembali meningkat (walaupun tidak terlalu signifikan) dan terus bergerak stabil hingga T akhir. Dari hasil yang diperpoleh ini, dapat disimpulkan pula bahwa hasil solusi numerik yang diperoleh dari dinamika DNA model PBD yang diberikan efek gangguan akan menunjukkan hasil yang berbeda dengan solusi eksak tanpa gangguan.

SARAN – SARAN

Penelitian tentang dinamika permodelan DNA merupakan salah satu hal yang menarik untuk dilakukan. Untuk pengembangan selanjutnya, diharapkan dapat melakukan beberapa hal,

diantaranya dengan menggunakan metode numerik yang memiliki tingkat akurasi yang lebih baik lagi, sehingga dapat dilakukan perhitungan dengan lebih cepat dan tepat. Selain itu, dapat pula dilakukan (baik numerik maupun analitik) ekspansi potensial morse dengan orde yang lebih tinggi. Dengan mengambil ekspansi hingga orde yang lebih tinggi diharapkan akan diperoleh hasil yang lebih akurat seperti keadaan sebenarnya. Pada penelitian ini, permodelan yang digunakan masih bersifat ideal, dalam artian mengabaikan pengaruh-pengaruh luar yang bersifat mengganggu. Selanjutnya mungkin dapat dilakukan penelitian dengan memperhitungkan pengaruh-pengaruh luar tersebut. Dalam permodelan DNA sendiri ada banyak sekali model yang terus dikembangkan, yang mungkin dapat diteliti selain daripada model PBD ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Peyrard, M. dan Bishop, A.R. (1989).

Statistical mechanics of a nonlinear model for DNA denaturation. Phys.

Rev. Lett. 62, 2755-2758.

2. Englander, S.W. et al. (1980). Nature of the open state in long polynucleotide double helices: possibility of soliton excitations. Proc. Natl. Acad. Sci. USA

77, 7222-7226.

3. Yomosa, S. (1984). Solitary excitations in deoxyribonucleic acid (DNA) double helices. Phys. Rev. A 30, 474-480.

4. Homma, S. dan Takeno, S. (1984). A coupled base-rotator model for structure and dynamics of DNA, Prog.

Theor. Phys. 72, 679-693.

5. Zdravković, S., Tuszyński, J.A. dan Satarić, M.V. (2005). Peyrard-Bishop-Dauxois model of DNA dynamics and impact of viscosity. Journal of

Computational and Theoretical Nanoscience Vol.2: 1–9.

6. Zhang, Ch.T. (1989). Harmonic and subharmonic resonances of microwave

11. Zdravković, S. dan Satarić, M.V. (2001). Impact of viscosity on DNA dynamics. Phys. Scripta 64, 612-615.

20

20

absorption in DNA, Phys. Rev. A-40, 2148-2153.

7. Hadi, M. dan Nurlita, I. β€œSoliton dan DNA”. Fisikanet. 2006. Web. 17 Februari 2011.<http://fisikanet.lipi.go. id/utamacgi?artikel&1151902055&33> 8. Yakushevich, L.V. (1998). Nonlinear

Physics of DNA. Wiley Series in

Nonlinear Science, John Wiley, Chichester, 181.

9. Dauxois, T. (1991). Dynamics of breathers modes in a nonlinear β€œhelicoidal” model of DNA. Phys. Lett. A-159, 390-395.

10. Dauxois, T. dan Peyrard, M. (1991). Dynamics of breather modes in a nonlinear helicoidal model of DNA.

Lecture Notes in Physics 393,

Dijon,p.79.

12. Hermanudin, D. (2011). Efek osilasi

anharmonik pada soliton Deoxyribo

Nucleic Acid Peyrard-Bishop-Dauxois. Skripsi. Departemen

Fisika-FMIPA IPB.

13. Anonim. β€œDNA”. Wikipedia. 2011. Web. 02 Maret 2011. <http://en.wikipedia.org/DNA> 14. Hamdani, S. β€œDNA sebagai Kode

Genetik”. 2012. Web. 03 Mei 2012. <http://catatankimia.com/catatan/dna-sebagai-kode-genetik.html> 15. Anonim. β€œDNA-RNA-Protein”. 2012. Web. 03 Mei 2012. <http://www.nobelprize.org/educatio nal/medicine/dna/>

16. Anonim. β€œDNA vs. RNA and replication”.2011. Web. 18 Februari

2011.<http://apbio2-chs-09.wikispaces.com/DNA+vs.+RNA+ and+replication>

17. Anonim. β€œReplikasi DNA”. Wikipedia. 2010. Web. 18 Februari 2011.<http://id.wikipedia.org/Replika si DNA>

18. Ludmila, V. dan Yakushevich. (2001). Is DNA a nonlinear dynamical system where solitary conformational waves are possible?.

J. Biosci., Vol.26, No.3: 305-313.

19. Anonim. β€œFinite Difference”.

Wikipedia. 2011. Web. 17 Februari 2011.<http://en.wikipedia.org/wiki/Fi nite_difference>

20. Recktenwald, G.W.

β€œFinite-Difference Approximations to The Heat Equation”. 2004. Web. 17

Februari 2011. <www.f.kth.se/~jjalap/numme/FDhea t.pdf>

21. Suparno, S. (2008). Komputasi untuk

Sains dan Teknik –Menggunakan Matlab-. Departemen Fisika FMIPA,

Univeristas Indonesia,181-182. 22. Supriyanto. (2007). Komputasi untuk

Sains dan Teknik. Universitas

Indonesia. Jakarta.

23. Munir, R. (2006). Metode Numerik. Informatika. Bandung

22

Lampiran A. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Penelusuran literatur

Membuat sintak simulasi MATLAB dengan menggunakan metode beda hingga (finite-difference)

Menganalisis hasil solusi numerik

Mengolah dan menyusun hasil penelitian

23

Lampiran B. Skala Ulang Parameter Persamaan NLS Tahap 1

Persamaan NLS awal

π‘–πœ•πΉ

πœ•π‘‘ + π‘ƒπœ•2𝐹

πœ•π‘₯2+ 𝑄 𝐹1 2𝐹1 = 0 ... (26) dengan persamaan ansatz (tebakan)

𝐹 = 2𝜎 𝑄 sπ‘’π‘β„Ž 𝑆 𝜎 𝑃 π‘’π‘–πœŽπœ ... (40) misalkan: πœŽπ‘‘ = 𝑇 ; π‘₯ = π‘₯ 𝑃 𝜎 ; 𝐹 = 𝐹 𝑄 𝜎 ... (B.1) Substitusi permisalan pada persamaan (64) ke (26)

π‘–πœŽπœ•πΉ πœ•π‘‡+ π‘ƒπœŽ 𝑃 πœ•2𝐹 πœ•π‘₯2+ 𝑄 𝐹 2𝐹 = 0 ... (B.2) π‘–πœŽπœ•πΉ πœ•π‘‡+ πœŽπœ•2𝐹 πœ•π‘₯ 2+ 𝑄 𝐹 2𝐹 = 0 ... (B.3) π‘–πœŽ πœŽπ‘„πœ•πΉ πœ•π‘‡+ 𝜎 πœŽπ‘„πœ•πœ•π‘₯ 2 𝐹 2 + π‘„πœŽ 𝑄 𝜎 𝑄 𝐹 2 𝐹 = 0 ... (B.4) π‘–πœ•πΉ πœ•π‘‡+πœ•2𝐹 πœ•π‘₯ 2+ 𝐹 2𝐹 = 0 ... (B.5) Substitusi permisalan pada persamaan (B.1) ke (40)

𝐹 = 𝐹 𝑄 𝜎 ... (B.1) 𝐹 = 𝑄 𝜎 2𝜎 𝑄 sech π‘₯ 𝑃 𝜎 𝜎 𝑃 𝑒𝑖𝑇 ... (B.6) 𝐹 = 2 sech π‘₯ 𝑒𝑖𝑇 ... (B.7)

Lampiran C. Skala Ulang Parameter Persamaan NLS Tahap 2

Skala ulang tahap 2 dilakukan, karena pada skala ulang tahap 1, skala yang diperoleh masih terlalu besar, dan belum compatible dengan software MATLAB yang digunakan. Hal dilakukan dengan cara membuat skala ulang kembali pada variabel x dan F.

24

Misalkan:

π‘₯ = π‘₯

πœ‘ ; 𝐹 = πœ“πΉ ... (C.1) Substitusi persamaan (C.1) ke (B.5), sehingga

π‘–πœ“πœ•πΉ πœ•π‘‘ + πœ‘πœ“πœ•2𝐹 πœ•π‘₯2+ πœ“3 𝐹 2𝐹 = 0 ... (C.2) π‘–πœ•πΉ πœ•π‘‘ + πœ‘πœ•2𝐹 πœ•π‘₯2 + πœ“2 𝐹 2𝐹 = 0 ... (C.3) Substitusi persamaan (C.1) ke (B.7) 𝐹 = 𝐹 πœ“ 𝐹 = 2 πœ“ sech π‘₯ πœ‘ 𝑒𝑖𝑇... (C.4) Jika dilakukan substitusi persamaan (C.1) ke persamaan (B.1), maka variabel t, x, dan F dapat disederhanakan:

πœŽπ‘‘ = 𝑇 ; π‘₯ β†’π‘₯

𝑃 𝜎

25

Lampiran D. Source Code Program dengan software Matlab

clear all

clc

% >> ..:Definisi Kondisi Awal dan Inkremen:.. <<

M = input ('M = '); N = input ('N = ');

% x01 = input ('x01 = '); % teta = input ('teta = ');

% x01 dan teta digunakan pada saat menjalankan simulasi gangguan ketiga;

epsilon = input ('epsilon = ');

% gunakan epsilon=0.25 untuk gangguan kedua; % gunakan epsilon=0.5 untuk gangguan ketiga;

dx = 0.01;

dt = 2.5000e-005; x0 = -N/2*dx;

% >> ..:Definisi Nilai Parameter Pembangun:.. <<

D = 0.1*1.6e5; mass=5.1e-13; a=3e-2; k=24; K=8; l=340; lamda=10*l; q=2*pi/lamda; h=4; sigma=1e10; tau=0; e2=0.001;

% >> ..:Definisi hubungan dispersi:.. <<

wg =2*a*sqrt(D/mass);

w=sqrt(wg+(2*k*(1-cos(q*l))+2*K*(cos(q*l*h)+1))/mass);

% >> ..:Definisi kecepatan group:.. <<

Vg=(l*(k*sin(l*q)-K*h*sin(l*q*h))/(mass*w));

% >> ..:Definisi koefisien orde-1 sampai orde-3:.. <<

alfa =(-3*a)/sqrt(2); beta =7*a^2/3;

% >> ..:Definisi hubungan F1 dengan F0 dan F2:.. <<

miu=-2*alfa/(1+4*K/(mass*wg.^2));

delta=(wg.^2)*alfa/(4*w^2+2*k*(cos(2*q*l-1)/mass-2*K*(cos(2*h*q*l)+1)...

/mass-wg^2));

% >> ..:Definisi koefisien dispersi(P) dan koefisien

nonlinear(Q):.. <<

P=(((l^2)*(k*cos(l*q)-K*(h^2)*cos(l*q*h))/mass)-Vg^2)/(2*w); Q=(-wg.^2*(2*alfa*(miu+delta)+3*beta)/(2*w));

% >> ..:Parameter rescale:.. <<

26

psi = 0.03;

% >> ..:Matriks F dan Y:.. <<

F=zeros(N,M); Y=zeros(N,M);

for n=1:N

x(n,1)=x0+(n-1)*dx;

F(n,1)=((sqrt(2)/psi)*sech(x(n,1)/sqrt(phi));

%.: untuk gangguan pertama :.

% F(n,1)=((sqrt(2)/psi)*sech(x(n,1/sqrt(phi)))*(1+epsilon);

%.: untuk gangguan kedua :.

% F(n,1)=((sqrt(2)/psi)*sech((1+epsilon)*(x(n,1)/sqrt(phi))*

% (1+epsilon);

%.: untuk gangguan ketiga :.

% F(n,1)=(sqrt(2)/psi)*((sech(((x(n,1)+x01)/sqrt(phi))))+... % ((sech((x(n,1)-x01)/sqrt(phi)))*(exp(1i*teta))); end % >> ..:Running Program:.. << for m=1:M for n=2:N-1 % >> ..:Interpolasi Lagrange:.. << if n==2 F(n-1,m)=3*F(n,m)-3*F(n+1,m)+F(n+2,m); end if n==N-1 F(n+1,m)=3*F(n,m)-3*F(n-1,m)+F(n-2,m); end

% >> ..:Metode Finite Difference:.. <<

if m==1 F(n,m+1)=1i*((phi^2*r*(F(n+1,m)-2*(F(n,m))+F(n-1,m))+... (psi^2*dt*(conj(F(n,m))*(F(n,m)^2))+F(n,m); else F(n,m+1)=2*1i*((phi^2*r*(F(n+1,m)-2*(F(n,m))+F(n- 1,m)))+... (psi^2*dt*(conj(F(n,m))*(F(n,m)^2)))+F(n,m-1); end t(m)=(m-1)*dt; theta(n,m)=(n*q*l)-(w*t(m)/e2); Y(n,m)= ((e2*(psi*F(n,m)/(sqrt(Q/sigma))))*(2*(cos((sigma*tau)+... theta(n,m)))))+((e2^2*((psi*F(n,m)/(sqrt(Q/sigma)))^2))... *(miu+(2*delta*(cos(2*((sigma*tau)+theta(n,m)))))));

%Y adalah persamaan gelombang untuk soliton DNA%

end

m

end

% >> ..:Grafik 3 dimensi soliton DNA:.. <<

figure

surf(t/sigma,x*sqrt(P/sigma)/sqrt(phi),abs(Y(:,1:M))); view(0,90);

colorbar

27

xlabel ('T'); ylabel ('x'); zlabel ('Y');

% >> ..:Grafik Hubungan Y terhadap x:.. <<

figure plot((x*sqrt(P/sigma)),abs(Y(:,0))); xlabel ('x(pm)'); ylabel ('Y(pm)'); figure plot((x*sqrt(P/sigma)),abs(Y(:,M))); xlabel ('x(pm)'); ylabel ('Y(pm)');

Dokumen terkait